Anda di halaman 1dari 21

NASKAH PUBLIKASI

UJI BANDING EFEKTIVITAS KETOCONAZOLE 1% DENGAN


ZINC PYRITHIONE 1% SECARA IN VITRO TERHADAP
PERTUMBUHAN Pityrosp orum ova le

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi


persyaratan dalam memperoleh derajat
Sarjana S-1 Fakultas Kedokteran

Disusun o leh :
A. ENGGAR SAWITRI P. P. S
J 5000 800 40

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
1

ABSTRAK
A. Enggar Sawitri Putri Permata Sari, J500080040, 2011, Uji Banding
Efek tivitas Ketoconazole 1 % dengan Zinc pyrithio ne 1% secara in vitro
te rhad ap Pertumbuhan Pityrosporum ovale, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Latar be lakang : Pityro sp orum o va le adalah ragi lipofilik yang merupakan flora
normal kulit manusia pada orang dewasa. Pityro sporum o va le merupakan faktor
etiologi atau berperan primer pada patogenesis ketombe. Ketokonazol merupakan
anti jamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas, bersifat
fungistatik, dan bekerja dengan cara menghambat sintesis ergosterol yaitu
komponen yang penting untuk integritas membran sel jamur. Zinc pyrithione pada
kulit kepala berketombe dapat menormalkan keratinisasi, mengurangi produksi
sebum kulit kepala yang merupakan habitat atau tempat bersarang jamur sehingga
dapat mengurangi jumlah organisme Pityrosporu m ovale.
Tujuan : Membandingkan efektivitas antara ketokonazol 1% dengan zinc
pyrithione 1% secara in vitro dalam menghambat pertumbuhan Pityro sp orum
ovale.
Metode : Metode penelitian ini menggunakan desain eksperimental laboratorik
dengan pendekatan p osttest on ly control group design. Subjek dalam penelitian
ini adalah Pityro sporu m ovale yang diperoleh dari hasil biakan isolat klinik murni.
Sampel pada penelitian ini meggunakan 30 cawan petri media SDA yang berisi
biakan Pityro sporu m o va le yang dibuat sumuran, terdiri dari 10 cawan petri
pertama yang diberi perlakuan dengan menambahkan ketokonazol 1%, 10 cawan
petri kedua yang diberi perlakuan dengan menambahkan zinc pyrithione 1% , dan
10 cawan petri ketiga yang diberi perlakuan dengan menambahkan akuades steril
sebagai kontrol negatif. Data primer hasil penelitian, yaitu mengukur diameter
zona bening atau zona hambat yang terbentuk. Hasil penelitian diuji dengan uji
statistik uji t tidak berpasangan dengan program SP SS 17,0.
Hasil : 10 cawan petri media SDA yang ditambahkan ketokonazol 1% didapatkan
hasil adanya zona bening, 10 cawan petri media SDA yang ditambahkan zinc
pyrithione 1% didapatkan hasil adanya zona bening, dan 10 cawan petri media
SDA kontrol negatif didapatkan hasil tidak terbentuk zona bening. Melalui uji t
tidak berpasangan dapat diambil kesimpulan ada perbedaan yang bermakna antara
ketokonazol 1% dan zinc pyrithione 1% (p=0,000).
Kesimpulan : Ada perbedaan antara efektivitas ketokonazol 1% dengan zinc
pyrithione 1% secara in vitro terhadap pertumbuhan Pityro sporum ovale.
Ketokonazol 1% lebih efektif dibanding dengan zinc pyrithione 1% terhadap
pertumbuhan Pityro sp orum o va le.

Kata k unci : Pityro sporum o va le, ketombe, ketokonazol 1%, zinc pyrithione 1%
2

ABSTRACT
A. Enggar Savitri Pu tri Permata Sari, J500080040 , 2011 , Compa ra tive
Effectiveness Test Ketocona zole 1% with Zinc p yrithione 1% growth in vitro
against Pityrosp orum ova le, Faculty of Medicin e, University o f Muha mmadiyah
Su raka rta .

Backg round : Pityro sporu m ovale is a lipoph ilic yea st that is a no rmal flora of
hu man sk in in adults. Pityrospo ru m ovale is an etiologic factor or a primary role
in th e pa thogenesis o f dandruff. Ketoconazole is an an tifunga l imida zole group
ha s a broad spectrum, is fung istatik, and works by inhibiting the synthesis of
ergo stero l is an essential co mpon en t for th e integ rity of funga l cell membran es.
Zinc p yrith ion e dand ruff on the scalp, which help s no rmalize k eratinization ,
redu cing scalp sebum p rodu ction which is th e habitat or n esting sites so as to
redu ce th e a mount of fungu s organism Pityrosporum o va le.
Objective : Compa ring efficacy of ketoconazole 1 % with zinc pyrithion e 1% in
vitro in inhibiting the growth of Pityrospo ru m ovale.
Methods : This resea rch method using a laboratory exp erimen tal d esign
approa ch to po sttest o nly con trol group design. Subjects in this study were
Pityrospo ru m ovale cu ltu re resu lts obtain ed from pure clin ica l iso la tes. Th e
sa mple in this study receipts 30 Petri dishes con taining culture medium S DA
Pityrospo ru m ovale mad e sinks, con sistin g of 10 petri d ish es were first treated b y
adding 1% ketoconazole, 10 second p etri d ish trea ted by adding zinc pyrithion e
1%, and 10 th ree p etri d ishes trea ted b y adding sterile d istilled water a s nega tive
contro l. The result is a primary data wh ich mea su re th e d ia meter o f clear zones
or inh ibitio n zones formed. The resu lts were tested with a statistical test o f
unpa ired t test with SPSS 17.0.
Results : 10 SDA med ia petri d ish that is added k etoconazole 1% ob tained results
clea r the zon e, 10 p etri dishes SDA med ium were added zinc p yrithion e 1%
ob ta ined results clear th e zo ne, and 10 p etri dishes S DA media n egative con tro l
ob ta ined resu lts do not form clear zones. Through th e unpa ired t test can b e
concluded there were sign ificant differen ces between k eto cona zo le 1% and zin c
pyrithion e 1% (p = 0.000).
Conclusion : Th ere is a d ifference between th e effectiveness of keto cona zo le 1%
with zin c p yrithion e 1% g ro wth in vitro aga in st Pityro sporum ovale.
Keto cona zo le 1% is more effective than zin c pyrith ione 1 % to the growth of
Pityrospo ru m ovale

