Hakikat Taqwa
Hakikat Taqwa
Segala puji bagi Allah Swt atas segala nikmat yang kita rasakan, teriring Sholawat dan salam
selalu kita curahkan sepenuh hati kepada Uswah dan Qudwah kita Sayyidina Musthofa
Muhammad Saw.
Seorang Petugas kebersihan disebuah kampus terkemuka, sebut saja pak Abid, beliau hanya
berpendidikan Smp dan juga berlatar belakang dari keluarga menengah, ketika adzan zuhur
berkumandang, pak Abid bergegas untuk melaksanakan Ibadah Sholat, karena pak Abid lebih
dulu berada dimasjid, otomatis pak Abid berbaris dibarisan paling depan saat sholat berjamaah,
sementara di belakang pak Abid ada Profesor, guru besar, para dosen juga mahasiswa yang
juga turut menjadi bagian dari jamaah shalat berjamaah tersebut. Begitulah gambaran Taqwa,
tak memandang apa siapa dan bagaimana seseorang dari latar belakangnya, tapi sejauh mana
ia mampu bergegas ketika melaksanakan panggilan Allah Swt. Itulah sebabnya dalam ayat lain
Allah menyatakan yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa kepada
Allah Swt.
Jika kita bicara taqwa tentu tak asing lagi di telinga kita, yang menjadi pelajaran umum di
kurikulum pendidikan baik tingkat dasar, menengah, maupun atas, di perguruan tinggi
sekalipun, bahkan bagi kaum muslim khususnya, perintah taqwa selalu menjadi nasehat di
setiap ibadah solat jumat saat khotib jumat naik mimbar, pasalnya dewasa ini seiring
perkembangan zaman yang banyak sekali pengaruh budaya luar, jika taqwa hanya sebagai
definisi tanpa memahmi makna dan mengamalkan perkara, tentu lambat laun mulai pudar.
Maka penting bagi kita mengkaji lebih dalam mengenai taqwa, baik di majelis majelis ta’lim,
kajian medsos, diskusi umum, dan salah satunya pada artikel sederhana ini.
Sebagai pengantar, ayat di atas merupakan salah satu ayat pokok yang menjadi landasan
tentang apa siapa dan bagaimana taqwa itu. Imam Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat di
atas (QS Ali Imran : 102) yaitu :
(Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah sebenar-benar takwa) yaitu
dengan menaati dan bukan mendurhakai, mensyukuri dan bukan mengingkari karunia-Nya dan
dengan mengingat serta tidak melupakan-Nya. (dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam.) merupakan penegasan yang selayaknya kita
semua berpegang teguh didalamnya.
Secara harfiah makna Taqwa yang tak asing bagi kita adalah menjalankan segala apa yang di
perintahkan oleh Allah Swt, serta meninggalkan dengan Ridho atas apapun yang Allah Swt
larang. Terlihat sederhana namun penuh makna, terasa ringan namun dapat
dipertanggungjawabkan juga terasa mudah namun penuh ujian nafsu gegabah. Setidaknya ada
beberapa aspek taqwa yang bisa kita ambil pelajaran sebagai perbendaharaan ibadah kita. Di
antaranya :
1. Taqwa sebagai bekal di Akherat
ِ س ُك ْم أَفَال تُ ْب
)21( َص ُرون ِ َُوفِي أَ ْنف
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?
Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas secara umum merupakan gambaran dari
Allah Swt sebagai balasan atas perbuatannya di dunia atas segala taqwanya, sebagaimana
pengantar orang bertaqwa dalam menggapai kebahagiaan di dunia dan di akherat, mereka
sedikit sekali tidur diwaktu malam, karena malam-malamnya mereka hiasi dengan beribadah
dan berdoa kepada Allah Swt di saat yang lain terlelap tidur, kemudian mereka (muttaqiin)
menyadari setiap harta hartanya ada hak untuk orang miskin dan mereka menjaga itu. Di saat
yang sama mereka para muttaqin juga yakin di bumi terdapat tanda tanda kekuasaanNya.
Allahummaj’alnaa minhum
3. Taqwa Menghantarkan kebaikan
Orang yang bertaqwa akan menjaga dirinya dari segala perbuatan perbuatan yang tercela yang
tidak membawa manfaat bagi dirinya, dengan demikian lisannya akan terjaga dari perbuatan
buruk, matanya akan terjaga dari pandangan maksiat, telinganya terjaga dari pendengaran dosa,
kaki nya terjaga dari langkah syaithan juga hatinya akan menjaga dari segala penyakit hati,
sehingga yang mereka lakukan adalah senantiasa menyibukkan dirinya kepada Allah Swt.
