Heraclitus, seorang filsuf Yunani yang hidup 26 abad yang lalu, mengatakan bahwa tidak ada
yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri (Nothing endures but change).
Hal senada pernah pula dinyatakan oleh Sir Winston Churchill, there is nothing wrong with
change, if it is in the right direction.
Tidak terkecuali pula dalam organisasi, sebuah organisasi harus mampu berubah untuk
memenuhi perkembangan teknologi, mengakomodasi kebijakan, dan memenuhi keinginan
stakeholdernya.
Dalam sebuah komunitas, tentunya tidak semua orang setuju dengan perubahan. Ada
kelompok yang lebih senang dan merasa nyaman dengan apa yang mereka alami dan nikmati
sekarang.
Ada pula yang mengantisipasi akan terjadinya perubahan dan berusaha untuk menyesuaikan
dengan perubahan itu, sebuah reaksi yang wajar.
Terlebih lagi, ada orang-orang yang melihat peluang dan melakukan perubahan, merekalah
umumnya para pionir dalam bidangnya. Merekalah yang menentukan arah kehidupan termasuk
dalam organisasi. Merekalah para visioner dan entrepreneur.
Teori perubahan yang paling terkenal di dunia adalah 8 teori perubahan dari John Kotter,
seorang leadership guru nomor satu di dunia (Business Week, 2001). Dalam bukunya yang
berjudul Leading Change yang kemudian dikemas secara ringan dalam buku Our Iceberg Is
Melting, John Kotter menyatakan 8 langkah perubahan yang diawali dengan menumbuhkan
sense of urgency dan diakhiri dengan menanamkan perubahan dengan kuat.
1. Increase Urgency
Menumbuhkan sense of urgency dimana setiap orang akan merasa terdorong untuk segera
melakukan perubahan yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan jika ditemukannya alasan yang
benar-benar kuat mengapa perubahan perlu dilakukan. Untuk itu perlu ditunjukkan data dan
fakta yang dapat dilihat, dirasakan, disentuh agar orang-orang mau dan merasa perlu untuk
berubah. Jika orang tidak melihat adanya data dan fakta bahwa mereka harus berubah maka
yang terjadi adalah orang-orang tidak akan mau berubah. Mereka akan tetap berada di zona
nyaman karena mereka merasa tidak ada alasan yang kuat untuk berubah. Harus ada rasa
“urgency”yang bisa dilihat selain oleh pemimpin juga oleh orang yang dipimpinnya.
Karena itu perlu dibentuk kelompok yang tugasnya menunjukkan antusiasme, komitmen,
kepercayaan bahwa dengan perubahan yang akan dilakukan akan menghasilkan hasil yang
lebih baik. Mereka inilah agen-agen perubahan yang akan mendorong orang-orang disekitarnya
untuk mendukung jalannya perubahan.
Visi yang baik harus terkomunikasi dengan jelas dan terarah. Dan yang penting adalah
bentuknya sederhana, tidak rumit serta memberikan contoh nyata akan visi yang sudah
diaplikasikan.
5. Empower Action.
Mengatasi secara efektif rintangan-rintangan yang timbul yang dapat memantapkan
pengalaman dalam mengelola perubahan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri.
Selain itu perlu juga dukungan dalam bentuk fasilitas yang memadai agar semua orang dapat
bertindak untuk mencapai visi.
7. Don’t Let Up .
Jangan berhenti, lanjutkan terus proses perubahan sebelum visi terwujud. Lakukan terus upaya
untuk meningkatkan sense of urgency sehingga nyala api perubahan tidak redup di tengah
jalan. Selalu tunjukkanlah bahwa proses perubahan ini masih akan berlanjut sampai
tercapainya visi yang dicanangkan.
Tetapi, haruslah dicatat bahwa proses ini jangan sampai membuat kondisi fisik dan emosi
terganggu dan mengorbankan kepentingan pribadi, karena dalam jangka panjang jika ini terjadi,
yang mendapatkan imbasnya adalah proses perubahan itu sendiri.
Dalam tahap-tahap yang dilakukan bisa saja terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan dan
menjadi back-fire. Namun dengan tidak melakukan perubahan, keadaan akan lebih memburuk
organisasi bisa mati, seperti katak dalam air panas.
http://satriaajisetiawan.blogspot.com/2012/04/perubahan-itu-pasti.html?m=1