Anda di halaman 1dari 31

Bangsa Palestina dan Keberadaan Negara Israel

1. Pendahuluan
Konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina hingga saat ini masih
menjadi permasalahan di kawasan Timur Tengah. Selama puluhan tahun lamanya
konflik ini masih belum menemui solusi terbaik bagi kedua belah pihak bahkan
dalam kurun waktu dua tahun terakhir konfrontasi militer masih terjadi antara Israel
dan Palestina.
Pada tanggal 15 September 2015 Association Press melaporkan bahwa
kekerasan terjadi di kuil dan area Muslim di Yerusalem selama tiga hari berturut-
turut, disamping itu New York Times juga melaporkan bahwa pada 19 Oktober 2015
terjadi perkelahian antara Israel dan Palestina di wilayah yang diokupasi Israel dan
peristiwa tersebut menyebabkan 2000 orang Palestina mengalami luka parah. 1 Selain
itu berita dari Aljazeera pada tanggal 9 Oktober 2016, menyebutkan bahwa terjadi
insiden di daerah yang diokupasi Israel yaitu di Yerusalem bagian Timur. Insiden
tersebut menewaskan satu warga Palestina dan satu polisi Israel serta enam orang
lainnya luka-luka.2 Kedua fakta yang dilaporkan dalam berita tersebut membuktikan
bahwa konfrontasi antara Israel dan Palestina hingga saat ini masih belum berakhir.
Permasalahan yang berlarut-larut antara dua bangsa ini akan lebih mudah
dijelaskan dengan mengetahui latar belakang sejarah perselisihan yang terjadi antara
Israel dan Palestina. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara historis
konflik antara Palestina dan Israel dengan menggunakan metode penelitian sejarah
yang berfungsi untuk menjelaskan 5W dan 1H (what, where, when, who, why and
how) dari suatu peristiwa, dimulai dari munculnya gerakan zionisme.

1
Association Press (AP), Israel-Gaza Ceasefire: Negotiators Look to Next Phase for Peace, cbc.ca,
28 Agustus 2015
2
ALJAZEERA, Two Killed in Jerusalem drive by Shooting,
http://www.aljazeera.com/news/2016/10/injured-jerusalem-drive-shooting-161009073428981.html
tanggal akses: 9 Oktober 2016, pukul 20:17

1
2. Asal Muasal Konflik Israel-Palestina
2.1 Kemunculan Gerakan Zionisme
Terminologi zionisme digunakan pertama kali pada tahun 1890 oleh seorang
aktivis Yahudi yang bernama Nathan Birnbaum (1864-1937) yang juga memainkan
peranan penting dalam kongres zionis pertama tahun 1897 dan bekerjasama dengan
Theodor Herlz yang dianggap sebagai bapak dari gerakan tersebut. 3 Kata Zion berasal
dari bahasa ibrani tzion yang merujuk pada Yerussalem dan kadang digunakan untuk
merepresentasikan tanah Israel itu sendiri yang pertama kali disebutkan dalam II
Samuel 5:7. Menurut Mitchell Bard terminologi zionisme adalah “The national
movement for return of the Jewish people to their homeland and the resumption of
Jewish sovereignty in the Land of Israel. 4 Dengan kata lain zionisme merupakan
gerakan bangsa Yahudi yang bertujuan untuk kembali lagi ke tanah yang mereka
anggap sebagai hak mereka di Yerusalem.
Kemunculan ideologi zionisme ini tidak terlepas dari perjanjian Westhpalia
yang menkonstruksi sistem negara modern di dunia berdasarkan pada identitas
kebangsaan.5 Pandangan ini menimbulkan konsekuensi dimana orang-orang di dunia
mulai mengidentifikasi diri mereka sebagai sebuah satuan bangsa dan menuntut
terbentuknya negara berdasarkan kesamaan bangsa tersebut.
Ide-ide Westphalia ini juga yang kemudian mempengaruhi bangsa Yahudi
yang hidup di Eropa untuk memulai memikirkan sebuah negara bagi bangsa Yahudi.
Hal ini dikarenakan kehidupan orang Yahudi yang dari dulu dihabiskan dalam masa
diaspora dan terpencar-terpencar di seluruh dunia. Ide tersebut kemudian diwujudkan
dalam gerakan Zionis yang dimulai pada tahun 1882.6

3
Pawel, Ernst, The Labyrinth of Exile : A Life of Theodor Herzl, Farrar, Strauss & Giroux, New
York, 1989, hal: 271
4
Jewish virtual library, Zionism: A Definition of Zionism,
http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Zionism/zionism.html tanggal akses 20 Maret 2016, 21:14
5
Raymond Hinnebusch, The International Politics of the Middle East, Manchester University Press,
2003, hal: 5
6
Joel Belnin, Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israel Conflict A Primer, The Middle East
Research & Information Project Copyright, 2014, hal: 1

2
“A land without people for a people without a land” merupakan slogan utama
dari gerakan ini.7 Pada tahun 1897 diselenggarakan kongres pertama Zionis di Basle,
Swiss. Hasil dari kongres tersebut adalah Basle Program yang isinya sebagai berikut:
“Zionism aims at establishing for the Jewish people a publicly and legally assured
home in Palestine. For the attainment of this purpose, the Congress considers the
following means serviceable:
1. The Promotion of the settlement of Jewish agriculturist, artisans and tradesmen
in Palestine
2. The federation of all Jews into local or general groups, according to the laws of
various countries.
3. The strengthening of the Jewish feeling and consciousness
4. Preparatory steps for the attainment of those governmental grants which are
necessary to achievement of the Zionist process.”8
Keempat poin yang disebutkan dalam kongres tersebut bertujuan untuk
mempersiapkan rumah tempat tinggal bagi bangsa Yahudi di daerah Palestina. Hal
yang pertama kali dilakukan oleh gerakan tersebut adalah persiapan tempat tinggal
dan sektor agrikultur serta perdagangan di Palestina. Hal yang kedua yaitu penyatuan
semua orang Yahudi menjadi satu dan penanaman kesadaran bahwa mereka satu
bangsa dan langkah terakhir merupakan langkah politik untuk mendapat izin dari
pemerintah.
Selain ide negara bangsa yang mempengaruhi keinginan bangsa Yahudi untuk
kembali ke tanah Yerusalem ada perisitiwa sejarah lainnya yang turut mendorong
gerakan ini, yaitu holocaust yang dilakukan Hitler pada tahun 1939 dan 1945 yang
menewaskan enam juta jiwa Yahudi termasuk 1.5 juta anak-anak.9 Kemarahan Hitler
terhadap bangsa Yahudi ini kemudian membentuk sebuah kesadaran bersama bagi
orang Yahudi untuk menyelamatkan diri dan mencari jalan keluar agar bertahan yang
kemudian diartikulasikan dalam gerakan zionisme.

7
CAABU, Israel-Palestine Conflict, https://www.caabu.org/sites/default/files/resources/History
%20of%20Israel%20Palestine.pdf tanggal akses 12 September 2016, pukul: 18.39
8
Jewish virtual library, Zionist Congress: First Zionist Congress & Basel Program,
http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Zionism/First_Cong_&_Basel_Program.html , tanggal
akses: 10 September 2016, pukul: 11.07
9
Dan. Rom, in Encyclopedia Judaica – CD-ROM Edition, title: Russia.

3
Di awal munculnya gerakan zionis pada saat itu Palestina tengah berada
dalam kekuasaan dari Turki Usmani dan bukanlah sebuah unit politik yang terpisah
dari kesultanan Turki. Bagian utara dari Acre dan Nablus merupakan bagian dari
Provinsi Beirut. Sedangkan area Yerusalem secara langsung berada di bawah otoritas
dari Ibu Kota Turki Usmani yaitu Istanbul, hal ini dikarenakan oleh signifikansi
internasional dari kota-kota di Yerusalem dan Bethlehem sebagai pusat agama bagi
umat Muslim, Nasrani dan Yahudi. Berdasarkan data dari kesultanan Turki Usmani
disebutkan bahwa pada tahun 1878 ada sekitar 462.465 penduduk di Yerusalem,
403.795 adalah penduduk Muslim, 43.659 merupakan penganut Nasrani dan 15.011
orang adalah Yahudi. Ditambah lagi sekitar 10 orang Yahudi yang memiliki
kewarganegaraan asing dan ribuan umat Muslim Arab Badui yang nomaden. 10 Pada
era yang sama saat bangsa Yahudi di Eropa mulai memikirkan untuk mendirikan
negara untuk bangsa Yahudi, justru beberapa golongan dari mereka yang tinggal di
Yerusalem hidup dengan damai dan harmonis dengan penganut agama lainnya baik
itu Muslim maupun Nasrani
Kebanyakan dari mereka penganut ajaran Yahudi orthodox yang banyak
menghabiskan waktu mereka untuk mempelajari teks-teks keagamaan dan hidupnya
bergantung pada derma dari bangsa Yahudi lainnya. Hubungan yang mereka jalin
dengan tanah Yerusalem lebih bersifat ikatan religious ketimbang ikatan kebangsaan
seperti yang diinginkan oleh gerakan zionis.11 Fakta historis mengenai kehidupan
harmonis dua etnis bangsa dan dua pemeluk agama samawi ini bersama-sama
menunjukkan bahwa agama bukanlah menjadi faktor utama penyebab konflik antara
Israel dan Palestina.

