Anda di halaman 1dari 16

 ARTIKEL

 BERITA
 PRODUK HUKUM
 DOWNLOAD

facebooktwitterbird
BALAI DIKLAT KEAGAMAAN SEMARANGTerwujudnya Penyelenggaraan Diklat yang
Profesional dalam Menyiapkan SDM Aparatur Kementerian Agama Yang Handal,
Profesional, dan Berakhlak Mulia

 BERANDA
 PROFIL
o VISI MISI
o TUGAS POKOK DAN FUNGSI
o STRUKTUR ORGANISASI
 PERSONIL
o WIDYAISWARA
 PROGRAM DIKLAT
o PROGRAM DIKLAT TENAGA ADMINISTRASI
o PROGRAM DIKLAT TENAGA TEKNIS

Search
Search for:  

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN


DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Posted on 15 Desember 2014 11:41 by admin bdk

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS


KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Oleh: H. Drs. Kusyamto, M.Pd *)

ABSTRAK

Dalam kegiatan belajar mengajar, salah satu kemampuan dan keahlian professional utama
yang harus dimiliki oleh para pendidik  adalah kemampuan bidang pendidikan dan keguruan,
khususnya terkait dengan model-model pembelajaran. Dalam karya ilmiah ini diuraikan
beberapa model-model pembelajaran secara umum yaitu: (1) Expository teaching, (2) Student
active learning, (3) Interactive learning, (4) Inquiry, (5) discovery, (6) problem solving, (7)
Contextual teaching and learning.Karya ilmiah ini dibuat dengan metode studi pustaka,
dianalisis secara deskriptif, komparatif, dan kritis reflektif. Dari hasil dan analisis
disimpulkan bahwa: (1) Expository Teaching-Receptive Learning merupakan strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari
seorang guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran
secara optimal. (2) Student Active Learning (Cara Belajar Siswa Aktif)adalah suatu 
pengajaran yang lebih banyak mengikutsertakan, melibatkan siswa untuk lebih berperan
dalam proses pengajaran. Siswa berusaha untuk mencerna sendiri menanggapi, mengajukan
pendapat serta memecahkan masalah baik secara pribadi, atau kelompok. Guru berfungsi
sebagai pemberi informasi apabila diperlukan dan sebagai pengarah dalam kegiatan belajar
mengajar, (3) Interactive Learning dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian
menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri, (4) Inquiry-Discovery-Problem Solving,
terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin
tahu yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality secara mandiri,
(5) Pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, agar anak dapat belajar sendiri, (6) Model problem solving adalah penggunaan model
dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik
itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri
atau secara bersama-sama, (7) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep
pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan
situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Kata Kunci : model pembelajaran, Expository teaching, Student active learning, Interactive
learning, Inquiry,  discovery,  problem solving, Contextual teaching and learning.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 

      Selama pendidikan masih ada, maka selama itu pula masalah-masalah tentang
pendidikan akan selalu muncul dan orang pun tak akan henti-hentinya untuk terus
membicarakan dan memperdebatkan tentang keberadaannya, mulai dari hal-hal
yang bersifat fundamental-filsafah sampai dengan hal–hal yang sifatnya teknis-
operasional. Sebagian besar pembicaraan tentang pendidikan terutama tertuju pada
bagaimana upaya untuk menemukan cara yang terbaik guna mencapai pendidikan
yang bermutu dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang handal, baik
dalam bidang akademis, sosio-personal, maupun vokasional.

      Salah satu masalah atau topik pendidikan yang belakangan ini menarik untuk
diperbincangkan adala masalah dalam pelaksaksanaan pembelajaran. Hal ini
muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran
yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak
lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya cenderung dilakukan
secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik pembelajaran
konvesional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru
mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered),
dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak
memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran
siswa.
      Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan secara
berkesinambungan dan sampai saat ini terus dilaksanakan. Berbagai upaya telah
ditempuh oleh pemerintah dalam usaha peningkatan pendidikan.

      Salah satu usaha peningkatan kualitas pendidikan yang kini dilakukan


pemerintah adalah peningkatan guru dan dosen melalui program sertifikasi, melalui
program ini guru dan dosen diharapkan betul-betul memiliki kemampuan
professional yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma-norma tertentu.

