Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. DASAR PEMIKIRAN

Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia menjelang kemerdekaan akan menghadapi
perubahan besar lebih dari sebelumnya. Perubahan besar ini merupakan keberlanjutan dari
apa yang kita sebut dengan zaman pergerakan nasional menjadi zaman Jepang. Hal yang
menarik dari zaman Jepang ini adalah beberapa perubahan yang sangat terasa baik dari bidang
sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, peneliti lebih menitik
beratkan pembahasan pada bidang militer. Terutama upaya Jepang dalam mempertahankan
kekuasaanya di Indonesia.

Jepang sudah masuk ke Indonesia atau lebih dikenal dengan nama Hindia Belanda
jauh sebelum perang dunia ke 2 dimulai. Namun, ketika Jerman menyerang Belanda pada 10
Mei 1940 dan pada 15 Mei tahun yang sama Belanda menyerah kepada Jerman, membuat
Belanda secara langsung tidak lagi berfungsi sebagai pemerintah induk bagi Indonesia. Hal ini
membuat pemerintahan di Batavia sebagai pusat pemerintahan di Hindia Belanda berusaha
untuk mempertahankan kondisi sebaik mungkin dan tetap mengontrol negeri jajahan terhadap
hubungan yang terjadi di sekitar kawasan Asia Tenggara. Hubungan antar negara yang
menjadi pokok utama bahasan ini tentulah dengan Jepang karena negara tersebut sudah sering
melakukan perdagangan dan hubungan diplomasi dengan Hindia Belanda. 1 Di Batavia sendiri
dilaksanakan rapat umum dengan orang Belanda, Indonesia, dan Cina untuk menyokong
perang jika seandainya Hindia Belanda ikut terlibat dalam perang dunia ke 2. Selain itu,
kalaupun Jepang menyerang ke Selatan akan cukup sulit karena Jepang sedang disibukkan
dengan konflik di Cina, dan harus berhadapan dengan koloni-koloni Inggris, Amerika Serikat,
dan Perancis.2 Namun kekhawatiran Hindia Belanda menjadi semakin meningkat ketika
Jepang mampu menyerang Pearl Harbor pada 8 Desember 1941 dan menaklukkan beberapa
daerah di Selatan, seperti Filipina, Indocina, Malaya, Singapura.3 Bahkan pada tahun
berikutnya, telah dibentuk American-British-Dutch-Australian Command (ABDACOM)
untuk menghalau serangan Jepang ke Hindia Belanda, namun hal itu kurang berhasil karena
tidak adanya hubungan yang erat dan kerjasama yang baik antar negara dalam organisasi
tersebut. Tentunya tindakan itu dapat diantisipasi oleh pasukan Jepang yang jauh lebih kuat
dengan hasil mampu menyerang dan menduduki Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera tidak

1
Onghokham, Runtuhnya Hindia Belanda, Jakarta: PT. Gramedia, 1989, hlm. 1 dan 2
2
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta, 2012, hlm. 171.
3
P.K. Ojong, Perang Pasifik, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2001, hlm. 1 dan 5.
lebih dari 2 bulan di bulan Januari dan Februari tahun 1942. Hingga akhirnya, kekuatan
Belanda melemah dan harus menyerahkan Hindia Belanda ke Jepang pada 8 Maret 1942
melalui Perjanjian Kalijati.4

Namun menjelang pertengahan tahun 1942 hingga tahun 1943 kekuatan Jepang mulai
melemah, terutama setelah kekalahan di Laut Karang, urungnya Jepang mendaratkan pasukan
di Port Moresby, kekalahan di kepulauan Midway, dan perebutan Irian oleh pihak Sekutu. 5
Kejadian itu membuat Jepang merubah pola pertempuran dari yang awalnya ofensif menjadi
defensif. Strategi baru disusun oleh pemerintah Jepang guna mempertahankan kekuasaan di
Indonesia, khususnya pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. 6 Terdapat dua pokok masalah yang
mendasari strategi pemerintahan Jepang di Indonesia, yaitu bidang politik dan bidang militer.
Dalam hal militer, wilayah Indonesia diperintahkan oleh dua kekuasaan militer. Angkatan
darat (Rikugun) memerintah di Jawa dan Sumatera, sedangankan Angkatan Laut (Kaigun)
memerintah di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian. Namun dikarenakan
kekalahan Jepang di medan perang yang secara bertahap membuat Indonesia sendiri
mendapat pengaruh kebijakan perang dari Jepang. Salah satunya adalah dengan membentuk
suatu pertahanan di wilayah Indonesia dan memanfaatkan tenaga pemuda Indonesia dengan
menyelenggarakan latihan semi militer dan militer hingga terbentuk barisan-barisan seperti
seinendan, keibodan, heiho, dan PETA.7

