Anda di halaman 1dari 28

Keperawatan Anak

Ns. Nur Halimah,S.Kep,M.Kes

MAKALAH

ANTICIPATORY GUIDANCE

Di Susun Oleh :

1. Mustainah (218022)
2. Isma Azizah (218019)
3. Sri Wahyuningsih (218038)

AKADEMI KEPERAWATAN PELAMONIA MAKASSAR

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA

2020
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang


Maha Pemurah karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami
selesaikan sesuai yang diharapkan.

Kami menyadari, bahwa proses penulisan makalah ini masih jauh


dari kata sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran dan susulan guna penyempurnaan makalah ini
di kemudian hari.

Kami sadar pula, bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami
menghanturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah.

Makassar 19 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................1
B. Tujuan.....................................................................................3
1. Tujuan Umum...................................................................3
2. Tujuan Khusus..................................................................3
C. Manfaat..................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi Anticipatory guidance ...............................................4
B. Pencegahan Kecelakaan Pada Anak....................................5
C. Toilet Training......................................................................14
D. Pendampingan Anticipatory Guidance oleh Perawat...........22
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................23
B. Saran.......................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Orang tua memegang peranan utama dan pertama bagi
pendidikan anak. Mengasuh, membesarkan dan mendidik anak
merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan
tantangan, sedangkan guru di sekolah merupakan pendidik yang
kedua setelah orang tua di rumah. Pada umumnya murid atau siswa
adalah merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh
orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang
tua sebagai pendidik yang pertama dan utama ini tidak berhasil
meletakkan dasar kemandirian maka akan sangat berat untuk
berharap sekolah mampu membentuk siswa atau anak menjadi
mandiri. Pengasuhan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar
anak dalam rangka 'membesarkan' mereka, sangat besar perannya
terhadap tumbuh kembang anak. Upaya ini meliputi upaya
pemenuhan kebutuhan biomedis, kasih sayang, dan stimulasi, di lain
pihak, lingkungan merupakan faktor penentu proses tumbuh-kembang
anak dan corak asuhnya. Secara garis besar lingkungan terdiri dari,
faktor ibu sebagai tokoh utama ekosistem mikro, faktor sosial
ekonomi, dan faktor pemukiman.
Laporan dari UNICEF, setiap anak harus mendapatkan haknya
untuk hidup layak untuk masa depan mereka, karena masa depan
dunia tergantung pada mereka. Setiap tahun, 10 juta bayi dilahirkan
ke dunia ini dan mereka akan menjadi anak yang dewasa nantinya.
Setiap tahun, banyak dari mereka yang tidak mendapatkan haknya
dalam hal kasih sayang, gizi, perlindungan dan keamanan, kebutuhan
untuk tumbuh dan berkembang. Hampir 10 juta anak meninggal
sebelum usia 10 tahun dan lebih dari 200 juta anak tidak berkembang
sesuai potensi mereka karena adanya kesalahan dalam pengasuhan

1
yang merupakan kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal. Di negara sedang berkembang, 45% dari
populasi adalah anak berumur kurang dari 15 tahun dan di antaranya
20% adalah balita. Hasil riset tentang perkembangan anak di
Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 17–20% anak menderita
masalah perkembangan, emosi dan perilaku. Berdasarkan observasi
yang dilakukan dengan menggunakan check list pola asuh pada bulan
Februari tahun 2010 di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan, dari
10 orang tua, peneliti menemukan adanya bentuk pola pengasuhan
orang tua yang cenderung otoriter dalam mendidik anaknya.
Sebanyak 37% orang tua menganggap bahwa anak harus selalu
menuruti kemauan orang tua, 30% orang tua yang masih memberikan
hukuman fi sik kepada anak, dan anak ditakuti dengan hukuman,
padahal pola asuh orang tua yang paling baik untuk perkembangan
anak adalah pola asuh demokratis. Hasil observasi tentang
karakteritik anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada 10
orang anak ditemukan sebanyak 27% anak cenderung penakut, 17%
anak pendiam, dan 23% anak kurang berinisiatif terutama dalam
mencoba hal-hal yang baru.
Orang tua seringkali keliru dalam memperlakukan anak karena
ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan mengasuh yang
benar. Apabila hal ini terus berlanjut, maka pertumbuhan dan
perkembangan anak dapat terhambat. Pakar emotional intelligence
dari Radani Edutainment, Hanny Muchtar Darta, mengatakan bahwa
pengaruh pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada
kehidupan anak di kemudian hari. Biasanya terjadi ketika anak di
bawah lima atau enam tahun dan di bawah 11 tahun. Semua orang
tua mempunyai tujuan yang sangat baik untuk anaknya, namun,
kebanyakan orang tua tidak memahami dampak jangka panjang
akibat dari pola asuh yang tidak tepat.