      Salah satu kemampuan dan keahlian professional utama yang harus dimiliki
oleh para pendidik  adalah kemampuan bidang pendidikan dan keguruan,
khususnya terkait dengan model-model pembelajaran, yang dalam makalah ini
akan kami uraikan beberapa model-model pembelajaran secara umum sebagai
berikut:

1. Expository teaching
2. Student active learning
3. Interactive learning
4. Inquiry
5. discovery
6. problem solving
7. Contextual teaching and learning

B. Rumusan Masalah

      Berdasarkan  latar belakang dan Identifikasi masalah diatas, maka dapat dipaparkan
Rumusan  maslahnya dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi model Expository dalam pembelajaran?


2. Bagaimana pembelajaran dengan menrapkan model Student active Learning?
3. Apa yang dimaksud dengan model Interactive learning?
4. Apa yang dimaksud dengan model Pembelajaran Inquiry-
5. Apa yang dimaksud dengan model Pembelajaran discovery-
6. Apa yang dimaksud dengan model Pembelajaran problem solving?
7. Bagaimana cara menerapkanContextual teaching and learning?

II. METODE PENULISAN

      Penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif-naratif mengingat jenis penelitian
ini bersifat kualitatif. Adapun metodologi penelitian ini antara lain:

 a. Kajian Pustaka

         Materi konsep Pembelajaran konstruktivisme ini merupakan sebuah konsep dasar dalam
teknik mengajar, sehingga untuk mengeksplorasi tema ini penulis banyak menggunakan
referensi yang berkaitan dengan tema tersebut. Referensi tersebut berupa buku, majalah,
Koran dan website, dengan kaidah metodologis berupa keterkaitan interpretasi, induksi dan
deduksi. Adapun interpretasi dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh dan
komprehensif atas data-data kepustakaan khususnya yang berkaitan dengan konsep/teori
strategi pemgbelajaran berdasarkan masalah secara deskriptif memakai model deduksi dan
induksi memungkinkan pemerolehan suatu generalisasi konsep tentang pembelaran
konstruktivisme.

b. Deskriptif

      Melalui model ini, penulis mendeskripsikan konsep dan teori strategi pembelajaran
berdasarkan masalah, dari yang bersifat induktif yaitu dimulai dengan pemberian berbagai
kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu Konsep atau prinsip. Kemudian
siswa dimbimbing untuk berusaha keras mensintesiskan, menemukan, atau menyimpulkan
prinsip dasar dari pelajaran tersebut.         . hingga secara deduktif. yaitu merupakan
pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk
penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu. Hal ini menjelaskan teoritis ke
bentuk realities atau menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus.

c. Komparatif

          Konsep dan atau teori tentang strategi pengajaran yang telah ditemukan kemudian lalu
dilakukan telaah terhadap model-model pengajaran melalui teknik pendekatan kooperatif.
Model komparasi ini sengaja dipilih untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
Permasalahan dijawab dengan membuka wacana lintas disiplin yang membicarakan tema
penelitian ini. Komparasi ini lebih banyak bersifat simetris artinya perbandingan dapat dibuat
setelah masing-masing pandangan diuraikan secara lengkap, lalu dibandingkan perumusan
masalahnya, pendekatan, pemakaian istilah, argumentasi dan contoh-contohnya.

d. Kritis-Reflektif

      Selanjutnya untuk membuat sebuah evaluasi kritis atas semua data yang telah
disampaikan, penulis mencoba membuat sebuah dialog-analitis secara kritis. Model ini sangat
dibantu melalui interpretasi terhadap naskah ataupun buku. Menurut penulis penelitian ini
tidak cukup hanya merefleksikan data-data dan struktur faktual dalam sebuah pengalaman,
namun juga memerlukan sebuah ruang dialog secara kritis dengan semua ilmu.

III. PEMBAHASAN

      Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau juga keefektifan (Cepi Riyana). Secara
definitif efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan
atau sasarannya (Etzioni,1964). Efektivitas ini sesunguhnya merupakan suatu konsep yang
lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar diri seseorang. Dengan
demikian efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, akan tetapi juga dapat
pula dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya. Di samping itu, efektivitas juga dapat
dilihat dari bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins, 1997).