Keywords : Pityrospo ru m ovale, dandruff, keto cona zo le 1% , zin c p yrith ione 1%


3

I. PENDAHULUAN
A. Latar Be lakang
Pityrospo rum o va le adalah ragi lipofilik yang merupakan flora normal
kulit manusia pada orang dewasa (Cafarchia et al., 2011). Pityrosporum
o va le merupakan anggota dari genus Malassezia sp . dan termasuk familia
Cryptococcacea e (Brooks et al., 2007). Pada kondisi normal, kecepatan
pertumbuhan jamur Pityrosporum o va le kurang dari 47 %. Jika ada faktor
pemicu yang dapat mengganggu kesetimbangan flora normal pada kulit
kepala, maka akan terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan jamur
Pityro sporum o va le yang dapat mencapai 74 %. Banyaknya populasi
Pityro sporum o va le inilah yang memicu terjadinya ketombe (Burns et al.,
2010). Faktor predisposisi lainnya seperti suhu tinggi, kelembaban tinggi
atau faktor endogen seperti kulit berminyak, keringat yang berlebihan,
hiperproloferasi epidermis, keturunan, stres, pengobatan imunosupresif, dan
penyakit sistemik (Cafarchia et al., 2011). Banyak peneliti yang
menyimpulkan bahwa meningkatnya kolonisasi Pityro sporum ovale
merupakan faktor etiologi atau berperan primer pada patogenesis ketombe
(Hay, 2011)
Ketombe atau dand ruff merupakan suatu kelainan yang ditandai oleh
adanya skuama yang berlebihan pada kulit kepala (sca lp ) yang
2
menunjukkan proses deskuamasi fisiologi yang lebih aktif tanpa disertai
tanda-tanda inflamasi. Nama lain ketombe adalah Pityriasis cap itis
(Pityriasis sicca) (Brown et al., 2007). Ketombe adalah kelainan kulit
kepala umum yang mempengaruhi hampir separuh penduduk dunia usia
pubertas dan pada setiap g en der maupun etnis. Tidak ada penduduk di
setiap wilayah geografis yang bebas tanpa dipengaruhi oleh ketombe pada
tahap tertentu dalam kehidupan mereka (Ranganathan et a l., 2010).
Ketombe banyak diderita penduduk di daerah beriklim tropis, temperatur
tinggi dan udara yang lembab. P revalensi dermatitis seboroik diperkirakan
3-5%. Jika ketombe yang merupakan dermatitis seboroik ringan
ditambahkan, angka kejadian mencapai 15-20 % (Indranarum, 2001). Pada
Ras Kaukasia terdapat sekitar 50% yang menderita ketombe dari kedua jenis
kelamin, sedangkan pada ras lain angka insidensinya belum diketahui. P ada
masa anak-anak, ketombe relatif jarang dan ringan. Kelainan ini biasanya
mulai timbul pada masa pubertas, mencapai insiden tertinggi usia sekitar 20
tahun kemudian berkurang frekuensinya setelah usia 50 tahun (Burns et al.,
2010).
Ketombe pada umumnya dianggap sebagai permulaan atau bentuk
paling ringan (tanpa peradangan) dari dermatitis seboroik (DS) dikulit
kepala. Gangguan ketombe berarti kelainan pada proses pengelupasan sel
stratum korneum kulit kepala yang lebih cepat dari pada biasa, membentuk
skuama halus, bersisik abu-abu keperakan dan kering, terakumulasi pertama
pada daerah parietal dan temporal atas kulit kepala (P ray, 2001).
Pada ketombe menggaruk kulit kepala secara berlebihan harus
dihindari karena dapat menyebabkan kerusakan kulit yang selanjutnya dapat
4

meningkatkan risiko infeksi bakteri (H arris on et a l., 2009). Bebe rapa orang
yang me milik i faktor res iko lebih re nta n terha da p ketombe me nyebabka n
ketombe cenderung menja di ga ngguan kronis a ta u be rulang. Mes kipun 3
ketombe tida k dapat disembuhka n, biasa nya cukup m udah dikontrol denga n
meraw at kulit kepala ya ng te pa t dan menja ga ke bers iha n rambut. Walaupun
mungkin terjadi da lam w aktu s ingkat, ketombe ce nderung ka mbuh
sepanjang hidup sese ora ng ata u se um ur hidup. Ketombe tidak ha nya
me nimbulkan gata l di kulit kepala teta pi juga bisa mengganggu penampila n
dan menurunka n keperca yaan diri seseora ng. O le h karena itu, pengobata n
yang segera me nja di sa ngat pe nting untuk a lasan s osial (Stoppler, 2008).
Seme njak Pityrosporu m o vale dia ngga p pe nyebab terpenting da lam
keja dian ketombe , pem beria n sampo ya ng menga ndung agen a ntimikroba
dan a ge n kera tinolitik me njadi ya ng paling pokok diguna kan untuk
me ngatasi ketombe seperti ketokonazol 1% dan zinc pyrithione 1%. T ujua n
pengoba tan topika l a da lah untuk me ngurangi ra sa ga tal, mengura ngi jumla h
mikroorganis me , membersihka n rambut ke pa la dari s is ik-s is ik, da n sisa-s is a
sebum yang merupakan manifestasi klinis dari ketombe (Indranarum , 2001).
Ketokonazol merupakan anti jamur golongan im idazol mempunya i
spe ktrum ya ng luas, bers ifat fungis tatik, dan be kerja de nga n cara
me nghambat s intes is ergosterol ya itu komponen yang pe nting untuk
inte grita s me mbra n se l ja mur. Ketokona zol 1% me mpunyai efek a nti
ketombe denga n harga le bih murah dan memiliki efektivitas ya ng ham pir
sama de ngan ketokona zol 2% (Indra na rum, 2001). E fe k zinc pyrithione
pada kulit ke pala berketombe a da la h menorma lka n kera tinisas i da n
me ngura ngi produks i se bum. Pema ka ian sampo zinc pyrithione a ka n
me nurunka n ka dar lipid permukaa n kulit ke pa la ya ng merupakan habita t
atau tempat bersarang jam ur se hingga da pat me ngurangi jumlah orga nisme
Pityro sporum o va le. Zinc pyrithione dikemas sebagai sa mpo anti ketombe
denga n ha rga yang relatif lebih mura h diba ndingka n de ngan ketokona zol
(Kaur, 2010).
Dengan memperhatikan latar belaka ng di atas , pene liti ingin
membandingkan sampo ya ng menga ndung ketokonazol 1% de ngan zinc
pyrithione 1% yang pa da umumnya digunakan untuk me ngobati ketombe ,
denga n skripsi ya ng berjudul : “U ji e fe ktivitas a ntara ketokona zol 1%
denga n zinc pyrithione 1% secara in vitro dalam menghambat pe rtumbuha n
Pityro sporum o vale ”.

