Anda di halaman 1dari 9

Ijtihad dan Dinamika Pemikiran Islam, Studi Sejarah Islam

Disusun oleh :

Anatia Novalia Putri.A (1930207104)

Farhan Asy Ari (1930207099)

Hilwa (1930207108)

Kelas : Pendidikan Biologi 4

Dosen Pengampuh : MARDIAH, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN FATAH PALEMBANG

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Puji dan syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dari kelompok 4 dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah “Studi
Keislaman”. Makalah yang kami susun ini berjudul “Ijtihad dan Dinamika
Pemikiran Islam, Studi Sejarah Islam”.

Kami dari kelompok 4 selaku penyusun makalah ini mengucapkan banyak


terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu kami dalam
menyelesaikan makalah kami ini. Kami menyadari makalah yang kami susun ini
jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman
yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran,
masukan dan kritik dari pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya di masa
yang akan datang.. Akhir kata semoga makalah yang kami susun ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 20 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Peran dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Sekolah......3
B. Peran Kepala Sekolah sebagai penyelenggara Administrasi Pendidikan.......5
C. Peran Kepala Sekolah sebagai penyelenggara Supervisi Pendidikan..............7
BAB III PENUTUP.................................................................................................9
A. Kesimpulan......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam adalah agama Rahmatan Lil’alamin (rahmat bagi semesta alam). Semua tingkah
laku/perbuatan bersumber dan diatur oleh islam dan syariat-syariatnya tanpa terkecuali. Dewasa
ini pengetahuan dan penerapan syariat islam dituntut agar terlibat secara aktif dalam kehidupan
untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia dari zaman ke zaman sejak
sepeninggalan Nabi besar kita Muhammad SAW. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekedar
lambang kesalehan seseorang atau didakwahkan melalui ceramah saja, melainkan juga harus
secara konsepsional dan jelas.

Mengingat betapa pentingnya dalam Syariat Islam dan hukum islam yang disampaikan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun dalam penyampaian dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
sendiri masih menjelaskan secara umum dan belum terperinci sehingga dalam penerapan Syariat
Islam sendiri di zaman modern ini secara komprehensif memerlukan penelahaan dan pengkajian
ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan dan tetap berlandaskan Al-Qur’an dan
Hadits. Oleh karena itu diperlukan pemikiran islam dan penyelesaian secara sungguh-sungguh
atas persoalan-persoalan yang tidak ditunjukkan oleh sumber hukum islam itu yaitu Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Maka dari itu akal pikiran atau ijtihad mengenai islam itu sangat penting, ijtihad
sendiri tidak membatasi bidang fikih saja namun juga ijtihad dijadikan sumber hukum islam
ketiga setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh sebab itu karena banyaknya persoalan mengenai
keputusan-keputusan suatu hal atau perbuatan yang belum diketahui dan masih diragukan
hukumnya, kita sebagai umat islam dituntut untuk keluar dari kemelut itu yaitu dengan cara
melaksanakan ijtihad.

Islam awal mulanya terbentuk secara berkesinambungan dan berperiodisasi dimulai dari
masa lahirnya Nabi besar yang membawa risalah ajaran Islam yaitu Nabi Muhammad SAW
hingga zaman keemasan Islam dan sampailah hingga zaman akhir ini, sejarah islam merupakan
salah satu bidang studi yang banyak menarik perhatian peneliti baik dari kalangan muslim
maupun non-muslim, bagi umat muslim mempelajari sejarah islam adalah hal yang penting
untuk menambah kesadaran dan semangat kita bahwa Rasulullah dalam penyebaran islam dahulu
hingga sekarang tidaklah mudah dan juga memberikan rasa kebanggan karena dahulu umat islam
dikalangan khalifah pernah mengalami kemajuan disegala bidang sehingga memberikan contoh
kepada kita sebagai generasi ini untuk mengikuti jejak keemasan Islam dahulu dan memberikan
kontribusi untuk agama ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Ijtihad dan kedudukan Ijtihad?


2. Apa syarat-syarat seorang Mujtahid ?

3
3. Apa saja wilayah Ijtihad dan metode-metode Ijtihad?
4. Apa pengertian Sejarah Islam?
5. Jelaskan mengenai periodisasi Sejarah Islam?
6. Jelaskan peristiwa penting yang terjadi pada masing-masing periodisasi Sejarah Islam?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian Ijtihad dan kedudukan Ijtihad.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat seorang Mujtahid.
3. Untuk mengetahui wilayah Ijtihad dan metode dalam berijtihad.
4. Untuk mengetahui pengertian sejarah islam.
5. Untuk menjelaskan mengenai periodisasi Sejarah Islam
6. Untuk menjelaskan peristiwapenting yang terjadi pada masugn-masing periodisasi
Sejarah Islam.

