Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang digambarkan
sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau pusing
(dizziness). Vertigo dapat dianggap sebagai suatu perasaan hilang keseimbangan,
yang disebabkan karena alat keseimbangan tidak dapat memelihara keseimbangan
tubuh dan biasanya menyebabkan vomitus (muntah) yang disebabkan gangguan
pada system syaraf (neurologic) (Mardjono, 2009). Berdasarkan penyebabnya
vertigo dibagi menjadi 2, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral. Vertigo sentral
etiologi umumnya karena gangguan vaskuler, sedangkan pada vertigo perifer
berhubungan dengan manifestasi patologis di telinga (Dewanto et al., 2009).
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia
40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering
dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan
stroke (Sumarilyah, 2010 cit., widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan
sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4% – 7% yang diperiksakan ke
dokter (Sumarilyah, 2010).
Karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan gejala mereka,
menentukan penyebab akan menjadi sulit. Penting untuk membuat sebuah
pendekatan menggunakan pengetahuan dari kunci anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan temuan radiologis akan membantu dokter untuk menegakkan diagnosis dan
memberi terapi yang tepat untuk pasien.
Dalam pedoman pemantauan terapi obat, pasien yang masuk rumah sakit
dengan multi penyakit, polifarmasi, dan pasien geriatri adalah salah satu kriteria
pasien yang perlu mendapatkan pemantauan terapi obat. Apoteker memiliki posisi
strategis untuk meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan

1
dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang
dimungkinkan dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian
informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan
keberlangsungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan
pengobatan pasien di rumah. Di tengah proses terapi, apoteker atau farmasis
memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik bagi DRPs pasien.
Diakhir proses terapi, mereka menilai hasil intervensi farmasis sehingga didapatkan
hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari tugas khusus ini adalah :

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari tugas ini adalah untuk dapat mengetahui ketepatan terapi
pengobatan penyakit vertigo berdasarkan resep yang masuk ke Apotek
Kimia Farma.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui obat-obat yang diresepkan di Apotek Kimia Farma untuk
pasien dengan penyakit vertigo.
b. Mengetahui masalah yang berkaitan dengan obat (Drug Related
Problems) pada resep terapi pengobatan penyakit vertigo di Apotek
Kimia Farma
c. Mengetahui penggunaan obat yang rasional pada resep terapi
pengobatan Penyakit vertigo.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vertigo adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan sensasi
seseorang bahwa lingkungan di sekitar dirinya bergerak atau berputar.
Sensasi dari pergerakan ini disebut vertigo subjektif sedangkan persepsi
pergerakan pada objek di sekelilingnya disebut vertigo objektif. Vertigo
seringkali berhubungan dengan kelainan di otak atau di telinga dalam.
Penyebab vertigo dapat diklasifikasikan menjadi penyebab sentral
(melibatkan otak) dan penyebab perifer (melibatkan jaringan saraf).

Vertigo sentral biasanya terjadi karena isekimia batan otak. Pada


penyakit vertebrobasiler dan transien basamic attack batang otak, vertigo dan
disekulibrium adalah gejala yang sering muncul dsertai gejala isekimia seperti
diplopia,disasatria, rasa tebal pada muka dan ataksia, hemiparesis maupun
hemianopsia.

Nistagmus posisional dapat dibangkitkan pada isekimia batang otak


adanya manuver nylen dapat membedakan gangguan vestibuler pada batang
otak. Pada kasus infak dan pendarahan serebral dapat menyebabkan vertigo
dan gangguan keseimbangan berat seperti disastria, sindrom horner dan rasa
tebal pada wajah dan paresis facialis. Adanya infark pada kawasan sereberalis
posterior dapat menyebabkan disekulibrium jalan dan ataksia ekstremitas
tanpa disertai vertigo