B . Rumusan Masalah
Berdasarkan latar bela ka ng di ata s, ya ng menja di rumusa n masa la4h
penelitia n ini a pa ka h efe ktivitas ketokona zol 1% sebanding de ngan zinc
pyrithione 1% se cara in vitro da lam me nghambat pe rtumbuha n
Pityro sporum o vale.

C. Tuju an Penelitian
Mengetahui adanya perbandinga n efe ktivita s a nta ra ketokona zol 1% dengan
zinc pyrithione 1% secara in vitro terhadap pertum buha n Pityrosporum o va le.
5

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
− Memberikan informas i yang bermanfaa t bagi ilm u pe ngetahuan
dalam bida ng kedokteran terapan.
− Sebagai dasar untuk menge mba ngkan pe ne litian te nta ng
pengoba ta n ketombe le bih la njut.
2. Manfaat prak tis
Dari has il penelitia n ini, diharapkan da pat mem berikan
informasi ke pa da te na ga medis menge na i efektivitas zinc pyrithione
1% ya ng mempunya i kemampua n mengimbangi ketokona zol 1%
da lam dalam mengham ba t pertumbuhan Pityrospo ru m ovale.

II. METODE PENELITIAN

A. Jenis Pene litian


Jenis penelitia n ya ng digunakan a da la h pe ne litian e ks pe rime nta l
laboratorik de ngan me ngguna ka n metode rancanga n e ks pe rime nta l
sederhana (posttest o nly con trol group design ) karena pe nulis memberika n
perlakua n terha dap s ubjek dan tidak memberika n perla kuan se ba ga i kontrol
kemudia n me ngevaluas i has il a khir (Taufiqurrahman, 2008).

B. Ruang Lingk up Penelitian


1. Ruang lingk up ilmu
Pene litian ini ada la h penelitia n di bidang Ilmu M ikrobiologi da n
Ilmu Kese ha tan K ulit dan K elam in.

2. Ruang lingk up tempat


Pene litian dila ksanakan di Laboratorium M ikrobiolog i Fa kulta s
Kedoktera n Univers ita s M uhamma diyah Surakarta.

3. Ruang lingk up waktu


Pene litian dila ksana ka n pa da bula n J uni 2011.

C. Subjek Penelitian
Subje k da lam penelitia n ini adala h Pityrospo ru m ovale yang diperoleh
dari hasil biakan is olat klinik m urni di Laboratorium M ikrobiologi Fakultas
Kedokte ran U niversitas D ipone goro Semarang.

D. Estimasi Besar Sampe l


Besar sam pe l pada pe ne litian ini me ggunakan 30 c awan petri me dia
Saboura ud Dekstrosa A gar yang beris i biakan Pityro sporum o va le yang
dibuat s um uran, terdiri dari 10 caw an petri pertama ya ng diberi perlakua n
denga n me na mbahka n ketokonazol 1% , 10 caw an petri ke dua yang diberi
perlakua n de ngan menam ba hkan zinc pyrithione 1% , da n 10 caw an petri
6

ketiga yang diberi perlakua n denga n menamba hkan akua des steril se ba ga i
kontrol ne gatif. Me nurut M urti (2010), besa r sa mpel yang diguna ka n
denga n mempe rtimbangkan tujuan dan desa in penelitia n, as pe k statistik,
etika, bia ya , dan w aktu.

E. Bahan dan Alat


1. Bahan
1. 1 Bahan uta ma
− Sampo ketokonazol 1%
− Sampo zinc pyrithione 1%
1. 2 Bahan uji daya a ntifungi
− Media Sa boura ud D ekstrosa A gar
− Standar M c Fa rla nd 5
− NaCl 0,9%
− Biakan jamur Pityro sporum o va le
− Akua des s teril

2. Alat
− Oh se kolong
− Lidi kapas
− M ikropipet
− Ge las ukur
− Penga duk
− Cawan petri
− Ala t pembua t s umuran
− Au tocla ve
− Inkubator
− Lampu s piritus
− Masker
− Sarung tanga n
− Penggaris

F. Cara Ke rja
1. Sterilisasi alat
Alat-alat ya ng a ka n digunakan pada proses uji da ya a ntifungi
dic uc i bersih kemudia n dikeringka n da n disterilkan dalam a uto clave
pa da suhu 121o C se lama 30 menit.

2. Pe rsiap an suspensi jamur


Dimbil 1 o hse Pityrospo ru m ovale dari bia ka n is olat klinik
murni la lu dita nam pada me dia Saboura ud Dekstrosa Agar.
Diinkubas i pada s uhu 37o C sela ma 24 ja m hingga didapatka n koloni
jamur P ityro sp orum ovale.
Diambil 1 o hse Pityro sporum o va le dari koloni jam ur ke mudian
dimasukka n ke dalam NaCl 0,9% dikoc ok hingga homoge n untuk
7

disamakan kekeruhan denga n sta ndar Mc Farla nd 5 (Harmita da n


Maks um, 2008).