2.2 Palestina di masa PD I

10
Joel Belnin, Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israel Conflict A Primer, The Middle East
Research & Information Project Copyright, 2014, hal: 2
11
Joel Belnin, Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israel Conflict A Primer, The Middle East
Research & Information Project Copyright, 2014, hal: 2

4
Diawal abad ke 20, Palestina menjadi area yang diperebutkan dan menjadi
objek kepentingan politik dari beberapa pihak. Seiring dengan melemahnya kekuatan
Turki Usmani dan meningkatnya kekuatan Eropa yang pengaruhnya sampai ke
bagian timur Mediterania dan termasuk Palestina.12 Pada tahun 1915-1916, saat
Perang Dunia sedang berlangsung Komisaris Tinggi Inggris di Mesir yang bernama
Henry McMahon secara rahasia menghubungi Husayn ibn ‘Ali yang merupakan
pemimpin dari bani Hasyim yang juga merupakan Gubernur di Mekah dan Madinah.
13

Dalam diskusinya McMahon meyakinkan Husayn untuk memimpin


pemberontakan Arab melawan Kesultanan Turki Usmani sebagai gantinya McMahon
menjanjikan bahwa pemerintah Inggris akan mendukung berdirinya sebuah negara
merdeka Arab dibawah kekuasaan bani Hasyim, daerah yang dijanjikan oleh Inggris
untuk dijadikan negara merdeka Arab membentang dari Aleppo (Suriah) hingga Aden
(Yaman) termasuk area Palestina.14 Janji Inggris terhadap Husayn ibn ‘Ali
meningkatkan semangat orang-orang Arab untuk melakukan perlawanan terhadap
kekuasaan Turki Usmani.
Pada Juni 1916, Gubernur Husayn dengan bantuan Inggris dan Perancis
memimpin pemberontakan Arab melawan kekuasaan Turki Usmani. Anak beliau
Abdullah dan Faisal memimpin pasukan Arab yang kemudian berhasil membebaskan
Damaskus dari Turki Usmani pada tahun 1918. Di akhir pemberontakan pasukan
Arab berhasil menguasai semua area Yordania modern sekarang dan sebagian besar
dari semenanjung Arab dan bagian selatan dari Suriah.15
Namun selang dua tahun kemudian pada November 1917 pemerintah Inggris
melalui Balfour Declaration yang ditandatangani oleh Sekretaris Luar Negeri Arthur
Balfour menyatakan dukungannya untuk berdirinya sebuah rumah nasional (national

12
Promises Timeline, History of Israeli-Palestinian Conflict, American Documentary Inc, 2001, hal:
1
13
Promises Timeline, History of Israeli-Palestinian Conflict, American Documentary Inc, 2001, hal:
5
14
Promises Timeline, History of Israeli-Palestinian Conflict, American Documentary Inc, 2001, hal:
5
15
The Hashemite Kingdom of Jordan, "The Great Arab Revolt" (177 KB) , kinghussein.gov.jo

5
home) bagi bangsa Yahudi di tanah Palestina.16 Janji pemerintah Inggris kepada Arab
dan juga dukungannya terhadap bangsa Yahudi ini kemudian menjadi penyebab awal
mula konflik perebutan wilayah antara Israel dan Palestina.

2.3 Palestina dibawah Mandat Inggris


Pasca Perang dunia pertama tahun 1917 Inggris dan Perancis kemudian
meyakinkan Liga Bangsa-Bangsa (atau sekarang dikenal dengan PBB) bahwa mereka
merupakan kekuatan dominan dan mendapatkan kekuasaan atas area Turki Usmani
yang mengalami kekalahan dalam perang. Alasan utama yang digunakan oleh Inggris
dan Perancis untuk mayakinkan LBB adalah dengan menyatakan bahwa mereka akan
pergi meninggalkan area-area di Timur Tengah tersebut hingga masyarakat disana
mampu untuk mengatur dan mengelola negaranya sendiri. Perancis mendapatkan
mandat atas Suriah, serta Libanon yang berbatasan dengan kawasan dengan mayoritas
Kristen. Inggris mendapatkan mandat atas Irak dan juga area yang sekarang dimiliki
oleh Israel seperti Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yordania. 17 Berikut adalah peta Timur
Tengah sebelum dan setelah PD I,
Gambar 1.2 Peta Timur Tengah sebelum dan setelah PD I

16
Promises Timeline, History of Israeli-Palestinian Conflict, American Documentary Inc, 2001, hal:
2
17
Promises Timeline, History of Israeli-Palestinian Conflict, American Documentary Inc, 2001, hal:
5

6
Sumber: Portland state University, www.middleeastpdx.org
Pada tahun 1921, Inggris membagi area yang dimilikinya menjadi dua bagian,
yang pertama yaitu bagian timur dari Sungai Jordan menjadi Emirat Transjordan yang
dipimpin oleh saudara Raja Faisal yang bernama Abdullah, dan bagian barat dari
Sungai Jordan menjadi daerah Palestina. Ini merupakan pertama kalinya dalam
sejarah modern Palestina menjadi sebuah entitas politik yang utuh.18
Pada era kekuasaan Inggris di Timur Tengah bangsa Arab mengalami
kekecewaan, karena Inggris gagal memenuhi janjinya untuk menciptakan negara
Arab yang merdeka. Tindakan Inggris dan Prancis di beberapa area bekas kekuasaan
Turki Usmani ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap hak-hak Arab untuk
menentukan nasib mereka sendiri (Self-determination). Permasalahan ini menjadi
semakin rumit terutama di area Palestina karena Inggris juga telah menjanjikan
bangsa Yahudi untuk mendirikan negara di area tersebut. Meskipun isi dari deklarasi
Balfour secara spesifik menyatakan bahwa “Jewish homeland should not prejudice
the right of the right of existing population” namun dampak dari deklarasi ini adalah
sama dengan dua orang yang mengklaim tanah yang sama dan konflik antara kedua
belah tidak akan bisa dielakkan. Pada tahun 1890 persentasi bangsa Yahudi di
18
Promises Timeline, History of Israeli-Palestinian Conflict, American Documentary Inc, 2001, hal:
5

7
Palestina hanya sekitar 3%, namun pada tahun 1922 meningkat menjadi 11%. 19
Eksistensi tamu yang tidak diundang di tanah Palestina tersebut tentu meningkatkan
potensi tegangan antara kedua belah pihak.
Pada tahun 1920 dan 1921, terjadi perselisihan antara Arab dan Yahudi yang
memakan korban jiwa di masing-masing pihak. Hal ini dikarenakan oleh tindakan
dari Jewish National Fund yang membeli tanah di area tersebut dengan ukuran yang
sangat besar dan para penduduk Arab yang hidup di area tersebut diusir. Peristiwa ini
meningkatkan tegangan antara penduduk Palestina dan bangsa Yahudi. 20 Pengusiran
Arab dari tanah yang mereka tempati bukanlah hal yang bisa ditoleransi begitu saja
oleh bangsa Arab yang memang dikenal punya watak keras.
Kemudian tujuh tahun selanjutnya 1928, umat Muslim dan Yahudi mulai
mengalami konfrontasi terkait hak-hak mereka terhadap dinding barat (Wailling
wall). Dinding tersebut merupakan sisa-sisa bangunan dari kuil Yahudi yang dinilai
sebagai tempat paling suci dalam tradisi agama Yahudi. Di bagian atas dari dinding
tersebut terdapat alun-alun yang besar yang dikenal sebagai Temple Mount yang
disinyalir merupakan lokasi dari dua kuil suci bangsa Yahudi (meskipun tidak ada
bukti arkeolog yang ditemukan terkait kuil pertama).21
Namun tempat tersebut juga merupakan area suci bagi umat Muslim yang
menyebutnya sebagai Noble Sanctuary (tempat suci yang dimuliakan) merupakan
tempat berdirinya Mesjid Al-Aqsa dan Dome of Rock atau Kubah Batu Sakhra, kedua
tempat tersebut sangat bernilai bagi seluruh umat Islam karena menyangkut peristiwa
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Masjid Al-Aqsa merupakan tempat dimana Nabi
Muhammad SAW berhenti sejenak setelah selesai Isra’ dari Makkah. Kemudian
beliau melakukan shalat jamaah dengan para nabi-nabi sebelumnya disana dan
melakukan perjalanan mi’raj.22
19
Raymond Hinnebusch, The International Politics of The Middle East, Manchister University
Press, 2003, hal: 155
20
Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict A Primer, The Middle
East Research & Information Projet, 2014, hal: 2
21
Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict A Primer, The Middle
East Research & Information Projet, 2014, hal: 2
22
Promises Timeline, History of Israeli-Palestinian Conflict, American Documentary Inc, 2001, hal:
7