      Dengan demikian efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena
mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai sasarannya
atau suatu tingkatan terhadap manatujuan – tujuan dicapai (Prokopenko,1987), atau tingkat
pencapaian tujuan (Hoy dan Miskel,1992). Sementara itu belajar dapat pula dikatakan
sebagai komunikasi terencana yang menghasilkan perubahan atas sikap, keterampilan, dan
pengetahuan dalam hubungan dengan sasaran khusus yang berkaitan dengan pola berperilaku
yang diperlukan individu untuk mewujudkan secara lengkap tugas atau pekerjaan tertentu
(Bramley,1996).

      Dengan demikian, yang dimaksud dengan efektivitas belajar adalah tingkat pencapaian
tujuan pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran seni. Pencapaian tujuan tersebut berupa
peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses
(pelaksanaan kegiatan belajar mengajar). pembelajaran.

      Dengan pemahaman tersebut di atas, maka dapat dikemukakan aspek-aspek efektivitas
belajar sebagai berikut : (1) peningkatan pengetahuan, (2) peningkatan ketrampilan, (3)
perubahan sikap, (4) perilaku , (5) kemampuan adaptasi, (6) peningkatan integrasi, (7)
peningkatan partisipasi, dan (8) peningkatan interaksi kultural. Hal ini penting untuk
dimaknai bahwa keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa
ditentukan oleh efektivitasnya dalam upaya pencapaian /usaha peningkatan kompetensi
belajar.mahasiswa./siswa.

      UNESCO (1996) menetapkan 4 (empat) pilar pendidikan yang harus diperhatikan secara
sungguh-sungguh oleh pengelola dunia pendidikan, yaitu:

1. Belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan (learning to know)


2. Belajar untuk menguasai keterampilan (learning to do)
3. Belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live together)
4. Belajar untuk mengembangkan diri secara maksimal (learning to be).

      Guna merealisir learning to know, dosen seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator. Di
samping itu dosen dituntut untuk dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog
dengan mahasiswa dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.
Learning to do akan bisa berjalan jika sekolah memfasilitasi mahasiswa untuk
mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Pendeteksian
bakat dan minat mahasiswa dapat dilakukan melalui tes bakat dan minat (aptitude test).
Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan (heredity) namun
tumbuh berkembangnya bakat dan minat tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini,
keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih
dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan
seseorang. Untuk itu pembinaan terhadap keterampilan mahasiswa perlu mendapat perhatian
serius.

      Salah satu fungsi lembaga pendidikan adalah tempat bersosialisasi, tatanan kehidupan,
artinya mempersiapkan mahasiswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat
hendaknya dikondisikan di lingkungan perkuliahan. Kebiasaan hidup bersama, saling
menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti
ini memungkinkan terjadinya proses “learning to live together”. Pengembangan diri secara
maksimal (learning to be) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan
kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses
pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi.
Sebaliknya bagi anak yang pasif peran dosen sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat
dibutuhkan untuk pengembangan diri mahasiswa secara maksimal. Kemampuan diri yang
terbentuk di sekolah secara maksimal memungkinkan anak untuk mengembangkan diri pada
tingkat yang lebih tinggi. Keempat pilar akan berjalan dengan baik jika diwarnai dengan
pengembangan keberagamaan. Nilai-nilai keberagamaan sangat dibutuhkan bagi setiap
warganegara Indonesia dalam menapaki kehidupan di dunia ini. Pengintegrasian nilai-nilai
agama ke dalam mata pelajaran yang diajarkan/dipelajari mahasiswa akan lebih efektif dalam
pembentukan pribadi anak yang ber-Ketuhahan Yang Maha Esa daripada diajarkan secara
monolitik yang penuh dengan konsep.

1. Expository Teaching (Model Pembelajaran Ekspositori)

      Pembelajaran dengan model Ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang


menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada
siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

      Model ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi
kepada guru. Dikatakan demikian, sebab guru memegang peran yang sangat dominan.
Melalui model ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan
harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus
utama model ini adalah kemampuan akademik siswa.

      Beberapa karakteristik model ekspositori. Pertama, dilakukan dengan cara penyampaian
materi pelajaran secara verbal. Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah
materi yang sudah jadi, seperti data atau fakta dan konsep-konsep tertentu. Ketiga, tujuan
utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya setelah proses
pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara
dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

      Dalam penggunaan model ekspositori terdapat prinsip-prinsip pembelajaran yang harus
diperhatikan oleh setiap guru antara lain:

1) Berorientasi pada Tujuan

      Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan cirri utama dalam model ini, namun
tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran ,justru tujuan itulah yang
harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan model ini.