Berikut merupakan klasifikasi vertigo berdasarkan letak lesinya:

a. Sentral

1. Infark batang otak


2. Tumor otak
3. Radang oatak
4. Insufisien a.v basiler
5. Epilepsi
b. Perifer

1. Labirin

 Benigh paroximal positional vertigo


 Meniere

3
 Ototoksik
 Labirinitis
2. Saraf Vestibuler

 Neuritis
 Neuroma akustikus
BPPV ditandai oleh adanya rasa berputar yang hebat dengan atau
tanpa rasa mual akibat perpindahan yang cepat seperti bangun ke
berbaring.hal ini disebebkan karena adanya atoconial berupa deposit pada
kupula kanalis semikursinalis posterior.adanya deposit menyebabkan kanalis
menjadi sensitif saat tubuh mengalami perubahan gravitasi disertai
perubahan posisi kepala

Penyebab vertigo yang paling umum adalah penyebab perifer yang


melibatkan telinga dalam. Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah
bentuk paling umum dari vertigo dan ditandai dengan sensasi bergerak yang
dimulai dengan pergerakan tiba-tiba dari kepala atau menggerakkan kepala ke
arah tertentu. Vertigo juga dapat disebabkan oleh labirinitis (peradangan pada
telinga dalam), yang ditandai dengan onset vertigo yang tiba-tiba dan
mungkin berhubungan dengan ketulian.

Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang


disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas
mengontrol keseimbangan. Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala
seperti: pandangan gelap, rasa lelah dan stamina menurun, jantung berdebar,
hilang keseimbangan, tidak mampu berkonsentrasi, perasaan seperti mabuk,
otot terasa sakit, mual dan muntah-muntah, memori dan daya pikir menurun,
sensitif pada cahaya terang dan suara, berkeringat.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal
antara lain penyakit-penyakit seperti Benign Parozysmal Positional Vertigo
atau BPPV (gangguan keseimbangan karena ada perubahan posisi kepala),
meniere’s disease (gangguankeseimbangan yang sering kali menyebabkan
hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan) dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran).

4
2.2 Patofisiologi

Sindroma vertigo muncul manakala ada disharmoni (discordance)


masukan sensoris yang berasal dari ketiga reseptor, vestibular (canalis
semisirkularis), visus (retina) dan propioseptik (tendon, sendi dan sensibilitas
dalam). Apabila masukan sensoris tidak seimbang antara sisi kiri dan kanan
karena defisit vestibular unilateral akan menyebabkan ketidaksinkronan dan
menimbulkan kebingungan alat keseimbangan tubuh dan membangkitkan
respon dari saraf otonom, otot penggerak mata dan penyangga tubuh (ataksia,
unsteadiness), serta kortek vertigo. Rangsangan tersebut juga meningkatkan
stres fisik dan atau psikis yang akan memacu pelepasan CRF (corticopontin
releasing faktor).
CRF dapat mengubah keseimbangan kearah dominasi saraf simpatik
terhadap parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo. Selanjutnya ketika
keseimbangan berubah kearah parasimpatik sebagai akibat hubungan
“reciprocal inhibition” antar saraf simpatik dan parasimpatik, maka gejala
mual dan muntahakan muncul. Bila rangsangan diulang-ulang maka jumlah
ion Ca dalam sel pre sinap akan kian berkurang, bersamaan dengan
menyempitnya kanal Ca (kalsium) yang mempersulit masuknya ion Ca (Ca
influk).

2.3 Gejala Klinis

Vertigo perifer Lamanya vertigo berlangsung:

2.3.1.1 Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.


Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna
(VPB).

5
Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu
tidur atau menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo
berlangsung beberapa detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional
berigna adalah trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis
vestibular prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.

2.3.1.2 Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat
dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit
meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun
(tuli), vertigo dan tinitus. Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada
permulaan munculnya penyakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
penurunaan pendengaran dan kesulitan dalam berjalan “Tandem” dengan
mata tertutup. Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus
kedepan, jika menapak tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya
dan membentuk garis lurus kedepan. Sedangkan pemeriksaan
elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa terdapat penurunan fungsi
vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah terdapat
kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi. Terdapat
kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak kambuh lagi pada
sebagian terbesar penderitanya dan meninggalkan cacat pendengaran berupa
tuli dan timitus dan sewaktu penderita mengalami disekuilibrium (gangguan
keseimbangan) namun bukan vertigo. Penderita sifilis stadium 2 atau 3 awal
mungkin mengalami gejala yang serupa dengan penyakit meniere jadi kita
harus memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap penderi penyakit
meniere.

