Anda di halaman 1dari 7

DEBAT ABORSI KELOMPOK 1

AVINDA (201823013)

BRIGITTA ADELIA DEWANDARI (201823014)

CORNELLYA PENI KOBAN (201823017)

DIONISIA EKSA RISA RENASARIA (201823018)

HILDA KLARITA (201823023)

HUGO TITAN IVAYANA (201823024)

LORENSIA SELLA ANTIKA LISTANTIA (201823027)

MARIA SELI (201823028)

OKTAVIA CARESA NANDASARI (201823035)

SCHOLASTIKA INDAH KUSUMA FEBRIANI (201823040)

A. Konsep Aborsi dan Abortus


Aborsi merupakan suatu proses terminasi kehamilan dengan cara apapun sebelum janin
cukup dapat berkembang dan bertahan hidup (Reeder,Martin,Griffin dalam Buku
Keperawatan Maternitas Vol 2 Edisi 18 ,2011).
Abortus adalah berakirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar,tanpa
mempersoalkan penyebabnya (Sulaiman,Djamhoer,Firman dalam Buku Ilmu Kesehatan
Reproduksi : Obstetri Patologi Edisi 2, 2005).
Pengertian aborsi, secara medis, aborsi didefinisikan sebagai gugurnya janin atau
terhentinya kehamilan setelah mediasi. sebelum terbentuknya fetus yang viabel yakni
kurang dari 20-28 minggu (Tina Asmarawati, 2013).
B. Aborsi dilihat dari sudut pandang agama,psikologis,kesehatan dan hukum
1. Aborsi dilihat dari sudut pandang agama
Aborsi menurut agama islam terkhusunya menurut ulama fiqih sebagian
memperbolehkan adanya abrosi sebelum usia kehamilan 4 bulan,karena menurut
Muhammad Ramli (w.1596 M) dalam kitabnya An Nihayah sebelum usia 4 bulan
kehamilan belum ada roh kehidupan didalam janin tersebut. Namun jika melakukan
aborsi sesudah usia kehamilan 4 bulan,haram hukumnya bagi agama islam. Mazhab
Hanafi juga memperbolehkan pengguguran kehamilan kandungan sebelum kehamilan
berusia 120 hari dengan alasan belum terjadi penciptaan dan aborsi pada janin yang
usianya belum mencapai 40 hari hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini
disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena masih dalam
tahapan nutfah (gumpalan darah),belum sampai pada fase penciptaan yang
menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.
Dari sudut pandang agama budha,aborsi dapat di toleransi dan dipertimbangkan apabila
ingin dilakukan. Umat budha terdiri dari 2 golongan yaitu pabbajita dan umat awam.
Seorang pabbajita tidak boleh melakukan aborsi karena melanggar vinaya yaitu
parajjika tetapi sebagai umat awam aborsi boleh dilakukan dengan alasan yang kuat
seperti kondisi janin dalam kandungan abnormal yang dapat membahayakan kesehatan
ibu bahkan mengancam keselamatan ibu. Aborsi dalam agama budha merupakan suatu
tindakan pembunuhan yang tidak diperbolehkan tetapi agama budha tidak melarang
secara mutlak orang yang akan melakukan aborsi dengan alasan yang sangat kuat dan
dilakukan beberapa pertimbangan.
Namun menurut pandangan agama katolik,aborsi termasuk kegiatan yang
dilarang,karena menurut gereja kehidupan itu ada sejak saat pembuahan dimulai.
Gereja membela hidup anak di dalam kandungan. Konsili Vatikan II menyebutkan
bahwa pengguguran sebagai “tindakan kejahatan yang durhaka”,sama dengan
pembunuhan anak. Gereja secara khusus menolak abortus karena abortus merupakan
suatu kejahatan moral yang melukai kodrat ciptaan dan kodrat Sang Pencipta. Oleh
karena itu sampai sekarang ajaran katolik belum berubah dan tidak akan berubah
(KGK,2271). Dan seperti yang telah tertulis di dalam KHK 1983,Kan 1398
menyebutkan bahwa barangsiapa melakukan pengguguran kandungan dan
berhasil,terkena ekskomunikasi(pengucilan,hukuman yang dijatuhkan oleh gereja
kepada umatnya yang dianggap melakukan pelanggaran berat) yang bersifat otomatis.
2. Aborsi dilihat dari sudut pandang psikologis

