BAB III
METODA PENELITIAN
Sumber : Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial
Budaya dalam Penyususnan Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum,
Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Tahun 2007.
1). Sasaran
• Peta Topografi,
• Peta Morfologi,
3). Keluaran
b) Kestabilan Lereng
1). Sasaran
2). Masukan
• Peta Topografi,
• Peta Morfologi,
• Peta Kemiringan Lereng,
• Peta Geologi,
• Karakteristik Air Tanah Dangkal,
• Besar Curah Hujan,
• Penggunaan Lahan yang ada saat ini,
• Bencana Alam.
3). Keluaran
c) Kestabilan Pondasi
1). Sasaran
2). Masukan
3). Keluaran
d) Ketersediaan Air
1). Sasaran
2). Masukan
3). Keluaran
e) Untuk Drainase
1) Sasaran
• Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam proses pematusan.
• Memperoleh gambaran karakteristik drainase alamiah masing-masing
tingkatan kemampuan drainase.
• Mengetahui daerah-daerah yang cenderung tergenang di musim
penghujan.
2) Masukan
• Peta Morfologi,
• Peta Kemiringan Lereng,
• Peta Topografi,
• Peta Geologi,
• Peta Hidrologi dan Klimatologi,
• Penggunaan Lahan yang ada saat ini.
3) Keluaran
f) Erosi
1) Sasaran
• Mengetahui tingkat keterkikisan tanah di wilayah dan/atau kawasan
perencanaan.
• Mengetahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi.
• Memperoleh gambaran batasan pada masing-masing tingkatan
kemampuan terhadap erosi.
• Mengetahui daerah yang peka terhadap erosi dan perkiraan arah
pengendapan hasil erosi tersebut pada bagian hilirnya.
2) Masukan
• Peta Permukaan,
• Peta Geologi,
• Peta Morfologi,
• Peta Kemiringan Lereng,
• Peta Hidrologi dan Klimatologi,
• Penggunaan Lahan yang ada saat ini.
3) Keluaran
• Peta SKL Terhadap Erosi.
• Deskripsi masing-masing tingkatan kemampuan lahan terhadap erosi
tersebut.
g) Pembuangan Limbah
1) Sasaran
• Mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi
penampungan akhir dan pengolahan limbah padat atau sampah.
• Mengetahui daerah yang mampu untuk ditempati lokasi penampungan
akhir dan pengolahan limbah cair.
• Mempersiapkan daerah-daerah tersebut dan pengamanannya sebagai lokasi
pembuangan akhir limbah.
2) Masukan
• Peta Morfologi, Kemiringan Lereng dan Topografi,
• Peta Geologi dan Geologi Permukaan,
• Peta Hidrologi dan Klimatologi,
• Penggunaan Lahan yang ada saat ini.
3) Keluaran
• Peta SKL Pembuangan Limbah
• Perkiraan prioritas lokasi pembuangan sampah dan daya tampung lokasi.
Nilai bobot sebesar 3 (tiga) untuk nilai tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai
terendah, kemudian dikalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-
masing satuan kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh
pengaruh satuan kemampuan lahan tersebut pada pengembangan perkotaan.
Dengan men-superimpose-kan semua satuan-satuan kemampuan lahan
tersebut,dengan cara menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh
satuan-satuan kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai
yang menunjukkan nilai kemampuan lahan di wilayah dan/atau kawasan
perencanaan. Diperoleh zona-zona kemampuan lahan dengan nilai tertentu yang
menunjukkan tingkatan kemampuan lahan di wilayah ini, dan digambarkan dalam
satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan pemanfaatan ruang.
(Sampai bangunan
bertingkat) - Tanaman pangan
- Perkebunan - Peternakan
- Perikanan - Perikanan
- Rekreasi
- Peternakan - Peternakan
- Perkebunan - Perkebunan
- Peternakan - Peternakan
- Reboisasi
Sumber : Modul Terapan : Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, Kementerian Pekerjaan
Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Tahun 2007.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Letak geografis Wilayah Sub DAS Babura berada pada kisaran koordinat
3o35’39” – 3o39’20” Lintang Utara dan 98o41’0” – 96o37’10” Bujur Barat.