Tentara PETA merupakan tentara yang merupakan tentara yang dibentuk oleh Jepang
yang beranggotakan mayoritas adalah orang pribumi, namun tetap dalam pengawasan tentara
Jepang ketika latihan dan kegiatannya. Pada dasarnya terdapat dua gagasan yang menentukan
terbentuknya barisan militer ini, yaitu gagasan heiho dan gagasan PETA. Gagasan heiho lebih
mengutamakan integrasi antara pasukan pribumi terlatih dengan pasukan militer Jepang,
sedangkan gagasan PETA mengutamakan pembentukan pasukan secara terpisah yang terdiri
dari orang pribumi yang tetap dibawah komando atau pengawasan tentara Jepang. Menurut
Inada Masazumi, deputi Kepala Staf Tentara Selatan, Jepang akan sulit memenangkan perang
dengan Amerika Serikat, dengan kata lain, Jepang yang harus melakukan strategi defensif dan
melakukan perundingan dengan negara jajahan agar mendapat dukungan dari rakyat-rakyat
Asia. Cara mendapatkan dukungan adalah dengan memberikan mereka perundingan dan
latihan semi militer dan militer agar mereka mau melawan pengaruh dari Barat. 8 Tentunya,
4
Ibid., hlm. 6-16
5
Ibid., hlm. 39, 109 dan 110.
6
T.B. Simatupang, Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1981, hlm. 63.
7
Moela Marboen, “Djaman Djepang Pemuda Indonesia Mendapat Pendidikan Latihan Milter Setjara Luas”,
dalam Seminar Sedjarah Nasional II, W.J. von der Meulan, dkk. Jogjakarta: Panitia Seminar, 1970, hlm. 1 dan 2.
8
Nugroho Notosusanto, Tentara Peta Pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia,
1979, hlm. 64-66.
pemerintah Jepang membentuk sebuah struktur pemerintahan untuk mengelola tata
pemerintahan lebih baik dan menjadikan Jawa sebagai pusat sumber kekayaan perang di
daerah Selatan.9 Pembentukan struktur pemerintahan itu terdiri dari Shu, Shi, Ken, Gun, Son,
dan Ku.10 Jawa yang terdiri dari 19 (sembilan belas) Shu diberikan pertahanan militer yang
terdiri dari 66 (enam puluh enam) daidan yang bertugas untuk melindungi daerah teritorial
Shu mereka11 yang salah satunya berada di Jakarta Shu dan yang bertugas adalah daidan
Jakarta.

Alasan peneliti memilih judul tersebut dikarenakan keinginan peneliti untuk


membahas lebih dalam mengenai sejarah dan peran tentara PETA dalam bidang militer di
Jakarta. Terlebih jika kita melihat situasi perang dunia ke 2 dan melihat bahwa Jepang
merupakan negara yang besar dan mampu menguasai sebagain besar wilayah selatan seperti
Cina, Indocina, Filipina, Malaya, dan Indonesia. Menjadikan beberapa pertanyaan terangkum
menjadi beberapa pembahasan yang menarik mengenai latarbelakang berdirinya tentara
PETA dan bagaimana perannya dalam bidang militer di Jakarta.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya akan membahas latar belakang terbentuknya tentara PETA dan
peran tentara PETA dalam bidang militer sejak awal terbentuk hingga akhir perang
kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Walaupun Kekaisaran Jepang membentuk organisasi
kemiliteran di Sumatera dan Jawa, Sumatera disebut Giyugun dan Jawa disebut PETA,
namun peneliti hanya ingin mendalami peran tentara PETA di kota Jakarta untuk
menghindari pembahasan yang terlalu luas dan kurang mendalam. Selain itu, hal yang
menarik untuk dibahas adalah bagaimana peran tentara PETA di Jakarta terhadap
perkembangan kemiliteran yang ada di kota Jakarta pada awal terbentuknya, sebelum
proklamasi, saat proklamasi, dan hingga akhir perang kemerdekaan Indonesia.