2) Prinsip Komunikasi

      Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang merujuk pada
proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok
orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran
yang telah diorganisir dan disusun dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses
komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima
pesan.

3) Prinsip Kesiapan

      Inti dari hukum ini adalah guru harus terlebih dahulu memposisikan siswa dalam keadaan
siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan memulai pelajaran,
manakala siswa belum siap untuk menerimanya.
4) Prinsip Berkelanjutan

Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi
pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga
untuk waktu selanjutnya.

Pada pelaksanaannya model ekspositori memiliki prosedur-prosedur pelaksanaan,


diantaranya sebagai berikut:

a. Persiapan (Preparation)

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam
model ekspositori, keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada langkah
persiapan. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan yaitu:

 Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.


 Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.
 Merangsang dan mengubah rasa ingin tahu siswa.
 Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

b. Penyajian (Presentation)

Tahap penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang
telah dilakukan. Hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana materi pelajaran
dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini diantaranya: Penggunaan bahasa,
intonasi suara, menjaga kontak mata dengan siswa, serta menggunakan kemampuan guru
untuk menjaga agar suasana kelas tetap hidup dan menyenangkan.

c. Korelasi (Correlation)

Tahap korelasi adalah langkah yang dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi
pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimiliki siswa
maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik
siswa.

d. Menyimpulkan (Generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah
disajikan. Sebab melalui langkah menyimpulkan, siswa dapat mengambil inti sari dari proses
penyajian. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang
kebenaran suatu paparan. Sehingga siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru.
Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi
pokok persoalan, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang
diajarkan dan membuat maping atau pemetaan keterkaitan antar pokok-pokok materi.

e. Mengaplikasikan (Aplication)
Tahap aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan
guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran
ekspositori. Sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang
penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Teknik yang biasa
dilakukan pada langkah ini diantaranya, dengan membuat tugas yang relevan, serta dengan
memberikan tes materi yang telah diajarkan untuk dikerjakan oleh siswa.

2. Model Pembelajaran Active Learning (Cara Belajar Siswa Aktif)

      Istilah belajar aktif sering juga disebut Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ) atau disebut
pula Student Active Learning ( SAL ). Ada beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli,
yaitu:

      Menurut Oemar Hamalik, CBSA adalah setiap kegiatan yang menuntut keterlibatan
intelektual, emosional siswa dalam proses pembelajaran melalui asimilasi, dan akomodasi
kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung dalam
rangka membentuk keterampilan, ( motorik, kognitif, dan sosial ) penghayatan serta
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap.

      CBSA adalah suatu sistem pengajaran yang lebih banyak mengikutsertakan, melibatkan
siswa untuk lebih berperan dalam proses pengajaran. Siswa berusaha untuk mencerna sendiri
menanggapi, mengajukan pendapat serta memecahkan masalah baik secara pribadi, atau
kelompok. Guru berfungsi sebagai pemberi informasi apabila diperlukan dan sebagai
pengarah dalam kegiatan belajar mengajar.

      Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Belajar aktif merupakan suatu
model, cara atau strategi dalam kegiatan proses belajar mengajar dimana siswa sebagai
subyek didik dituntut untuk terlibat secara aktif dan optimal baik fisik, mental, intelektual dan
emosional, berusaha untuk mencerna sendiri, menanggapi, mengajukan pendapat serta
memecahkan masalah, baik secara pribadi atau kelompok sehingga siswa mampu mengubah
tingkah lakunya secara efektif dan efisien. Adapun tujuan belajar aktif adalah : untuk
memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif untuk mengembangkan kemampuan
pribadi dalam kegiatan-kegiatan berikut :

1. Mempelajari materi atau konsep dengan penuh perhatian dan kesungguhan.


2. Mempelajari dan mengalami serta melakukan sendiri cara mendapatkan sesuatu
pengetahuan.
3. Belajar dalam kelompok, menemukan sifat dan kemampuan diri sendiri serta sifat dan
kemampuan teman sekelompoknya. 
4. Memikirkan, mencoba sendiri dan mengembangkan konsep sesuatu nilai tertentu.
5. Menemukan dan mempelajari kejadian / gejala yang dapat mengembangkan gagasan
baru.
6. Menunjukkan kemampuan, mengkomunikasikan cara berpikir yang menghasilkan
penemuan baru dan penghayatan nilai-nilai, baik secara lisan, tertulis, melalui gambar
maupun penampilan diri.