3. Aborsi dilihat dari sudut pandang kesehatan


Dari sudut pandang kesehatan aborsi:
1. Dilegalkan
Dinegara yang melegalkan tindakan aborsi, negara tersebut beralasan karena sudah
mempunyai tenaga kesehatan dan teknologi kesehatan yang sudah lebih baik. Sehingga
resiko untuk terkena komplikasi lebih kecil., sekaligus mereka dapat memanfaatkan
kemajuan teknologi kedokteran.
Selain itu tidakan aborsi ini akan dilakukan karena telah melalui syarat-syarat, seperti
tindakan ini memang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu yang kritis.
Tapi tetap saja tenaga kesehatan tetap harus meminimalkan intervensi untuk melakukan
tidakan aborsi, selagi hal yang menjadi penyebab aborsi dapat dicegah dan diatasi.
2. Ilegal
Di negara yang pengakhiran kehamilannya belum legal, karena mereka masih
menggunakan tenaga penolong persalinan yang masih tradisional seperti dukun yang
memakai alat-alat yang yang sangat primitif dan tidak bersih. Sehingga risiko
komplikasi yang akan didapatkan lebih besar. Selain itu di seluruh dunia, di negara-
negara yang pengakhiran kehamilannya masih illegal, pengakhiran kehamilan ini
merupakan penyebab utama kematian ibu.
Apabila aborsi tersebut sudah dilakukan, dari petugas kesehatan tetap harus
memberikan konseling kontrasepsi yang pada intinya memberikan informasi kepada
klien untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan berikutnya yang pada akhirnya
akan mencegah aborsi sehingga tindakan aborsi semakin menurun.

4. Aborsi dilihat dari sudut pandang hukum


Pada dasarnya,setiap orang dilarang melakukan aborsi berdasarkan UU No.36 Tahun
2009 Pasal 75 ayat 1 tentang Kesehatan, pengecualian terhadap larangan melakukan
aborsi diberikan hanya dalam 2 kondisi yaitu :
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan maupun tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup diluar kandungan
Dari segi medis menurut Sofoewan, aborsi atas indikasi medis disebut juga aborsi
terapeutik, yaitu aborsi yang dilakukan sebelum janin mampu hidup demi untuk
kesehatan ibu:
1) untuk menyelamatkan jiwa ibu
2) melindungi kesehatan ibu
3) janin cacat berat sehingga tidak mampu hidup
4) kehamilan yang tidak mampu hidup
5) pengurangan janin pada kehamilan ganda
6) kehamilan sangat merugikan kesehatan fisik dan mental ibu
7) bayi yang akan dilahirkan akan menderita kelainan fisik dan mental
8) kehamilan sebagai akibat dari perkosaan dan incest
Selain itu, menurut Soge, aborsi berdasarkan indikasi medis atau aborsi terapeutik
dapat dilakukan jika:
1) Kehamilan yang mengakibatkan resiko bagi kehidupan perempuan hamil, baik
dari segi kesehatan fisik maupun mental
2) Adanya resiko keutuhan fisik bayi yang akan dilahirkan (pertimbangan eugenik)
3) Perkosaan dan incest (pertimbangan yuridis).

Dalam Pasal 32 ayat 1 dari PP Nomor 61 Tahun 2014 dijelaskan tentang apa yang
sesungguhnya yang dimaksud dengan indikasi darurat medis itu yang berbunyi
sebagai berikut:
(1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf
a meliputi:
a. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu
kondisi dimana seorang ibu yang akan melahirkan dan kemudian dalam proses
persalinan tim dokter mengindkasikan bahwa Si Ibu terancam keselamatan jiwanya
karena alasan medis, sehingga demi menyelamatkan nyawa Si Ibu, maka dokter
diizinkan melakukan Aborsi (tentunya dengan kemauan pasien dan atau seizin
suaminya. Kasus Aborsi Disebabkan Nyawa Wanita/Ibu Hamil Terancam Maut dan
Kasus Aborsi Disebabkan Janin Menderita Penyakit/Cacat Bawaan. Untuk itu yang
pertama akan dibahas adalah kasus aborsi yang dilakukan dengan alasan nyawa
seorang ibu terancam kematian/maut jika melahirkan bayinya. Kasus Aborsi
Disebabkan Nyawa Wanita/Ibu Hamil Terancam Maut Meskipun kasus aborsi yang
dilakukan dengan alasan demi keselamatan nyawa seorang ibu atau wanita yang
sedang menghadapi proses persalinan. Terkait Hak Mencabut Nyawa Janin/Bayi
yang dikandung seorang wanita, apalagi kalau bayinya sehat dan layak untuk hidup.
Kasus ini seolah-seolah menimbulkan dilema, mana yang hendak dipertahankan,
nyawa Si Ibu atau Si Bayi, seperti makan buah Simalakama.
b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. Aborsi dapat dilakukan
asalkan ada persetujuan dari pihak pasangan suami-istri yang bersangkutan. Kasus
aborsi dikarenakan alasan indikasi kedaruratan medis yang kedua dari PP Nomor 61
Tahun 2014 Pasal 31 ayat . Yang menarik didiskusikan di sini ialah bahwa dalam
perkembangan dunia medis saat ini terkadang menghadapi masalah penyakit serius
yang diderita seorang janin. Misalnya, ada janin yang terkena HIV/AIDS atau
penyakit lainnya yang mengancam nyawa janin. Dalam kasus ini pemerintah
mengizinkan para dokter medis melakukan aborsi secara sehat dan aman dengan
sepengetahuan dan persetujuan pasien.

