Anda di halaman 1dari 8

“ASPERGILLUS FLAVUS DAN TOXOPLASMA GONDII”

Diajukan untuk mata kuliah Pengendalian Mikroba Dan Parasit

Disusun oleh :

1. Agung Rasyidin (1813251003)


2. Khaerudin Julmi (1813251007)
3. Robiatul Addawiyah (1813251010)

Dosen Pengampuh :

Nurusysyarifah Aliyyah, MKM.

PRODI KESEHATAN LINGKUNGAN

INSTITUT KESEHATAN INDONESIA

JAKARTA 2020
KATA PENG0ANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini dapat saya
kerjakan,tugas ini ditunjukan untuk mata kuliah pengendalian mikroba dan parasit.

Terima kasih kepada ibu dosen pengampuh telah memberikan tugas tentang “Pengendalian
Mikroba dan Parasit” dan saya berterima kasih kepada media yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………..1

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………....2

DAFTAR ISI ….………………………………………………………………………………..3

1. BAB I : PENDAHULUAN …..…………………………………………………………….4


1.1. Latar Belakang …………………………………………………………………………
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………
1.3. Tujuan …………………………………………………………………………………..
2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ………………….………………………………………
2.1. Definisi
2.2. Mekanisme Transmisi
2.3. Image Morfologi
3. BAB III : PENUTUP
3.1. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia yang berguna untuk
memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh,
perkembangbiakan, dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai metabolism
(Thahir et al., 2005). Oleh sebab itu, pangan harus mempunyai jaminan keamanan dari
cemaran-cemaran yang berbahaya. Cemaran tersebut dapat berupa cemaran biologis
(apergillus flavus atau toxoplas,a gondii), kimiawi (cemaran logam berat, dan residu
antibiotika), fisika (serpihan kaca, potongan kayu, logam, batu, rambut, benang, dll), atau
lainnya yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan (Schimdt et al.,
2003; Bahri et al., 2005).
Toxoplasma berasal dari kata toxon (lengkung) dan gondii yang merupakan sejenis
binatang pengerat, Cytenodactylus gondii . Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan pada
tahun 1908. Toxoplasma gondii termasuk genus Toxoplasma; Subfamili Toxoplasmatinae;
Famili Sarcocystidae; Subkelas Coccide; Kelas Sporozoa; Filum Apicomplexa. Toxoplasma
gondii dibedakan menjadi lima tipe, masing-masing tipe terdiri atas berbagai galur, dapat
diisolasi di tempat-tempat di berbagai belahan dunia. Setiap tipe memiliki karakteristik
biologic dan pathogenesis yang berbeda [ CITATION Cha05 \l 1033 ]. Aspergillus flavus adalah
jamur. Aspergillus flavus tumbuh dengan memproduksi benang filamen bercabang seperti
yang dikenal sebagai hifa. Jamur berserabut seperti A. flavus kadang-kadang disebut cetakan.
Sebuah jaringan hifa yang dikenal sebagai miselium mengeluarkan enzim yang memecah
sumber makanan yang kompleks. Molekul kecil yang dihasilkan diserap oleh myceilium
untuk bahan bakar pertumbuhan jamur tambahan.
Cemaran bakteri hanya 30% dari kasus foodborne disease. Namun demikian, beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa wabah dan angka kematian (mortalitas) tertinggi pada
foodborne disease disebabkan oleh infeksi bakteri (Altekruse et al., 2008). Penularan pada
foodborne disease umumnya melalui oral, jika tertelan dan masuk ke dalam saluran
pencernaan akan menimbulkan gejala klinis diantaranya mual, muntah dan diare. Apabila
gejala diare dan muntah terjadi dalam waktu lama, maka dapat mengakibatkan dehidrasi atau
kehilangan cairan tubuh (Supardi dan Sukamto, 1999). Masa inkubasi penyakitnya berkisar
antara beberapa jam sampai beberapa minggu, tergantung pada jenis bakteri yang
menginfeksinya (Supardi dan Sukamto,1999). Walaupun demikian, tidak semua bakteri yang
masuk ke dalam tubuh akan dapat menimbulkan penyakit, tergantung dari virulensi bakteri
serta respon sistem kekebalan tubuh (Supardi dan Sukamto, 1999).
Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba
patogen yang mengontaminasi makanan. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya
lain dapat menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam makanan.
Makanan yang berasal baik dari hewan maupun tumbuhan dapat berperan sebagai media
pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia (Deptan RI, 2007). Penyakit
yang ditularkan melalui makanan biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh
agen patogenik yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah aspergillus flavus dan toxoplasma gondii tersebut merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia? Mengapa? Penyakit apa yang disebabkan oleh keduanya?
2. Bagaimana mekanisme transmisi Aspergillus flavus & Toxoplasma gondii tersebut dari
sumbernya ke manusia?
3. Image morfologi aspergillus flavus dan toxoplasma gondi
4. Jelaskan bagaimana mekanisme fungi, & protozoa tersebut dapat menyebabkan
kerusakan pada tubuh manusia, dan sebutkan gejala dan tanda penyakit yang disebabkan
oleh fungi, & protozoa tersebut?
5. Bagaimana cara memutuskan rantai penularan/transmisi penyakit yang disebabkan oleh
fungi, & protozoa tersebut? Jelaskan cara pencegahan dan pengendaliannya?
6. Bagaimana cara mengetahui apakah seseorang telah terinfeksi oleh fungi, & protozoa
tersebut? Apakah dapat diketahui keberadaan fungi, & protozoa tersebut di
makanan/minuman? Bila ya, bagaimana caranya?
1.3. Tujuan Penulisan
Melalui penulisan makalah ini, penulis berharap pembaca maupun mahasiswa dapat
mendapatkan informasi tentang foodborne disease yang disebabkan oleh aspergillus flavus
dan toxoplasma gondi, agar pembaca lebih berhati-hati dalam memilih dan membeli bahan
pangan agar dapat terhindar dari penyakit yang ditularkan lewat makanan dan dapat
menurunkan angka kejadian penyakit yang ditularkan lewat makanan.
2. BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan dengan cara mengkonsumsi makanan
atau minuman yang terkontaminasi cemaran biologis. Foodborne disease disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengontaminasi makanan.
Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya lain dapat menyebabkan foodborne disease
jika zat-zat tersebut terdapat dalam makanan. Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan
pada tahun 1908.
Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan pada binatang pengerat, Ctenodactylus
gundi, di suatu laboratorium di Tunisia dan pada seekor kelinci di suatu aboratorium di
Brazil (Nicolle & Splendore) pada tahun 1908. Pada tahun 1937 parasit ini ditemukan pada
neonatus dengan ensefalitis. Walaupun transmisi intrauterine secara transpalasental sudah
diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas, ketika ditemukan
daur seksualnya pada kucing (Hutchisom). Manusia dapat terkena infeksi melalui tiga cara,
yaitu pertama, lewat makanan seperti daging, buah atau sayur yang terkontaminasi parasit
Toxoplasma gondii. Kedua, lewat tranfusi darah. Dan ketiga, lewat transplantasi organ tubuh.
Spesies Aspergillus ditemukan di mana-mana dan hampir dapat tumbuh pada semua
substrat. Spesies ini tumbuh pada buah yang busuk, sayuran, biji bijian dan bahan pangan
lainnya. Spesies dari genus Aspergillus memiliki konidium beraneka warna. Warna konidium
tersebut dipergunakan untuk identifikasi awal (Dharmaputra, 2004). Koloni genus
Aspergillus akan terlihat berwarna hijau, putih, kuning, cokelat kekuningan, oranye, atau
cokelat kehitaman. Beberapa spesies Aspergillus ada yang menghasilkan mikotoksin. Salah
satu spesies dari genus Aspergillus yang dapat menghasilkan mikotoksin berupa aflatoksin
adalah Aspergillus flavus. Aspergillus flavus merupakan Fungi.
2.2. Kasus Penyakit
Kasus infeksi Toxoplasma gondii pada kebanyakan manusia tidak menunjukkan gejala,
tapi infeksi akan mengakibatkan beberapa kerusakan klinis dan kerusakan fatal. Infeksi pada