4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad dan Kedudukannya
Secara etimologi ijtihad berakar dari bahasa arab yaitu kata jahda yang berarti
al-Masyaqqah (yang sulit yang susah). Namun dalam Al-Qur’an kata jahda sebagaimana
dalam Q.S. An-Nahl:38, An-Nur:53, Fathir:42 semuanya mengandung arti badzl al-wus’i
wa thaqati (pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan) atau juga berarti al-
mubalaghah fi al-yamin (berlebih-lebihan dalam sumpah). Dalam hubungannya dengan
hukum, secara terminologi ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh
dengan mempergunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli
hukum) yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau
tidak ada ketentuannya di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Orang yang berijtihad
disebut mujtahid.
Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran untuk berijtihad dalam
pengembangan hukum islam adalah (1) Al-Qur’an surat An-Nisa:59 yang mewajibkan
orang untuk mengikuti ketentuan ulil amri (orang yang mempunyai kekuasaan atau
“penguasa”) mereka, (2) hadis Mu’az bin Jabal yang menjelaskan bahwa Mu’az sebagai
penguasa (ulul amri) di Yaman dibenarkan oleh nabi mempergunakan akal pikirannya
untuk berijtihad, dan (3) contoh yang diberikan ulil amri lain yakni Khalifah Umar bin
Khattab, beberapa tahun setelah Nabi Muhammad wafat, dalam memecahkan berbagai
persoalan hukum yang tumbuh dalam masyarakat, pada awal perkembangan Islam.

B. Syarat-Syarat seorang Mujtahid


Dilihat dari jumlah pelakunya, ijtihad dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Ijtihad Individual (ijtihad fardi) adalah ijtihad yang hanya dilakukan oleh seorang
mujtahid saja.

5
b. Ijtihad kolektif (ijtihad jama’i) adalah ijtihad yang dilakukan bersama-sama oleh
banyak ahli tentang satu persoalan hukum tertentu.

Disamping itu ijtihad juga dapat dilihat dari objek atau lapangannya yaitu:

a. Persoalan-persoalan hukum yang zhanni sifatnya.


b. Hal-hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan Hadits.
c. Mengenai masalah-masalah hukum baru yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat.

Nadiyah Syarif Al-‘Umari dalam bukunya “al-ijtihad fi al-Islam” menyatakan


bahwa rukun mealkukan ijtihad terdapat 4 macam,yaitu:

a. Al-Waqi’, yaitu adanya kasus yang menimpah, yang belum diterangkan dalam nash, atau
kasus yang diduga keras akan terjadi kelak, sehingga wilayah ijtihad tidak sebatas
masalah yang terjadi, tetapi juga mencakup masalah-masalah yang belum terjadi, baik
yang terpikirkan, tak terpikirkan atau belum terpikirkan.
b. Mujtahud, yaitu seseorang yang melakukan ijtihad yang mempunyai kompetensi untuk
berijtihad dengan syarat-syarat tertentu.
c. Mujtahid fih, yaitu hukum-hukum syariah yang bersifat ‘amali (taklifi).
d. Dalil syara’, yaitu untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fih.
Keempat rukun tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum melakukan
ijtihad, mengingat masing-masing rukun secara simultan sebagai sarat kebolehan
melakukan ijtihad. Begitu banyak syarat-syarat yang diberikan pada predikat mujtahid,
maka tingkatan ini terbagi atas beberapa bagian, dan pembagian ini menurut tingkat
pemenuhan terhadap syarat-syarat yang diberikan, adapun pembagiannya sebagai berikut:
a. Mujtahid Mutlak
Mujtahid mutlak adalah orang yang mampu menggali atau mengambil hukum-
hukum cabang dari dalil-dalilinya, dan mampu pula menerapkan metode dan dasar-dasar
pokok yang ia susun sebagai landasan atas segala aktifitas ijtihadnya. Mujtahid ini
dibagi dua:
1. Mujtahid Mutlak Mutsaqil atau orang yang mampu menyusun metode dan dasar-dasar
mazhab, ia tidak taqlid atau mengikuti atau dasar orang lain dan ia mampu menggali

6
hukum-hukum agama dari sumbernya yang pokok dan juga dalil-dalil lain yang ia
tetapkan sebagai hujah setelah ia melakukan pengkajian.
2. Mujtahid Mutlak Muntasib, ialah orang yang sudah mencapai apa yang dicapai oleh
mujtahid mutlak mutsaqil, hanya saja ia tidak menyusun metode atau dasar-dasar
ijtihadnya sendiri, tetapi ia menempuh jalan yang ditempuh oleh mujtahid mutlak
mutsaqil. Mujtahid ini tidak taklid kepada imamnya atau gurunya tanpa dalil dan
hukumnya, melainkan ia hanya menggunakan keterangan imamnya untuk meneliti dalil-
dalil dan sumber pengambilannya.
b. Mujtahid Mazhab
Orang yang mampu meng-istinbath-kan hukum-hukum agama yang belum atau tidak
ditetapkan oleh mazhabnya dengan menggunakan metode atau dasar-dasar yang disusun
oleh imam mazhabnya. Mujtahid Mazhab dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
 Mujtahid Takhrij, atau juga dikenal Mujtahid Ashbab al-Wujud ;
 Mujtahid Tarjih, atau dikenal dengan Mujtahid fatwa.

7
8

Anda mungkin juga menyukai