      Jadi pada prinsipnya belajar aktif bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa
sebagai subyek didik untuk mengembangkan daya pikir dan daya ciptanya yang terlibat
secara langsung dalam proses belajar mengajar.
3. Interactive Learning (Model Pembelajaran Interaktif)

      Model pembelajaran interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak.
Model ini dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban
pertanyaan mereka sendiri. Meskipun anak-anak mengajukan pertanyaan dalam kegiatan
bebas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terlalu melebar dan seringkali kabur sehingga
kurang terfokus. Guru perlu mengambil langkah khusus untuk mengumpulkan, memilah, dan
mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam kegiatan khusus.

      Model pembelajaran interaktif memiliki lima langkah:

a. Persiapan, sebelum pembelajaran dimulai guru menugaskan siswa untuk membawa


hewan peliharaannya dan mempersiapkan diri untuk menceritakan tentang hewan
peliharaannya masing-masing.
b. Kegiatan penjelajahan, pada saat pembelajaran di kelas siswa lain boleh mengamati
hewan-hewan peliharaan teman-temannya dari dekat (meraba, mengelus,
menggendong) dan mereka boleh mengajukan pertanyaan.
c. Pertanyaan siswa diarahkan guru sekitar proses pemeliharaannya.
d. Penyelidikan, guru dan siswa memilih pertanyaan untuk dieksplorasi lebih jauh.
Misalnya siswa diminta mengamati keadaan hewan-hewan yang tidak dipelihara,
seperti dari mana mereka memperoleh makanannya, dimana mereka tidur, punya
nama atau tidak, bagaimana kebersihannya.
e. Refleksi, pada pertemuan berikutnya di kelas dibahas hasil penyelidikan mereka,
dilakukan pembandingan antara hewan peliharaan dengan hewan liar untuk
memantapkan hal-hal yang sudah jelas dan memisahkan hal-hal yang masih perlu
diselidiki lebih jauh. Pada akhir kegiatan guru dapat memberikan tugas kepada siswa
untuk mengamati benda-benda di sekitar siswa untuk mengamati benda-benda di
sekitar mereka seperti buku dan tas sekolahnya.

      Salah satu kebaikan dari model pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar
mengajukan pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan
jawaban terhadap pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi
(penyelidikan). Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar.

4. Model pembelajaran Inquiry

      Model Permintaan (Inquiry), Untuk model ini, terdapat tiga prinsip kunci, yaitu
pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia
mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian
secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingnya siswa melakukan eksplorasi,
dan yang ketiga kemandirian, akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.

      Model inquiry memiliki lima langkah pembelajaran yaitu:

a. Menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang


saling bertentangan)
b. Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi,
memeriksa tampilnya masalah).
c. Mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan
hipotesis).
d. Mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan.
e. Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.

5. Model Penemuan (Discovery)

       Pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

      Pembelajaran dengan penernuan (Discovery Learning) merupakan suatu komponen


penting dalam pendekatan konstruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam dunia
pendidikan. Ide pembelajaran penernuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan untuk
memberi rasa senang kepada anak/siswa dalam “menemukan” sesuatu oleh mereka sendiri
dengan mengikuti jejak para ilmuwan.

      Pembelajaran penernuan dibedakan menjadi dua, yaitu pembelajaran penemuan bebas
(Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran
penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning). Dalam pelaksanaannya, pembelajaran
penernuan terbimbing (Guided Discovery Learning) lebih banyak diterapkan, karena dengan
petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus dlikuti tetapi hanya
merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.

      Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan pengetahuan, (2) berpusat pada siswa, (3) kegiatan untuk menggabungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

6. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving)

      Model pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan model dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah
pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya adalah pemecahan masalah.

       Problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban
berdasarkanpengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam
rangkamemenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut.

      Secara operasional tahap-tahap pemecahan masalah terdiri atas empat tahap berikut:

a. Memahami masalah
b. Membuat rencana penyelesaian
c. Melaksanakan rencana penyelesaian
d. Memeriksa kembali, mengecek hasil.

