PENDAHULUAN
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang digambarkan
sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau pusing
(dizziness). Vertigo dapat dianggap sebagai suatu perasaan hilang keseimbangan,
yang disebabkan karena alat keseimbangan tidak dapat memelihara keseimbangan
tubuh dan biasanya menyebabkan vomitus (muntah) yang disebabkan gangguan
pada system syaraf (neurologic) (Mardjono, 2009). Berdasarkan penyebabnya
vertigo dibagi menjadi 2, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral. Vertigo sentral
etiologi umumnya karena gangguan vaskuler, sedangkan pada vertigo perifer
berhubungan dengan manifestasi patologis di telinga (Dewanto et al., 2009).
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia
40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering
dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan
stroke (Sumarilyah, 2010 cit., widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan
sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4% – 7% yang diperiksakan ke
dokter (Sumarilyah, 2010).
Karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan gejala mereka,
menentukan penyebab akan menjadi sulit. Penting untuk membuat sebuah
pendekatan menggunakan pengetahuan dari kunci anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan temuan radiologis akan membantu dokter untuk menegakkan diagnosis dan
memberi terapi yang tepat untuk pasien.
Dalam pedoman pemantauan terapi obat, pasien yang masuk rumah sakit
dengan multi penyakit, polifarmasi, dan pasien geriatri adalah salah satu kriteria
pasien yang perlu mendapatkan pemantauan terapi obat. Apoteker memiliki posisi
strategis untuk meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan
1
dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang
dimungkinkan dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian
informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan
keberlangsungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan
pengobatan pasien di rumah. Di tengah proses terapi, apoteker atau farmasis
memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik bagi DRPs pasien.
Diakhir proses terapi, mereka menilai hasil intervensi farmasis sehingga didapatkan
hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari tugas ini adalah untuk dapat mengetahui ketepatan terapi
pengobatan penyakit vertigo berdasarkan resep yang masuk ke Apotek
Kimia Farma.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui obat-obat yang diresepkan di Apotek Kimia Farma untuk
pasien dengan penyakit vertigo.
b. Mengetahui masalah yang berkaitan dengan obat (Drug Related
Problems) pada resep terapi pengobatan penyakit vertigo di Apotek
Kimia Farma
c. Mengetahui penggunaan obat yang rasional pada resep terapi
pengobatan Penyakit vertigo.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vertigo adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan sensasi
seseorang bahwa lingkungan di sekitar dirinya bergerak atau berputar.
Sensasi dari pergerakan ini disebut vertigo subjektif sedangkan persepsi
pergerakan pada objek di sekelilingnya disebut vertigo objektif. Vertigo
seringkali berhubungan dengan kelainan di otak atau di telinga dalam.
Penyebab vertigo dapat diklasifikasikan menjadi penyebab sentral
(melibatkan otak) dan penyebab perifer (melibatkan jaringan saraf).
a. Sentral
1. Labirin
3
Ototoksik
Labirinitis
2. Saraf Vestibuler
Neuritis
Neuroma akustikus
BPPV ditandai oleh adanya rasa berputar yang hebat dengan atau
tanpa rasa mual akibat perpindahan yang cepat seperti bangun ke
berbaring.hal ini disebebkan karena adanya atoconial berupa deposit pada
kupula kanalis semikursinalis posterior.adanya deposit menyebabkan kanalis
menjadi sensitif saat tubuh mengalami perubahan gravitasi disertai
perubahan posisi kepala
4
2.2 Patofisiologi
5
Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu
tidur atau menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo
berlangsung beberapa detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional
berigna adalah trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis
vestibular prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.
2.3.1.2 Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat
dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit
meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun
(tuli), vertigo dan tinitus. Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada
permulaan munculnya penyakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
penurunaan pendengaran dan kesulitan dalam berjalan “Tandem” dengan
mata tertutup. Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus
kedepan, jika menapak tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya
dan membentuk garis lurus kedepan. Sedangkan pemeriksaan
elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa terdapat penurunan fungsi
vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah terdapat
kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi. Terdapat
kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak kambuh lagi pada
sebagian terbesar penderitanya dan meninggalkan cacat pendengaran berupa
tuli dan timitus dan sewaktu penderita mengalami disekuilibrium (gangguan
keseimbangan) namun bukan vertigo. Penderita sifilis stadium 2 atau 3 awal
mungkin mengalami gejala yang serupa dengan penyakit meniere jadi kita
harus memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap penderi penyakit
meniere.
6
pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar
amplitudonya. Jika pandangan digerakkan menjauhi telinga yang terkena
penyakit ini akan mereda secara gradual dalam waktu beberapa hari atau
minggu. Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan
penyembuhan total pada beberapa penyakit namun pada sebagian besar
penderita didapatkan gangguan vertibular berbagai tingkatan. Kadang
terdapat pula vertigoposisional benigna. Pada penderita dengan serangan
vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus
yang bersifat sentral tidak berkurang jika dilakukan viksasi visual yaitu
mata memandang satu benda yang tidak bergerak dan nigtamus dapat
berubah arah bila arah pandangan berubah. Pada nistagmus perifer,
nigtagmus akan berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita suatu benda
contoh penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer yaitu
mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma.