8
Gambar 1.3 Bagian Dalam Kubah Batu Sakhra

Sumber: Atlas perjalanan hidup Rasulullah 2008


Pada tanggal 15 Agustus 1929 anggota dari gerakan Yahudi Muda Betar
(organisasi dari revisionis zionis sebelum berdirinya negara Israel) melakukan
demonstrasi dan memasang bendera zionis di area Dinding Barat. Hal ini
menimbulkan respon dari warga Palestina karena mereka khawatir tempat suci umat
Islam berada dalam bahaya, kemudian warga Palestina menyerang bangsa Yahudi
yang ada di Yerusalem, Hebron dan Safed. Selama seminggu kerusuhan terus
berlangsung antara dua kubu ini yang mengakibatkan 133 orang Yahudi tewas dan di
kubu Arab juga menewaskan 115 orang dan ratusan orang terluka.23
Seiring dengan meningkatnya kekuatan Hitler di Jerman pada tahun 1933,
gelombang migrasi bangsa Yahudi dari Eropa ke Palestina menjadi semakin besar.
Bangsa yahudi tersebut kemudian membeli tanah dan membangun perumahan di area
Palestina. Gelombang migrasi bangsa Yahudi ini tentu saja tidak diinginkan oleh
penduduk Palestina yang kemudian memicu pemberontakan Arab terhadap Inggris
pada tahun 1936 hingga 1939, namun Inggris berhasil bertahan dengan bantuan dari

23
Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict A Primer, The Middle
East Research & Information Projet, 2014, hal: 5

9
24
zionis. Semenjak peristiwa tersebut zionisme telah dipersenjatai dan memiliki
kekuatan militer sebelum berdirinya negara Israel.
Setelah menghadapi perlawanan dari bangsa Arab Palestina Inggris kemudian
mulai mempertimbangkan kembali kebijakan mereka terkait migrasi bangsa Yahudi.
Pada tahun 1939 Inggris menerbitkan White paper (sebuah pernyataan terkait
kebijakan pemerintah) yang berisi ketetapan untuk membatasi jumlah orang Yahudi
yang melakukan migrasi ke Palestina dan juga membatasi jumlah tanah yang dibeli
oleh bangsa Yahudi, disamping itu Inggris juga menjanjikan kemerdekaan dalam
sepuluh tahun kedepan.25 Langkah ini diambil oleh Inggris karena desakan dari dunia
internasional menyangkut konflik tersebut.
Kebijakan Inggris tersebut dinilai oleh gerakan zionis sebagai pengkhianatan
terhadap deklarasi Balfour sedangkan bangsa Yahudi yang masih berada di Eropa
pada masa itu berada di ambang pemusnahan. White paper ini menandakan
berakhirnya hubungan aliansi antara Inggris dengan zionis, di waktu yang sama
kekalahan pemberontakan Arab dan diasingkannya beberapa pemimpin politik
Palestina mengindikasikan bahwa warga Palestina secara politik pada masa itu tidak
terorganisir dengan baik.26

Gambar 1.4 UN Partition Pasca Perang Dunia II Inggris memutuskan


Plan untuk melepaskan mandatnya terhadap Palestina
dan meminta PBB untuk menentukan masa depan bagi masalah Palestina dan Israel.
Namun pemerintah Inggris berharap bahwa PBB mampu menghasilkan solusi yang
baik bagi kedua belah pihak. PBB pun kemudian membentuk komite yang terdiri dari
perwakilan beberapa negara untuk mendatangi Palestina dan menginvestigasi
keadaan disana. Meskipun anggota dari komite ini tidak menyepakati bentuk resolusi
politik apa yang harus diambil, mayoritas dari mereka menyimpulkan bahwa kedua

24
Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict A Primer, The Middle
East Research & Information Projet, 2014, hal: 7
25
Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict A Primer, The Middle
East Research & Information Projet, 2014, hal: 7
26
Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict A Primer, The Middle
East Research & Information Projet, 2014, hal: 7

10
bangsa tersebut memang harus dipisah dengan tujuan untuk mewujudkan keinginan
dan kebutuhan dari kedua belah pihak baik Yahudi maupun warga Palestina.27

11 anggota dari UNSCOP (United Nations Special Committee on Palestine) terdiri


dari perwakilan dari negara Australia (John Hood), Kanada (Ivan Ran),
Czechoslovakia (Karel Lisicky) Guatemala (Dr. Jorge Garcia Granados, India (Sir
Abdur Rahman), Iran (Nasrollah Entezam), Belanda (Dr. N.S Blom), Peru (Dr.
Alberto Ulloa), Swedia (Justice Emil Sandstrom), Uruguay (Prof. Enrique Rodriguez
Fabregat), Yugoslavia (Vladimir Simic).28
UNSCOP menyarankan agar adanya pemisahan antara negara Yahudi dengan negara
Arab, sedangkan untuk Kota Yerusalem diberi status internasional special dan berada
di bawah otoritas dari PBB sendiri.29
Pada tanggal 29 November 1947 diadopsilah resolusi PBB 181, isi dari plan tersebut
adalah:30
1. Dibentuknya negara Arab dan Yahudi selambat-lambatnya pada tanggal 1
Oktober 1948
2. Pemisahan Palestina menjadi delapan bagian: tiga bagian pertama diberikan
kepada Arab dan tiga lainnya ke negara Yahudi, Kota Jaffa
3. Kota Yerusalem berada di bawah United Nations Trusteeship Council.

Adopsi dari resolusi PBB 181 diikuti dengan pecahnya protes di Palestina. 31
Pasca disetujuinya resolusi tersebut, komunitas Yahudi merayakannya dengan
27
Israel & Palestine Perspective,
http://cmes.arizona.edu/sites/cmes.arizona.edu/files/4.%201948%20Narrative%20CP%20copy.pdf
28
1948 LEST WE FORGET, UNSCOP: The United Nations Special Commiteeon Palestie,
http://www.1948.org.uk/unscop/ tanggal akses: 10 Oktober 2016, pukul 05:33
29
The Plan of Partition and End of The British Mandate, hal: 9,
http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch2.pdf
30
The Plan of Partition and End of The British Mandate, hal: 10,
http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch2.pdf
31
Arab Israeli War, http://www.saylor.org/site/wp-content/uploads/2011/08/HIST351-10.4.3-1948-
Arab-Israeli-War.pdf, tanggal akses 11 September 2016, pukul: 17:57, hal: 2