2
Sebagai bagian dari tenaga kesehatan profesional, perawat
mempunyai peran yang penting dalam membantu memberikan
bimbingan dan pengarahan pada orang tua (anticipatory guidance),
sehingga setiap fase dari kehidupan anak yang kemungkinan
mengalami trauma dan ketakutan yang abstrak pada usia prasekolah
dapat dibimbing secara bijaksana [ CITATION Has11 \l 1057 ]
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan wawasan dalam memperoleh ilmu
pengetahuan tentang Anticipatory guidance
2. Tujuan khusus
a. Untuk Mengetahui Definisi Anticipatory guidance
b. Untuk Mengetahui Pencegahan Kecelakaan Pada Anak
c. Untuk Mengetahui Toilet Training
d. Untuk Mengetahui Pendampingan Anticipatory Guidance oleh
Perawat
C. Manfaat

1. Bagi Penulis
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan serta tambahan ilmu
dalam penulisan.
2. BagiPendidikan
Sebagai bahan untuk perkembangan kualitas ilmu
keperawatan, serta menjadi bahan bagi mereka yang akan
mengadakan penulisan lebih lanjut.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Anticipatory guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang perlu
diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan
anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan
berkembang secara normal. Dengan demikian, dalam upaya untuk
memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah yang
kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan
perkembangan anak, ada petunjuk yang perlu dipahami oleh orang
tua. Orang tua dapat membantu untuk mengatasi masalah anak pada
setiap fase pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara yang
benar dan wajar [ CITATION Nur13 \l 1057 ].
Anticipatory guidance adalah upaya bimbingan kepada orang tua
tentang tahapanperkembangan sehingga orang tua sadar akan apa
yang terjadi dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia
anak. Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat menyebabkan
kematian pada anak. Kepribadian adalah faktor pendukung terjadinya
kecelakaan. Orang tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak,
menyadari karakteristik perilaku yang menimbulkan kecelakaan
waspada terhadap faktorfaktor lingkungan yang mengancam
keamanan anak
Bimbingan antisipasi atau anticipatory guidance adalah bantuan
perawat terhadap orang tuadalam mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan melalui upaya pertahanannutrisi yang
adekuat, pencegahan kecelakaan, dan supervisi kesehatan. Anak
mempunyai karakteristik yang khas yang memerlukan kecermatan
orang tua untukmengenalinya sehingga dapat mencegah terjadinya
kecelakaan yang potensial dialami anak [ CITATION Sup04 \l 1057 ]

4
B. Pencegahan Kecelakaan Pada Anak
1. Faktor- faktor yang mempengaruhi Kecelakaan pada Anak
Fakor pertama yang menyebabkan kecelakaan pada anak
adalah
a. Jenis kelamin
Biasanya lebih banyak pada laki-laki karena lebih aktif di
rumah. Anak laki-laki biasanya lebih banyak mengalami
kecelakaan terutama saat bermain dibandingkan anak
perempuan karena mereka lebih aktif dan banyak
menggunakan keterampilan motorik kasarnya seperti berlari,
melompat, memanjat, bermain sepeda dan sebagainya.
Sedangkan anak perempuan cenderung lebih banyak
menggunakan keterampilan motorik halus seperti bermain
boneka, masak-masakan, bermain peran dan sebagainya.
b. Usia
Pada kemampuan fisik dan kognitif, semakin besar akan
semakin tahu mana yang berbahaya.
. Anak yang umurnya sudah lebih besar tidak terlalu
beresiko mengalami patah tulang dibanding anak yang lebih
kecil. Anak yang lebih kecil memiliki persentase lebih tinggi
mengalami luka bakar dan melepuh, keracunan, dan masalah
pencernaan.
c. Lingkungan
Menurut Rahmi (2008), faktor penyebab kecelakaan
meliputi adanya benda atau bahan yang berbahanya misalnya
botol berisi obat, bak air, tanggake lantai dua. Kondisi
lingkungan yang mendukung misalnya botol obat yang
tutupnya tidak childprrof, tangga yang tidak diberi penghalang,
bak berisi air yang tingginya lebih dari 2 inci dan kurangnya
kewaspadaan orang tua. Adanya penjaga atau pengasuh

