Anda di halaman 1dari 6

D.

Batas Tanggung Jawab dalam Keperawatan


Menjalan Pesanan Dokter Menurut Becker (Dlm Kozier,Erb 1990) empat hal yg hrs di
tanyakan perawat untuk melindungi mereka secara hukum:
         Tanyakan pesanan yg di tanyakan pasien
         Tanyakan setiap pesanan setiap kondisi pasien berubah
         Tanyakan dan catat pesan verbal untuk mencegah kesalahan komunikasi.
         Tanyakan pesanan (Standing Order ), terutama bila perawat tdk berpengalaman.
Fungsi Hukum Dalam Praktek Keperawatan
a. Hkm memberikan kerangka u/ menentukan tindakan keperawatan mana yg sesuai dg
hukum
b. Membedakan tujuan perawat dengan tujuan profesi yang lain
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tidkan keprwt mandiri
d. Membantu dlm mempertahankan standar praktik keprwt dg meletakan posisi prwt
memiliki akuntabilitas di bawah hukum (Kozier,Erb)
2.2 UNDANG-UNDANG YANG BERKAITAN DENGAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat.
PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan
perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga
keperawatan. Tidak adanya Undang-Undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat
secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan.
Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus
pendidikan tinggi merasa prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan
kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan
ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
UU dan peraturan lainnya yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktek
keperawatan :

1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan


Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur
kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan
sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi dan apoteker. Tenaga
perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah,
termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan
dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat
diberikaqn kewenangan terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga kesehatan secara
dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi
tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum
berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada
posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung
pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib keja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah
wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam pasal 3 dihelaskan
bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki
kedudukan sebagain pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga
diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan
pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas
dalam UU tersebut sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa
sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu diperhatikan dalam UU
ini,lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan
akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek propesionalisasian, perawat rasanya masih jauh
dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan (termasuk bidan)
dan paramedic non keperawata. Dari aspek hukum, sartu hal yang perlu dicatat disini bahwa
tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk kategori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan
bidan. Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga
keperawatan secara resmi tidak diizinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk
mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini
boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain
perawat diizinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus
menggantikan atau mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam
dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat
yang memperpanjang pelayanan dirumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka
seharusnya perawat dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan untuk benar-benar
melakuan nursing care.
6. SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4
Nopember 1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin.
Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik
pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga
keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a,
Pengatur Rawat/ Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I
Keperawatan.
System ini menguntungkan perawat karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/ golongan atasannya
7. UU kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik
keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak
pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU
praaktik keperawatan adalah :
a. Pasal 32 ayat 4
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan,
hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
b. Pasal 53 ayat I
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesui
dengan profesinya.
c. Pasal 53 ayat 2
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien.
2.3 KREDENSIAL PRAKTIK KEPERAWATAN
Kredensial merupakan proses untuk menentukan dan mempertahankan kompetensi
keperawatan. Proses kredensial merupakan salah satu cara profesi keperawatan mempertahankan
standar praktik dan akuntabilitas persiapan pendidikan anggotanya. Kredensial meliputi
pemberian izin praktik (lisensi), registrasi (pendaftaran), pemberian sertifikat (sertifikasi) dan
akreditasi ( Kozier Erb, 1990).
Karena proses kredensial praktik keperawatan di Indonesia belum ditata secara sempurna,
maka dalam penjelasan berikut akan diuraikan proses kredensial yang dilaksanakan baik di
Amerika maupun Kanada.
IZIN PRAKTIK DAN REGISTRASI
Izin praktik keperawatan pada dasarnya bukan merupakan topik baru bagi para perawat
Indonesia. PPNI dalam berbagai kesempatan telah mendiskusikan topik ini. Para ahli yang
antusias dalam mengembangkan kualitas dan praktik keperawatan telah pula memberikan
sumbangan pikiran. Namun, izin praktik keperawatan sampai tulisan ini dibuat masih tetap
merupakan perjuangan keperawatan.
Bagi setiap profesi atau pekerjaan untuk mendapatkan hak izin praktik bagi anggotanya,
biasanya harus memenuhi tiga kriteria :
Ada kebutuhan untuk melindungi keamanan atau kesejahteraan masyarakat.
Pekerjaan secara jelas merupakan area kerja yang tersendiri dan terpisah.
Ada suatu organisasi yang melaksanakan tanggung jawab proses pemberian izin.
(KozierErb,1990).
Izin praktik keperawatan diperlukan oleh profesi dalam upaya meningkatkan dan menjamin
professional anggotanya. Bagi masyarakat izin praktik keperawatan merupakan perangkat
perlindungan bagi mereka untuk mendapat pelayanan dari perawat professional yang benar-benar
mampu dan mendapat pelayanan keperawatan dengan mutu tinggi.
Tidak adanya izin keperawatan menempatkan profesi keperawatan berasa pada posisi yang sulit
untuk menentukan mutu keperawatan. Kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai jenjang
pendidikan keperawatan dengan standar atau mutu antar institusi pendidikan yang tidak sama.
Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa seseorang yang telah lulus dari pendidikan
keperawatan belum tentu cukup menguasai kompetensinya sebagai perawat. Situasi inilah yang
membuat para pemimpin keperawatan cukup prihatin. Pihak pasien tidak tahu apakah pendidikan
perawat atau justru diperburuk oleh kualitas keperawatan yang diberikan oleh para perawat yang
dipersiapkan dengan tidak mantap.
Perkembangan pemberian izin praktik keperawatan cukup bervariasi di setiap Negara. Di
Amerika Serikat misalnya, izin praktik keperawatan diberikan pada perawat professional mulai
pada tahun 1903 tepatnya di Negara bagian North Carolina.
Pada tahun 1923 semua Negara bagian telah mempunyai izin praktik bagi para
perawat.Untuk mendapatkan izin praktik maka seorang lulusan dari pendidikan professional
keperawatan harus mendaftarkan diri pada dewan keperawatan yang ada di setiap provinsi untuk
mengikuti ujian. Di Amerika Dewan ini bernama State Board of Nursing, atau Board of
Registered Nursing, atau Board of Nurse Examinors. Biaya ujian cukup bervariasi antara US$
25- 100.
Di Kanada, perawat dalam bekerja tidak melalui proses pemberian izin kecuali di provinsi
Quebec. Namun, mereka tercatat atau didaftar oleh persatuan perawat di masing-masing provinsi
dan oleh College of Nurse of Ontario. Perawat di Amerika juga didaftar sebagai pelengkap dari
pemberian izin praktik.
Selain kepada perawat professional maka izin praktik juga diberikan pada para lulusan dari
pendidikan jangka pendek (misalnya dua tahun) untuk menjadi registrated Nurse Assistance
(RNA) yang lingkup kerjanya adalah membantu para RN dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Bagi para perawat yang telah menyelesaikan pendidikan spesialisasi keperawatan (Master
Degree) maka kepada mereka diperbolehkan mengikuti ujian untuk mendapatkan izin advanced
nursing practice. Ujian yang diselenggarakan sesuai dengan spesialisasi misalnya perawat
spesialis anestesi, perawat spesialis kebidanan, perawat spesialis klinik, perawat spesialis anak,
perawat spesialis kesehatan keluarga, perawat spesialis kesehatan sekolah, perawat spesialis jiwa
dan lain-lain. Setelah lulus ujian maka kepada mereka diberi sebutan keprofesian sesuai
spesialisasi yang diambil.