11
bahagia sedangkan orang Arab memberikan respon yang jauh berbeda. 32 Kebahagiaan
yang dirayakan oleh bangsa Yahudi ini kemudian menyulut kemarahan dari orang
Arab sehingga meletuslah pertikaian antara kedua belah pihak. Secara official perang
antara Arab dan Israel tidak terjadi pada bulan Mei 1948, namun sebelum peristiwa
tersebut telah terjadi serangkaian peristiwa kekerasan yang melibatkan kedua belah
pihak.33 Mulai tanggal 30 November 1947 serangan bom menjadi pemandangan yang
biasa setiap hari di Palestina.34
Di malam pemungutan suara kesepakatan partition plan, seorang Yahudi
tertembang di Pasar Camel di Kota Jaffa, di penjara utama Acre tawanan Arab dan
Yahudi mengalami konfrontasi di penjara.35 Pada tanggal 1 Desember konsulat
Swedia dan Polandia dibom sebagai respon terhadap pilihan yang mereka ambil
dalam perundingan. Perwakilan dari warga Palestina dan Liga Arab melakukan
tuntutan kepada PBB dan menolak otoritas PBB mengenai keterlibatannya dalam
masalah ini.36
3. Konflik Bersenjata Israel-Palestina
3.1 Kemerdekaan Israel dan Perang 1948
Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua Mandat Inggris terhadap Palestina
pun berakhir, negara-negara Arab lainnya juga bebas dari kolonialisme. Trasjordan
yang berada di bawah kekuasaan Bani Hasyim Abdullah I mendapatkan kemerdekaan
dari Inggris pada tahun 1946 dan kemudian dinamakan dengan negara Yodan, namun
pengaruh dari Inggris masih tetap ada di negara tersebut. Libanon menjadi negara
merdeka pada tahun 1943 namun pasukan Perancis masih menolak untuk mundur di
area Libanon, dan pada tahun yang sama Suriah memenangkan kemerdekaannya atas
Perancis.37 Semenjak itu terbentuklah negara-negara bangsa di kawasan Timur
32
Windsor Daily Star. United Press, 1947. Hal: 1-2
33
Karsh Efraim, The Arab Israeli Conflict, The Palestine War 1948, Osprey Publishing. 2002, hal:
29
34
Karsh Efraim, The Arab Israeli Conflict, The Palestine War 1948, Osprey Publishing. 2002, hal:
29
35
Karsh Efraim, The Arab Israeli Conflict, The Palestine War 1948, Osprey Publishing. 2002, hal: 2
36
Arab League Declaration on the Invasion of Palestine 15 May 1948 (http:/ / www.
jewishvirtuallibrary. org/ jsource/ History/ arab_invasion.
html), Jewish Virtual Library. Archived (http:/ / www. webcitation. org/ 5v5scvum7) at WebCit
37
1948 Arab-Israeli War, http://www.saylor.org/site/wp-content/uploads/2011/08/HIST351-10.4.3-

12
Tengah, yang pada umumnya berasal dari satu bangsa yang sama namun dipisah-
pisah berdasarkan wilayah jajahan dari Inggris dan Prancis.
Pada tanggal 14 Mei 1948, Inggris menarik mandatnya atas Palestina dan
menarik mundur semua pasukannya. Namun pada hari yang sama bangsa Yahudi
dengan dipimpin oleh Ben Gurion menyatakan berdirinya negara Israel di area yang
diberikan kepada mereka berdasarkan resolusi PBB 181. Deklarasi kemerdekaan
Israel langsung mendapat langsung mendapatkan pengakuan dari Amerika Serikat
selang beberapa menit setelah deklarasi tersebut dilaksanakan, 38 kemudian disusul
oleh negara Iran dan Uni Soviet serta negara-negara lainnya.39
Pada hari selanjutnya 15 Mei 1948, pasukan regular dari negara-negara Arab
yaitu Mesir, Yordania serta Irak dan Suriah memasuki area Palestina untuk
menghancurkan negara baru Israel.40 Strategi dari negara Arab adalah pasukan Suriah
dan Libanon melakukan serangan dari bagian utara sedangkan Yordania dan Irak
melancarkan serangan dari sebelah timur. Pasukan Suriah, Libanon, Yordania dan
Irak bergabung di Galilee dan kemudian menuju Kota Haifa. Di bagian selatan,
pasukan Mesir ditugaskan untuk menguasai Tel Aviv. Namun sayangnya kerjasama
antar negara-negara Arab ini tidak berjalan lancar dan hasilnya tidak maksimal.41
Israel menyebut perang 1948 sebagai Perang Kemerdekaan, sedangkan
Palestina menilai perang ini sebagai “al nakba” yang artinya bencana atau
catastrophe.42 Di awal mulainya perang, negara Israel mengalami kesulitan dalam
menghadapi serangan pasukan-pasukan Arab. Angkatan Udara Mesir membom Tel-
Aviv, disamping itu pasukan darat Mesir juga berhasil mencapai 35 km atau 20 mil
mendekati Tel Aviv. Beberapa kibbutzim (komunitas kolektif biasanya pertanian) di

1948-Arab-Israeli-War.pdf tanggal akses 9 September 2016, pukul:08.55


38
Jeremy R.Hammond, The Israel-Palestine Conflict A Collection of essay,
39
The Plan of Partition and End of The British Mandate, hal: 9,
http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch2.pdf
40
The Plan of Partition and End of The British Mandate, hal: 9,
http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch2.pdf
41
Karsh, Inari & Karsh Efraim, Empires of the Sand: The struggle for Mastery in the Middle East
1789-1923, Harvard University Press, 1999 hal:52
42
CAABU, Israeli-Palestinian Conflict,

13
Negev berada di bawah penjagaan pasukan Arab. Jalan yang menghubungkan
Yerusalem dan Tel Aviv dijaga oleh pasukan dari Transjordan.43
Genjatan senjata pertama antara Arab dan Israel terjadi pada tanggal 11 Juni
dan berlangsung selama 28 hari. Kemudian dilanjutkan dengan 10 hari pertempuran
dan berakhir dengan genjatan senjata kedua yang berlangsung hingga tanggal 15
Oktober 1948. Selama masa genjatan senjata pertama Israel mendapatkan senjata dari
Czechoslovakia, sehingga saat Arab melanjutkan perang pada bulan Juli, Israel telah
dibekali dengan senjata yang lebih baik dari sebelumnya disamping itu kekuatan
militer Israel juga telah dibenahi. Hingga akhir tahun 1948 Israel mampu
mengamankan area mereka dan menyerang Negev hingga Laut Merah. Count
Bernadotte Folke yang merupakan mediator dari PBB menginginkan Israel untuk
menyerahkan kembali Negev dan area Internasional Yerusalem namun beliau
akhirnya dibunuh oleh seorang teroris Yitzhak Shamir pada bulan September 1948.44
Pada genjatan senjata kedua tahun 1949 disepakati garis militer yang
membatasi wilayah yang dikuasai Israel dengan tujuan untuk mengakhir
pertempuran, namun pemberian garis ini bukan berarti bahwa negara-negara Arab
mengakui dan melegitimasi area tersebut sebagai kepemilikan dari Israel. Negara
Arab masih diberikan kesempatan untuk mendapatkan kembali wilayah mereka
melalui cara diplomasi.45
Sebagai hasil dari perang 1948 ini wilayah Palestina secara de facto sangat
berbeda dengan resolusi PBB 181 tahun 1947. UN Partition plan memberikan bangsa
Yahudi area seluas 56% dari area Palestina (kecuali Yerusalem) dengan populasi
498.000 Yahudi dan 325.000 bangsa Arab, sedangkan Arab mendapatkan area
sebesar 43% dengan populasi 807.000 bangsa Arab dan 10.000 orang Yahudi. Namun
pasca perang pada tahun 1948 bangsa Yahudi justru mendapatkan bagian yang lebih
luas dari sebelumnya mencapai 78% dari total wilayah Palestina dengan populasi
43
http://www.saylor.org/site/wp-content/uploads/2011/08/HIST351-10.4.3-1948-Arab-Israeli-
War.pdf, tanggal akses 11 September 2016, pukul: 17:57, hal: 2
44
Karsh, Inari & Karsh Efraim, Empires of the Sand: The struggle for Mastery in the Middle East
1789-1923, Harvard University Press, 1999 hal:55
45
Brief History, http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf
tanggal akses: 11 September 2016, pukul: 7.00

14
600.000 orang Yahudi dan 133.000 orang Arab. Sekitar 727.000 bangsa Arab terusir
dari rumah mereka dimana 470.000 hidup dalam penampungan pengungsi di Tepi
Barat dan Jalur Gaza, sedangkan yang lainnya dipulangkan ke negara Arab lainnya.
Gambar 1.5 Peta Wilayah Israel pasca Perang 1948

Sumber: www.edmaps.com/html/israel_and_palestine.html
11 Desember 1948 sidang umum PBB mengeluarkan resolusi 194 yang
menjamin hak para pengungsi Arab untuk kembali:46
“Resolves that the refugees wishing to return to their homes and live at peace with
their neighbours should be permitted to do so at the earliest practicable date, and
that compensation should be paid for property of those choosing not to return and for
the loss or damage to property which, under principles of international law or in
equity, should be made good by governments and authorities responsible…”
Resolusi ini kemudian meningkatkan kewaspadaan pemerintah Israel karena
berpotensi mengancam keamanan negaranya. Sehingga Israel berdalih bahwa hanya
orang Arab yang menginginkan hidup damai dengan tetangga mereka yang diizinkan
untuk kembali ke rumah mereka di Palestina. Bagaimapun mereka yang tidak
kembali ke Palestina tetap harus dibayarkan kompensasinya berdasarkan hukum
internasional. Israel secara konsisten telah mencemooh resolusi 194 tersebut,
46
Daniel J. Castellano, M.A, A Brief History of the Arab-Israeli Conflict,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf tanggal akses:
12 September 2016, pukul: 07.32

