Anda di halaman 1dari 10

Anatomy dan Fungsi sistem bilier

Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan struktur terkait)
yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu. 
 Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati melalui
duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika
kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum,
yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari empedu yang dihasilkan
oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah
hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke duodenum disimpan
untuk membantu memecah lemak.
Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:

 untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum


 untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu

Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan garam empedu)
yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut:

 untuk membawa pergi limbah


 untuk memecah lemak selama pencernaan

Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak. Empedu, yang
dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan kotoran warna gelapnya coklat (Tim
Ohio State University.2011. Sistem Bilier.Columbus:Medical center).
 
2.2 Definisi Atresia bilier
Atresia bilier (biliary atresia ) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran  yang membawa cairan
empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi  congenital, yang
berarti terjadi  saat kelahiran (Lavanilate.2010. Askep Atresia Bilier).
2.3    Klasifikasi Atresia bilier
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
gambar 1.3 tipe atresia bilier

1. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
2. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu
semuanyanormal).

IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung empedu normal.

1. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus. 

Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk
yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang
tergolong tipe I dan II
2.4    Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut
berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali
organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah
akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di
jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan.  Kasus dari atresia bilier
pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier
kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi
berikut:

 infeksi virus atau bakteri


 masalah dengan sistem kekebalan tubuh
 komponen yang abnormal empedu
 kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
 hepatocelluler dysfunction

 
2.5    Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam
dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:

 Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu)
dalam aliran darah.

Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam
minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat
lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir

 Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam
darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
 Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus
untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
 Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
 degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali, Saluran
intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi
malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh 

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

 Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.


 Gatal-gatal
 Rewel
o splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan darah
tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan
limpa ke hati).

 
2.6    Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif  pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya
lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu 
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai
bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja
yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung
bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau
operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong
empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan
menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati.
Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal
sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan
dalam hati  juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata
sehingga berwarna kuning
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi,
kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan
vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat
diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan
sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung
 
2.7     Pemeriksaan Diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara
kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.
 
1) Pemeriksaan laboratorium
 a) Pemeriksaan rutin
 Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari
hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT.
Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali
dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,
peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi
peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas
92,9% dalam menentukan atresia bilier.
-       Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus. Tetapi
urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
-       Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.
-       Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial thromboplastin
time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain
menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan
bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu
adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia
bilier.
2) Pencitraan
 a) Pemeriksaan ultrasonografi
 Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan
dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum
kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi
abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat
mendukung diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
 b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar
98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi
dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat
tetapi ekskresinya ke usus normal,  sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi
ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang
beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas
pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada
menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik <
4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT,
dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang
terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan
pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran
empedu.
 d) Pemeriksaan kolangiografi
 Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini
yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier
masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis
intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
 Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli
patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga  dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai.
Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus
hati.  Bila diameter duktus100  200 u atau 150  400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya
menganjurkan agar  dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan
intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan
biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis
atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan
biopsi pada usia < 6 minggu
 
2.8     Penatalaksanaan

1. Terapi medikamentosa 

 1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan
memberikan : 

 Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.


 Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi
bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder

2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3
dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang
hepatotoksik. 
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1)    Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi
lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat  akan secara efisien segera
dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2)    Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
 
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini
hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan
hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya
merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
 
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah
operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang
bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-
anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak.
Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi
pada anak-anak dengan atresia bilier.  Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk
transplatasi karena ukuran hati harus cocok.  Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari
hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak
dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :

1. a.      Palliative treatment

Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah
komplikasi kegagalan hati.

1. b.      Supportive treatment

-            Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam pembekuan darah dan
apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini
bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber
terbaik vitamin ini.
-            Nutrisi support, terapi ini diberikan karena  klien dengan atresia bilier mengalami obstruksi aliran dari
hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu
diberikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
-            Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke dalam darah dan
kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
-            Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu dalam memberikan
stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
 
2.9     Komplikasi

1. Kolangitis:

komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat
menyebabkan ascending cholangitis.  Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah
prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan.  Ada tanda-tanda
sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin
timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.

1. Hipertensi portal:

Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy. Hal paling umum
yang terjadi adalah varises esofagus.

1. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:

Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau
diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal
inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu,
hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan
kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat
membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.

1. Keganasan:

Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien dengan atresia bilier
yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien
dengan operasi Kasai yang berhasil. 
            Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini
harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan
lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari  hati.  Atresia bilier mewakili lebih dari
setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak.  Hal ini juga mungkin diperlukan dalam
kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan
sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
 
2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta hepatis,
kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu
maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun
hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia
76 jam. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari,
adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten,
dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)
 
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 2 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca kelahiran sedikit demi
sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna gelap, demam, perut
membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar
bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran hati.
 