Berdasarkan digitasi peta citra, luas wilayah Sub DAS Babura adalah sebesar
2.761.94 Ha. Wilayah Sub DAS Babura merupakan sebuah kawasan dengan batas
Sub DAS Babura memiliki ketinggian lahan yang bervariasi yaitu antara 23 –
77 meter di atas permukaan laut (dpl). Ketinggian wilayah yang paling rendah
(23-35 mdpl) berada di daerah bagian tengah sampai ke arah Utara Sub DAS
Babura, yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Polonia, Medan Baru, Medan
Maimun, Medan Petisah, dan Medan Baru. Ketinggian lahan di atas 35 mdpl
berada di sebelah Selatan Sub DAS Babura yaitu Kecamatan Medan Johor dan
Medan Tuntungan.
Tabel 4.1 Luas dan Klasifikasi Kemiringan Lereng Sub DAS Babura
Kemiringan Lereng
No Katagori Luas (Ha)
(%)
a. Grup Aluvial
Grup Aluvial umumnya terbentuk dari endapan kasar dan halus yang
berumur Quarter (Qal dan Qh), yang umumnya berasal dari endapan sungai, Grup
Aluvial ini meliputi dataran banjir disekitar jalur aliran Sungai Deli), dan dataran
Aluvial. Dataran banjir umumnya menyebar disekitar aliran sungai besar dekat
muara berbatasan dengan pantai. Dataran Aluvial merupakan peralihan dari grup
Marin, relatif datar airnya bersifat tawar sampai payau dan bagian besar telah
dimanfaatkan sebagai areal persawahan dan perkebunan negara. Secara rinci
satuan lahan/unit lahan yang termasuk dalam grup Aluvial disajikan uraiannya di
bawah ini:
b. Grup Volkan
Grup volkan ini umumnya berasal dari volkan muda berumur kuarter dari
Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung di sebelah Utara Berastagi, dengan bahan
utama berupa tufa masam dan intermedier. Hasil erupsi kedua gunung tersebut
mengisi bagian dataran sebelah Utara di sekitar Medan dan Binjai, sedangkan
bagian yang berlereng terisi bahan tufa toba masam. Ketebalan abu volkan
Sibanyak dan Sinabung makin tebal ke arah pusat erupsi (Brastagi) serta menipis
ke daerah berbukit dan jauh dari pusat erupsi (Medan/Binjai). Penyebaran grup
volkan ini mendominasi kawasan Medan dan sekitarnya, meliputi kawasan
Medan dan Binjai memanjang ke arah Kabanjahe.
Grup ini terbentuk dari aliran abu volkan hasil erupsi volkan toba pada masa
tersier. Aliran abu masam (dasit dan liparit) ini membentuk endapan sangat tebal
dan kadang-kadang melebur (welded) terutama di dekat Danau Toba. Di dataran
rendah membentuk endapan volkan masam yang sangat luas sebelum pada mas
kwarter. Fisiografi ini mempunyai penyebaran luas di sebelah Selatan Medan
termasuk Sub DAS Babura sampai Danau Toba.
4.2.4 Klimatologi
Kondisi klimatologi di Sub DAS Babura sama dengan kondisi klimatologi
Kota Medan karena Sub DAS Babura merupakan bagaian wilayah Kota Medan.
Menurut Stasiun BMG Sampali suhu minimum berkisar antara 23,0° C – 24,1° C
dan suhu maksimum berkisar antara 30,6° C – 33,1 ° C, dengan kelembaban
udara untuk rata-rata berkisar antara 78 –82%. Kecepatan angin rata-rata sebesar
0,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm.