15
meskipun penerimaan terhadap resolusi tersebut merupakan syarat yang harus
dipenuhi Israel agar mendapat pengakuan dari PBB dan internasional sebagai sebuah
negara. Tetap saja Israel menjaga agar para pengungsi Arab tidak akan kembali lagi
ke tanah Palestina. 47
Pada 11 Mei 1949, resolusi PBB nomor 273 dikeluarkan, isi dari resolusi
tersebut adalah menerima Israel sebagai anggota dari PBB dan mengakuinya sebagai
sebuah negara yang merdeka, namun dengan pemahaman bahwa Israel akan
mengimplementasikan perintah-perintah yang ada dalam resolusi tahun 1947 dan
resolusi 194 yang menjamin hak dari Arab Palestina untuk kembali ke rumah
mereka.48
Disamping meningkatnya jumlah pengungsi Palestina dengan berdiri dan
diakuinya negara Israel maka jumlah populasi Yahudi di area tersebut meningkat
secara signifikan, hal ini sesuai dengan isi dari deklarasi bersirinya negara Israel yang
menjabarkan bahwa negara Israel terbuka bagi semua imigran Yahudi yang selama
ini berada di daera-daerah diaspora, berikut adalah kutipan isi dari deklarasi
kemerdekaan negara Israel,49
“THE STATE OF ISRAEL will be open for Jewish immigration and for the Ingathering of the
Exiles; it will foster the development of the country for the benefit of all its inhabitants; it will
be based on freedom, justice and peace as envisaged by the prophets of Israel; it will ensure
complete equality of social and political rights to all its inhabitants irrespective of religion,
race or sex; it will guarantee freedom of religion, conscience, language, education and
culture; it will safeguard the Holy Places of all religions; and it will be faithful to the
principles of the Charter of the United Nations.”

Gambar 1.6 Aliyah Bangsa Yahudi dari Tanah Arab

47
Ahad Ha’am, The Origin of the Palestine-Israel Conflict, Jews for Justice in Middle East, 2000,
hal: 13
48
Ahad Ha’am, The Origin of the Palestine-Israel Conflict, Jews for Justice in Middle East, 2000,
hal: 13
49
Declaration of the Establishment of the State of Israel, Official Gazette, No 1 of the 5th Iyar, 5708

16
Sumber: Umar Anggara Jenie, Akar Konflik Palestina-Israel dalam Tinjauan Sejarah
Kenabian, hal: 11
Gambar 1.7 Peta Aliyah Bangsa Yahudi dari Eropa ke Israel

Sumber:
Umar Anggara
Jenie,
Akar Konflik Palestina-Israel dalam Tinjauan Sejarah Kenabian, hal: 12

Kedua gambar sebelumnya menunjukkan bahwa pasca kemerdekaan Israel


gelombang migrasi bangsa Yahudi dari segala penjuru baik itu di area Arab maupun
Eropa meningkat. Bangsa Yahudi terbanyak di tanah Arab berasal dari Maroko
dengan total imigran sebanyak 252.642 orang, sedangkan yang paling sedikit berasal
dari Libanon sekitar 4.000 orang. Untuk kawasan Eropa Yahudi terbanyak berasal
dari negara Rumania sebanyak 229.776 orang, dan paling sedikit berasal dari Spanyol
yaitu hanya 567 orang.

3.2 Perang kedua Arab-Israel 1956

17
Rezim pemerintahan Israel yang dipimpin oleh Ben Gurion telah menetapkan
sebuah kebijakan keamanan yang agresif yang memerlukan tindakan profokatif yang
ofensif dengan tujuan mengintimidasi negara-negara Arab untuk menerima
keberadaan negara Israel. Pada tahun 1953, seorang perempuan Israel dan dua
anaknya dibunuh oleh teroris Arab. Kemudian Kolonel Ariel Sharon dikirim ke
pemukiman Arab yang bernama Qibya untuk membom rumah mereka sebagai
hukuman atas apa yang terjadi pada perempuan Yahudi tersebut. Walaupun semua
penduduk diperingatkan untuk pergi, namun tidak semuanya yang mendengarkan
peringatan tersebut sehingga 50 orang pun tewas. Kebijakan hukuman kolektif ini
menjadi karakter khusus bagi doktrin keamanan Israel.50
Para pendukung Ben Gurion juga melakukan tindakan agresif terhadap
negara-negara tetangga Israel dengan memulai pertempuran kecil di perbatasan Mesir
dan Yordan. Staf Kepala Ben Gurion yang bernama Moshe Dayan mengakui bahwa
kebijakan ini merupakan upaya untuk menjaga tingkat tegangan yang tinggi antara
populasi Israel dan Arab dan juga antar tentara kedua belah pihak. Tanpa tindakan ini
Israel tidak akan bisa berhenti menjadi orang-orang yang suka berperang dan tanpa
disiplin dan karakter seperti itu Israel akan kalah. Yang sebenarnya sangat bertolak
belakang dengan resolusi PBB 273 yang menyatakan bahwa Israel merupakan negara
yang cinta damai.51
Pada tahun 1953 Ben Gurion pun berhenti dari jabatannya dan digantikan oleh
Moshe Sharett. Menteri Pertahanan yang bernama Pinhas Lavon dulunya adalah
mata-mata dari Ben Gurion yang secara diam-diam membentuk mata-mata Mesir di
Mesir untuk melakukan sabotase penarikan mundur pasukan Inggris dari negara
tersebut. Para pelaksana sabotase akan menanam bom pada Kedutaan Inggris
maupun Amerika Serikat atau bangunan lain yang kemudian berdampak pada
tewasnya warga Amerika atau Inggris dan pihak yang akan disalahkan atas tindakan

50
Daniel J. Castellano, M.A, A Brief History of the Arab-Israeli Conflict,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf tanggal akses:
12 September 2016, pukul: 07.32
51
Daniel J. Castellano, M.A, A Brief History of the Arab-Israeli Conflict,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf tanggal akses:
12 September 2016, pukul: 07.32

18
tersebut adalah teroris Islam. Pemerintah Israel menolak adanya keterlibatan
meskipun Lavon kemudian dipaksa untuk mundur, dan keterlibatan Israel dalam
tindakan teroris kemudian diakui pada tahun 1960.52
Setelah mundurnya Lavon, Ben Gurion kembali menduduki jabatan sebagai
Perdana Menteri Israel dan sebagai Menteri Pertahanan. Pada bulan Februari tahun
1955 Ben Gurion menyerang orang Mesir di Gaza dan menewaskan empat puluh
tentara. Tindakan provokatif ini diharapkan sebagai pembalasan atas tuduhan Mesir
yang menyatakan keterlibatan Israel dalam terorisme (meskipun faktanya mereka
memang terlibat). Taktik offensive ini menciptakan musuh baru bagi negara Israel
yaitu Jamal Abdul Nasir yang merupakan pemimpin baru Mesir, Nasir kemudian
menemui Uni Soviet untuk membeli persenjataan modern untuk melawan Israel.
Selain itu Jamal Abdul Nasir juga melakukan kerjasama militer dengan Suriah pada
bulan Oktober.53
Kesempatan Israel untuk menyerang Mesir meningkat pada tahun 1956 ketika
Nasir menasionalisasi Terusan Suez. Israel mendesak Inggris untuk melakukan
tindakan agresif dengan tujuan mengamankan kepentingan strategis mereka. Israel
pada awalnya telah merencanakan serangan dengan Peranscis yang menyediakan jet-
jet tempur serta persenjataan lainnya. Inggris, Perancis dan Israel berkonspirasi untuk
menyerang Sinai pada bulan Oktober, dimana menurut Ben Gurion daerah Sinai
seharusnya menjadi milik Israel. 54 Aliansi yang dibentuk Israel dengan Inggris dan
Perancis disamping meningkatkan kekuatan militer, juga bertujuan sebagai upaya
agar kesalahan tersebut juga ditimpakan pada Inggris dan Perancis.
Pada tanggal 29 Oktober Israel menyerang Semenanjung Sinai dan dua hari
setelahnya Inggris serta Perancis menuntut Nasir untuk mundur dari Suez. Respon
Nasir atas tuntutan tersebut adalah penolakan, kemudian Inggris membom pangkalan

52
Mitchell G. Bard, Myths and Facts a guide to the Arab Israeli Conflict, American-Israeli
Cooperative Enterprise (AICE), 2012, hal: 32
53
Daniel J. Castellano, M.A, A Brief History of the Arab-Israeli Conflict,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf tanggal akses:
12 September 2016, pukul: 07.32
54
Daniel J. Castellano, M.A, A Brief History of the Arab-Israeli Conflict,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf tanggal akses:
12 September 2016, pukul: 07.32