3.1 Pengkajian Anak
3.1.1 Anamnesa

1. Data Demografi klien :

1)        Nama                      : An. M                                    6) Agama        : Islam


2)        Usia                         : 2 bulan 4 hari                        7) Tanggal MRS         :  11 Oktober 2010
3)        Jenis Kelamin          : Laki-laki                    8) Jam MRS    : 16.00 WIB
4)        Suku / bangsa          : Jawa/ Indonesia         9) Diagnosa     : Atresia bilier
5)        Alamat                    : Kradian Kadipuro, Banjarsari

1. Identitas Penanggung Jawab :

1)      Nama                       : Tn. D


2)      Umur                                    : 40 tahun
3)      Jenis kelamin                        : Laki-laki
4)      Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta
5)      Hubungan dg klien : ayah klien

1. Keluhan Utama: ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4 °C)
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan keras,  kulit tampak
kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.
3. Riwayat Penyakit sebelumnya : -
4. Riwayat Tumbuh Kembang anak :

-                            Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan  waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat lahir,
Polio oral  diberikan bersamaan dengan DTP
-                            Status Gizi : Kekurangan gizi  akibat gangguan penyerapan makanan terutama vitamin larut
lemak (A,D,E,K)
-                            Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial :
Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta kenyamanan dari
orang tua sendiri.
-                            Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual :
Klien An M. menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali siapa yang mengasuhnya. Klien
menyukai saat digendong dan diayun-ayun Perilaku kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan
menggerakkan jari tangan, menggenggam ibu jari ibu yang berhubungan emosi dengan orang tua, saudara
(sibling), dan orang lain.

1. Riwayat Kesehatan Keluarga:

-                            Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M dalam merawat klien.
-                            Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area perindustrian
kimia.
-                            Kultur dan kepercayaan : -
-                            Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan :  -
-                            Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan
3.1.2   Pemeriksaan Fisik 

1. a.                                                             B1 (breath)  : RR meningkat >40x/menit, Suhu (38,4


°C), penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek.
2. b.                                                            B2 (blood)        : TD meningkat 100/150 mmhg,  HR
meningkat 103x/ menit (tachicardi).
3. B3(brain)          : gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan kesadaran sampai koma
1.    B4 (bladder)    : Perubahan warna urin dan feses

-Urine  : warna gelap, pekat
-Feses : warna dempul, steatorea, diare
1. B5 (bowel)                 : anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan
pembentuk gas, regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5,1 Kg/ 62 cm), dehidrasi,
distensi abdomen, hepatomegali.
2. B6 (bone)                   : letargi atau kelemahan, otot tegang  atau  kaku  bila kuadran 
kanan atas ditekan, ikterik,  kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit.

     Keterangan tambahan :


Anak dengan Atresia Billiary ekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler seperti tidak
ada reflek-reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan berjalan akibat parosis kedua
tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat Atresia Billiary ekstrahepatik, maka akan tampak gambaran wajah
yang disebut Watson Syndrome-Alagine ( Displasia Anterio B Hepatis) yaitu perkembangan tulang dahi yang
menonjol, hipertelorisme, kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada lengkungan bagian depan vertebra.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
a)Laboratorium
- Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 – 1,9 mg/dl)
- Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas.
Normalnya (1,7 – 7,1 mg/dl)
- Tidak ada urobilinogen dalam urin.
- Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-
20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigliserol). 
b)Pemeriksaan Diagnostik
-  USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab kolestasis  ekstra  hepatik  
(dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu).
-  Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak ditemukan cairan
empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
- Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati 
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu  sampai tercurah 
ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu  di  duodenum,  maka  dapat  berarti terjadi katresia intrahepatik.
-  Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu mengecil karena
kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.
 
3.2 Analisis Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS: pasien menangis, rewel Inflamasi yg progresiv Hypertermi
DO: kerusakan progresif  pada
Suhu tubuh meningkat duktus bilier ekstrahepatik
(38°C)  
Takikardi (103x/menit) Mekanisme tubuh untuk meningkatkan
RR meningkat >24x/menit suhu tubuh
 

Hypertermi 
2 DS :  pasien terlihat sesak. cairan asam empedu balik ke hati Pola napas tidak efektif
DO :  
RR= 35x/menit   
Penggunaan otot bantu Peradangan sel hati
pernapasan   
Napas pendek Hepatomegali
(pembesaran hepar)
 

distensi abdomen
 
menekan diafragma
peningkatan Komplain paru
 
Kebutuhan oksigen meningkat
 
  
Frekuensi napas
 
meningkat
3. DS: Tidak mau makan, rewel, Obstruksi aliran dari hati ke dalam Gangguan pemenuhan
mual/muntah. usus Nutrisi kurang dari kebutuhan
    tubuh
Do: gangguan penyerapan lemak dan  
Berat badan turun (6 kg menjadi vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
5,1 kg) ,muntah, konjungtiva  
anemis.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Ds:- cairan asam empedu balik ke hati Kerusakan integritas kulit
Do:    
Anak tampak tidak nyaman   
dengan posisi tidunya itching dan akumulasi
Terdapat pruritus di daerah   dari toksik
pantat & punggung anak  
Albumin 3,27 g/dL (N:3,8-5,4) tersebar ke dalam darah dan kulit
   