      Langkah-langkah pembelajaran problem solving:


 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan entativ yang dibutuhkan.
Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
 Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan , tugas, jadwal, dll.)
 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan
data, hipotesis, pemecahan masalah.
 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

7. Contextual Teaching and Learning (CTL) (Model Pembelajaran Kontekstual)

      Pembelajaran Kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.Komponen Contextual Teaching and
Learning.Pembelajaran kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu sebagai
berikut:

      (1) Konstruktivisme (Countructiivism)

      Konsruktivisme merupakan landasan filosofi pendekatan CTL yang menyatakan bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit dan tidak sekonyong-konyong).

      Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa


banyak siswa mengingat pengetahuan. Konsep konstruktivisme menuntut siswa untuk dapat
membangun arti dari pengalaman baru pada pengetahuan tertentu.

      Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman


sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan
dari pengalaman belajar yang bermakna. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus
mengonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

(2) Inkuiri (inquiry)

      Menemukan merupakan strategi belajar dari kegiatan pembelajaran kontekstual.


Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang
kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materinya.

      Inkuiri adalah siklus proses dalam membangun pengetahuan yang bermula dari
melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep.
Inkuiri diawali dengan pengamatan untuk memahami konsep atau fenomena dan dilanjutkan
dengan melaksanakan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan. Inkuiri dimulai dari
kegiatan mengamati, bertanya, mengajukan dugaan sementara (hipotesis), mengumpulkan
data, dan merumuskan teori sebagai kegiatan terakhir.

 (3) Bertanya (questioning)

      Bertanya merupakan keahlian dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran CTL.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu
menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahuinya, dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahui.

      Konsep ini berhubungan dengan kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru
maupun oleh siswa. Pertanyaan sebagai wujud pengetahuan yang dimiliki. Tanya jawab dapat
diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa
dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.

(4) Masyarakat belajar (learning Comunity)

      Masyarakat belajar merupakan penciptaan lingkungan belajar dalam pembelajaran


kontekstual (CTL). Masyarakat belajar adalah kelompok belajar yang berfungsi sebagai
wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Aplikasinya dapat berwujud
dalam pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas,
atau belajar dengan teman-teman lainnya. Belajar bersama dengan orang lain lebih baik
dibandingkan dengan belajar sendiri.

      Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari berbagi pengalaman antarteman,
antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang tidak tahu.

      Pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar yang


anggotanya heterogen sehingga akan terjadi kerja sama antara siswa yang pandai dengan
siswa yang lambat. Kegiatan masyarakat belajar difokuskan pada aktivitas berbicaradan
berbagai pengalaman dengan orang lain. Aspek kerja sama dengan orang lain untuk
menciptakan pembelajaran yang lebih baik adalah tujuan pembelajaran yang menerapkan
learning community.

(5) Pemodelan (Modelling)

Model merupakan acuan pencapaian kompetensi dalam pembelajaran kontekstual. Konsep ini
berhubungan dengan kegiatan mendemonstrasikan suatu materi pelajaran agar siswa dapat
mencontoh atau agar dapat ditiru, belajar atau melakukan dengan model yang diberikan.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, siswa juga dapat berperan
aktif dalam mencoba menghasilkan model. Kkegiatan pemberian model bertujuan untuk
membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita
menginginkan para siswa untuk belajar, atau melakukan apa yang kita inginkan agar siswa
melakukannya.

(6) Refleksi (reflction)


Refleksi merupakan langkah akhir dari belajar dalam pembelajaran kontruktivisme. Konsep
ini merupakan proses berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Proses telaah terhadap
kejadian, aktivitas, dan pengalaman yang dihubungkan dengan apa yang telah dipelajari
siswa, dan memotivasi munculnya ide-ide baru. Refleksi berarti melihat kembali suatu
kejadian, kegiatan dan pengalaman dengan tujuan untuk mengidentifikasi hal yang telah
diketahui, dan hal yang belum diketahui. Realisasinya adalah pertanyaan langsung tentang
apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai
pembelajaran pada hari itu.Kegiatan refleksi adalah kegiatan memikirkan apa yang telah kita
pelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi
dalam pembelajaran, dan memberikan masukan-masukan perbaikan jika diperlukan.

(7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)

Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran kontekstual,
penilaian ditekankan pada proses pembelajarannya, maka data dan informasi yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan
proses pembelajarannya.