19
udara Mesir dan Mesir dipaksa mundur dari Sinai. Pada 5 November pasukan Inggris
dan Perancis menyerang terusan tersebut akibat dari tindakan Inggris dan Perancis ini
transit melalui terusan Suez ditutup selama berbulan bulan. 55
Pemerintah Eisenhower memaksa Perdana Menteri Inggris Anthony Eden
untuk menghentikan penyerangan tersebut. Amerika dan mayoritas anggota PBB
menyalahkan ketiga negara tersebut atas peristiwa di Terusan Suez. Israel pun
dipaksa untuk mundur dari wilayah Mesir namun dengan syarat bahwa jalur Gaza dan
Selat Tiran di Gunung Teluk Aqaba diawasi oleh pihak internasional.56

3.3 Perang Enam Hari tahun 1967


Perang antara Israel dan Arab pada tahun 1967 bukan hanya menjadi titik
balik dalam sejarah politik di Timur Tengah namun juga memicu munculnya konsep
“pre-emptive war” yang digunakan oleh Amerika Serikat dan negara-negara
aliansinya untuk menggambarkan kemungkinan atau potensi musuh untuk melakukan
serangan terhadap negaranya.57 Konsep ini juga yang digunakan oleh Amerika untuk
menyerang Irak dan melakukan embargo terhadap pembangunan fasilitas nuklir di
Iran.
Pada tanggal 5 Juni 1967 setelah mengalami tegangan selama tiga minggu
lamanya menyangkut permasalahan di Terusan Suez dan pengalihan sumber air laut
Galilee yang dilakukan Israel pada tahun 1964, angkatan udara Israel menyerang
Mesir, Suriah dan Yordan dan menghancurkan sekitar 80% dari pesawat-pesawat
perang negara tersebut. Dalam operasi tersebut pasukan Israel berhasil mengokupasi

55
Daniel J. Castellano, M.A, A Brief History of the Arab-Israeli Conflict,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf tanggal akses:
12 September 2016, pukul: 07.32
56
Daniel J. Castellano, M.A, A Brief History of the Arab-Israeli Conflict,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf tanggal akses:
12 September 2016, pukul: 07.32
57
Ersun N. Kurtulus, The Notion of a Pre-emptive war: the Six Day War Revisited, Middle East
Institute Journal Vol 61, No 2 Spring 2007, hal: 220

20
Sinai, Gaza dan Tepi Barat di area Yordan dan Dataran Tinggi Golan. Berdasarkan
pernyataan dari pemerintah Israel, serangan yang dilakukan tersebut merupakan
upaya pre-emptive atau pencegahan terhadap serangan yang akan dilakukan oleh
Mesir.58 Namun konsep pre-emptive yang digunakan oleh Israel dalam menyerang
negara-negara Arab kemudian kembali dipertanyakan, hal ini disebutkan oleh Jeremy
R. Hammond yang menyebutkan pernyataan bahwa perang 1967 merupakan pre-
emptive war adalah mitos belaka.
Konsep tindakan pre-emptive memiliki syarat utama yaitu adanya imminent
threat dari negara lawan. Baik itu badan inteligen Israel maupun Amerika Serikat
menyadari bahwa kemungkinan Naseer untuk melakukan serangan terhadap Israel
masih rendah. CIA bahkan menyebutkan bahwa superioritas militer Israel dibanding
negara-negara Arab berpotensi untuk mengalahkan negara Arab dalam waktu 2
minggu dan bisa jadi hanya dalam 1 minggu jika Israel yang menyerang pertama
kali.59 Hal ini menunjukkan posisi Israel yang pada hakikatnya aman dan bebas dari
ancaman negara Arab berkat keunggulan militer yang negara tersebut miliki.
Disamping itu, Perdana Menteri Israel pada masa itu yang bernama
Menachem Begin menyadari bahwa pada Juni 1967 konsentrasi pasukan Mesir di
daerah Sinai tidak membuktikan bahwa Nasser akan menyerang Israel, dan Begin
mengakui bahwa Israel lah yang menyerang Mesir terlebih dahulu tanpa adanya
60
ancaman yang ditunjukkan oleh negara Mesir. Pernyataan tersebut menghasilkan
kesimpulan bahwa posisi yang diambil oleh Nasser pada masa itu lebih bersifat
defensive yaitu upaya untuk bertahan ketimbang offensive sebagaimana yang
dituduhkan oleh negara Israel.
Strategi yang dipilih oleh militer Israel dengan meluncurkan serangan
terhadap pesawat-pesawat tempur negara-negara Arab yang masih berada di darat
menjadi salah satu faktor penyebab kemenangan Israel dalam perang tahun 1967.

58
Ersun N. Kurtulus, The Notion of a Pre-emptive war: the Six Day War Revisited, Middle East
Institute Journal Vol 61, No 2 Spring 2007, hal: 221
59
Jeremy R. Hammond, The Israeli-Palestine Conflict: a Collection of Essays, Worldview
Publication 2016, hal: 10
60
Jeremy R. Hammond, The Israeli-Palestine Conflict: a Collection of Essays, Worldview
Publication 2016, hal: 10

21
Raja Husein Yordan memberikan pernyataan bahwa “ The battle was waged against
us almost exclusively from the air with overwhelming strength and continual,
sustained air attacks on every single unit of our armed forces, day and night.”61
Sebagai respon terhadap hasil dari perang enam hari ini dimana Israel berhasil
mengokupasi beberapa area dari masing-masing negara yang terlibat dalam perang,
Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi 242, yang bunyinya sebagai berikut:62
1. Affirms that the fulfilment of Charter principles requires the establishment of a
just and lasting peace in the Middle East which should include the application of
both the following principles:

(i) Withdrawal of Israel armed forces from territories occupied in the recent


conflict;
(ii) Termination of all claims or states of belligerency and respect for and
acknowledgment of the sovereignty, territorial integrity and political
independence of every State in the area and their right to live in peace within
secure and recognized boundaries free from threats or acts of force;
2. Affirms further the necessity
(a) For guaranteeing freedom of navigation through international waterways in
the area;
(b) For achieving a just settlement of the refugee problem;
(c) For guaranteeing the territorial inviolability and political independence of
every State in the area, through measures including the establishment of
demilitarized zones;
3. Requests the Secretary-General to designate a Special Representative to
proceed to the Middle East to establish and maintain contacts with the States
concerned in order to promote agreement and assist efforts to achieve a peaceful
and accepted settlement in accordance with the provisions and principles in this
resolution;
4. Requests the Secretary-General to report to the Security Council on the progress
of the efforts of the Special Representative as soon as possible.

Resolusi tersebut menekankan penolakan terhadap wilayah yang didapatkan


melalui perang, dan meminta Israel untuk menarik diri dari tanah-tanah yang
diokupasi tersebut. Disamping itu PBB juga menegaskan bahwa setiap negara di
kawasan tersebut harus memiliki hak untuk hidup dengan damai dalam batas wilayah

61
Donald Neff, Warriors for Jerusalem, New York Linden Press, 1984 hal: 246
62
Resolustion 242 (1967) of 22 November 1967,
https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7D35E1F729DF491C85256EE700686136 tanggal
akses 16 Oktober 2016, pukul 16:46

22
yang aman, PBB juga menyatakan pentingnya mendapatkan pemukiman yang layak
bagi para pengungsi.63
Ada semacam perbedaan pendapat mengenai makna dari perintah PBB kepada
Israel untuk menarik diri dari wilayah yang diokupasi. Israel mengartikan kalimat
tersebut dengan makna bahwa Israel harus menarik diri dari beberapa area yang telah
diokupasi dan bukan berarti menarik pasukannya dari semua area yang berhasil
dikuasai pasca perang tahun 1967.