3. Pe laksanaan u ji daya antifung i


Pada 30 cawa n pe tri media Sa bouraud De ks trosa A gar dibuat
sumura n berdia mete r 4 mm se ba nyak dua s umura n.
Kapas lidi steril dice lupkan ke da lam laruta n suspe ns i jamur
Pityrospo rum ovale lalu dite ka n-tekan pada dinding tabung rea ks i
27
hingga ka pa snya tidak terla lu basa h, kemudian dioles ka n pada setia p
permukaa n me dia Saboura ud D ekstrosa Agar seca ra merata. Me dia
ya ng s udah dibua t sumura n da n dioles larutan s us pe ns i jamur
Pityrospo rum ovale kem udia n dibuat 10 cawan petri pertama yang
diisi de ngan 50µ ketokona zol 1% , 10 cawan pe tri kedua ya ng diis i
de ngan 50 µ zinc pyrithione 1%, dan 10 caw an petri ketiga ya ng diis i
de ngan 50µ akuades ste ril seba ga i kontrol negatif. Selanjutnya
diinkubas i pada s uhu 37o C se lama 24 ja m.

4. Pe meriksaan sampel pe nelitian


Sete lah sampe l diinkubas i selama 24 jam pada suhu 37o C ,
me dia dikeluarka n dari inkubator dan kem udia n diukur dia meter zona
be ning ya ng terbentuk, pe ngukuran menggunakan penggaris satua n
centimete r (cm).
8

G. Rancangan Penelitian
Dimbil 1 o hse Pityrosporum o va le dari bia ka n isolat klinik
murni lalu dita nam pada me dia Saboura ud Dekstrosa A ga r

Diinkubas i pada s uhu 37o C se la ma 24 jam hingga dida pa tka n


koloni ja mur Pityrospo ru m ovale

Dia mbil 1 oh se Pityrospo rum o va le dari koloni jam ur


kem udia n dimas ukka n ke da lam NaC l 0,9%

Disa ma ka n kekeruhan de ngan s tandar


Mc Farland 5

Pada 30 caw an petri media Sa bouraud De kstrosa A gar dibuat sumura n


berdiam eter 4 mm seba nyak dua sumura n

Larutan suspens i jam ur Pityrosporu m ovale diambil denga n me ngguna ka n


ka pas lidi steril kem udia n dioles ka n pada setiap permukaan media Sa boura ud
Dekstrosa A gar secara merata

Media yang s udah dibuat s umuran da n dioles la rutan s us pe ns i jamur


Pityro sporum o va le kemudia n dibuat 10 caw an petri pe rta ma ya ng diis i
denga n 50µ ketokona zol 1% , 10 cawa n petri kedua yang diis i denga n 50µ zinc
pyrithione 1% , dan 10 cawa n petri ketiga yang diis i denga n 50 µ a kuades steril
seba ga i kontrol ne gatif.

Diinkubas i dalam suhu 37o C sela ma 24 jam

Diukur diame ter zona bening yang terbe ntuk


9

H. Cara Peng umpulan Data


Data yang dikumpulkan a da lah data primer hasil penelitia n, ya itu
diame ter zona be ning atau zona hambat ya ng terbentuk, diukur denga n
me nggunakan penggaris satuan centimeter (cm). Z ona hambat dis ini tampa k
sebagai area jernih atau bers ih ya ng menge liling i s umuran.

I. Variabe l Penelitian
1. Variabel bebas
Dala m pe ne litian ini yang termasuk variabel be bas a da la h jenis
obat, ya itu:
− Ketokonazol 1%
− Zinc pyrithione 1%
Skala : N om inal

2. Variabel terik at
Dala m pe ne litian ini ya ng te rmas uk va ria be l terika t a da lah zona
be ning pertumbuhan Pityro sporum ovale secara in vitro .
Skala : Ras io

3. Variabel luar
3. 1 Variabel luar terkenda li
− Suhu inkuba si
− Lama inkubasi
− Cara is ola si jamur
− Media pembia kan 30
− Umur bia ka n Pityro sporum o vale
− Jumlah koloni Pityrospo ru m ova le
− Sterilitas alat dan ba ha n
− Kete litian pe ngukuran da n pe ngamata n
− Kontaminas i kuman a tau mikroba lain dari uda ra
3. 2 Variabel luar tida k terke ndali
− Kecepata n pertumbuhan Pityrospo ru m ovale

J. Analisis Data
Data ya ng dikumpulkan, die dit, dikoding, ditabulas i, dan e ntering.
Data ya ng diperole h diuji s tatistik denga n menggunakan uji t tida k
berpasanga n de ngan program SPSS 17,0. Sya rat uji t tida k berpasa ngan,
yaitu :
1. M emeriksa syarat uji t tida k berpasa ngan.
2. D ata harus berdistribusi normal (w ajib).
3. V arians data boleh sa ma , boleh juga tidak sa ma.
4. J ika memenuhi s yara t (dis tribusi data normal), ma ka dipilih uji t tidak
berpasanga n.
5. J ika tidak meme nuhi syara t (data tidak berdistribus i norma l), dila kukan
terle bih dahulu transformasi data.
10

6. J ika variabel baru has il transformas i berdistribus i norma l, maka


dipa ka i uji t tida k berpasanga n.
7. J ika va riabe l ba ru hasil transformas i tidak be rdistribus i norma l, maka
dipilih uji Ma nn-W hitne y (Dahlan, 2009).

K. Definisi Ope rasio nal


1. Zo na bening pertumbuhan Pityrosp urum ova le pada ketombe 31
Ada lah daya a ntifungi dari ketokona zol 1% dan zinc pyrithione
1% terhadap P ityro sp urum o va le yang dilihat dari zona be ning pada
masing-mas ing media Sabouraud Dekstrosa Agar ya ng diukur dari
zona be ning te rluar de ngan menggunakan pe ngga ris sa tuan ce ntimete r
(cm).
2. Ke toko nazo l 1 %
Sampo yang terda pat kandungan bahan aktif ketokona zol 1%
ya ng mem punyai efektivita s da lam me nghambat pertum buha n jamur
Pityrospo rum o va le.
3. Zinc pyrithione 1%
Sampo ya ng terdapat ka ndunga n bahan aktif zinc pyrithione 1%
ya ng mem punyai efektivita s da lam me nghambat pertum buha n jamur
Pityrospo rum o va le.