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi


korban pemerkosaan. Untuk dapat dilakukannya aborsi ada syarat yang harus dipenuhi,
yaitu harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
serta didukung oleh keterangan dari psikolog atau ahli lain yang berwenang, yang
menyatakan bahwa perkosaan tersebut menyebabkan trauma psikologis dan keterangan
penyidik dan/atau lain mengenai adanya dugaan perkosaan.

Namun tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat 2 UU Kesehatan itu HANYA
DAPAT dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan
diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten
dan berwenang.

C. Dampak aborsi dari sudut pandang psikologis,fisik,sosial budaya


1. Jika dilakukan menggunakan alat-alat tidak standar dan tajam misalnya lidi, ranting pohon, atau
yang lainnya, maka resiko rahim robek atau luka besar sekali.
2. Rahim yang lebih dari 3 kali di aborsi beresiko jadi kering, infeksi, atau bahkan memicu tumbuhnya
tumor
3. Aborsi ilegal yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, dapat menyebabkan proses kuretasi tidak
bersih hingga menjadi pendarahan hebat.
4. Peralatan yang tidak steril akan memicu munculnya infeksi di alat reproduksi wanita, bahkan
sampai ke usus.
5. Bagi pelaku, rasa berdosa yang timbul karena aborsi dapat menyebabkan mereka menderita
depresi, berubah kepribadiannya jadi introvert, serta sering tak bisa menikmati hubungan seksual
jika telah menikah
6. Jika pelaku aborsi kelak hamil kembali dengan kehamilan yang diinginkan, maka kehamilan
tersebut ada kemungkinan besar akan bermasalah, atau janin dapat mengalami masalah pada mata,
otak atau alat pencernaannya.

Akibat yang ditimbulkan dari dilakukannya aborsi terdiri dari akibat fisik dan akibat psikis.
Akibat ini tidak hanya muncul dari aborsi tidak aman, namun aborsi yang aman dan ditangani
ahlinya pun masih memiliki potensi untuk menyebabkan akibat fisik dan psikis yang negatif.
Menurut 28 Eastman dan Hellman (1961) serta Abu Zahr dan Ahman (1998) (dalam
Praptohardjo, 2007), akibat fisik dari aborsi, antara lain:
a. Pendarahan
b. Infeksi alat reproduksi (vagina, rahim, ovarium) yang dapat menyebabkan parametritis,
peritonitis, dan abses panggul
c. Gagal ginjal akibat masuknya sisa-sisa janin ke dalam sirkulasi darah
d. Kanker
e. Endotoxin Shock (syok kuman)
f. Demam akibat alat yang dipakai tidak steril
g. Nyeri panggul kronis
h. Mandul atau sulit hamil
i. Saluran tuba tersumbat sehingga menyebabkan tidak bisa hamil lagi
j. Kehamilan ektopik.

Sementara itu akibat psikologis atau psikis dari aborsi berupa apa yang disebut sebagai Post-
Traumatic Abortion Syndrom (PAS) atau stres pasca aborsi. Beberapa gejala yang muncul di
antaranya (Praptohardjo, 2007 & Hawari, 2006) yaitu:
a. Cemas, sedih, dan marah
b. Kehilangan harga diri
c. Perasaan bersalah dan rasa malu d. Histeris atau berteriak-teriak
e. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
f. Depresi, keinginan untuk bunuh diri 29
g. Terlibat penggunaan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif)
h. Mengalami gangguan dalam berhubungan seksual
Selain itu gejala yang muncul adalah insomnia dan seringkali muncul rasa benci atau
permusuhan dengan kaum pria, terutama pria yang menghamilinya (Chang, 2009).
Dafatar Pustaka

Reeder, Sharon J., Leonide L. Martin, Deborah Koniak-Griffin. Keperawatan Maternitas


Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga. Edisi 18. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran.
EGC. Jakarta. 2011.
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Asmarawati, Tina. 2013. Hukum & Abortus. Yogyakarta : Penerbit Deepublish
Damayanti, Delly. 2013. Aborsi menurut 5 Pandangan Agama di Indonesia
Sofoewan, S. (2005). Kapan Dimulainya Kehidupan, Tahap-Tahap Kehidupan Janin Dalam
Kandungan Dan Aborsi Legal Persepktif Medis. Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana FH UAJY.
Soge, P. (2009). Legalisasi Aborsi di Indonesia Perspektif Perbandingan Hukum Pidana: Antara
Common Law System dan Civil Law System. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 16(4), 497-514.
Andalangi, S. (2015). Tindakan Aborsi dengan Indikasi Medis Karena Terjadinya Kehamilan Akibat
Perkosaan. Lex Crimen, 4(8).
Adi Utarini. Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. 2005.
Hlm. 45
Jeramu, J. (2017). BIOETIK: MANFAAT DAN TANTANAN BAGI ETIKA
KRISTIANI. Lumen Veritatis: Jurnal Filsafat dan Teologi, 9(2), 49-60.
Hawari, D. (2006). Aborsi Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Praptohardjo, U. (2007). Sekitar Masalah Aborsi di Indonesia. Semarang: PKBI Jawa
Tengah.

Anda mungkin juga menyukai