Penilaian yang sebenarnya merupakan tindakan menilai kompetensi siswa secara nyata
dengan menggunakan berbagai alat dan berbagai teknik tes, portofolio, lembar observasi,
unjuk kerja, dan sebagainya. Prosedur penilaian yang menunjukkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap siswa secara nyata. Penilaian yang sebenarnya ditekankan pada
pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan
hanya memperoleh informasi pada akhir periode. Kemajuan belajar siswa dinilai bukan hanya
yang berkaitan dengan nilai tetapi lebih pada proses belajarnya.

Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir penemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

         Dari pemaparan bab I sampai bab III, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Model-
model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran adalah sebagai berikut :

1. Expository Teaching-Receptive Learning (Model Ekspositori-Pembelajaran Reseptif).


Pembelajaran dengan model Ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru
kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara
optimal.
2. Student Active Learning (Cara Belajar Siswa Aktif), adalah suatu rentat pengajaran
yang lebih banyak mengikutsertakan, melibatkan siswa untuk lebih berperan dalam
proses pengajaran. Siswa berusaha untuk mencerna sendiri menanggapi, mengajukan
pendapat serta memecahkan masalah baik secara pribadi, atau kelompok. Guru
berfungsi sebagai pemberi informasi apabila diperlukan dan sebagai pengarah dalam
kegiatan belajar mengajar.
3. Interactive Learning (Model Pembelajaran Interaktif).Model pembelajaran interaktif
sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar
siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri.
4. Didalam ModelPembelajaran inquiry, terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan
bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia
mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses
penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingnya siswa
melakukan eksplorasi, dan yang ketiga kemandirian, akan bermuara pada pengenalan
jati diri dan sikap ilmiah.

5. Pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam


proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri
dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
6. Model pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan model dalam
kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik
itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan
sendiri atau secara bersama-sama.
7. Contextual Teaching and Learning (CTL) (Model Pembelajaran Kontekstual) adalah
Pembelajaran Kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

B. Saran-saran

1. Mohon kiranya kepada kepala sekolah untuk berkenan menginstruksikan kepada para
guru untuk menerapkan model pembelajaran dimaksud dalam kegiatan belajar
mengajar dikelas, karena model pembelajaran tersebut merupakan rekomendasi dari
kurikulum 2013;
2. Model pembelajaran dalam yang tertuang dalam tulisan ilmiah ini, termasuk model
pembelajaran yang sifatnya konstruktif, artinya model pembelajaran yang mendorong
siswa untuk aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, dan ini termasuk yang
dikehendaki kurilum 2013.
3. Dengan menerapkan model pembelajaran pada setiap kegiatan belajar mengajar, maka
akan meningkatkan kualitas pembelajaran dan akan bernuara kepada hasil dari
penerapan model pembelajaran dimaksud.
4. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, maka untuk menuju
kepada yang lebih baik, penulisn mengharapkan masukan, kritik yang sifat nya
membangun kepada para pembeca yang budiman.

DAFTAR PUSTAKA
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/04/model-ekspositori.html

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pengajaran, Buni Aksara, Jakarta, 2001, h. 137

Depdikbud, Pedoman Proses Belajar Mengajar , 1987 h. 14

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/45067892.pdf

Joyce, B., & Weil, M. 1980. Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-penemuan-
terbimbing.html

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-discovery-penemuan/

Krulik, S., & Rudnick, J. A. 1996. The new sourcebook for teacing reasoning and problem
solving in Junior and Senior High School. Boston: Allyn and Bacon.

Wena,made,strategi pembelajaran inovatif kontemporer,PT.Bumi Aksara:Jakarta Timur.2009

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194704171973032-
LIATI_PURWASASMITA/MODEL_MODEL_PEMBELAJARAN.pdf

http://nurul071644249.wordpress.com/2010/06/06/pendekatan-kontekstual-contextual-
teaching-and-learningdalam-pembelajaran-bahasa-dan-sastra-indonesia/

————————————————————————————————-

*) Penulis adalah Widyaiswara pada Balai Diklat Keagamaan Denpasar

BERITA
‹ Previous post
Next post ›

Rencana Kegiatan

april, 2018

Sort Options

26mar - 1aprmar 2610:00apr 1- 10:00

Diklat Di Luar Kampus Tenaga Teknis Pendidikan & Keagamaan Periode III

Arsip
Arsip                                                                                                          

Galeri Foto
Balai Diklat Keagamaan Semarang 2018 CW Magazine powered by WordPress

Anda mungkin juga menyukai