L. Pelaksanaan Penelitian
Tabe l 1. Jadwal penelitia n
Bulan
Kegiatan Maret April Mei J uni J uli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
P enyusuna n
P roposa l
P ermohona n
izin pe ne litian
Ujian
P roposa l
R evis i
P roposa l
P engumpulan
Data
P engola han
Data
P enyusuna n
Skrips i
Ujian
Skrips i
11

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
P enelitian mengenai uji efektivitas antara ketokonazol 1% dengan zinc
pyrithione 1% secara in vitro dalam menghambat pertumbuhan
Pityrospo rum ovale dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011. P enelitian ini
menggunakan metode penelitian eksperimental laboratorik, dengan subjek
penelitian adalah Pityrospo ru m ovale yang diperoleh dari hasil biakan isolat
klinik murni. Besar sampel pada penelitian ini meggunakan 30 cawan petri
media Sabouraud Dekstrosa Agar yang berisi biakan Pityrosporum ovale
yang dibuat sumuran, terdiri dari 10 cawan petri pertama yang diberi
perlakuan dengan menambahkan ketokonazol 1% , 10 cawan petri kedua
yang diberi perlakuan dengan menambahkan zinc pyrithione 1%, dan 10
cawan petri ketiga yang diberi perlakuan dengan menambahkan akuades
steril sebagai kontrol negatif.
Dari 30 media tersebut diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 2. D iameter zona bening dengan menambahkan ketokonazol 1%
Jenis o bat Diameter zo na bening
Ketokonazol 1% Kiri Kanan Rata-rata
A 4,5 4,5 4,50
B 5,0 6,2 5,60
C 5,2 6,1 5,65
D 4,5 5,5 5,00
E 4,5 5,7 5,10
F 4,7 5,0 4,85
G 5,0 5,1 5,05
H 5,3 5,2 5,25 33
I 5,4 5,0 5,20
J 4,8 5,3 5,05

Grafik 1. Daya hambat ketokonazol 1% terhadap Pityrospo ru m ovale


Ketoconazol
32 1%

6
5
4
3 Rata-rata d iameter
2 zona bening
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
12

Dari data Tabel 2 dan Grafik 1 diatas maka dapat diketahui bahwa
terdapat daya hambat pada biakan P ityro sp orum o va le dalam sumuran
Sabouraud Dekstrosa Agar yang diberi perlakuan dengan menambahkan
ketokonazol 1%. Nilai rata-rata daya hambat tersebut 5,125 cm ; nilai daya
hambat terbesar 5,65 cm ; dan nilai daya hambat terkecil 4,5 cm.

Tabel 3. D iameter zona bening dengan menambahkan zinc pyrithione 1%


Jenis o bat Diame ter zona bening
Zinc P yrithione 1% Kiri Kanan Rata-rata
A 4,0 3,8 3,90
B 3,4 3,2 3,30
C 3,3 3,0 3,15
D 3,0 3,3 3,15
E 4,5 4,2 4,35
F 4,2 4,2 4,20
G 4,0 4,3 4,15 34
H 4,3 5,0 4,65
I 4,0 4,5 4,25
J 4,5 4,5 4,50

Grafik 2. Daya hambat zinc pyrithione 1% terhadap Pityrospo ru m ovale


Zinc pyrithione 1%

3
Rata-rata d iameter
2 zona bening
1

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Dari data Tabel 3 dan Grafik 2 diatas maka dapat diketahui bahwa
terdapat daya hambat pada biakan P ityro sp orum o va le dalam sumuran
Sabouraud Dekstrosa Agar yang diberi perlakuan dengan menambahkan
zinc pyrithione 1%. Nilai rata-rata daya hambat tersebut 3,96 cm ; nilai daya
hambat terbesar 4,65 cm ; dan nilai daya hambat terkecil 3,15 cm.
P ada kontrol negatif yang terdiri dari 10 media Sabouraud Dekstrosa
Agar yang diberi perlakuan dengan menambahkan akuades steril didapatkan
hasil tidak terbentuk zona bening.
13

B. Analisis Data
Penelitian mengenai Uji efektivitas antara ketokonazol 1% dengan
zinc pyrithione 1% secara in vitro dalam menghambat pertumbuhan
Pityro sporum ovale dilakukan sebanyak 10 kali replikasi pada tiap
perlakuan. Data yang diperoleh diuji statistik menggunakan uji t tidak
berpasangan.

1. Uji normalitas data


Tabel 4. Tes normalitas untuk mengetahui distribusi data normal dengan
menggunakan S hapiro-Wilk
Jenis Obat Shapiro-Wilk
Statistik df Sig.
Ketokonazol 1% .946 10 .622
Zinc Pyrithione 1% .870 10 .101
Dari data Tabel 4 diatas maka dapat diketahui uji normalitas data
menggunakan uji Shapiro-Wilk karena sampel yang diambil kurang dari 50
sampel. Pada uji S hapiro-Wilk, ketokonazol 1% mempunyai nilai p = 0,622
sedangkan zinc pyrithione 1% mempunyai nilai p = 0,101. Karena keduanya
mempunyai nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa distribusi nilai ketokonazol
1% dan zinc pyrithione 1% berdistribusi normal (Dahlan, 2009).

2. Uji t tid ak berpasang an


Tabel 5. La vene’s Test untuk mengetahui homogenitas dari varian
ketokonazol 1% dan zinc pyrithione 1%
Levene's Test for Equality
of Variances

F Sig.
Zona bening Equal variances assumed 4.257 .054
Equal variances not assumed
Dari data Tabel 5 diatas menunjukkan nilai signifikasi adalah 0,054.
Karena diperoleh nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varian
ketokonazol 1% dan zinc pyrithione 1% adalah sama. Karena didapatkan
varian sama, maka untuk melihat hasil uji t menggunakan equal varian ces
a ssumed (Dahlan, 2009).
14

Tabel 6. Ind ep endent sa mp el test

t-test for Equality of Means

95% Confidence
Sig. (2- Mean Std. Error Interval o f the
t df tailed ) Differen ce Difference Difference

Lower Upper
Zona Equal variances
5.622 18 .000 1.16500 0.20724 0.72961 1.60039
bening assumed
Dari data Tabel 6 diatas didapatkan hasil signifikasi (2-tailed ) adalah
0,000, dengan perbedaan rerata (mean d ifference) sebesar 1,16500. Karena
nilai p < 0,05, maka diambil kesimpulan “ada perbedaan antara ketokonazol
1% dengan zinc pyrithione 1% secara in vitro terhadap pertumbuhan
Pityro sporum o vale” (Dahlan, 2009).