Hari hujan rata-rata perbulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya
berkisar antara 211,67 mm – 230,3 mm (Gambar 4.3)
1 Kolam 17,7
2 Perdagangan 224,5
10 Infrastruktur 296,64
Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Johor,
Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Kecamatan yang paling tinggi jumlah
penduduknya berada di Kecamatan Medan Johor yaitu sebesar 125.456 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk paling rendah berada di Kecamatan Medan Maimun.
Tabel 4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Daerah Penelitian Tahun 2012
Jumlah Kapadatan
No Kecamatan Luas (Ha)
(Jiwa) (Jiwa/Ha)
< 15 3 15
MORFOLOGI 15 - <25 5 2 10
> 25 1 5
Skor yang paling tinggi, merupakan bentuk lahan yang paling baik untuk
kegiatan perkotaan dan budidaya lainnya. Dengan demikian, kemiringan lereng
kurang dari 15 %, merupakan lahan dengan kemiringan yang baik untuk
dikembangkan kegiatan tersebut, dan lahan dengan kemiringan di atas 15 %, baik
untuk dikembangkan kegiatan budidaya pertanian dan perkebunan, lahan
konservasi dan hutan lindung, dan kegiatan perkotaan dapat dikembangkan secara
terbatas (15-<25%).
Sebagian besar wilayah Sub DAS Babura di dominasi oleh SKL Morfologi
rendah dengan luas 1.928,06 Ha atau 69,8% (lihat Tabel 4.5). Dengan demikian
bahwa sebagian besar wilayah Sub DAS Babura merupakan daerah potensi untuk
kegiatan pengembangan perkotaan, pertanian, dan kegiatan budidaya lainnya yang
memiliki persyaratan kemiringan lereng di bawah 15%.
<15 3 3
Kemiringan
15 - <25 2 2
Lereng
>25 1 1
Hutan 3 3
Penggunaan
Pertanian 2 2
Lahan
Perkotaan 1 1
<15 3 9
Kemiringan
15 - <25 2 6
Lereng
>25 1 3
Hutan 3 9
Penggunaan
Pertanian 2 6
Lahan
Keg.Perkotaan 1 3
Tabel 4.9 Luas dan Persentase Lahan Berdasarkan SKL Kestabilan Lereng
No. SKL Kestabilan Lereng Luas (Ha) Persentase (%)
<15 3 15
Kemiringan
15 - <25 2 10
Lereng
>25 1 5
Tabel 4.11 Luas dan Persentase Lahan Berdasarkan SKL Kestabilan Pondasi
Luas Persentase
No. SKL Kestabilan Pondasi
(Ha) (%)
1. Luas lahan dengan katagori ketersediaan air tinggi sebesar 937,5 Ha (34%),
bagian Utara;
2. Luas lahan dengan katagori ketersediaan air sedang sebesar 754,8 Ha (27%),
bagian tengah;
3. Luas lahan dengan katagori ketersediaan air rendah sebesar 1.070,6 Ha
(39%), bagian Selatan (lihat Gambar 4.12);
>25 3 15
Kemiringan
15 - <25 2 10
Lereng
<15 1 5
< 1000 1 5
Hutan 3 15
Penggunaan
Pertanian 2 10
Lahan
Perkotaan 1 5
>25 3 15
Kemiringan
15 - <25 2 10
Lereng
<15 1 5
Sangat Rapat/Rapat 3 15
Jarang 1 5
Hutan 3 15
Penggunaan
Pertanian 2 10
Lahan
Perkotaan 1 5
Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan daya
dukung lahan di Sub DAS Babura, maka penilaian SKL terhadap erosi sangat
penting untuk dilakukan. Variabel yang akan dinilai pada SKL ini adalah
kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan dan penggunaan lahan.