Gambar 1.8 Wilayah yang Dikuasai Israel pasca Perang 1967

63
I CAABU, Israel-Palestine Conflict, https://www.caabu.org/sites/default/files/resources/History
%20of%20Israel%20Palestine.pdf tanggal akses 12 September 2016, pukul: 18.39

23
Sumber: A Brief History of the Arab-Israel Conflict

2.8 Perang Ramadhan atau Yom Kippur 1973


Pada bulan oktober 1973 Mesir melancarkan serangan mendadak terhadap
pasukan Israel di bagian timur dari Terusan Suez, pada waktu yang sama tentara
Suriah juga menyerang Israel di daerah Golan. Di awal pertempuran pasukan Mesir
berhasil melintasi terusan dan membangun pangkalan militer, dan Suriah juga
berhasil menduduki Dataran Tinggi Golan. Senjata-senjata yang disuplay dari Rusia
membantu mereka dalam melawan kekuatan angkatan udara Israel yang telah
memenangkan perang pada tahun 1967. Pada beberapa hari selanjutnya keadaan
berubah, pasukan Israel berhasil melewati terusan dan membangun pangkalan
mereka di Tepi Barat, mereka berhasil memukul mundur pasukan Suriah hingga ke
Damaskus.64
Serangan mereka berhenti saat ada campur tangan dari negara superpower
Amerika yang tidak menginginkan negara Israel kalah, begitu juga dengan Rusia
yang juga tidak menginginkan kekalahan di kubu Arab. Sehingga baik Amerika dan
Rusia tidak mengizinkan perang tersebut berlanjut karena akan berpotensi menarik
64
Stephen D. Brown, Anwar Sadat and The Yom Kippur War, National Defense University Library,
2000, hal: 3

24
kedua negara ini dalam perang tersebut.65 Pada tanggal 25 Oktober 1973 kemudian
disepakati genjatan senjata antara pihak-pihak yang berperang.66
Perang antara Arab dan Israel tahun 1973 ini dinilai sebagai kegagalan bagi
inteligen Israel dan Amerika, hal ini karena mereka tidak waspada terhadap serangan
tiba-tiba yang dilakukan oleh Mesir dan Suriah.67 Seorang ahli sejarah pada masa itu
Edward R.F Sheeham menyatakan dalam tulisannya yang berjudul The Arabs,
Israelis & Kissinger bahwa perang oktober tahun 1973 sangat mengejutkan bagi
Israel. 68
Kegagalan CIA dan inteligen Israel tersebut didasarkan pada beberapa
kondisi, yang pertama adalah superioritas militer Israel yang telah tergambar dalam
perang enam hari 1967 serta inferioritas dari militer negara-negara Arab
menimbulkan asumsi bahwa negara Arab dalam kurun waktu tersebut akan berusaha
untuk menghindari konflik bersenjata bagaimanapun caranya.69 Asumsi ini menjadi
salah satu alasan dibalik kegagalan CIA mengidentifikasi kemungkinan serangan
dari Arab.
Asumsi lainnya yaitu retorika agresif yang dilakukan oleh Anwar Sadat
hanyalah taktik negosiasi yang dilakukan oleh Mesir untuk memaksa Israel, selain
itu pasca perang tahun 1967 Amerika Serikat lebih mengharapkan cara-cara
diplomasi untuk mencegah konflik bersenjata di Timur Tengah. 70
Dalam pandangan Israel hasil dari perang 1973 ini adalah kemenangan bagi
negaranya karena berhasil menjaga kekuasaan mereka terhadap area Sinai dan
Dataran Tinggi Golan, namun bagi Arab yaitu Mesir dan Suriah perang tersebut
menunjukkan kemenangan politik bagi Arab yang berhasil meluncurkan serangan

65
Albert Hourani, A History of the Arab People, Grand Central Publishing, 1991, hal: 112
66
United States Department of State, The 1973 Arab-Israeli War, http://2001-
2009.state.gov/r/pa/ho/time/dr/97192.htm tanggal akses: 10 September 2016, pukul: 12.31
67
Matthw T Penney, Intelligence and The 1973 arab-Israeli War, CIA Center for Study of Intelligent
History, hal: 9
68
Matthw T Penney, Intelligence and The 1973 arab-Israeli War, CIA Center for Study of Intelligent
History, hal: 9
69
Yorba Linda CIA, President Nixon And The Role of Intelligence in The 1973 Arab-Israeli War,
Richard Nixon Presidential Library and Museum, 2013, hal: 11
70
Yorba Linda CIA, President Nixon And The Role of Intelligence in The 1973 Arab-Israeli War,
Richard Nixon Presidential Library and Museum, 2013, hal: 11

25
kejutan terhadap Israel. Meskipun pada hakikatnya mereka tidak berhasil
mendapatkan kembali area-area yang diokupasi oleh Israel, namun mereka berhasil
menunjukkan pada dunia kerapuhan militer Israel yang selama ini dinilai superior.
Tanpa adanya bantuan senjata dari Amerika Serikat Israel tidak akan berhasil
mempertahankan area tersebut.71
Demikianlah peristiwa konflik bersenjata yang terjadi antara Israel dan
Palestina dari berdirinya negara Israel, dalam perkembangannya daerah kekuasaan
Palestina mengalami penurunan yang signifikan sepanjang konflik ini terjadi. Berikut
adalah peta gambaran perbandingan teritori Palestina sebelum berdirinya Israel
hingga tahun 2000,

Sumber: http://cdn.static-
economist.com/sites/default/files/images/blogs/2010w10/PalestineIsraelMap580.jpg

71
Promise Timeline, History of Israeli-Palestinian Conflict,American Documentary Inc, 2001, hal:3

26
4. Tokoh Arab Nasrani dalam Konflik Arab-Israel
Konflik antara Israel dan Palestina tidak bisa disempitkan pembahasannya
pada konflik antara Muslim dan Yahudi saja, hal ini karena penduduk Palestina yang
menghuni tanah Yerusalem tidak semuanya adalah orang islam. Ada diantara
beberapa tokoh nasrani Arab yang turut serta berkontribusi dalam konflik ini (Michel
Aflaq dan Dr. George Habash)

4.1 Michel Aflaq


Beliau lahir pada tahun 1910 di Damaskus, Aflaq berasal dari keluarga kelas
menengah Yunani orthodox dan telah memiliki ideologi nasionalis.72 Karya Aflaq
mengenai teori nasional dipengaruhi oleh tulisan dari Sati’ al-Husri, yang
memperluas dan memperdalam konsep dari bangsa Arab dan prospek jika bangsa
Arab bersatu.73
Dalam definisnya mengenai komponen dari bangsa Arab, Aflaq menggunakan
kata ras Arab dalam tulisannya, namun beliau juga mendeskripsikan visi-visinya
mengenai negara Arab sekuler yang menggabungkan semua orang Arab tanpa
memandang agama maupun garis keturunan mereka. Sementara menjabarkan
perbedaaan asal muasal bangsa Arab baik itu secara genetic maupun historis, Aflaq
meyakini bahwa bukanlah perbedaan aliran atau sekte melainkan perbedaan-
perbedaan kelaslah yang menjadi akar dari konflik bangsa.74
Aflaq adalah pendiri dari Partai B’ath pada tahun 1943 dengan sekelompok
mahasiswa Suriah dari Sorbone.75 Melalui partai ini, Aflaq dan pengikutnya berusaha
mencari sintesis dari nasionalisme dan sosialisme. 76 Aflaq secara aktif mendukung
penggabungan Suriah dengan Mesir menjadi Republik Arab, dengan tetap menjaga

72
Kamel S. Abu Jaber, The Arab Ba’ath Socialist Party, History, Ideology, and Organization ,
Syracuse, New York: Syracuse University, 1966, hal: 10
73
Elie Chalala, Arab Nationalism: A Bibliographic Essay, Pan Arabism and Arab Nationalism: The
continuing debate, Boulder, CO: Westview, hal: 33
74
Kenneth Cragg, The Arab Christian: A History in the Middle East, London: Mowbray, 1991, hal:
162
75
Bassam Tibi, Arab Nationalism, 3rd , Basingstoke, UK: Macmillan, 1997, hal: 118
76
Bassam Tibi, Arab Nationalism, 3rd , Basingstoke, UK: Macmillan, 1997, hal: 204