C. Pembahasan
Penelitian ini menguji efektivitas antara ketokonazol 1% dengan zinc
pyrithione 1% secara in vitro dalam menghambat pertumbuhan
Pityro sporum o va le dengan melihat terbentuk atau tidak terbentuknya zona
hambat pada media Sabouraud Dekstrosa Agar. Pada penelitian ini setiap
media Sabouraud Dekstrosa Agar dibuat dua sumuran sehingga akan
didapatkan rata-rata untuk masing-masing zona hambat. P engujian dalam
dua kali ulangan (dua sumuran) dimaksudkan agar menghasilkan
kesimpulan reliabel, konsisten, bukan hanya karena faktor peluang (Murti,
2010).
Hasil penelitian ini, pada 30 cawan petri media Sabouraud Dekstrosa
Agar yang terdiri dari : (1) 10 cawan petri media Sabouraud Dekstrosa Agar
yang berisi biakan Pityrospo ru m o va le yang diberi perlakuan dengan
menambahkan ketokonazol 1% didapatkan hasil adanya zona bening pada
10 media. Efektivitas ketokonazol 1% pada penelitian ini mempunyai nilai
rata-rata daya hambat 5,125 cm, nilai daya hambat terbesar 5,65 cm, dan
nilai daya hambat terkecil 4,5 cm ; (2) 10 cawan petri media Sabouraud
Dekstrosa Agar yang berisi biakan Pityrospo ru m o va le yang diberi
perlakuan dengan menambahkan zinc pyrithione 1% didapatkan hasil
adanya zona bening pada 10 media. Efektivitas zinc pyrithione 1% pada
penelitian ini mempunyai nilai rata-rata daya hambat 3,96 cm, nilai daya
hambat terbesar 4,65 cm, dan nilai daya hambat terkecil 3,15 cm ; (3) 10
cawan petri media Sabouraud Dekstrosa Agar yang berisi biakan
Pityro sporum o va le yang diberi perlakuan dengan menambahkan akuades
steril sebagai kontrol negatif didapatkan hasil tidak terbentuk zona bening.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Pityrospo ru m ovale dapat hidup pada
media Sabouraud Dekstrosa Agar yang dibuat pada penelitian ini dan
efektivitas antijamur yang digunakan pada penelitian ini merupakan
kekuatan dari efektivitas dari antijamur tersebut.
15

Hasil dari nilai rata-rata daya hambat ketokonazol 1% 5,125 cm dan


zinc pyrithione 1% 3,96 cm didapatkan perbedaan rata-rata 1,165 cm. Hal
ini juga dibuktikan melalui uji t tidak berpasangan. Pada Tabel 6, dengan
perbedaan rerata (mea n differen ce) sebesar 1,16500 dan didapatkan hasil
signifikasi (2-ta iled) adalah 0,000. Karena nilai p < 0,05 (signifikasi 2-tailed
0,000) maka dapat diambil kesimpulan “ada perbedaan antara ketokonazol
1% dengan zinc pyrithione 1% secara in vitro terhadap pertumbuhan 38
Pityro sporum o va le” (Dahlan, 2009). Pada hasil yang didapatkan, diketahui
bahwa ketokonazol 1% mempunyai daya hambat yang lebih besar dibanding
dengan zinc pyrithione 1%.
Metode pengujian antijamur yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode difusi. Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan
cakram disk atau sumuran yang kedalamnya dimasukkan antimikroba atau
antijamur dan ditempatkan pada media padat yang telah diinokulasikan
dengan bakteri atau jamur indikator. P ada media tersebut setelah diinkubasi
akan terlihat daerah zona bening atau zona hambat di sekitar sumuran atau
cakram disk. Diameter zona hambatan tersebut merupakan ukuran kekuatan
hambatan dari substansi antimikroba atau antijamur. Lebarnya zona hambat
yang terbentuk ditentukan oleh konsentrasi senyawa efektif yang digunakan.
Metode ini merupakan dasar pengujian kuantitatif karena mengukur zona
hambat yang didapatkan dan senyawa tersebut bisa bebas berdifusi ke
seluruh media. Zona hambat (k illing zon e) tampak sebagai daerah yang
tidak memperlihatkan pertumbuhan kuman disekitar cakram d isk atau
sumuran. Z ona hambat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penyerapan obat
kedalam agar dan kepekaan kuman terhadap obat tersebut (Harmita dkk.,
2008).
Ukuran atau diameter zona hambat dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain : kepadatan atau viskositas dari media biakan, kecepatan
difusi suatu obat, konsentrasi suatu obat pada sumuran, sensitivitas
organisme terhadap suatu obat, dan interaksi obat dengan media (Harmita
dkk., 2008). P ada penelitian ini disekitar zona bening dari biakan
Pityro sporum o va le dalam sumuran Sabouraud Dekstrosa Agar yang diberi
perlakuan dengan menambahkan ketokonazol 1% masih terdapat koloni
Pityro sporum o va le (titik putih) yang bisa dikarenakan terdapat salah satu
faktor diatas dan tidak meratanya difusi ketokonazol 1% pada media
Sabouraud Dekstrosa A gar karena pembuatan media yang kurang homogen.
Struktur kimia yang berbeda juga akan mempengaruhi kelarutan serta
stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, logam berat,
udara, cahaya, dan derajat keasaman (Katzung, 2004). Pada zinc pyrithione
1% zona bening yang terbentuk bersih dikarenakan obat berdifusi secara
merata pada media Sabouraud Dekstrosa Agar.
Ketokonazol merupakan anti jamur topikal bekerja dengan cara
menghambat pembentukan 1 4-α-sterol demeth ylase, suatu enzim
Cytochrome P450 (CYP) sebagai katalis oksidator yang sangat diperlukan
untuk sintesis ergosterol. Sehingga mengganggu biosintesis ergosterol
membran sitoplasma jamur yang merupakan sterol utama untuk
16