>25 3 9
Kemiringan
15 - <25 2 6
Lereng
<15 1 3
1501-2000 3 9
< 1000 1 3
Perkotaan 3 9
Penggunaan
Pertanian 2 6
Lahan
Hutan 1 3
Tabel 4.17 Luas dan Persentase Lahan Berdasarkan SKL Terhadap Erosi
Luas Persentase
No. SKL Terhadap Erosi
(Ha) (%)
Luas lahan dengan daya dukung tinggi untuk pembuangan sampah berada di
sebelah Utara Sub DAS Babura yaitu sebesar 1.617,6 Ha atau 58,1%, sedangkan
luas lahan dengan daya dukung sedang berada di sebelah Selatan dengan luas
sebesar 1.144 Ha, atau 41,89%, dan daya dukung lahan rendah sebesar 0,3 Ha,
atau 0,01%.
<15 3 3
Kemiringan
15 - <25 2 2
Lereng
>25 1 1
< 1000 3 3
1501-2000 1 1
Perkotaan 3 3
Penggunaan
Pertanian 2 2
Lahan
Hutan 1 1
Peluang terjadinya banjir di wilayah Sub DAS Babura cukup besar khususnya
di wilayah hilir seperti Kecamatan Medan Baru, Petisah dan Medan Polonia. Hal
ini karena kondisi morfologi yang datar dengan tingkat kelerengan yang landai.
Wilayah Sub DAS Babura yang memiliki kerawanan tinggi terhadap bencana
alam (banjir) yaitu wilayah sebelah Utara dengan luas mencapai 184,6 Ha atau
7%. Wilayah dengan tingkat kerawanan sedang berada pada wilayah Selatan
dengan luas lahan sebesar 2.372,9 Ha atau sebesar 85%, sedangkan tingkat
kerawanan rendah sebesar 205,4 Ha atau 8% dari total wilayah Sub DAS Babura.
>25 3 15
Kemiringan
15 - <25 2 10
Lereng
<15 1 5
BENCANA 1501-2000 3 15
5
ALAM
Curah Hujan 1001-1500 2 10
< 1000 1 5
Jarang 3 15
Sangat Rapat/Rapat 1 5
Perkotaan 3 15
Penggunaan
Pertanian 2 10
Lahan
Hutan 1 5
Tabel 4.21 Luas dan Presentase Lahan Berdasarkan SKL Bencana Alam
Luas Persentase
No. SKL Rawan Bencana
(Ha) (%)
1. Untuk daya dukung pengembangan lahan dengan katagori tinggi, nilai setiap
SKL-nya adalah sebagai berikut :
a) SKL Morfologi, harus memiliki nilai tertinggi yang menggambarkan
kemiringan lereng yang baik untuk dikembangkan kegiatan perkotaan,
yaitu < 15%;
b) SKL Kemudahan Dikerjakan, harus memiliki nilai tertinggi yang
menggambarkan kemudahan lahan untuk digali/dimatangkan dalam
proses pembangunan/pengembangan kawasan;
c) SKL Kestabilan Lereng, harus memiliki nilai tertinggi yang
menggambarkan tingkat kemantapan lereng dalam menerima beban pada
pengembangan wilayah dan kawasan;
d) SKL Kestabilan Pondasi, harus memiliki nilai tertinggi yang
menggambarkan tingkat kemampuan lahan dalam mendukung bangunan
berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi yang
sesuai untuk masing-masing tingkatan;
2. Untuk daya dukung pengembangan lahan dengan katagori sedang, nilai setiap
SKL-nya adalah sebagai berikut :
a) SKL Morfologi, memiliki nilai sedang;
b) SKL Kemudahan Dikerjakan, memiliki nilai sedang;
c) SKL Kestabilan Lereng, memiliki nilai sedang;
d) SKL Kestabilan Pondasi, memiliki nilai sedang;
e) SKL Ketersediaan Air, memiliki nilai sedang;
f) SKL Drainase, memiliki nilai sedang;
g) SKL terhadap Erosi, memiliki nilai sedang;
h) SKL Pembuangan Limbah, memiliki nilai sedang;
i) SKL Bencana Alam, memiliki nilai sedang.