2.3.1.3 Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa


minggu. Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai
pada penyakit ini mulanya vertigo, nausea, dan muntah yang menyertainya
ialah mendadak. Gejala ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Sering penderita merasa lebih lega namun tidak bebas sama sekali
dari gejala bila ia berbaring diam. Pada Neuronitis vestibular fungsi
pendengaran tidak terganggu kemungkinannya disebabkan oleh virus. Pada

6
pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar
amplitudonya. Jika pandangan digerakkan menjauhi telinga yang terkena
penyakit ini akan mereda secara gradual dalam waktu beberapa hari atau
minggu. Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan
penyembuhan total pada beberapa penyakit namun pada sebagian besar
penderita didapatkan gangguan vertibular berbagai tingkatan. Kadang
terdapat pula vertigoposisional benigna. Pada penderita dengan serangan
vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus
yang bersifat sentral tidak berkurang jika dilakukan viksasi visual yaitu
mata memandang satu benda yang tidak bergerak dan nigtamus dapat
berubah arah bila arah pandangan berubah. Pada nistagmus perifer,
nigtagmus akan berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita suatu benda
contoh penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer yaitu
mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma.

2.3.2 Pemeriksaan Diagnostik

2.3.2.1 Pemeriksaan umum


a) pemeriksaan sistem kardiovaskular yang meliputi pemeriksaan
tekanan darah pada saat baring, duduk dan berdiri dengan
perbedaab lebih dari 30 mmHg.
b) Pemeriksaan neurologis
c) Kesadaran : kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perifer dan
vertigo non vestibuler, namun dapat menurun pada vertigo
vestibuler sentral.
d) Nervus kranialis: pada vertigo vetibularis sentral dapat mengalami
gangguan pada nervus kranialis III, IV, VI, V sensorik, VII, VIII,
IX, X, XI,XX.
e) Motorik : kelumpuhan satu sisi (hemiparesis).
f) Sensorik : gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi).
g) Keseimbangan (pemeriksaan khusus neuro-otologi)
h) Tes nistagmus:

7
i) Nistagmus disebutkan berdasarkan komponen cepat, sedangkan
komponen lambat menunjukkan lokasi lesi : unilateral, perifer,
bidireksional, sentral.
j) Tes romberg :
Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan
kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung
jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan pada system vestibuler
atau proprioseptif.
k) Tes romberg dipertajam (sharpen romberg): Jika pada keadaan
mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada serebelum.
Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi,
kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau proprioseptif.
l) Tes jalan tandem: pada kelainan serebelar, pasien tidak dapat
melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada kelainan
vestibuler, pasien akan mengalami deviasi.
m) Tes Fukuda, dianggap abnormal jika deviasi ke satu sisi lebih
dari 30 derajat atau maju mundur lebih dari satu meter.
n) Tes past pointing, pada kelainan vestibuler ketika mata tertutup
maka jari pasien akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelar
akan terjadi hipermetri atau hipometri.

2.3.3 Komplikasi Vertigo

Komplikasi vertigo adalah masalah vertigo pada seseorang yang


terjadi akibat dari masalah lain. Sehingga vertigo adalah bukan penyakit
utama namun hanya berupa bgejala yang terasa pada kepala seseorang seperti
berputar dan mual yang mana sebenarnya vertigo itu terjadi bila ada
penyebabnya. Komplikasi yang dapat dialami pasien : Mual, muntah,pusing,
pandangan berputar lemas, tidak nafsu makan, kurang bertenaga

2.4 Penatalaksanaan Terapi Vertigo

Terapi farmakologis Farmakologis (dengan obat) Pengobatan


tergantung kepada penyebabnya.Obat untuk mengurangi vertigo yang ringan

8
adalah meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan skopolamin. Skopolamin
terutama berfungsi motion sickness, yang terdapat dalam bentuk plester kulit
dengan lama kerja selama beberapa hari. Semua obat di atas bisa
menyebabkan kantuk, terutama pada usia lanjut. Skopolamin dalam bentuk
plester menimbulkan efek kantuk yang paling sedikit.Infeksi telinga(misalnya
otitis media, labirinitis) yang disebabkan bakteri dapat diterapi
menggunakanantibotik(contohnya amoksisiillin, ceftriakson). Infeksi telinga
kronik dapat menggunakan metode pembedahan miringotomi.