 
 
 
Pruiritis (gatal) pd
kulit
 
 
5. Ds:- obstruksi aliran dari hati ke dalam Gangguan eliminasiBAB
Do: usus
Feses cair, frekuensiBAB  
meningkat (lebihdari 3 x sehari),   
bunyi bising usus meningkat.  lemak dan vitamin
  larut lemak tidak
dapat diabsorbsi
 
  
Mal absorbsi usus
  
Diare 
6. DS : - Pembesaran hepar Kekurangan volume cairan 
DO : Penurunan turgor kulit  
Frekuensi nadi meningkat >   
100x/menit Distensi abdomen
Produksi keringat meningkat   
Input = 700 ml/hr
Output = 1000 ml/hr    Perut terasa penuh
 
Mual muntah
 
  
cairan banyak yang
  keluar 
7 DS: Orang tua sering Kurang sumber informasi Ansietas  
menanyakan keadaan anaknya  
DO: Orang tua tampak gelisah ansietas 
dan bingung 
 
3.3 Diagnosa Keperawatan
1)  Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
2)  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan
penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan konjungtiva anemis.
4) Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi
usus,ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB meningkat (lebih dari 3 xsehari), bunyi bising usus meningkat.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan
adanya pruritis.
6) Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah
7)  Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang pengetahuan
 
3.4 Intervensi Keperawatan
Hypertermi b.d inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan             : suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam
Kriteria hasil    :-  suhu normal 36,50 – 37,5 0C
-   Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit , RR= 30-40 x/menit)
Intervensi Rasional
Mandiri:  

1. Berikan kompres air biasa pada aksila, kening, 1. Dapat membantu mengurangi demam.
leher dan lipatan paha.
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sekali, 1. Mengetahui kemungkinan adanya kenaikan
sesuai kebutuhan suhu secara mendadak
3. Berikan pasien pakaian tipis 2. Membantu mengurangi panas di tubuh
4. Manipulasi lingkungan seperti penggunaan AC/ 3. Memberikan rasa nyaman dengan mengurangi
kipas angin keadaan panas akibat suhu pengaruh
lingkungan
 
   
Kolaborasi:  
 
1. Berikan obat anti piretik sesuai kebutuhan
1. Digunakan untuk mengurangi demam dengan
  aksi sentralnya pada hipotalamus.

 
 
 

1.  Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen

 Tujuan         : Menunjukkan pola nafas yang efektif


 Kriteria Hasil           :
-          RR= 30-40 napas/ menit
-          Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
-          Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
Intervensi Rasional
Mandiri:  

1. Kaji distensi abdomen 1. dengan mengukur lilitan atau lingkar


2. Kaji RR, kedalaman, dan kerja pernafasan. abdomen
3. Waspadakan klien agar leher tidak 2. Untuk mengetahui adanya gangguan
tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pernafasan pada pasien
pada saat beristirahat 3. Menghindari penekanan pada jalan nafas
untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas
Kolaborasi:
 
1. Persiapkan operasi bila diperlukan.
1. Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi
  pasien

 
 

1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan


gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan konjungtiva anemis.
Tujuan   : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan polanutrisi adekuat.
Kriteria hasil :

1.                                                                           i.       BB pasien stabil  ⅟2 (n+9)kg= ½ (2+9)kg=


5,5 kg
2.                                                                         ii.      Konjungtiva tidak anemis

Intervensi Rasional
Mandiri:  
 
1. Distensi abdomen merupakan tanda non
1. Kaji distensi abdomen verbal gangguan pencernaan.
2. Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan
  nutrisi dengan mengetahui intake dan output
klien.
3. Mengawasi keefektifan rencana diet
1. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi muntah
4. Untuk menurunkan rangsang mual/muntah.
5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
  makan.

1. Timbang BB setiap hari.  


2. Berikan makanan /minuman sedikit tapi sering.
3. Berikan kebersihan oral sebelum makan
1. Berguna dalam memenuhikebutuhan nutrisi
individudengan diet yang paling tepat.
Kolaborasi: 2. Memenuhi kebutuhan nutrisidan
meminimalkan rangsang pada kantung
1. Konsul dengan ahli diet sesuai indikasi. empedu.
3. Meningkatkan pencernaan dan absorbsi
lemak serta vitamin yang larut dalam lemak.
 
4. Memberi informasi tentang keefektifan terapi.
5. Vitamin-vitamin tersebut terganggu
1. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat dan penyerapannya.
batasi makanan penghasil gas.
2. Berikan makanan yang mengandung medium
 
chain triglycerides (MCT) sesuai indikasi.

1. Monitor laboratorium; albumin, protein


sesuai program.
2. Berikan vitamin-vitaminyang larut dalaam
lemak (A, D, E dan K)

 
 

Anda mungkin juga menyukai