Mengenai pembatasan kurun waktu, peneliti mengambil periode menjelang akhir


perang dunia ke 2 hingga akhir perang kemerdekaan Indonesia (1943-1949). Hal ini
berkaitan dengan awal terbentuknya tentara PETA oleh Saiko Shikikan, Letnan Jenderal
9
Rachmani Santosa, “Djakarta Raya Pada Djaman Djepang 1942-1945”, dalam Seminar Sedjarah Nasional II,
W.J. von der Meulan, dkk. Jogjakarta: Panitia Seminar, 1970, hlm. 3-4.
10
Shu= Keresidenan; Shi= Kota praja; Ken= Kabupaten; Gun= Kewadenan; Son= Kecamatan; Ku= Desa; lihat
Prof. Mr. A.G. Pringogedigdo, Tatanegara di Djawa Pada Waktu Pendudukan Djepang, Jogjakarta: Jajasan
Fonds Universiteit Gadjah Mada, hlm. 15.
11
Notosusanto, op. Cit., hlm. 98-99.
Kumakichi Harada, berdasarkan Osamu Seirei Nomor: 44/2603, yang mengatur
pembentukan tentara PETA untuk mempertahankan Jawa, dan peristiwa pasca-proklamasi
seperti Perang Kemerdekaan.

2. Perumusan Masalah

Membahas tentang peran tentara PETA dalam bidang kemiliteran di Jakarta, peneliti
ingin merumuskan inti dari apa yang akan dibahas sebagai berikut:

1) Apa yang melatarbelakangi pembentukan tentara PETA?


2) Bagaimana peran tentara PETA pada awal terbentuk sampai proklamasi
kemerdekaan Indonesia di Jakarta?
3) Bagaimana peran mantan tentara PETA pada awal kemerdekaan sampai
akhir perang kemerdekaan di Jakarta?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Untuk memahami apa yang melatarbelakangi terbentuknya tentara PETA


sebagai awal terbentuknya integrasi nasional Indonesia.
2) Untuk memahami peran tentara PETA pada awal pembentukannya dalam
bidang militer.
3) Untuk memahami peran tentara PETA sebelum, saat, dan setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
4) Untuk memahami peran mantan tentara PETA dalam pembentukan
Tentara Nasional Indonesia.
5) Untuk memahami peran mantan tentara PETA pada masa perang
kemerdekaan Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai berikut:

1) Dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana sejarah terbentuknya


Tentara Nasional Indonesia.
2) Dapat memahami peran dari tentara PETA sejak awal terbentuk sampai
akhir perang kemerdekaan di daerah Jakarta.
3) Dapat menjadi sumber literatur bagi pihak-pihak yang berminat terhadap
studi yang berhubungan dengan peran Jepang dalam membentuk kekuatan
militer pada Indonesia.

D. METODE DAN SUMBER

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan dipakai pada penelitian ini adalah metode penelitian
sejarah dan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian sejarah bertujuan untuk
membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensintesiskan bukti-bukti uuntuk
menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat (Sumadi Suryabrata, 1995:16).
Kemudian metode penelitian Deskriptif bertujuan untuk menyelidiki dan
menjelaskan/menguraikan mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dan
kaitannya dengan fenomena lainnya dalam suatu perkembangan sosial masyarakat,
dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenan dengan masalah dan unit
yang diteliti (Sanapiah Faizal, 1992:20).

2. Sumber Penelitian

Dalam hal pencarian sumber untuk penelitian, peneliti menggunakan studi


kepustakaan yang bertujuan untuk memperoleh berbagai teori, konsep, serta data melalui
kepustakaan yang berupa buku-buku teks, ensklopedia, dokumen, surat kabar, majalah
dan lain-lain yang dapat dijadikan landasan yang akurat bagi penelitian ini.

3. Sistematika Penulisan

Tata urut/sistematika penulisan adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA TENTARA PETA

DI INDONESIA

BAB III : PERAN TENTARA PETA PADA AWAL PEMBENTUKAN

HINGGA MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN

INDONESIA DI JAKARTA
BAB IV : PERAN MANTAN TENTARA PETA SAAT DAN SETELAH

PROKLAMASI KEMERDEKAAN HINGGA AKHIR

PERANG KEMERDEKAAN INDONESIA DI JAKARTA

BAB I Akan membahas tentang hal-hal yang mendasari masalah pada judul
yang dipilih oleh peneliti. Diharapkan pada bab ini, masalah yang akan dibahas dapat
terangkum menjadi satu dengan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan metode penelitian.