BPPV yang tidak menunjukkan perbaikan dengan reposisi kanalit dapat


diterapi dengan pemberian meklizin. Namun, meklizin dapatmenyebabkan
kantuk, mulut kering, dan penglihatan kabur. Jika meklizin tidak efektif,
benzodiazepine seperti klonazepam dapat diresepkan, atau antihistamin
seperti prometazin dapat diberikan pada seorang yang mengalami vertigo.
Tentu saja harus di bawah pengawasan dokter dan tenaga kesehatan
lain.Vertigo akibat penyakit Ménière dapat diatasi dengan diuretik serta
mengurangi asupan garam.Kortikosteroid dapat diresepkan di awal penyakit
untuk mengurangi peradangan dan menstabilkan pendengaran. Antibiotik
dapat digunakan ke telinga tengah (dengan teknik perfusi intratimpanik)
untuk mengobati vertigo yang disebabkan penyakit Ménière.Vertigo yang
disebabkan karena migrain, terkadang dapat diatasi dengan obat. Gangguan
pembuluh darah otak, tumor, maupun multiple sclerosis dapat diupayakan
penyembuhannya dengan cara menggunakan obat, radiasi, maupun
pembedahan.

1. Penanganan vertigo di luar rumah sakit.

Apabila keluarga kita menderita vertigo dan berdasarkan paramater di atas


masih dinilai ringan, pertolongan yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut:
a. Tenangkan dan posisikan dalam posisikan ternyaman.
b. Hindarkan lampu penerangan yang berlebihan atau menyilaukan mata.

9
c. Hindarkan dari suasana gaduh dan tidak kondusif.
d. Berikan obat antivertigo bilamana perlu.
e. Bila vertigo dinilai memberat, segera cari pertolongan medis
terdekat (rumah sakit, klinik).

2. Penanganan vertigo di rumah sakit

Tata laksana vertigo di rumah sakit pada intinya tidak jauh beda dengan
penyakit lain yakni sebagai berikut.
a. Resusitatif : tata laksana vertigo dengan penyebab atau kondisi mengancam
nyawa, misalnya dehidrasi akibat muntah berlebih, vertigo dengan
hipertensi krisis.
b. Simptomatik : perawatan keluhan utama dan penyerta (Obat-obat
antivertigo, antimuntah).
c. Supportif : perawatan penunjang untuk mempercepat pemulihan
dan mengantisipasi penyulit/komplikasi (infus cairan)
d. Definitif : pengobatan terhadap penyakit penyebab vertigo.

10
BAB III

METODE

3.1 Lokasi dan Waktu

Pengkajian terkait tugas khusus dilakukan selama Praktik Kerja Profesi


Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 391 (Depok) pada Periode Maret
2020, dimulai dari tanggal 2 - 16 Maret 2020.

3.2 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan tugas khusus ini adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan resep – resep dengan kemungkinan diagnosis vertigo.


Kriteria dari resep yang diambil adalah obat-obat yang termasuk ke
dalam lini pengobatan penyakit vertigo.
2. Melakukan analisis resep dengan berlandaskan literatur.
3. Meminta persetujuan apoteker secara lisan untuk mendokumentasikan
beberapa resep dalam rangka pengerjaan tugas khusus yang diberikan
oleh Kimia Farma Pusat.
4. Meminta persetujuan apoteker pengelola apotek dalam bentuk tanda
tangan pada lembar pengesahan.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Resep Apotek Kimia Farma No. 391