5
cenderung dapat mengurangi angka kejadian kecelakaan
pada anak.
2. Pencegahan Kecelakaan Pada
a. Bayi
Jenis kecelakaan: Aspirasi benda, jatuh, luka bakar,
keracunan, kurang oksigen.
Pencegahan
1) Aspirasi: posisikan kepala bayi lebih tinggi saat menyusui
2) Kurang oksigen: ibu jangan menyusui bayi dengan posisi
tidur, sebaiknya saat menyusui posisi ibu duduk
3) Jatuh: tempat tidur ditutup, pengaman (restrain), jangan
meletakkan bayi di kursi atau tempat yang terlalu tinggi
4) Luka bakar: cek air mandi sebelum dipakai
5) Keracunan: simpan bahan beracun dilemari atau jauh dari
jangkauan.
Antisipasi 6 Bulan Pertama
1) Menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal dalam
memenuhi kebutuhan bayi
2) Membantu orang tua untuk memahami kebutuhan bayi
terhadap stimulasi dari lingkungan
3) Support kesenangan orang tua dalam melihat pertumbuhan
dan perkembangan bayinya misalnya respon tertawa
4) Menyiapkan orang tua untuk kebutuhan keamanan bayi
5) Menyiapkan orang tua untuk imunisasi bayi
6) Menyiapkan orang tua untuk mulai memberi makanan
padat pada bayi.
Antisipasi 6 Bulan Kedua
1) Menyiapkan orang tua akan adanya “Stranger Anxiety”
2) Menganjurkan orang tua agar anak dekat kepadanya
hindari perpisahan yang lama

6
3) Membimbing orang tua agar menerapkan disiplin
sehubungan dengan meningkatnya mobilitas bayi
4) Menganjurkan orang tua menggunakan “kontak mata” dari
pada hukuman badan sebagai suatu disiplin
5) Menganjurkan orang tua untuk lebih banyak memberikan
perhatian ketika bayi berkelakuan baik daripada ketika ia
menangis.
b. Balita (1-3 tahun)
Bimbingan kepada orang tua selama balita dikelompokkan
berdasarkan kelompok usia sebagai berikut.
1) Umur 12-18 Bulan (1-1,5 Tahun)
a) Mengkaji kebiasaan makan serta meningkatkan
pemasukan makanan padat
b) Menyediakan makanan kecil antara 2 waktu makan
dengan rasa yang disukai, serta adanya jadwal makan
yang rutin
c) Mengkaji pola tidur malam, terutama kebiasaan minum
malam memakai botol yang merupakan penyebab
utama gigi berlubang
d) Menyiapkan orang tua untuk mencegah bahaya
potensial yang terjadi dirumah seperti jatuh
e) Mendiskusikan mainan baru yang dapat
mengembangkan motorik halus, motorik kasar, bahasa,
pengetahuan, dan keterampilan sosial.
2) Umur 18-24 Bulan (1,5 - 2 Tahun)
a) Menggali kebutuhan untuk menyiapkan saudara
kandung dan menekankan pentingnya persiapan anak
terhadap kehadiran bayi baru
b) Menekankan kebutuhan akan pengawasan terhadap
gigi, serta kebiasaan makan yang menyebabkan gigi
berlubang

7
c) Mendiskusikan tanda-tanda kesiapan toilet training
d) Mendiskusikan berkembangnya rasa takut, seperti saat
gelap dan saat timbul suara keras
e) Mengkaji kemampuan anak untuk berpisah sesaat
dengan mudah dari orang tuanya di bawah asuhan
keluarga
3) Umur 24-36 Bulan (2-3 Tahun)
a) Mendiskusikan pentingnya kebutuhan anak dalam
meniru dan dilibatkan dalam kegiatan
b) Mendiskusikan kegiatan yang dilakukan dalam toilet
training, dan sikap orang tua dalam menghadapi
keadaan-keadaan seperti mengompol atau buang air
besar di celana
c) Menekankan keunikan proses berpikir balita, terutama
bahasa yang digunakan, serta pemahaman terhadap
waktu
d) Menekankan disiplin dengn tetap terstruktur secara
benar dan nyata, ajukan alasan yang rasional, serta
hindari kebingungan dan salah pengertian
e) Mendiskusikan adanya taman kanak-kanak atau pusat
penitipan anak pada siang hari (play group)
c. Pra Sekolah (3-6 tahun)
Kecelakaan pada anak usia prasekolah sering kali
mengakibatkan kondisi yang fatal pada anak, yaitu kematian.
Kondisi yang dimaksud, diantaranya tertabrak motor atau
mobil, luka bakar, keracunan, jatuh, dan tenggelam. Kondisi
tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi apabila orang tua
memahami tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak,
khususnya usia prasekolah. Pemahaman tentang tingkat
perkembangan anak tentunya perlu diikuti dengan pemahaman
tentang pentingya antisipasi terhadap bahaya yang dapat