Parameter
Total
No Jenis SKL Kemiringan Curah Kerapatan Penggunaan
Jenis tanah Skor
Lereng (%) Hujan Sungai Lahan
1 Morfologi 15 - <25 - - - - 10
Kemudahan 15 - <25 Clay loam, silty clay Pertanian
2
Dikerjakan
- -
/Perkotaan
6
loam
15 - <25 Clay loam, silty clay 1001- Pertanian
3 Kestabilan Lereng - 24
loam 1500 /Perkotaan
15 - <25 Clay loam, silty clay 1001- Pertanian
4 Kestabilan Pondasi - 30
loam 1500 /Perkotaan
15 - <25 Clay loam, silty clay 1001-
5 Ketersediaan Air - Pertanian 40
loam 1500
15 - <25 Clay loam, silty clay 1001- Pertanian
6 Drainase - 40
loam 1500 /Perkotaan
15 - <25 Clay loam, silty clay 1001- Pertanian
7 Erosi - 24
loam 1500 /Perkotaan
Pembuangan 15 - <25 Clay loam, silty clay 1001- Pertanian
8 - 8
Limbah loam 1500 /Perkotaan
15 - <25 Clay loam, silty clay 1001- Pertanian
9 Bencana Alam Sedang 50
loam 1500 /Perkotaan
Sumber : Hasil Analisa Tahun 2014
3. Untuk daya dukung pengembangan lahan dengan katagori rendah, nilai setiap
SKL-nya adalah sebagai berikut :
a) SKL Morfologi, memiliki nilai rendah;
b) SKL Kemudahan Dikerjakan, memiliki nilai rendah;
c) SKL Kestabilan Lereng, memiliki nilai rendah;
d) SKL Kestabilan Pondasi, memiliki nilai rendah;
e) SKL Ketersediaan Air, memiliki nilai rendah;
f) SKL Drainase, memiliki nilai tinggi;
g) SKL terhadap Erosi, memiliki nilai tinggi;
h) SKL Pembuangan Limbah, memiliki nilai rendah;
i) SKL Bencana Alam, memiliki nilai tinggi.
Rendah 1 5
1 Morfologi Sedang 2 5 10
Tinggi 3 15
Rendah 1 3
Tinggi 3 9
Rendah 1 12
Tinggi 3 36
Rendah 1 15
Tinggi 3 45
Rendah 1 20
Tinggi 3 60
Rendah 1 20
6 Drainase Sedang 2 5 40
Tinggi 3 60
Rendah 1 12
7 Erosi Sedang 2 3 24
Tinggi 3 36
Rendah 1 4
Tinggi 3 12
Sedang 2 50
Tinggi 3 75
Pengembangan
1 902,4 32,7 Medan Tuntungan dan Medan Johor
Tinggi
Pengembangan
3 34,01 1,2 Tuntungan, Selayang, Maimun
Rendah
Berdasarkan hasil analisis fisik lahan di wilayah Sub DAS Babura, lahan
yang baik untuk pengembangan seluas 2.753,9 Ha atau seluas 99,7 % dari luas
total Sub DAS Babura. Lahan dengan katagori baik untuk pengembangan adalah
lahan dengan katagori kemampuan tinggi – sedang, dengan fungsi budidaya
perkotaan dan pertanian/perkotaan secara terbatas. Untuk mengetahui kesesuaian
lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. 27.
Tabel 4.27 Luas, Presentasi dan Lokasi Penggunaan Lahan Sub DAS Babura
Lokasi Luas Persentase
No. Penggunaan Lahan (%)
(Kecamatan) (Ha)
1. Pada pemanfaatan lahan perkotaan, luas lahan hasil kajian sebesar 902,4 Ha,
sedangkan pemanfaatan pada kondisi eksisting sebesar 1.948,5 Ha. Dengan
demikian pemanfaatan kawasan perkotaan melebihi hasil kajian yaitu sebesar
1.046,1 Ha atau 46 %;
2. Pada pemanfaatan kawasan pertanian/perkotaan terbatas, pemanfaatan pada
kondisi eksisting sebesar 490,8 Ha, sedangkan hasil kajian sebesar 1.851,5 Ha.