1. Analisis Resep ke-1 (Luthfi Ambarwati, S.Farm)

12
a. KAJIAN
ADMINISTRASI

Kajian Administratif Keterangan Pada Resep


Nama dokter dr. Dharmawan, SpPD
SIP dokter Ada
Alamat praktik RSU Hasanah Graha Afiah
Inscriptio 13 Maret 2020
Nama pasien Ny. Srywati Br Ginting
Umur pasien 40 Tahun
Alamat pasien Tidak ada
Berat badan/tinggi pasien Tidak ada
Tercantum R/ dan nama obat dan kekuatan
Invocatio
sediaan

Tercantum aturan penggunaan obat pada


Signatura
setiap obat yang ditulis oleh dokter

Keterangan : Dalam penerimaan resep, sangatlah penting untuk


memeriksa keaslian resep (skrining administrasi) guna menghindari
penyalahgunaan dari obat-obatan tersebut. Dalam kajian administrasi
ditemukan beberapa keterangan yang tidak tercantum di resep yakni: SIP
dokter, nomor telepon dokter, alamat pasien, berat badan, dan berat badan
serta tinggi pasien.

b. KAJIAN FARMASETIS

Kajian Farmasetik Keterangan


Nama obat Ada
Bentuk dan kekuatan sediaan Ada
Jumlah obat Ada
Stabilitas dan penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Kompatibilitas Baik.

Keterangan : Dari resep di atas, dapat dilihat bahwa dokter telah


menyebutkan kekuatan sediaan dari masing-masing obat yang
digunakan, sehingga kesalahan dalam pemilihan sediaan obat dapat
dihindari. Pada aspek stabilitas obat tidak disebutkan karena tidak
memerlukan kondisi penyimpanan khusus pada suhu tertentu. Pada
aspek kompatibilitas obat tidak perlu disebutkan karena obat tersebut
merupakan sediaan jadi.
c. KAJIAN KLINIS
1. Betahistine Mesilate Tab
Nama Obat Mertigo tab 6 mg
Golongan Obat Antihistamin
Indikasi
Vertigo dan pusing pada penyakit Meniere, sindrom Meniere, dan
vertigo perifer
Komposisi Betahistin Mesilate 6 mg
Dosis Dewasa: 1-2 tab (6-12mg) diberikan 3x sehari sesudah makan
Mekanisme Kerja Obat analog histamin dengan fungsi sebagai agonis reseptor histamin
H1 dan antagonis reseptor H3, dengan efek tersebut betahistin bekerja
di sistem syaraf pusat dan secara khusus di sistem neuron yang terlibat
dalam pemulihan gangguan vestibular, dengan mengaktifkan reseptor
ini menyebabkan pembesaran pembuluh darah dan peningkatan
sirkulasi darah yang membantu menghilangkan tekanan di dalam
telinga dan frekuensi serangan penyebab vertigo khususnya penyakit
meniere.
Efek Samping Gangguan gastrointestinal, ruam kulit, gatal
Kontra Indikasi Hipersensitif, feokromositoma

Interaksi Obat Betahistine berinteraksi dengan


 Antihistamin (seperti diphenhydramine, chlorpeniramine,
cetirizine) karena betahistine mesilate ini dapat menurunkan
efek antihistamin tersebut
 Beta-2 agonist (seperti salmeterol, fenoterol, formoterol,
salbutamol)
 Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs seperti moclobemide,
rasagiline, phenelzine, selegiline, tranycypromine) karena obat
ini dapat meningkatkan efek samping betahistine mesylate

Perhatian HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Tukak peptik, asma bronkial,


feokromositosima
Kemasan 1 Dos isi 10 Blister x 10 Tablet
Cara Penyimpanan Simpan ditempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya matahari
d. Analisa Drug Related Problem (DRP)