8
muncul karena aktivitas gerak yang khas dari anak usia
prasekolah, yaitu tidak bisa diam dan bergerak terus.
Oleh karena itu, orang tua harus diberi pengertian tentang
bahaya yang dapat terjadi pada anak. Tidak hanya orang tua,
anakpun perlu diberikan pemahaman tentang cara melindungi
diri dari kecelakaan, dan hubungan sebab akibat dari perbuatan
berisiko untuk terjadi kecelakaan. Tentu saja cara penyampaian
informasi harus menggunakan bahasa yang sederhana dan
dapat dimengerti anak. Kecenderungan terjadi kecelakaan
pada anak usia prasekolah dilatarbelakangi oleh kondisi
tersebut.
1) Anak usia prasekolah sedang mengembangkan
keterampilan motorik kasarnya yang membuat mereka
bergerak terus, berlari, berjinjit, naik turun tangga, pagar,
atau mainan, serta sepedanya.
2) Anak usia prasekolah mengalami peningkatan kemampuan
motorik halus ketika mereka semakin terampil
menggenggam sesuatu, membuka dan menutup botol,
membuka dan menutup lemari yang tidak dikunci, jendela,
dan pintu, serta genggaman dan melempar benda-benda
kecil. Dengan demikian, mereka mencoba terus
kemampuan benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka
mencoba terus kemampuan motorik halusnya dengan
benda-benda yang ada di sekelilingnya, sementara mereka
belum mengetahui bahaya yang mengancam akibat
mengeksplorasi benda disekelilingnya.
3) Anak prasekolah mempunyai rasa ingin tahu yang besar
dibanding dengan anak pada usia lainnya dan senang
mencoba melakukan sesuatu yang belum dikenalnya,
padahal ia belum dapat membaca sehingga belum tahu

9
hal-hal yang membahayakannya. Ia tertarik untuk selalu
mencoba.
4) Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi mengalami
kecelakaan daripada anak perempuan karena lebih ektif
bergerak.
5) Anak yang tidak dijaga sewaktu bermain saat orang tuanya
sedang bekerja, sibuk dengan kegiatan lain, terlalu letih,
atau merasa ada orang lain yang telah menjaganya,
menyebabkan anak berisiko untuk mengalami kecelakaan.
6) Risiko kecelakaan akan lebih besar terjadi saat anak lapar
dan lelah karena pada saat itu keampuan tenaga menurun
dan mungkin anak merasa lemah atau lesu.
7) Anak merasa asing dengan lingkungan atau orang yang
menjaganya karena tidak mengenalnya dengan baik.
8) Anak belum tahu dan belum berpengalaman dalam upaya
melindungi diri dari bahaya kecelakaan
Penyebab dan tipe cidera sangat bergantung pada tahapan
tumbuh kembang anak. Seperti disebutkan di atas, anak yang
lebih kecil belum tahu dan kurang berpengalaman dalam
melindungi dirinya darinya dari kecelakaan. Misalnya, bayi yang
tidur ditinggal sendirian di tempat tidur orang dewasa, anak
yang belum dapat membaca dan tidak mengetahui bahaya obat
atau zat berbahaya yang ditemuinya dalam kemasan botol atau
bentuk lainnya
Untuk itu, upaya yang dapat dialakukan oleh orang tua di
rumah adalah sebagai berikut:
1) Anak Usia 3 Tahun
a) Benda tajam untuk memasak atau berkebun dapat
disimpan di dalam laci yang dapat dikunci sehingga
tidak dapat dibuka anak.

10
b) Benda-benda kecil, seperti manik-manik, perhiasan,
jarum, mainan kecil, alat tulis seperti penghapus, harus
disimpan dalam laci yang tertutup rapat dan terkunci.
c) Zat yang berbahaya, seperti obat-obatan, cairan
pembersih lantai, pestisida, lem, dan lainnya agar
disimpan dalam lemari terkunci. Khusus untuk obat-
obatan, dapat dibuat lemari khusus yang ditempel di
dinding yang tidak dapat dijangkau anak.
d) Amankan kompor dan berikan penutup yang aman. Bila
ada, gunakan jenis kompor yang cukup tinggu dengan
penutup. Akan tetapi, apabila menggunakan kompor
minyak tanah dan desain dapur cukup tinggi, berikan
pengaman pada sekeliling kompor dengan bahan yang
terbuat dari kayu atau ditembok sekelilingnya dengan
ketinggian yang cukup bagi orang dewasa.
e) Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering. Jaga anak
apabila lantai baru atau sedang dipel dan segera dilap
jika ada air atau cairan lain tumpah.
f) Apabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau
atas tangga 6) Apabila ada tangga, pasang pintu di
bagian bawah atau atas tangga dan jaga anak apabila
akan naik atau turun tangga. Larangan anak untuk naik
tangga tidak dianjurkan karena anak harus belajar
menaikinya, yang terpenting ada yang menjaga
dibelakang anak.
g) Sekring listrik harus tertutup dan atur kabel supaya
tidak terlalu panjang sehingga tidak terjutai ke bawah
dan dapat dijangkau anak.
h) Apabila ada parit di samping atau depan rumah, tutup
dengan papan atau disemen.