Dengan demikian pemanfaatan tidak melebihi hasil kajian, bahkan masih
tersisa lahan yang dapat dimanfaatakan sebesar 1.334,7 atau sebesar 73,2%;
3. Pada pemanfaatan lahan kawasan lindung, luas lahan pada kondisi eksisting
sebesar 26,01 Ha, sedangkan luas lahan hasil kajian sebesar 34,01 Ha. Dengan
demikian tidak melebihi hasil kajian bahkan masih tersisa lahan sebesar 8 Ha
yang dapat dimanfaatkan sebagai fungsi lindung.
4. Berdasarkan hasil perhitungan, lahan cadangan untuk pengembangan saat ini
sebesar 689,14 atau 25% dari total luas kawasan Sub DAS Babura. Lahan
potensial pengembangan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
model analisa SKL sebesar 2.753,9 Ha atau seluas 99,7 %.
bangunan, hanya dibatasi oleh jalan lingkungan yang berkisar antara 1 - 1,5 m.
Hal ini sangat rawah terhadap bahaya kebakaran, dan kurang baik untuk kesehatan
dan mental generasi muda yang ada.
BAB V
PEMBAHASAN
sempadan sungai dan cekungan sebagai kawasan tampungan air. Sistem drainase
harus dibangun sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan air limpasan dan
sistem pengaliran yang tepat dengan memperhatikan arah kemiringan dan bentuk
pemanfaatan lahan.
Konsep yang sesuai dengan pengelolaan daerah aliran sungai adalah konsep
kolaborasi yang dapat dilihat dari dua perspektif ; 1) konsep pemecahan konflik
dari perspektif organisasi dan 2) konsep kerjasama antar stakeholders (Sam’un
J.R, 223).
Konsep pemanfaatan lahan Sub DAS Babura sangat berkaitan erat dengan
hasil kajian yang telah dilakukan pada penelitian ini. Pemanfaatan lahan Sub DAS
Babura akan mempertimbangkan faktor fisik berupa daya dukung lahan, sosial,
dan ekonomi.
Upaya mewujudkan pelestarian Sub DAS Babura Kota Medan, maka konsep
pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah solusi bagi pemecahan
permasalahan penyimpangan pemanfaatan lahan yang saat ini telah terjadi.
Pembangunan yang tidak dilandasi dengan kemampuan dan daya dukung lahan
yang sesuai untuk kawasan perkotaan, akan berdampak negatif terhadap
keberlangsungan ekosistem di wilayah Sub DAS Babura di masa yang akan
datang. Upaya yang dapat untuk mendukung pengembangan kawasan perkotaan
di Sub DAS Babura adalah sebagai berikut :
Dari ke 3 (tiga) unsur tersebut di atas, maka konsep yang dapat dipakai untuk
pengembangan kawasan perkotaan di wilayah Sub DAS Babura adalah sebagai
berikut ;
1. Pengembangan kawasan perkotaan di Sub DAS Babura Kota Medan
memanfaatkan lahan dengan daya dukung tinggi. Lahan dengan daya dukung
tinggi terdapat di Kecamatan Johor dan Tuntungan. Pemanfaatan lahan pada
kecamatan tersebut baik untuk fungsi lahan perumahan dan permukiman, dan
kegiatan perkotaan lainnya seperti perdagangan, jasa, pusat transportasi,
industri dan lain-lainnya.
2. Pengembangan kawasan perkotaan harus didukung dengan pengembangan
lahan dengan fungsi lindung seperti taman-taman kota yang dapat
dimanfaatakan pada daerah sempadan sungai, daerah bahu jalan, median
jalan, pemakaman, sempadan jaringan listrik yaitu pada jaringan Saluran
Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) atau Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT), sempadan rel kereta api, lapangan olah raga terbuka seperti
lapangan sepak bola, gazebo/alun-alun. Selain itu, pengembangan ruang
terbuka hijau kepemilikan pribadi berupa perkarangan rumah, perkarangan
kantor/tempat usaha, perkarangan fasilitas umum dan sosial.