mempertahankan integritas membran sel jamur dengan cara mengatur


fluiditas dan keseimbangan dinding membran sel jamur. Penurunan jumlah
ergosterol akan mempengaruhi permeabilitas membran menjadi tidak sesuai
untuk hidup dan pertumbuhan sel jamur. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan permeabilitas dinding sel jamur sehingga berakibat pada
hilangnya material intraseluler esensial pada jamur dan hambatan
pertumbuhan. M ekanisme ini yang mengakibatkan efek pertumbuhan jamur
terhambat. Dari mekanisme ini ketokonazol dianggap sebagai agen
antimikroba (Phillips et al., 2002).
Aksi kerja zinc pyrithione sebagai anti jamur yang bersifat fungistatik
tidak diketahui secara pasti. Zinc pyrithione merupakan penghambat
transpor membran jamur. Dari berbagai macam dugaan mekanisme kerja
belum ditemukan aksi kerja utama zinc pyrithione. Z inc pyrithione
digunakan sebagai bahan aktif sampo anti ketombe, efek zinc pyrithione
pada kulit kepala berketombe adalah menormalkan keratinisasi, mengurangi
produksi sebum karena dengan pemakaian sampo akan menurunkan kadar
lipid permukaan kulit kepala yang merupakan habitat atau tempat bersarang
jamur sehingga dapat mengurangi jumlah organisme Pityrospo ru m ovale
dan zinc pyrithione dianggap sebagai agen keratinolitik (Schwartz et al.,
2011).
Dalam penelitian Pierard et a l., 2003 (in vivo) dilakukan secara acak
untuk membandingkan efektivitas sampo ketokonazol 2% dengan sampo
zinc pyrithione 1%, diperoleh data statistik secara signifikan menunjukkan
bahwa ketokonazol lebih efektif dengan subyek menunjukkan 73%
perbaikan dan sampo zinc pyrithione 1% dengan subyek menunjukkan 67%
perbaikan.
Pemberian sediaan ketokonazol secara topikal dapat ditoleransi
dengan baik sedangkan efek samping yang tidak diinginkan jarang terjadi.
Keberadaan ketokonazol di keratin stratum komeum kulit hanya dapat
tereliminasi oleh pergantian korneosit stratum komeum. Hal ini diduga
sebagai penyebab ketokonazol dalam hal rendahnya angka kekambuhan
akibat rekolonisasi Pityro sporu m ovale di kulit kepala (Pierrard et a l., 2002)
sedangkan sediaan zinc pyrithione yang setelah pengolesan sampo pada
kulit kepala, partikel zinc pyrithione akan dideposisikan di kulit kepala dan
tidak hilang hanya dengan dibilas dengan air akan tetapi secara bertahap
akan berkurang jumlahnya sampai dua atau tiga hari setelah pengolesan.
Deposisi zinc pyrithione tergantung pada konsentrasi sampo, lama kontak
dengan kulit, pH sampo dan asal deterjen pada formulasi sampo (Loden et
a l., 2002).
Terapi antijamur topikal untuk Pityrospo ru m o va le memberikan
respon baik, akan tetapi sangat mungkin terjadi kekambuhan karena
perubahan siklus hidup mikroorganisme dan juga dipengaruhi oleh faktor
endogen pejamu. Terapi topikal dapat menghilangkan rasa gatal atau reaksi
peradangan dan mengurangi populasi P ityro sp orum o va le, selain itu juga
menjadi pilihan karena harganya relatif lebih murah, mudah didapat, dan
efek sampingnya juga kecil (Gupta et al., 2002).
17

IV. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan (p < 0,05) antara
ketokonazol 1% dengan zinc pyrithione 1% secara in vitro terhadap
pertumbuhan Pityrosp orum o va le.
2. Ketokonazol 1% mempunyai daya hambat yang lebih besar dibanding
dengan zinc pyrithione 1% terhadap pertumbuhan Pityro sporum o vale.

B. Saran
1. P erlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari konsentrasi kadar
hambat minimum dari ketokonazol dan zinc pyrithione dalam
menghambat pertumbuhan Pityrospo ru m ovale.
2. P erlu dilakukan penelitian dengan menggunakan bahan aktif murni
(bukan sampo) dari ketokonazol dan zinc pyrithione dalam
menghambat pertumbuhan Pityrospo ru m ovale.
3. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas
ketokonazol dan zinc pyrithione pada ketombe secara in vivo.
18

DAFTAR PUSTAKA

Bergbrant, I. M. 1995. S eborrhoeic dermatitis and Pityrospo ru m yea sts.


Department of Dermatology, University of Gothenburg, Sahlgrenska
Hospital, Gotborg, Sweden.
Brooks, G. F., Butel, J. S., Morse, S. A. 2007. Mik robio logi kedokteran. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brown, R. G., Burns, T. 2007. Lectu re Notes on Derma to log y Ed isi Kesembilan .
Jakarta : Erlangga.
Burns, T., Breathnach, S., Cox, N., Griffiths, C. 2010. Rook ’s Textbook of
Dematology. Oxford : Blackwell Scientific publications.
Cafarchia, C., Gasser, R. B., Figueredo, L. A., Latrofa, M. S., Otranto, D. 2011.
Advances in the identification of Mala ssezia. Mol Cell Probes. 2011
Feb;25(1):1-7. E pub 2010 Dec 28. Dipartimento di Sanità Pubblica e
Zootecnia, Facoltà di Medicina Veterinaria, Università di Bari, Str. prov.
le per Casamassima Km 3, 70010 Valenzano, Bari, Italy.
Dahlan, M. S. 2009. S ta tistik un tuk Kedok teran dan Keseha tan. Jakarta : Salemba
Medika. Hal 85.
Dawson, T. L. 2007. M alassezia g lobosa dan restricta : Terobosan Pemahaman
tentang Etiologi dan Pengoba tan Keto mb e dan Sebo rrheic Dermatitis
mela lu i Whole-Genome Analisis. Jurnal P rosiding S imposium
Dermatologi Investigasi (2007) 12, 15-19. The Procter & Gamble
Company, C incinnati, Ohio, Amerika Serikat.
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2005. Ilmu Penyakit Kulit d an Kelamin.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Gupta, A. K., Bluhm, R., Summerbel, R. 2002. Pityriasis versico lor. J Eur Acad
Dermatol. 43
Grimalt, R. 2007. Panduan Praktis untuk Gangguan Scalp. Ju rnal Pro sid ing
Simposiu m Dermatolog i Investiga si (2007) 12, 10-14. Departemen
Dermatology, University of Barcelona, Barcelona, Spanyol.
Harmita., Radji, M. 2008. Ana lisis Ha ya ti. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hal 651-652. Hal 7-9.
Harrison, S., Bergfeld, W. F. 2009. Disea ses o f the ha ir and na ils. Department of
Dermatology, Cleveland Clinic Foundation, 9500 Euclid Avenue/A61,
Cleveland, OH 44195, USA.
Indranarum, T., Suyoso, S. 2001. Pen ata laksanaan Tin ea Kap itis. Berkala Ilmu
penyakit Kulit dan Kelamin vol.13 No. 42 1 April 2001. Hal 30-35.
Katzung, B. G. 2004. Ba sic & Clin ical Pharmaco logy. Singapore : T he M cGraw-
Hill Companies. Hal 656.
Kaur, I. P., Kakkar, S. 2010. To pical d elivery of antifunga l agents. University
Institute of Pharmaceutical Sciences, Panjab University, Chandigarh, India.
Kerr, K., Darcy, T., Henry, J., Mizoguchi, H., Schwartz, J. R., Morrall, S., F illoon,
T., Wimalasena, R., Fadayel, G., Mills, K. J. 2011. Epidermal changes
asso cia ted with symp toma tic reso lu tion of dand ruff: biomarkers of scalp
health. Int J Dermatol.
19