11
i) Bagi yang letak rumahnya dipinggir jalan raya,
sebaiknya memiliki pintu pagar yang harus selalu
dikunci rapat.
j) Apabila rumah menggunakan sumber air dengan sumur
gali, buat selongsongnya, kemudia tutup dengan
papan/kayu atau besi yang tidak dapat dibuka anak.
k) Bayi yang ditidurkan di tempat tidurnya jangan ditinggal
tanpa dipasang pengaman pada pinggir tempat tidur.
Apabila ditidurkan di tempat tidur orang dewasa, bayi
harus dalam pengawasan.
l) Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat
anak dalam hubungan yang luas
m) Menekankan pentingnya batas-batas/peraturan-
peraturan.
n) Mengantisipasi perubahan perilaku yang agresif
(menurunkan ketegangan/ tension).
o) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada
anaknya alternative-alternatif pilihan pada saat anak
bimbang.
p) Perlunya perhatian ekstra
2) Usia 4 tahun
a) Perilaku lebih agresif termasuk aktivitas motorik dan
bahasa
b) Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu tentang
seksual.
c) Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis dari
tingkah lakunya.
d) Mendiskusikan tentang kedisiplinan.
e) Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan imajinasi di
usia 4 tahun, di mana anak mengikuti kata hatinya, dan

12
kemahiran anak dalam permainan yang membutuhkan
imajinasi.
3) Usia 5 tahun
a) Menyiapkan anak memasuki lingkungan sekolah.
b) Meyakinkan bahwa usia tersebut merupakan periode
tenang pada anak
c) Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk
sekolah.
d. Usia Sekolah
Bimbingan pada orang tua pada usia sekolah
1) Usia 6 tahun
a) Bantu orang tua untuk memahami kebutuhan
mendorong anak berinteraksi dengan temannya.
b) Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan
terutama naik sepeda.
c) Siapkan orang tua akan peningkatan ketertarikan keluar
rumah. Dorong orang tua untuk peduli terhadap
kebutuhan anak akan privasi dan menyiapkan kamar
tidur yang berbeda.
2) Usia 7 - 10 tahun
a) Menekankan untuk mendorong kebutuhan akan
kemandirian.
b) Interes beraktivitas di luar rumah.
c) Siapkan orang tua untuk perubahan pada wanita
memasuki pra pubertas.
3) Usia 11 – 12 tahun
a) Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang
perubahan tubuh saat pubertas.
b) Anak wanita mengalami pertumbuhan cepat.
c) Sex education yang adekuat dan informasi yang akurat.

13
C. Toilet Trening
1. Pengertian Toilet Trening
Toilet training merupakan latihan kebersihan, dimana
diperlukan kemampuan fisik untuk mengontrol sfincter ani dan
urethra dan tercapai kadang-kadang setelah anak bisa berjala.
Menururt Hidayat (2008) Toilet training merupakan suatu
usaha untuk malatih anak agar mampu mengontrol dan
melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training ini
dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan
sampai 2 tahun dalam melakukan latihan BAB dan BAK pada
anak membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis
maupun secara intelektual, melalui persipapan tersebut
diharapkan anak mampu mengontrol BAB dan atau BAK.
Latihan ini termasuk dalam perkembangan psikomotorik,
karena latihan ini membutuhkan kematangan otot – otot pada
daerah pembuangan kotoran ( anus dan saluran kemih). Latihan
ini hendaknya dimulai pada waktu anak berusia 15 bulan dan
kurang bijaksana bila anak pada usia kurang dari 15 bulan dilatih
karena dapat menimbulkan pengalaman – pengalaman traumatik.
Toilet training merupakan latihan moral yang pertama kali diterima
anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak
selanjutnya ( Suherman, 2000).
2. Tahapan Toilet Training
Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa
tahapan seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak
untuk buang air, dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC
anak akan cepat lebih adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk
duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan
kepada anak kegunaan toilet. Lakukan secara rutin kepada anak
ketika anak terlihat ingin buang air. Anak dibiarkan duduk di toilet
pada waktu – waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah

14
bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak
dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali enkopresis
(mengompol) dalam masa toilet training itu merupakan hal yang
normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka
orang tua dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan
apabila anak belum dapat melakukan dengan baik.
Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu
melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet
training itu sendiri:
a. Melihat kesiapan anak Salah satu pertanyaan utama tentang
toilet training adalah kapan waktu yang tepat bagi orang tua
untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak patokan umur
anak yang tepat dan baku untuk toilet training karena setiap
anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses
biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang
tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan benar. Para
ahli menganjurkan untuk melihat beberapa tanda kesiapan
anak itu sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu
sebelum menjalani toilet training. Bukan orang tua yang
menentukan kapan anak harus memulai proses toilet training
akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet
training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang
tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak
trauma melihat toilet.
b. Persiapan dan perencanaan Prinsipnya ada 4 aspek dalam
tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang perlu
diperhatikan hal – hal sebagai berikut gunakan istilah yang
mudah dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku
buang air besar (BAB) / buang air kecil (BAK) misalnya
poopoo untuk buang air besar (BAB) dan peepee untuk buang
air kecil (BAK). Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan

15
toilet pada anak sebab pada usia ini anak cepat meniru
tingkah laku orang tua. Orang tua hendaknya segera mungkin
mengganti celana anak bila basah karena enkopresis
(mengompol) atau terkena kotoran, sehingga anak akan
merasa risih bila memakai celana yang basah dan kotor.
Meminta pada untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa
tubuhnya apabila ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air
besar (BAB) dan bila anak mampu mengendalikan dorongan
buang air maka jangan lupa berikan pujian pada anak.
Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain
seperti:
a. Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak Orang tua
bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil
memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam.
Orang tua juga bisa membacakan cerita tentang cara yang
benar dan tepat ketika buang air.
b. Menunjukkan penggunaan toilet Orang tua harus melakukan
sesuai dan jenis kelamin anak ( ayah dengan anak laki – laki
dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa
meminta kakaknya untuk menunjukkan pada adiknya
bagaimana menggunakan toilet dengan benar ( disesuaikan
juga dengan jenis kelamin).
c. Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak Pispot
ini digunakan untuk melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa
untuk duduk di toilet. Anak bila langsung menggunakan toilet
orang dewasa, ada kemungkinan anak akan takut karena
lebar dan terlalu tinggi untuk anak atau tidak merasa nyaman.
Pispot disesuai dengan kebutuhan anak, diharapkan dia akan
terbiasa dulu buang air di pispotnya baru kemudian diarahkan
ke toilet sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli pispot
usahakan untuk melibatkan anak sehingga dia bisa

16
menyesuaikan dudukan pispotnya atau bisa memilih warna,
gambar atau bentuk yang ia sukai.
d. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak Suatu proses
panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, seringkali
dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement yang bisa
menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak
dengan sistem reward yang tepat. Anak juga bisa melihat
sendiri kalau dirinya bisa melakukan kemajuan dan bisa
mengerjakan apa yang sudah terjadi tuntutan untuknya
sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan percaya
dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta serta
pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil
melakukan sesuatu atau mungkin orang tua bisa
menggunakan sistem stiker / bintang yang ditempelkan
dibagian ” keberhasilan” anak.
Ketika orang tua sudah melakukan 2 langkah di atas maka
bisa masuk ke langkah selanjutnya yaitu toilet training. Proses
toilet training ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu
a. Membuat jadwal untuk anak Orang tua bisa menyusun
jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu dengan tepat
kapan anaknya biasa buang air besar (BAB) atau buang
air kecil ( BAK). Orang tua bisa memilih waktu selama 4
kali dalam sehari untuk melatih anak yaitu pagi, siang,
sore dan malam bila orang tua tidak mengetahui jadwal
yang pasti BAK ( buang air kecil ) atau BAB ( buang air
besar) anak.
b. Melatih anak untuk duduk di pispotnya Orang tua
sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera
menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang
air disitu. Awalnya anak dibiasakan dulu untuk duduk di
pispotnya dan ceritakan padanya bahwa pispot itu

17
digunakan sebagai tempat membuang kotoran. Orang tua
bisa memulai memberikan rewardnya ketika anak bisa
duduk dipispotnya selama 2 – 3 menit misalnya ketika
anak bisa menggunakan pispotnya untuk BAK maka
reward yang diberikan oleh orang tua harus lebih
bermakna dari pada yang sebelumnya.
c. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan
kemajuan yang diperlihatkan oleh anak Misalnya anak hari
ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di
popoknya maka esok harinya orang tua sebaiknya
membawa anak ke pispotnya pada pukul 08.30 atau bila
orang tua melihat bahwa beberapa jam setelah buang air
kecil (BAK) yang terakhir anak tetap kering, bawalah dia ke
pispot untuk buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting
adalah orang tua harus menjadi pihak yang pro aktif
membawa anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak
akan langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin
buang air besar (BAB) atau buang air kecil ( BAK).
d. Buatlah bagan untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh
mana kemajuan yang bisa dicapainya dengan stiker yang
lucu dan warna – warni, orang tua bisa meminta anaknya
untuk menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak
akan tahu bahwa sudah banyak kemajuan yang dia buat
dan orang tua bisa mengatakan padanya orang tua
bangga dengan usaha yang telah dilakukan .
Berdasarkan dari uraian tentang tahapan melatih toilet
training dapat disimpulkan sebagai berikut orang tua
selayaknya melihat kesiapan anak untuk toilet training terlebih
dahulu kemudian mendiskusikan tentang toilet training dengan
anak agar anak tidak merasa terpaksa melakukannya.
Membiasakan anak menggunakan toilet untuk buang air, ini