3. Pemanfaatan kawasan perkotaan di daerah-daerah yang berbatasan dengan
kawasan lindung, harus memperhatikan kelestarian lingkungan agar tidak
merusak kondisi lingkungan kawasan lindung tersebut, sehingga dapat terjaga
keseimbangan lingkungan antara kawasan terbangun dan non terbangun;
4. Pengembangan perkotaan harus didukung dengan perencanaan yang matang
melalui pembuatan rencana tata ruang wilayah perkotaan. Rencana tata ruang
tidak hanya merencanakan pemanfaatan fisik lahan dalam bentuk fungsi-
fungsi kawasan, melainkan juga menetapkan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang/lahan melalui perangkat peaturan zonasi, perijinan,
insentif dan disinsentif, serta sangsi terhadap pelanggar pemanfaatan
ruang/lahan. Penataan ruang juga mengatur tentang ketentuan intensitas
pemanfaatan ruang dan tata bangunan. Intensitas pemanfaatan ruang akan
mengatur mengenai koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai
bangunan (KLB), koefisien dasar hijau (KDH). Tata bangunan akan mengatur
Secara teoritis, konsep ideal untuk pemanfaatan lahan dengan daya dukung
sedang adalah kawasan pertanian atau permukiman perdesaan, namun pada
kenyataannya kawasan tersebut sudah dimanfaatkan sebagai lahan aktifitas
perkotaan. Untuk dapat mencapai tujuan pelestarian lingkungan di Sub DAS
Babura, maka ada beberapa tindakan yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut
(Kementerian Kehutanan RI, 2011) :
g) Membuatn green leaf , yaitu penanaman pohon di dalam pot besar atau
drum besar yang ditempatkan di lantai atap rumah/bangunan atau
penghijauan di lantai atap bangunan (green leaf).
2. Teknologi pemanfaatan lahan pada kawasan hulu Sub DAS Babura yaitu
sebagai berikut :
a) Pembuatan piringan pada lahan kawasan tanaman tahunan (perkebunan
dan industri). Bentuk piringan dibuat dengan cara membuat bibir piringan
dibagian samping lahan tanaman dan cekungan pada tengah lahan
tanaman. Bentuk piringan bertujuan untuk menampung air hujan dan
mencegah hilangnya pupuk akibat erosi.
b) Pembuatan bumbunan pada tanaman pohon dengan tujuan sebagai
tambahan untuk unsur hara bagi tanaman, juga dapat menjadi penampung
air hujan.
c) Pembuatan embung atau kolam-kolam kecil yang bertujuan sebagai
penampung air hujan pada lahan pertanian terutama pada lokasi yang sulit
mendapatkan sumber air.
d) Pembuatan sistem tanaman hole in hole yaitu pembuatan lubang tanaman
ganda yang bertujuan untuk menampung air hujan, terutama untuk
tanaman reboisasi.
e) Pembuatan rorak, merupakan bangunan konservasi berupa parit yang
dibuat memotong lereng. Hal ini dapat diterapkan pada lahan budidaya
yang miring seperti disekitar kaki perbukitan.
f) Pembuatan mulsa vertikal. Teknik ini dilakukan dengan pemberian bahan
organik sisa tanaman atau pupuk kandang, atau kombinasi keduanya
dengan cara membenamkan ke dalam parit atau rorak yang telah
disiapkan. Tujuan teknik ini adalah agar air hujan dapat tertahan pada
lubang-lubang rorak yang berisi sisa tanaman tersebut, sehingga dapat
mengurangi tingkat erosi pada kawasan yang memiliki morfologi
berbukit.
g) Pembuatan mulsa insitu, yaitu pemberian mulsa organik sebanyak
mungkin menutupi permukaan tanah dari sisa tanaman setempat (insitu).
