Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

JURNAL PEMERIKSAAN PENUNJANG

DISUSUN :

O
L
E
H

FEBBY DWI GITA CAHYANI (1912142010049)

S1 KEPERAWATAN IA
STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

2020
1. Profil klinis Infeksi Saluran Kemih pada Anak di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo
infeksi saluran kemih (ISK) relatif sering terjadi pada bayi dan anak kecil.
Menurut kepustakaan demam dengan sebab yang tidak jelas pada anak berusia 2 bulan - 2
tahun sekitar 5% disebabkan oleh ISK dan prevalensi ISK anak perempuan pada usia ini
dua kali lebih tinggi dari pada anak laki – laki. Gejala klinis ISK bervariasi tergantung
kepada usia, intensitas reaksi inflamasi dan lokasi infeksi pada saluran kemih. Anak
berusia 2 bulan - 2 tahun yang menderita ISK perlu mendapat perhatian khusus oleh
karena gejala klinis yang tidak khas, cara mendapatkan sampel urin yang invasif, dan
mempunyai risiko terbesar untuk terjadinya kerusakan ginjal.
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang, serta dipastikan dengan biakan urin kuantitatif.
Infeksi saluran kemih dapat membawa dampak jangka panjang terhadap fungsi
ginjal yaitu berkembangnya uremia, terjadinya hipertensi dan adanya komplikasi selama
kehamilan. Dengan bervariasinya manifestasi klinis ISK maka perlu diketahui bagaimana
manifestasi klinis ISK pada anak.
• Demam apabila: suhu rektal > 38OC; demam tinggi suhu rektal > 39OC.
Pengukuran suhu pada penelitian ini dilakukan melalui: aksila (± 0,5OC lebih
rendah dari rektal).
• Urinalisis kecurigaan ISK terdiri dari eritrosituria > 3/LPB, leukosituria >
5/LPB, atau bakteriuria positif.
• Pemeriksaan darah tepi yang diteliti meliputi: jumlah leukosit, hitung jenis dan
laju endap darah (LED). Jumlah leukosit dan hitung jenis dibandingkan dengan
nilai normal berdasarkan umur, sedangkan LED meningkat jika nilai > 30 mm/
jam pertama.
• Status gizi dipakai kriteria berat badan/tinggi badan x 100% (berdasarkankriteria
yang dipakai di Divisi Gizi Metabolik RSCM).

Hasil

_____Jenis Kelamin________
Karakteristik subyek (n) Laki-laki Perempuan Jumlah
Usia (50) 2 bulan-1 tahun 9 8 17
> 1-2 tahun 7 8 15
> 2-5 tahun 10 4 14
> 5 tahun 2 2 4
Tinggi badan (30) > P5 NCHS 19
< P5 NCHS 11
Status gizi (30) kurang baik 17
Baik 7
Buruk 2
Lebih 2
Obesitas 2
Dalam kurun waktu 7 bulan didapatkan 50 anak dengan ISK yang terdiri dari 28 laki – laki dan
22 perempuan dengan sebaran usia antara dua bulan sampai dengan 13 tahun dan usia rerata dua
tahun (SD±2,4).
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa usia penderita ISK terbanyak adalah kelompok usia 2 bulan - 2
tahun (32/50). Tinggi badan <P5 NCHS terdapat pada 11 anak di antara 30 subyek yang
diperiksa sedangkan status gizi pada sebagian besar subyek merupakan gizi kurang (17/30).
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa lima gejala klinis terbanyak adalah riwayat demam (36/50),
nafsu makan menurun (28/50), diare (21/50), kencing tidak lancar (17/50) dan muntah (15/50).
Demam > 2 hari didapatkan pada 34/50 anak. Kelompok usia yang terbanyak mengalami demam
adalah kelompok usia 2 bulan – 2 tahun (22/50).
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa dari tiga tanda klinis terbanyak yang didapatkan pada
pemeriksaan fisis yaitu demam dengan suhu > 38OC sebanyak (28/ 50), balanitis (10/28 subyek
laki - laki) dan ikterus lima dari 50 subyek.
Tabel 4 memperlihatkan bahwa kelainan pada hasil pemeriksaan penunjang dilakukan pada
kurang dari 50% sample, kecuali hitung jenis yang sebagian besar segmenter.