27
kedaulatan dari masing-masing provinsi, diantara negara Arab Mesir merupakan
negara dengan kekuatan militer dan pengaruh yang cukup kuat dengan popularitas
dari Jamal Abdul Nasir. Bagaimanapun Nasir memiliki fondasi ideologi yang
regionalis, sehingga Nasir lebih mengedepankan nasionalism Mesir ketimbang
nasionalisme Arab. Bahkan dalam hal hubungan dengan Israel, posisi Mesir
didasarkan pada kepentingan domestik dan regional dibanding nilai-nilai pan-
arabisme. Namun pengaruh dari Nasir sangat dibutuhkan oleh Partai Baath untuk
mendukung terciptanya persatuan Arab. Sehingga mengenyampingkan ideology
regionalis dari Nasir dan kurangnya keterlibatan beliau dalam pan-Arabisme, Nasir
tetap dijadikan sebagai simbol kuat dari persatuan Arab yang dimanifestasi melalui
persatuan Mesir dan Suriah.77
4.2 George Habash
George Habash berasal dari keluarga Yunani Palestina orthodox di Lod, saat
pembentukan negara Israel pada tahun 1948, beliau mengibarkan bendera Palestina
dan kemudian menjadi pengungsi di Libanon. Habash belajar ilmu kedokteran di
Universitas Amerika di Beirut dan pindah ke Amman. Setelah lulus, beliau
menfokuskan kegiatannya pada gerakan nasionalis Palestina.78
Dalam karyanya yang berjudul gerakan nasional Palestina, beliau
menunjukkan perbedaan pandangan denganAflaq yang menekankan nasionalisme dan
persatuan dari bangsa Arab, bagi Habash pembebasan Palestina dan terbentuknya
negara resmi Palestina merupakan hal yang paling penting dibandingkan dengan
persatuan dari bangsa Arab.79
Habash tetap meyakini bahwa orang-orang Palestina merupakan bagian dari
bangsa Arab, namun beliau menyadari keunikan sejarah dan keadaan politik Palestina
yang berbeda dengan negara-negara Arab lainnya dalam konteks krisis nasionalis
Palestina. Habash tidak menyangkal identitas mereka sebagai orang Arab, namun
77
Adam Ajloni, Arab Christian Nationalist Thinker and Arab Christian Nationalism in the Levant,
hal: 7
78
Adam Ajloni, Arab Christian Nationalist Thinker and Arab Christian Nationalism in the Levant,
hal: 25
79
Adam Ajloni, Arab Christian Nationalist Thinker and Arab Christian Nationalism in the Levant,
hal: 25

28
dalam pandangannya persatuan Arab tidak akan mendatangkan hasil yang efektif bagi
perjuangan kemerdekaan orang-orang Palestina.80
Habash terlibat dalam berbagai organisasi pembebasan palestina. Pada tahun
1967, beliau membentuk PFLP (Popular Front for the Liberation of Palestine), selama
tahun 1970an PFLP terlibat dalam melakukan beberapa serangan teroris, terutama
pembajakan pesawat. Habash dan PFLP juga diduga dalang di balik upaya
pembunuhan Raja Husein Yordania.81
Demikianlah dua contoh tokoh nasrani yang memberikan kontribusi dalam
perjuangan Palestina dan bangsa Arab dalam melawan Israel. Identitas Arab yang
selalu dikaitkan dengan orang Islam merupakan pernyataan yang sama sekali tidak
benar. Masih banyak tokoh-tokoh nasrani lainnya yang turut andil dalam
menyelesaikan konflik kemanusiaan yang terjadi di tanah Yerusalem tersebut, namun
sayang media dan beberapa tulisan tidak diekspos dan fakta ini terkesan
diesmbunyikan dari publik.
5. Kesimpulan
Konflik antara negara Israel dan Palestina secara historis dilatarbelakangi oleh
janji dan dukungan Inggris kepada kedua belah pihak yang menyebabkan
kesalahpahaman dari awal antara kedua belah pihak (Balfour declaration dan janji
kepada Gubernur Husayn). Disamping itu beberapa konflik bersenjata yang terjadi
antara dua negara ini tidak bisa terlepas dari kepentingan pihak asing yang juga
intervensi dalam permasalahan ini sehingga menyebabkan konflik Israel Palestina
menjadi semakin kompleks, karena semakin banyak aktor yang terlibat maka semakin
banyak pula kepentingan yang ingin diperjuangkan.
Disamping pihak asing yang memperumit konflik ini, politik dan taktik Israel
yang provokatif serta penuh skandal juga merupakan permasalahan utama yang
sampai sekarang menyebabkan perdamaian antara kedua belah pihak tidak bisa

80
Adam Ajloni, Arab Christian Nationalist Thinker and Arab Christian Nationalism in the Levant,
hal: 27
81
Adam Ajloni, Arab Christian Nationalist Thinker and Arab Christian Nationalism in the Levant,
hal: 30

29
dicapai. Hal lainnya yang mewarnai konflik Israel Palestina adalah adanya
instrument-instrumen keagamaan yang digunakan sebagai alat untuk melegitimasi
tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Dinamika politik antara negara Arab juga menjadi hal yang menarik untuk
dibahas lebih lanjut. Eksistensi Mesir, Yordania, Irak, Libanon dan Suriah sebagai
negara bangsa menjadikan negara-negara dengan kebangsaan yang sama ini terpecah
belah. Kerjasama yang dilakukan oleh negara-negara Arab ini justru menghasilkan
kekalahan bagi bangsa Arab, hal ini terbukti dari beberapa perang yang dilakukan
antara Israel dan negara Arab. Pembagian mandate antara Inggris dan Perancis atas
wilayah-wilayah ini berujung pada terbagi-baginya nasionalisme bangsa Arab ke
beberapa negara yang pada hakikatnya tidak bisa disebut sebagai negara bangsa.
Hal menarik lainnya yang mesti disorot adalah keterlibatan dari beberapa
tokoh nasrani dalam perjuangan melawan Israel merupakan bukti kuat bahwa konflik
antara Israel dan Palestina tidak bisa diklasifikan sebagai konflik antara Islam dan
Yahudi semata. Konflik ini adalah permasalahan politik yang kemudian dikaitkan
dengan isu agama untuk menyebarkan kebencian dan bibit perpecahan antar agama
ke seluruh penjuru dunia.
Daftar Pusataka
Jurnal dan Buku
Dan. Rom, in Encyclopedia Judaica – CD-ROM Edition, title: Russia.
Daniel J. Castellano, M.A, A Brief History of the Arab-Israeli Conflict,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pd
f tanggal akses: 12 September 2016, pukul: 07.32
Fawzy Al-Ghadiry, (2003) The History of Palestine, www.Islambasics.com
Hourani, Albert (1991) .A History of the Arab People, Grand Central Publishing
Joel Belnin, Lisa Hajjar, (2014) Palestine, Israel and the Arab-Israel Conflict A
Primer, The Middle East Research & Information Project Copyright,
Karsh Efraim, (2002) The Arab Israeli Conflict, The Palestine War 1948, Osprey
Publishing
Karsh, Inari & Karsh Efraim, (1999) Empires of the Sand: The struggle for Mastery
in the Middle East 1789-1923, Harvard University Press
Promises Timeline, (2001) History of Israeli-Palestinian Conflict, American
Documentary Inc, 2001, hal: 1
Raymond Hinnebusch, (2003) the International Politics of the Middle East,

30
Manchister University Press, 2003
Sousse,A,(1977) The Arabs and Jews in History, E’Rachid, Baghdad
The Universal Jewish Encyclopedia, 1948, (1966) UJE, USA, hal: 70
Macleish, the Care of Antiques and Historical Collections, American Association for
State and Local History
Umar Anggara Jenie.(2009), Akar Konflik Palestina-Israel, hal: 1,
http://repository.shuffahalquran.com/AWG/aqs04_2009-Baytul-Maqdis-
Lengkap.pdf
United States Department of State (2001), The 1973 Arab-Israeli War, http://2001-
2009.state.gov/r/pa/ho/time/dr/97192.htm tanggal akses: 10 September 2016,
pukul: 12.31
Windsor Daily Star. (1947) United Press,
Internet
Arab Israeli War, http://www.saylor.org/site/wp-content/uploads/2011/08/HIST351-
10.4.3-1948-Arab-Israeli-War.pdf, tanggal akses 11 September 2016, pukul: 17:57,
hal: 2
Arab League Declaration on the Invasion of Palestine 15 May 1948 (http:/ / www.
jewishvirtuallibrary. org/ jsource/ History/ arab_invasion.
html), Jewish Virtual Library. Archived (http:/ / www. webcitation. org/ 5v5scvum7)
at WebCit
1948 Arab-Israeli War, http://www.saylor.org/site/wp-
content/uploads/2011/08/HIST351-10.4.3-1948-Arab-Israeli-War.pdf tanggal
akses 9 September 2016, pukul:08.55
Brief History,
http://www.nytimes.com/learning/teachers/studentactivity/20090109gazahistory.pdf
tanggal akses: 11 September 2016, pukul: 7.00
CAABU, Israel-Palestine Conflict,
https://www.caabu.org/sites/default/files/resources/History%20of%20Israel
%20Palestine.pdf
Israel & Palestine Perspective,
http://cmes.arizona.edu/sites/cmes.arizona.edu/files/4.%201948%20Narrative
%20CP%20copy.pdf
Jewish virtual library, Zionist Congress: First Zionist Congress & Basel Program,
http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Zionism/First_Cong_&_Basel_Progra
m.html , tanggal akses: 10 September 2016, pukul: 11.07
The Hashemite Kingdom of Jordan, "The Great Arab Revolt", kinghussein.gov.jo
The Plan of Partition and End of The British Mandate, hal: 9,
http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch2.pdf

31

Anda mungkin juga menyukai