 Indikasi Tanpa Obat


Dari hasil diagnosa dokter dan disesuaikan dengan obat yang
diresepkan tidak ditemukan indikasi pada pasien yang tidak terobati.
 Obat Tanpa Indikasi
Tidak ada obat yang diresepkan tanpa indikasi karena seluruh obat
merupakan obat untuk mengatasi gangguan vertigo pasien.
 Dosis Terlalu Rendah
Dosis dari obat dalam 1 hari dan 1 kali minum sudah sesuai dengan
literatur yang ada sehingga tidak ditemukan adanya dosis terlalu rendah.
 Dosis Terlalu Tinggi
Dosis dari masing masing obat dalam 1 hari dan 1 kali minum sudah
sesuai dengan literatur yang ada sehingga tidak ditemukan adanya dosis
terlalu tinggi.
 Interaksi Obat
Tidak ditemukan interaksi obat karena penggunaan obat tunggal
 Obat Yang Tidak Tepat
Tidak ada obat yang tidak tepat dikarenakan semua sudah sesuai dengan
tata laksana penyakit vertigo

e. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Ketika melakukan penyerahan obat, apoteker harus melakukan


Konseling, Informasi, dan Edukasi kepada pasien terkait penggunaan
obat. Informasi yang harus digali antara lain keluhan yang dimiliki
pasien, alergi obat/makanan yang dimiliki, obat yang sebelumnya telah
digunakan, serta mengajukan Three Prime Questions kepada pasien yaitu
bagaimana penjelasan dokter tentang obat yang digunakan, bagaimana
penjelasan dokter tentang cara pakai obat, serta bagaimana penjelasan
dokter tentang harapan setelah menggunakan obat ini.
Pada pasien dengan gangguan vertigo hal penting lainnya saat
penyampaian informasi obat adalah untuk memberikan tambahan

16
infomasi berupa terapi non farmakologi yang dapat pasien lakukan agar
pengobatan maksimal. Pada pasien ini penjelasan untuk PIO yang dapat
diberikan kepada pasien adalah sebagai berikut:
1. Mertigo 6 mg : Dikonsumsi 2 kali sehari 1 tablet sesudah makan (Pagi
dan Sore Hari)

 Terapi non farmakologi yang dapat diberikan kepada pasien dengan


umur 40 tahun dan memiliki penyakit vertigo adalah dengan
melakukan beberapa manuver antara lain Brand-Darroff Exercise
dan Particle Repositioning Maneuver  (PRM) / Maneuver Epley
dapat dilakukan 3 kali sehari selama 10 menit setiap hari

17
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
1. Vertigo adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan sensasi seseorang
bahwa lingkungan di sekitar dirinya bergerak atau berputar. Sensasi dari
pergerakan ini disebut vertigo subjektif sedangkan persepsi pergerakan pada
objek di sekelilingnya disebut vertigo objektif. Vertigo seringkali berhubungan
dengan kelainan di otak atau di telinga dalam.
2. Berdasarkan penyebabnya vertigo dibagi menjadi 2, yaitu vertigo perifer dan
vertigo sentral. Vertigo sentral etiologi umumnya karena gangguan vaskuler,
sedangkan pada vertigo perifer berhubungan dengan manifestasi patologis di
telinga
3. Tidak ditemukan adanya permasalahan terkait DRP ( Drug Related Problem)
Pada resep

5.2 SARAN
1. Selalu lakukan konseling terkait pemberian terapi penyakit vertigo
2. Monitoring penggunaan obat dan efek samping serta pantau
keberhasilan terapi pengobatan vertigo

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewanto, G., Suwono, W.J., Riyanto B., Turana Y. 2009. Panduan Praktis Diagnosis
Dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
2. Mardjono,M,. Sidharta, P., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta, Dian Rakyat. pp:
185-7
3. Amar A, Suryamihardja A, Dewati E, Sitorus F, Nurimaba N, Sutarni S, Soeratno, eds.
Pedoman Tata Laksana Vertigo. Kelompok Studi Vertigo Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2012.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia.2008.Vertigo Patofisiologi, Diagnosis
dan Terapi. Malang : Perdossi.
5. Dipiro, J, T.,et al, 2008, Pharmacotherapy Handbook, Seven edition, Mc Graw. Hill.
6. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells, BG, Posey LM. 2011).
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Eight Edition. USA: The McGraw-
Hill Companies.
7. Lumban, Tobing. S.M. 2008.Vertigo Tujuh Keliling. Jakarta : FK UI

Anda mungkin juga menyukai