Dalam hadits Arba’in Rasulullah Saw bersabda :
ث الثَّا ِمنُ َعش ََرُ الح ِد ْي
َ
صلَّىَ ِول ّللا
ِ س ُ ض َي ّللاُ َع ْن ُه َما عَنْ َر ِ بن ُجنَا َدةَ َوأَبِي َع ْب ِد ال َّر ْح َم ِن ُم َعا ِذ ْب ِن َجبَل َرِ ب ِ عَنْ أَبِ ْي َذر ُج ْن ُد
)سن َ اس بِ ُخلُق َحَ َّق النِ ِ َو َخال،سنَةَ تَ ْم ُح َها َ َسيِّئَة
َ الح َّ َوأَ ْتبِ ِع ال، َق ّللاَ َح ْيثُ َما ُك ْنت
ِ َّ (ات:سلَّ َم قَا َل
َ ّللاُ َعلَ ْي ِه َو
ص ِح ْيح
َ سن
َ َح:خ َ ُّض الن
ِ س َ َح ِد ْيث َح: َر َواهُ التِّ ْر ِم ِذي َوقَا َل.
ِ َوفِي بَ ْع.سن
Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada
Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka
kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang
baik.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan haditsnya itu hasan dalam sebagian naskah disebutkan
bahwa hadits ini hasan shahih) [HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153]
ُّللاِ َو ُحسْن َ َّ عَنْ أَ ْكثَ ِر َما يُد ِْخ ُل الن-صلى ّللا عليه وسلم- ِّللا
َّ اس ا ْل َجنَّةَ فَقَا َل « تَ ْق َوى َّ سو ُل
ُ سئِ َل َر
ُ
ار فَقَا َل « ا ْلفَ ُم َوا ْلفَ ْر ُج َ َّسئِ َل عَنْ أَ ْكثَ ِر َما يُد ِْخ ُل الن
َ َّاس الن ِ ُ»ا ْل ُخل
ُ َو.» ق
Dari keterangan dua hadts di atas bahwa esensi Takwa selain dengan puasa di siang hari atau
mendirikan shalat malam, atau melakukan kedua-duanya. Namun takwa juga meninggalkan
yang Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu
dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan. Sebagaimana di tegaskan
kembali dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
Adapun kebaikan lain adalah dengan taqwa kita Allah swt menyatakan dalam firmanNya
َّ ق
ّللاَ يَ ْج َع ْل لَهُ َم ْخ َر ًجا ِ َّ َو َمنْ يَت...
َّ ّللاَ بَالِ ُغ أَ ْم ِر ِه قَ ْد َج َع َل
ْ ّللاُ لِ ُك ِّل ش
َيء ْ ّللاِ فَ ُه َو َح
َّ َّسبُهُ إِن َّ ب َو َمنْ يَت ََو َّك ْل َعلَى ُ َويَ ْر ُز ْقهُ ِمنْ َح ْي
ُ ث َل يَ ْحت َِس
قَ ْد ًرا
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Qs At Talaq : 2-3)
Kemudian yang tak kalah penting, Al Imam Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah RA, di
dalam memaknai Taqwa ada empat hal, yaitu :
a. الخوف من الجليل (Takut kepada Allah Azza wajalla)
Seseorang yang takut kepadda Allah Swt, akan senantiasa menjaga dirinya dari segala
perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah Swt, sebagaimana anak kecil yang enggan
bermain hujan sebab takut dimarahi orang tuanya.
b. والعمل بالتنزيل (Beramal dengan landasan)
Orang yang bertaqwa, tentu selalu beramal berlandaskan dengan pedoman yang telah di
wajibkan atasnya mengikuti, yakni Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw
Dari ke empat poin di atas semakin mengantarkan diri kita akan perbuatan baik dalam
kehidupan fana ini, ketika kita sudah merasa takut kepada Allah Swt, kemudian kita beramal
berdasarkan tuntunan Al Qur’an, sehinggaa dapat menjadikan diri kita qanaah atas apa apa
yang Allah Swt berikan walaupin sedikit, dengan begitu dapat mempersiapkan diri kita
sebagai bekal di akherat kelak, sebagaimana ayat sebelumnya.
Saudara Rahimakumullah, sebagai penutup, kita sebagai pengemban dakwah yang senantiasa
mensiarkan Agama Islam yang mulia ini, mari kita selalu memperbaiki diri kita dengan
taqwa, selalu merasa di awasi oleh Allah Swt, selalu menanamkan kesadaran tentang
beribadah serta menggapai RidhoNya bersama Taqwa, mudah mudahan Allah Swt meridhoi
segala aktifitas kita, dan menyelamatkan kita di akherat kelak. Aamiin yaa rabbal Alamiin.