manusia terdapat pada postnatal atau dalam Rahim dan mengakibatkan kematian janin,
toxoplasmik kongenital, toxoplasmik ensefalitis, toxoplasmosis okuler atau penyakit self-
limiting akut [ CITATION Mon04 \l 1033 ] . Orang dewasa dan anak-anak yang sehat,
kebanyakan infeksi postnatal yang diperoleh tidak menunjukkan gejala pada 10-20%
perkembangan suatu self-limiting individual dan penyakit yang tidak spesifik. Gejala
penyakit mungkin termasuk ringan, seperti flu disertai demam rendah, nyeri otot,
pembengkakan kelenjar getah bening, lesu dan sakit kepala. Pembesaran kelenjar getah
bening pengamatan secara umum manifestasi dari toxoplasmosis manusia. Sakit dimulai 3-25
hari (artinya 11 hari).
Retinochoroiditis toxoplasmik (peradangan pada retina dan koroid) dapat berasosiasi
dengan kongenital dan posnatal yang diperoleh dari penyakit akibat infeksi akut atau
pengaktifan kembali infeksi laten. Perkembangan parasit di retina manusia diakibatkan
peradangan koroid; parasit tidak berkembang biak di dalam koroid (Dubey, Lunney, Shen,
Kwok, Ashford, & Thulliez, 1996). Temuan khas yang diperoleh dari retinochroiditis
postnatal dan kongenital termasuk munculnya lesi putih dengan peadangan yang parah dari
cairan kental di belakang mata. Gejala ini terjadi akbat lesi retina yang aktif, yang mengarah
ke jaringan parut retia. Retinochroditis toxoplasmik secara signifikan mengakibatkan
hilangnya daya penglihatan. Kursus alami okuler toxoplasmois dan dampak jangka panjang
pada penglihatan yang bergantung pada frekuensi kambuhnya, denga meminimalakan
kerusakan retina jika penyakit aktif diobati lebih awal. Rekurensi (daya kambuh)
retinokrodoitis dapat terjadi baik pada toxoplasmosis kongenital dan postanatal. Komplikasi
berat terkait dengan toxoplasmosis okuler berupa berkas serat, pelepasan (ablasi) retina,
katarak, peradangan dan kerusakan saraf optic. Penyakit okuler merupakan satu diantara
manifestasi klinis penting yang akut (parah; berat), toxoplasmosis postnatal, terutama di
Negara Brazil. Sebagian besar kasus toxoplasmosis okuler adalah infeksi postnatal.
Toxoplasmosis kongenital terjadi ketika seorang wanita terinfeksi T. gondii saat hamil.
Takizoit tersirkulasi di dalam aliran darah yang bias menginvasi dan berkembang biak di
plasenta lalu peda gilirannya menginfeksi janin. Masuknya parasit ke dalam Rahim dapat
mengakibatkan kecacatan atau keguguran seketika. Kecacatan kongenital ini dapat termasuk
toxoplasmosis okuler, hidrosepalus (big head), keterbelakangan mental dan pengapuran intra
kranial. Meskipun resiko penularan kurang umum pada trisemester pertama, infeksi bawaan
(kongenital) yang diperoleh selama trisemester pertama lebih berat dibanding yang diperoleh
di trisemester kedua atau ketiga saat kehamilan.
Infeksi akan merusak imunitas individu, parasit yang terbebas tidak terkontrol karena
pecahnya jeringan kista otak. Hal ini mengarah pada gejala yang mempengaruhi system
saraf, termasuk pusing, ganguan mental, kejang, hemiparesis (kelemahan otot pada salah satu
bagian tubuh), ataxia dan/ atau wajah kaku. Jika tidak diobati, infeksi dapat berkembang
mnjadi ensepalitis toxoplasmic yang fatal. Daya tahan tubuh individual rentan terhadap
ensepalitis toxoplasmik dari infeksi yang diperoleh atau reaktivasi infeksi laten, diyakini
bahwa kebanyakan kasus ensepalitis toxoplasmik karena yang kedua (Montoya dan
Liensefield, 2004). Reaktivasi terjadi jika bradizoit keluar dari kista dan menjadi takizoit
kibat tertekannya respon kekebalan inang yang sebelumya dihambat oleh aktivitas parasit.
Pecahnya kista pada kekebalan tubuh individual umumnya terjadi di otak (Feustel, Meissner,
& Lisenfeld, 2012). Kasus di Australia, dimana tingkat rawat inap akibat ensepalitis menurun
secara substansial dari puncaknya tahin 1993 karena pengobatan profilaksis pada pasien HIV
(Huppatz, et al., 2009).

Anda mungkin juga menyukai