7
i) Nistagmus disebutkan berdasarkan komponen cepat, sedangkan
komponen lambat menunjukkan lokasi lesi : unilateral, perifer,
bidireksional, sentral.
j) Tes romberg :
Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan
kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung
jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan pada system vestibuler
atau proprioseptif.
k) Tes romberg dipertajam (sharpen romberg): Jika pada keadaan
mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada serebelum.
Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi,
kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau proprioseptif.
l) Tes jalan tandem: pada kelainan serebelar, pasien tidak dapat
melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada kelainan
vestibuler, pasien akan mengalami deviasi.
m) Tes Fukuda, dianggap abnormal jika deviasi ke satu sisi lebih
dari 30 derajat atau maju mundur lebih dari satu meter.
n) Tes past pointing, pada kelainan vestibuler ketika mata tertutup
maka jari pasien akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelar
akan terjadi hipermetri atau hipometri.
8
adalah meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan skopolamin. Skopolamin
terutama berfungsi motion sickness, yang terdapat dalam bentuk plester kulit
dengan lama kerja selama beberapa hari. Semua obat di atas bisa
menyebabkan kantuk, terutama pada usia lanjut. Skopolamin dalam bentuk
plester menimbulkan efek kantuk yang paling sedikit.Infeksi telinga(misalnya
otitis media, labirinitis) yang disebabkan bakteri dapat diterapi
menggunakanantibotik(contohnya amoksisiillin, ceftriakson). Infeksi telinga
kronik dapat menggunakan metode pembedahan miringotomi.
9
c. Hindarkan dari suasana gaduh dan tidak kondusif.
d. Berikan obat antivertigo bilamana perlu.
e. Bila vertigo dinilai memberat, segera cari pertolongan medis
terdekat (rumah sakit, klinik).
Tata laksana vertigo di rumah sakit pada intinya tidak jauh beda dengan
penyakit lain yakni sebagai berikut.
a. Resusitatif : tata laksana vertigo dengan penyebab atau kondisi mengancam
nyawa, misalnya dehidrasi akibat muntah berlebih, vertigo dengan
hipertensi krisis.
b. Simptomatik : perawatan keluhan utama dan penyerta (Obat-obat
antivertigo, antimuntah).
c. Supportif : perawatan penunjang untuk mempercepat pemulihan
dan mengantisipasi penyulit/komplikasi (infus cairan)
d. Definitif : pengobatan terhadap penyakit penyebab vertigo.
10
BAB III
METODE
12
a. KAJIAN
ADMINISTRASI
b. KAJIAN FARMASETIS
16
infomasi berupa terapi non farmakologi yang dapat pasien lakukan agar
pengobatan maksimal. Pada pasien ini penjelasan untuk PIO yang dapat
diberikan kepada pasien adalah sebagai berikut:
1. Mertigo 6 mg : Dikonsumsi 2 kali sehari 1 tablet sesudah makan (Pagi
dan Sore Hari)
17
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Vertigo adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan sensasi seseorang
bahwa lingkungan di sekitar dirinya bergerak atau berputar. Sensasi dari
pergerakan ini disebut vertigo subjektif sedangkan persepsi pergerakan pada
objek di sekelilingnya disebut vertigo objektif. Vertigo seringkali berhubungan
dengan kelainan di otak atau di telinga dalam.
2. Berdasarkan penyebabnya vertigo dibagi menjadi 2, yaitu vertigo perifer dan
vertigo sentral. Vertigo sentral etiologi umumnya karena gangguan vaskuler,
sedangkan pada vertigo perifer berhubungan dengan manifestasi patologis di
telinga
3. Tidak ditemukan adanya permasalahan terkait DRP ( Drug Related Problem)
Pada resep
5.2 SARAN
1. Selalu lakukan konseling terkait pemberian terapi penyakit vertigo
2. Monitoring penggunaan obat dan efek samping serta pantau
keberhasilan terapi pengobatan vertigo
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewanto, G., Suwono, W.J., Riyanto B., Turana Y. 2009. Panduan Praktis Diagnosis
Dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
2. Mardjono,M,. Sidharta, P., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta, Dian Rakyat. pp:
185-7
3. Amar A, Suryamihardja A, Dewati E, Sitorus F, Nurimaba N, Sutarni S, Soeratno, eds.
Pedoman Tata Laksana Vertigo. Kelompok Studi Vertigo Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2012.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia.2008.Vertigo Patofisiologi, Diagnosis
dan Terapi. Malang : Perdossi.
5. Dipiro, J, T.,et al, 2008, Pharmacotherapy Handbook, Seven edition, Mc Graw. Hill.
6. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells, BG, Posey LM. 2011).
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Eight Edition. USA: The McGraw-
Hill Companies.
7. Lumban, Tobing. S.M. 2008.Vertigo Tujuh Keliling. Jakarta : FK UI