18
agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan orang tua dapat
memperlihatkan penggunaan toilet untuk menarik perhatian
anak terhadap toilet. Meminta pada anak untuk
memberitahukan bahasa tubuhnya apabila anak ingin buang
air dan menggunakan istilah seperti poopoo untuk buang air
besar ( BAB) dan peepee untuk buang air kecil ( BAK), bila
anak berhasil melakukan buang air dengan benar berikan
pujian pada anak
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet Training
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training
anak yaitu:
a. Minat. Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan
apa anak mengidentifikasi kebenaran pribadinya. Minat
tumbuh dari tiga jenis pengalaman belajar. Pertama, ketika
anak-anak menemukan sesuatuyang menarik perhatian
mereka. Kedua, mereka belajar melalui identifikasi dengan
orang yang dicintai atau dikagumi atau anak-anak mengambil
operminat orang lain itu dan juga pola perilaku mereka.
Ketiga, mungkin berkembang melalui bimbingan dan
pengarahan seseorang yang mahir menilai kemampuan anak.
Perkembangan kemampuan intelektual memungkinkan anak
menangkap perubahan perubahan pada tubuhnya sendiri dan
perbedaan antara tubuhnya dengan tubuh teman sebaya
dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya bimbingan
dan pengarahan dari orang tua maka sangatlah mungkin
seorang anak dapat melakukan toilet training sesuai dengan
apa yang diharapkan.
b. Pengalaman
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan

19
perilaku individu baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosio-psikologis termasuk didalamnya adalah belajar.
4. Keuntungan Dilakukannya Toilet Training
Toilet training dapat menimbulkan kemampuan anak dalam
mengontrol miksi dan defekasi. Seorang anak yang telah berhasil
menjalani toilet training memiliki kemampuan menggunakan toilet
pada saat ingin BAB atau BAK. Selain itu keuntungan
pelaksanaan toilet training pada anak adalah:
a. Toilet training menjadi awal terbentuknya kemandirian anak
secara nyata sebab anak sudah bisa melakukan sendiri hal-hal
seperti BAB atau BAK.
b. Toilet training membuat anak dapat mengetahui bagian-bagian
tubuh serta fungsinya
5. Dampak Toilet Trening
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training
seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua
kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak yang
cenderung bersifat retentive di mana anak cenderung bersikap
keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua
apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau
kecil atau melarang anak saat bepergian. Bila orang tua santai
dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan
dapat mengalami kepribadian eksprensif dimana anak lebih tega,
cenderung ceroboh, suka membuat gara – gara, emosional dan
seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari – hari ( Hidayat,
2008).
Berdasarkan uraian tentang dampak latihan toilet training
diatas maka dapat disimpulkan toilet training pada anak usia 18 –
36 bulan mempunyai pengaruh terhadap pekembangan
selanjutnya dan kepribadian anak.

20
6. Hal – hal yang perlu diperhatikan selama toilet training
Menurut Imam (2003) hal yang penting perlu diperhatikan dalam
toilet training adalah
a. Berikan penghargaan Anak bila berhasil menahan buang air
besar atau buang air kecil, berilah penghargaan pada anak.
Anak akan memahami tujuan dari toilet training yang sedang
dilaksanakannya.
b. Jangan marah atau memberi hujatan pada anak Orang tua
jangan marah bila anak belum bisa menahan kencing atau
enkopresis (mengompol). Terkadang orang tua terlalu
memaksakan anak agar dapat segera buang air dengan benar.
c. Jelaskan pada anak tentang toilet training Orang tua perlu
menjelaskan kepada anak bahwa apada umur dia sekarang
sudah harus dapat buang air di tempatnya dengan benar dan
tidak memerlukan lagi popok sekali pakai ( diapers).
d. Perhatikan siklus buang air Orang tua memperhatikan siklus
buang air anak dengan begitu pelatihan buang air dapat
berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada pemaksaan dari
orang tua.
D. Pendampingan Anticipatory Guidance oleh Perawat
Peran orang tua sangat penting karena pengasuhan mempunyai
peranan yang sangat besar dalam menentukan perkembangan anak
nanti kedepannya. Orang tua perlu memahami prinsip-prinsip
pengasuhan yang baik agar anak menjadi pribadi yang memiliki
perkembangan yang baik sesuai dengan harapan orang tua. Disini
peran perawat sangat penting untuk mendampingi orang tua dalam
menentukan pola pengasuhan yang baik. Perawat perlu
memperhatikan karakteristik keluarga dan tipe keluarga karena hal itu
akan banyak mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian
anticipatory guidance oleh perawat.

21
Anak sebagai objek asuhan orang tua dan indikator yang utama
dalam menilai keberhasilan perawat memberikan anticipatory
guidance dalam keluarga merupakan fokus utama karena
keberhasilan dalam pendampingan akan di tunjukkan melalui
perubahan perkembangan menjadi ke arah yang lebih baik. Perawat
perlu memperhatikan karakteristik anak dan kemampuan anak saat ini
karena hal ini juga dapat menentukan perkembangan anak
kedepannya nanti. Selain keluarga dan anak yang menjadi dasar
dalam pemberian anticipatory guidance, lingkungan juga memiliki
pengaruh yang besar dalam keberhasilan perawat memberikan
anticipatory guidance dalam suatu keluarga. Lingkungan yang
kondusif dan mendukung anak menuju perkembangan yang optimal
akan sangat baik bagi perkembangan anak untuk kedepannya nanti.
Sebaliknya lingkungan yang cenderung kurang memberikan
pengasuhan atau role model yang baik akan sangat berbahaya dalam
perkembangan anak nanti terutama bagi anak-anak usia prasekolah.
Lingkungan sosial dari luar keluarga dapat mempengaruhi
perkembangan anak seperti televisi, day care centre, perwakilan
pemerintah, perubahan sekolah, dan institusi agama. Orang tua
kebingungan menentukan kapan memberi semangat atau
mengendalikan partisipasi mereka. Perawat mengatur rencana
bertemu orang tua untuk mempercepat mempelajari dan
memperbesarharga diri orang tua melalui bimbingan antisipasi
[ CITATION Has11 \l 1057 ]

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anticipatory guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang perlu
diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan
anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan
berkembang secara normal. Dengan demikian, dalam upaya untuk
memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah yang
kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan
perkembangan anak, ada petunjuk yang perlu dipahami oleh orang
tua.
Fakor pertama yang menyebabkan kecelakaan pada anak adalah
jenis kelamin, biasanya lebih banyak pada laki-laki karena lebih aktif di
rumah. Faktor kedua yaitu usia, pada kemampuan fisik dan kognitif,
semakin besar akan semakin tahu mana yang berbahaya. Faktor
ketiga adalah lingkungan, adanya penjaga atau pengasuh cenderung
dapat mengurangi angka kejadian kecelakaan pada anak.
Toilet training merupakan suatu usaha untuk malatih anak agar
mampu mengontrol dan melakukan buang air kecil dan buang air
besar. Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak
yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun dalam melakukan latihan BAB
dan BAK pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik,
psikologis maupun secara intelektual, melalui persipapan tersebut
diharapkan anak mampu mengontrol BAB dan atau BAK.
Toilet training dapat menimbulkan kemampuan anak dalam
mengontrol miksi dan defekasi. Seorang anak yang telah berhasil
menjalani toilet training memiliki kemampuan menggunakan toilet
pada saat ingin BAB atau BAK.

23
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti
adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada
anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak yang cenderung
bersifat retentive di mana anak cenderung bersikap keras kepala
bahkan kikir.
B. Saran
Diharapakan kepada pembaca atau mahasiswa dapat memahami

lebih luas Tentang Anticipatory Guidance karena banyak sekali

manfaat yang didapatkan dalam materi ini serta saran dan kritik yang

baik demi membangun keberhasilan dan kelengkapan makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Hasinuddin, M., & Fitriah. (2011). Modul Anticipatory Guidance Merubah


Pola Asuh Orang Tua yang Otoriter dalam Stimulasi
Perkembangan Anak. Jurnal Ners, 6, 50-57.

Hidayat. (2010). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika.

Hidayat, i. H. (2010). Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet training


pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010.
5-6.

Nursalam, Susilaningrum, & Utami. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi


dan Anak Untuk perawat dan Bidan (2 ed.). Jakarta: Salemba
Medika.

Supartini, & Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep dasar keperawatan Anak.
Jakarta: EGC.

Suriadi, & Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:


Sagung Seto .

Warga, W. (2010). Toilet Training pada Anak. Universitas Guna Dharma:


http://wartawarga.gunadarma.ac.id/cgi-sys/suspendedpage.cgi.

25

Anda mungkin juga menyukai