Lamore, S. D., Wondrak, G. T. 2011. Zinc p yrith ion e impa irs zinc homeo sta sis
and up regu lates stress response g en e expression in recon structed human
ep id ermis. Department of Pharmacology and Toxicology, College of
Pharmacy and Arizona Cancer Center, University of Arizona, 1515 North
Campbell Avenue, Tucson, AZ, 85724, USA.
Loden, M., Wessman, C. 2000. Th e antidandruff effica cy o f a shampoo conta in ing
piro ctone o la mine and sa lycilic acid in comparison to that o f a zin c
pyrithion e sha mpoo . Int J Cosmetic.
Miranda, K. C., de Araujo, C. R., Costa, C. R., P assos, X. S., de Fatima, L. F. O.,
do Rosario, R., S ilva, M. 2007. An tifungal a ctivities o f azole agents
against th e Ma la ssezia species. Int J Antimicrob Agents;29:281-4.
Murti, B. 2010. Desain dan Ukuran Sa mpel untuk Pen elitia n Kuan titatif dan
Kua lita tif d i Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press. Hal 131-132.
Nematian, J., Ravaghi, M., Gholamrezanezhad, A., Nematian, E. 2006. In crea sed
ha ir sh edding may be asso cia ted with the presen ce of Pityrospo ru m ovale.
44
Am J Clin Dermatol. 2006;7(4):263-6. Department of Mycology, Faculty
of Medicine, Azad University of Medical Sciences, Tehran, Iran.
Phillips, R. M., Rosen, T. 2002. Topical an tifunga l agents. In : Wolverton E. S,
editor. Comprehensive dermatology drug therapy. Indianapolis, Indiana :
W. B Saunders C ompany.
Pierard, F. C., Uhoda, E., Loussouarn, G., Saint, L. D., P ierrad, G. E. 2003. Effect
of residan ce time on the efficacy of antidand ru ff sha mpoos. Int J Cosmetic.
Pray, W. S. 2001. Dand ruff and S eborrheic Derma titis. Didapat dari :
http://www.medscape.com/viewarticle/407641.
Ranganathan, S., Mukhopadhyay, T. 2010. Dandru ff: the most commercia lly
exploited skin d isease. CavinKare Research Centre, No.12 Poonamallee
Road, Ekkattuthangal, C hennai - 600 097, India. Indian J Dermatol. 2010
Apr-Jun;55(2):130-4.
Schmidt, R. T., Braren, S., F olster, H., Hillemann, T., Oltrogge, B., P hilipp, P.,
Weets, G., Fey, S. 2011. Efficacy of a p iro cton e ola mine/climba zo l
shampoo in compa rison with a zinc p yrithion e shampoo in subjects with
mod erate to severe dandruff. Research & Development, Beiersdorf AG,
Unnastrasse 48, 20245 Hamburg, Germany.
Schwartz, J. R., Shah, R., Krigbaum, H., Sacha, J., Vog,t A., B lume, P . U. 2011.
New insigh ts on d andruff/sebo rrho eic d erma titis: th e ro le of the scalp
fo llicular in fund ibu lu m in effective treatment strateg ies. Br J Dermatol.
2011 Oct;165 Suppl 2:18-23. doi: 10.1111/j.1365-2133.2011.10573.x.
Se lden, S. 2010 . Sebo rrh eic Dermatitis. Department of Dermatology, Eastern
Virginia Medical School.
Setiabudy, R., Bahry, B. 2008. Fa rmako log i dan Terap i. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. Hal 574-575.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia da ri Sel k e S istem. Jakarta : P enerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal 402-404.
Siregar, R. S. 2005. Atlas Berwa rna Sa ripati Pen yakit Kulit. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran E GC. Hal 104-106.
20

Stoppler, M. C. 2008. Dandruff. Didapat dari :


http://www.emedicinehealth.com/dandruff/article_em.htm 45
Stringer, J. L. 2008. Kon sep Da sa r Fa rmakologi : Paduan Un tuk Maha siswa
(Basic Concep ts in Pha rmacology : a Student’s Su rviva l Guide). Jakarta :
EGC. Hal 211-216.
Subakir. 1992. Pengaruh Suhu Peng eraman pada Biakan Ma lassezia furfur.
Cermin D unia Kedokteran.
Taufiqurrahman, M. A. 2008. Pengan tar Metodolog i Penelitian untuk Ilmu
Keseha tan. Surakarta : LPP UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan
UNS (UNS Press). Hal 99-109.
Tjay, T. H., Rahardja, K. 2002. Obat-oba t p en ting: khasiat, p enggunaan dan efek-
efek sampingnya. Jakarta : Penerbit PT. Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia. Hal 95.
Wahyuli, H. N., Cuta, R. S. P . 2006. Kero ntokan Rambu t. Surabaya : Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RSU dr. Soetomo.

Anda mungkin juga menyukai