REGISTRASI
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi
baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai
sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima. Izin praktik
maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
Dalam masa transisi professional keperawatan di Indonesia, sistem pemberian izin praktik dan
registrasi sudah saatnya segera diwujudkan untuk semua perawat baik bagi lulusan SPK,
akademi, sarjana keperawatan maupun program master keperawatan dengan lingkup praktik
sesuai dengan kompetensi masing-masing.
SERTIFIKASI
Sertifikasi merupakan proses pengabsahan bahwa seorang perawat telah memenuhi standar
minimal kompetensi praktik pada area spesialisasi tertentu seperti kesehatan ibu dan anak,
pediatric , kesehatan mental, gerontology dan kesehatan sekolah. Sertifikasi telah diterapkan di
Amerika Serikat. Di Indonesia sertifikasi belum diatur, namun demikian tidak menutup
kemungkinan dimasa mendatang hal ini dilaksanakan.
AKREDITASI
Akreditasi merupakan suatu proses pengukuran dan pemberian status akreditasi kepada institusi,
program atau pelayanan yang dilakukan oleh organisasi atau badan pemerintah tertentu. Hal-hal
yang diukur meliputi struktur, proses dan kriteria hasil. Pendidikan keperawatan pada waktu
tertentu dilakukan penilaian/pengukuran untuk pendidikan D III keperawatan dan sekolah
perawat kesehatan dikoordinator oleh Pusat Diknakes sedangkan untuk jenjang S 1 oleh Dikti.
Pengukuran rumah sakit dilakukan dengan suatu sistem akrteditasi rumah sakit yang sampai saat
ini terus dikembangkan.
2.4 . PELINDUNGAN HUKUM UNTUK KEPERAWATAN
Perawat sebagai tenaga professional memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan
tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat
membuat kesalahan dan kelalaian baik yang disengaja maupun yang tidak sengaja.
Untuk menjalankan praktiknya, maka secara hukum perawat harus dilindungi terutama
dari tuntutan malpraktik dan kelalaian pada keadaan darurat. Sebagai contoh, misalnya di
amerika serikat terdapat UU yang bernama Good Samaritan Acts yang melindungi tenaga
kesehatan dalam memberikan pertolongan pada keadaan darurat. Di Kanada, terdapat UU lalu
lintas yang membolehkan setiap orang untuk menolong korban pada setiap situasi kecelakaan,
yang bernama Traffic Acts.
Di Indonesia, dengan telah terbitnya UU kesehatan No.23 tahun 1992 memberikan suatu
jalan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah termasuk disini UU yang mengatur praktik
keperawatan dan perlindungan dari tuntunan malpraktik. Diberbagai Negara maju dimana
tuntutan malpraktik terhadap tenaga professional semakin meningkat jumlahnya, maka berbagai
area pelayanan kesehatan telah melindungi para tenaga kesehatan termasuk perawat dengan
asuransi liabilitas atau asuransi malpraktik. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak menutup
kemungkinan dimasa mendatang asuransi malpraktik juga perlu dipertimbangkan bagi semua
tenaga kesehatan termasuk perawat di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai