Anda di halaman 1dari 6

IDENTIFIKASI BAHAYA DI SEBUAH LINGKUNGAN INDUSTRI

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

DISUSUN OLEH :
Desi Oktavia

DOSEN PENGAMPU : Nopia Wati., SKM.,MKM.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2019/2020
A. Latar Belakang
Aspek K3 pada perusahaan diindonesia belum menjadi prioritas,
khusunya perusahan swasta. Hal ini disebabkan karrena perusahan swasta
meminimalkan tenaga kerja dan pengeluaran dengan raih keuntungan yang
sebesar-besarnnya serta kurang pedulinya pengusaha akan pentingnya
aspek K3. Sehingga masih banyak peristiwa kecelakaan kerja dan pennyakit
akibat kerja yang terjadi. Padahal dengan adanya peristiwa kecelakaan yang
terjadi disuatu perusahaan akan mengurangi profit perusahaaan iitu sendiri
kkarena harus membayar biaya perawatan korban kecelakaan kerja,,
membayar kerugian bahkan menngganti alat atau mesin yang rusak akibat
kecelakaan tersebut.
Pelaksanaan K3 bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang aman,,
nyaman, dan sehat. Sehingga peristiwa kecelakaan kerja dan akibat penyakit
kerja dapat dicegah serta produktivitas kerja meningkat.
Berdasarkan undang—undang (UU) No. 1 tahu1970 tentang keselamatan
kerja yang mencakup kketentuan syarat-syarat keselamatan kerja untuk
mencegah dan menguranngi kecelakaan kerja terhadap semua orang yang
berada dilingkungan kerja.
Peristiwa kecelakaan kerja dapat terjadi secara tiba-tiba tannppaa ada
dugaan sebelumnya seta dapat menimpa kapan saja dan siapa saja yang
berada di suatu temppat kerja baaiik tenaga kerja, pengusaha bahakan tamu.
Kecelakaan kerja yang terjadi ditempat kerja dapat menyebabkan kerugian,
kerusakan dan menggangu proses kerja.
Dalam UU No.13 tahun2003 pasal 87 tentanng ketenagakerjaan bahwa
setiap perusahaan wajib menerappkan SMK3 yang terintergritasi dengan
system manajemen perusahaan. Selanjutnya perarturan mengenai penerapan
system SMK3 ddiatur dalam peraturan pemerintah (PP) No. 50 tahun2012
pasal 5 dimana “ setiap perusahaan yang mempunyai tenga kerja lebih dari
100 oorang dan memiliki potensi bahaya tinggi dapat menimbulkan
kecelakaan kerja wajibb menerapkan SMK3”.
Hal tersebut didukung dengan program pemerintah yang menyatakan
bahwa diharapkan seluruh perusahaan di Indonesia ppada tahun 2015 dapat
menerapkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja,, sehingga kecelakaan
kerja dan penyaakit akibat kerja dapat ditekan seminimal mungkin. Namun,
kenyataannya sampai saat ini perusahaan di Indonesia yang berkomitmen
untuk melaksanakan system SMK3 sebanyak 45%, sedangakan sebnayak
55% belum berkomitmen untuk melaksanakan SMK3.
Menurut menteri tenaga kerja dan transmigrasi (menakertrans)
muhammin iskandar dalam syafpuri (2013), bahwa angka kecelakaan kerja
terjadii setiap hari yang berakiibat fatal. Diindonesia sendiri terdapat 20
korban yang fatal akibat kecelakaan kerja dari setiap 100.000 tenaga kerja.
Hhazard Iddentification and Risk Assesment (HIRA) merupakan salah
satu metode yang digunakan untuk mengendalikan risiko kecelakaan kerja
daan penyakit akibat kerja setelah diidentifikasi dan dilakukan pennilaian
risiko, maka penerapan pengendalian risiko dilakukan untuk mengurangi
risiko sampai batas yang dapat diterima. Disamping itu, HIRA juga
merupakan metode atau teknik penting unuk mengimplementasikan OHSAS
18001:2007 atau SMK3.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menerapkan metode
HIRA dibagian produksi sebagi upaya pencegahan kecelakaan kerja,
sehingga diharapkan untuk kedepannya tidak ada lagi kasus kecelakan kerja
yang terjadi di PT.. Hanil Indonesia.

Permasalahan yang ditimbulkan


Peningkatan produksi dan konsumsi dunia terhadap minyak sawit secara langsung dapat
meningkatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada proses produksi minyak sawit
limbah berwujud pada, cair, dan gas dihasilkan dari berbagai stasiun kerja dari pabrik.
Setiap ton tandan buah segar yang diolah menjadi efluen sebanyak 600 liter. Limbah
tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Limbah cair elapa sawit mengandung konsentrasi bahan organic yang relative tinggi
dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Limbah cair kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan dan
mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa keloid serta residu minyak dengan
kandungan biological oxygen demand yang tinggi. Bila limbah cair ini dibuang ke
perairan akan berpotensi mencemari lingkungan karena akan mengurangi biota dan
mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, sehingga harus diolah
sebelum dibuang. Apabila dibuang ke tanah, akan menyebabkan kerusakan pada
struktur tanah. Sehingga tanah yang sering terkena limbah ini akan sulit untuk
ditumbuhi tanaman, bahkan tidak mungkin bisa. Untuk bisa digunakan kembali, butuh
waktu yang lama untuk terjadi recover.
Limbah padat yang dihasilkan oleh industry kelapa sawit di Indonesia mencapai 15,20
juta ton limbah / tahun. Limbah padat berupa cangkang, tandan kosong, serta, pelepah,
dan batang sawit mengandung 45% selulose dan 26 % hemiselulose. Limbah ini akan
menghasilkan bau yang tidak sedap, sehingga akan mengganggu siapa pun yang lewat
dan menghirup udara sekitar pabrik.
Limbah gas yang dihasilkan industry kelapa sawit dapat berupa gas hasil pembakaran
cangkang untuk pembangkit energi serta gas metan can CO2 yang dihasilkan kolam-
kolam pengoahan limbah cair. Limbah gas ini akan menyebabkan pencemaran udara
karena kadar CO2 yang tinggi dan dapat menyebabkan yang menghirupnya dalam
jangka Panjang akan menimbulkan berbagai macam penyakit pada paru-paru, keracunan
CO2 dalam darah. sehingga akan sangat berbahaya bagi penduduk sekitar dan pegawai-
pegawai pabrik.
Pengelolaan limbah padat
Limbah padat adalah hasil buangan industry yang berupa padatan, lumpur atau bubur
yang berasal dari proses pengolahan.
Dampak limbah padat :
 Timbulnya gas beracun seperti asam sulfat, ammonia, methan, co2, dll. Gas ini
akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk karena adanya
mikroorganisme.
 Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara pada sampah yang ditumpuk
 Penurunan kualitas iar karena limbah padat biasanya langsung dibuang pada
perairan atau bersama-sama air limbah.
 Kerusakan permukaan tanah
Perlakuan limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis biasanya diperlakukan sebagai
berikut :
 Ditumpuk pada areal tertentu
 Pembakaran
 Pembuangan

Untuk pengelolaan limbah padat non B3 dapat dilakukan :


 Reuse, adalah penggunaan kembali limbah non B3 dengan tujuan yang sama
tanpa melalui proses tambahan kimia, fisika, biologi, dan / atau thermal.
 Recycle, adalah mendau ulang komponen yang berguna melalui porses
tambahan dalam kimia, fisika, biologi, dan / atau termal menghasilkan produk
yang sama atau produk yang berbeda.
 Pemulihan, adalah pemulihan komponen berguna untuk proses kimia, fisika,
biologi, dan atau termal.
 Reduce, adalah reduce mengurangi dalam hal ini adalah untuk meminimalkan
dampak pencemaran terhadap lingkungan. Konstruksi bahwa jika limbah B3
tidak dapat menggunakan kembali, daur ulang, dan pemulihan, itu harus
dikurangi. Pengurangan limbah B3 harus dilakukan secara sinergis antar mereka
yang berhubungan, yaitu generator dari prosesor limbah kolektor, atau penerima
manfaat limbah, dan pemerintah.

Pengolahan Emisi industry kelapa sawit.


Dalam pabrik kelapa sawit, terdapat limbah selama pengolahan tandan tandan buah
segar menjadi minyak sawait mentah (CPO) dan kebanyakan adalah limbah pabrik
kelapa sawt (POME) (65% TBS), dan tandan buah kosong (EFB). Limbah udara berasal
dari pembakaran solar dari generating set dan pembakaran janjangan kosong dan
cangkang di incinerator, gas buangan ini dibuang ke udara terbuka.
Selama proses pengolahan tandan buah segar ke minyak kelapa sawit, gas metana yang
dihasilkan dari limbah pabrik kelapa sawit merupakan sumber terbesar emisi gas rumah
kaca ( dari perkebunan menuju pabrik)
Dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas yang tidak terkendali dari pengobatan
POME anaerobic menggunakan cara co composting aerobic. Pengomposan adalah
dekomosisi aerobic bahan organic biodegradable, menghasilkan kompos. Co
pengomposan adalah penguraian simultan padat dan limbah cair, simultan padat
dicincang dengan ukuran partikel-partikel kecil menggunakan mesin berputar. Proses ini
diulang setiap hari selama 45 hari dan kompos dari proses ini akan digunakan sebagai
pupuk organic di perkebunan kelapa sawit menggantikan pupuk organic.
Selain itu, limbah debu dan abu pembakaran janjang kosong dan cangkang sebelum
dibuang bebas ke udara dikendalikan dengan pemasangan dust collector, untuk
menangkap debu ikutan dalam sisa gas pembakaran, kemudian dialirkan melalui
cerobong asap setinggi 25 meter dari permukaan tanah. Debu dari dust collector secara
regular ditampung dan dibuang ke lapangan untuk penimbunan daerah rendahan sekitar
kebun kelapa sawit.dengan pengolahan seperti ini kandungan metana akan berkurang
dan kontaminasi sungai dari pembuangan limbah kelapa sawit dapat dihilangkan.

Kesimpulan dan saran


Limbah pabrik kelapa sawit terdiri dari limbah cair, limbah padat non B3, limbah gas
dan limbah padat B3.
Kandungan limbah cair pabrik kelapa sawit adalah padatan terlarut total, padatan
tersuspensi total, pH, BOD, COD, amoniak bebas dan pengolahan limbah cair pada
pabrik kelapa sawit menggunakan tekni fat pit atau Menara pendingin.
Pada limbah padat non B3 dapat bermanfaat mengurangi dampak negatif pada
lingungan (pupuk kompos, pupuk kalium, bahan serat, pulp, arang aktif dll), pengolahan
limbah padat non B3 pada industry kelapa sawit menggunakan metode reuse, recovery,
recycle dan reduce.
Kandungan limbah gas pabrik kelapa sawit adalah gas metan dan pengolahan gas metan
dilakukan dengan meminimalisir terbentuknya gas metan pada proses pengolahan
limbah sebelumnya dan pemasangan dust collector untuk pengendalian debu yang ikut
dalam sisa gas pembuangan.
Kandungan limbah B3 pada industry kelapa sawit adalah oli bekas, battery bekas, kain
majun, lampu neon, jaringan eks bahan kimia, lilmbah kimia laboratorium. Pada
pengolahan limbah B3 hanya menyimpan sementara limbah B3 yang ada dan
diserahkan kepada pengumpul yang memiliki izin atau rekomendasi dari KLH.
Pengumpul tersebut harus memiliki kendaraan yang memiliki izin mengangkut limbah
B3 dari dinas perhubungan.
Saran pribadi
Hendaknya pabrik-pabrik dimanapun di Indonesia tetap menepati peraturan yang telah
di tentukan, agar tercipta keserasian ekosistem.

Anda mungkin juga menyukai