Teknik tersebut bertujuan untuk penyerapan air hujan lebih banyak karena
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa yang telah dilakukan di wilayah
Sub DAS Babura dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Kondisi pemanfaatan lahan di wilayah Sub DAS Babura pada saat ini di
dominasi dengan pemanfaatan lahan untuk fungsi perkotaan. Pemanfaatan
lahan perkotaan berupa permukiman dengan luas sebesar 1.402,1 Ha,
perdagangan dan jasa sebesar 224,5 Ha, jasa komersial seluas 142 Ha,
fasilitas sosial dan umum sebesar 143,4 Ha. Selain fungsi perkotaan, ada
beberapa pemanfaatan dengan fungsi lainnya seperti kebun campuran seluas
535,9 Ha dan kolam seluas 17,3 Ha;
2. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model analisa Satuan
Kemampuan Lahan (SKL), dapat terpetakan kesesuaian pemanfaatan lahan di
wilayah Sub DAS Babura sesuai dengan daya dukung lahan yang ada. Lahan
dengan daya dukung tinggi, baik untuk lahan dengan fungsi perkotaan,
memiliki luas lahan sebesar 902,4 Ha atau 32,7 % dari total luas lahan Sub
DAS Babura. Lahan dengan daya dukung sedang, baik untuk lahan dengan
fungsi non perkotaan (pertanian) atau perkotaan pengembangan terbatas
(memperhatikan kebencanaan), memiliki luas lahan sebesar 1.851,5 Ha atau
67 %. Lahan dengan daya dukung rendah, baik untuk lahan dengan fungsi
lindung memiliki luas lahan sebesar 8 Ha atau 0,3 % dari total luas lahan Sub
DAS Babura;
3. Penyimpangan pemanfaatan lahan di Sub DAS Babura untuk jenis
pemanfaatan lahan dengan daya dukung tinggi sebesar 46% atau sebesar
1.046,1 Ha. Pemanfaatan lahan dengan daya dukung sedang, sebesar 73,2%,
atau sebesar 1.334,7.
4. Konsep pemanfaatan lahan di Sub DAS Babura berupa konsep
pengembangan wilayah berbasis tata ruang yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu aspek
6.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian peneliti terhadap daerah
penelitian, maka ada beberapa saran peneliti sebagai rekomendasi/masukan yaitu
sebagai berikut :
1. Pemanfaatan lahan harus mempertimbangkan faktor daya dukung lahan,
sehingga dapat meminimalkan penyimpangan pemanfaatan lahan. Selain itu,
meningkatkan kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang dengan menerapkan
peraturan zonasi yang mengatur mengenai ketentuan pemanfaatan ruang
(intensitas pemanfaatan ruang dan tata bangunan), perijinan, insentif dan
disinsentif, dan pengenaan sanksi terhadap pelanggar pemanfaatan ruang, baik
berupa sanksi administrasi maupun sanksi badan.
2. Peningkatan koordinasi antar dinas/lembaga yang memiliki kewenangan di
dalam penataan dan pemanfaatan ruang di wilayah Sub DAS Babura Kota
Medan khususnya, dan wilayah Kota Medan secara keseluruhan umumnya,
serta peningkatan koordinasi mengenai pemanfaatan ruang yang lebih luas,
yaitu pemanfaatan lahan DAS Deli yang meliputi beberapa wilayah
administrasi antara lain Kabupaten Karo, Kabupaten Deliserdang, dan Kota
Medan.
3. Peningkatan partisipasi masyarakat di dalam pembangunan melalui pelibatan
masyarakat dari proses perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan evaluasi
pemanfaatan ruang di Kota Medan.
4. Kemitraan melalui peningkatan kerjasama antar lembaga kemasyarakatan
untuk menjaring informasi, penambahan keterampilan dan wawasan.
5. Peningkatan kinerja kelembagaan yang memiliki wewenang dalam penataan
dan pemanfaatan ruang, melalui upaya peningkatan program-program
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan evaluasi pemanfaatan ruang,
serta peningkatan kelembagaan untuk mempertahankan kearifan lokal.