BAB II Akan membahas mengenai latar belakang terbentuknya organisasi


militer bentukan Jepang di Jawa, yaitu tentara sukarela Pembela Tanah Air (tentara PETA),
apa yang membedakaannya dengan tentara bentukan Jepang di Sumatera, Giyugun, dan bekas
tentara kerajaan Belanda, tentara KNIL, serta para laskar-laskar/pejuang-pejuang daerah.

BAB III Akan membahas peran dari tentara PETA setelah dibentuk terutama
perannya ketika awal berdiri dan menjelang kemerdekaan Indonesia. Bagaimana mereka
(tentara PETA) melaksanakan tugasnya sebagai organisasi kemiliteran yang bertujuan untuk
menampung kekuatan dan berlatih militer untuk mempertahankan tanah air dari ancaman
sekutu menjelang akhir perang dunia ke 2. Serta peran serta mereka ketika menjelang
proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta.

BAB IV Akan membahas lebih lanjut tentang peran tentara PETA setelah
kemerdekaan Indonesia dan kontribusinya dalam perang kemerdekaan Indonesia. Bab ini
dikatakan lebih lanjut karena konsep tentara PETA sebelum dan sesudah proklamasi
kemerdekaan Indonesia sudah berubah. Hal ini berkaitan dengan pembubaran tentara PETA
setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Pada bab ini, akan digunakan kata
mantan tentara PETA. Selain itu pada bab ini juga akan dibahas mengenai peran mereka yang
melebur menjadi Badan Keamanan Rakyat bersama dengan mantan KNIL dan para
laskar/pemuda daerah yang ikut serta dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia
selama perang kemerdekaan Indonesia.
BIBLIOGRAFI

Blackburn, Susan. 2011. Jakarta Sejarah 400 Tahun. terjemahan Gatot Triwira. Jakarta:
Masup Jakarta.

Cribb, Robert. 1989. “Jakarta: Kerja Sama dan Perlawanan dalam Kota yang Diduduki”,
dalam Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan, Audrey R. Kahin (ed.). Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.

Cribb, Robert Bridson. 1990. Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949: Pergulatan Antara
Otonomi dan Hegemoni. terjemahan Hasan Basari. Jakarta: Pustakan Utama Grafiti.

Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Surakarta: UNS
Press dan Pustaka Sinar Harapan.

Kurasawa, Aiko. 2015. Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945.
terjemahan Hermawan Sulistyo. Depok: Komunitas Bambu.

Lebra, Joyce C. 1988. Tentara Gemblengan Jepang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Meulan, W.J. von der, dkk. 1970. Seminar Sedjarah Nasional II. Jogjakarta: Panitia Seminar.

Nagazumi, Akira. 1988. Pemberontakan Pada Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

Nasution, A.H. 1962. Tentara Nasional Indonesia. Bandung-Djakarta: Ganaco NV.

____________. 1964. Sedjarah Perdjuangan Nasional Dibidang Bersenjata. Djakarta: Mega


Booksore.

____________. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia: Proklamasi, Jilid I. Bandung,


Disjarah-AD dan Angkasa.

____________. 1990. Memenuhi Panggilan Tugas, edisi II. Jakarta: CV. Haji Masagung,

Notosusanto, Nugroho. 1971. The PETA Army In Indonesia 1943-1945. Djakarta:


Departement of Defence & Security Centre For Armed Forces History.

____________. 1979. Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia.

____________. 1984. Pejuang dan Prajurit, Jakarta: Sinar Harapan.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (ed). 2008. Sejarah Nasional
Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik, Jilid 4. Jakarta: Balai Pustaka.
Reid, Anthony. 1996. Revolusi Nasional Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Soerjohadiprojo, Sajidiman. 1972. Langkah-Langkah Perjuangan Kita. Jakarta: Balai


Pustaka.

Sudirjo, Radik Utoyo. 1977. Lima Tahun Perang Kemerdekaan 1945-1949. Jakarta: Alda.

Suwondo, Purbo S. 1996. PETA: Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa dan
Sumatera. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Warmansjah, G.A, dkk. 1991. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949) DKI Jakarta.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wirasoeminta, Sanusi. 1995. Rengasdengklok: Tentara PETA & Proklamasi 17 Agustus


1945. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Anda mungkin juga menyukai