Table 2 : Sebaran gejala klinis berdasarkan kelompok usia

Gejala klinis _____________kelompok usia ______________ jumlah


2bl-1th >(1-2)th >(2-5) >5th n=50
Demam <2 2 2
(hari) 2-7 5 6 5 1 17
>7 6 3 5 3 17
Diare 5 7 7 2 21
Kencing tidak lancar 7 8 1 1 17
Muntah 2 7 5 1 15
Mual 1 5 6 12
Cengeng 3 2 4 1 10
Nyeri perut 6 1 7 15
Sering berkemih 4 4
Konstipasi 2 2
Inkontinensia urin 1 1
Table 3 : Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis _______________kelompok usia_____________ jumlah


2bl-1th >(1-2)th >(2-5)th >5th
Suhu (38) 10 5 6 21
(oC) 38-<39 4 4 4 4 16
>39 3 5 4 12
Tensi normal (n=10) 4 1 5 10
Ikterus (n=50) 5 5
Balaritis (n=28) 3 3 3 1 10
Vulvitis (n=22) 1 1 1 3
Pedekatan labia(n=22)2 2

Table 4 : Pemeriksaan penunjang

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Proporsi


Darah tepi Jumlah leukosit (n=40) Meningkat 4
Hitung jenis (n=28) Segmenter 22
LED (mm/jam) (n=21) Meningkat 8
Urinalis Jumlah leukosit Meningkat (>5) 11
(n=50) Jumlah eritrosit Meningkat (>3) 6
Bakteri (+) 6
Fungsi ginjal Ureum Meningkat (34mg/dL) 1
(n=15) Kreatinin Meningkat (>1mg/dL) 0
Ultra sonografi Normal 15
(n=21) Pielonefritis 2
Uremic kidney 1
Batu ginjal kanan 1
Pielo ektasis ginjal kanan 1

Simpulan

Infeksi saluran kemih terbanyak pada usia 2 bulan – 2 tahun. Gejala klinis ISK terutama
adalah demam sedangkan tanda klinis ISK selain demam dapat ditemukan balanitis dan
ikterus. Hasil urinalisis normal tidak menyingkirkan diagnosis ISK, sehingga pasien demam
pada usia antara 2 bulan – 2 tahun dengan sebab tidak jelas perlu dipikirkan ISK.
2. Gambaran Hasil Pemeriksaan Urine pada Pasien dengan Pembesaran
Prostat Jinak di RSUP DR. M. Djamil Padang
Pembesaran prostat jinak dapat menyebabkan terjadinya hambatan aliran urine,
sehingga pasien akan merasakan keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower
Urinary Tract Symptom (LUTS). Urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan yang
dapat dilakukan pada pasien dengan LUTS yang terdiri dari pemeriksaan fisik,
mikroskopik dan kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hasil
pemeriksaan urine pada pasien dengan pembesaran prostat jinak di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Jenis penelitian adalah deskriptif observasional. Sampel diambil menggunakan
teknik total sampling di bagian Bedah dan Rekam Medik RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2016 sampai Desember 2016 dengan jumlah
sampel adalah 40 orang. Data yang digunakan adalah hasil pemeriksaan pH, protein,
leukosit, eritrosit dan epitel urine pada rekam medik pasien pembesaran prostat jinak.
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan program komputer. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 100% pasien memiliki hasil pH urine 4.5 sampai 8.
Sebanyak 42,5% memiliki hasil protein urine 1+, 60% pasien memiliki nilai leukosit
>5/LPB, 80% pasien dengan nilai eritrosit >1/LPB serta 100% pasien dengan epitel
gepeng positif satu (+). Simpulan penelitian ini adalah terdapat peningkatan leukosit,
eritrosit dan protein urine pada pasien dengan pembesaran prostat jinak namun pH dan
epitel urine pasien masih dalam nilai normal.

Hasil

Tabel 1. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan Umur

Umur (tahun) Frekuensi %


< 60 tahun 2 5%
60 - 80 tahun 30 75%
> 80 tahun 8 20%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan 40 kasus yang diteliti, pasien dengan pembesaran prostat jinak terbanyak
ditemukan pada rentang usia 60-80 tahun, yaitu sebanyak 30 pasien (75%), sedangkan pada usia
<60 tahun terdapat sebanyak 2 pasien (5%) dan usia >80 tahun sebanyak 8 pasien (2%).

Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan leukosit urine


Leukosit Frekuensi %
0-5/LPB 16 40%
>5/LPB 24 60%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan Tabel 2 didapatkan sebagian besar pasien mengalami leukosituria yaitu


sebanyak 24 orang (60%) memiliki jumlah leukosit urine >5/LPB. Sedangkan pasien dengan
jumlah leukosit urine 05/LPB terdapat pada 16 orang (40%).

Tabel 3. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan jumlah eritrosit urine

Eritrosit Frekuensi %
0-1/LPB 8 20%
>1/LPB 32 80%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan Table 3 dapat dilihat umumnya pasien mengalami hematuria yaitu sebanyak
32 orang (80%) memiliki jumlah eritrosit urine >1/LPB. Sedangkan pasien dengan jumlah
eritrosit urine 01/LPB terdapat pada 8 orang (20%).
Tabel 4. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan epitel urine

Epitel Frekuensi %
(-) 0 0%
(+) 40 100%
(++) 0 0%
(+++) 0 0%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan semua pasien pembesaran prostat jinak memiliki hasil
pemeriksaan epitel urine gepeng positif satu (+) (100%).

Tabel 5. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan derajat keasaman urine

pH Frekuensi %
< 4.5 0 0%
4.5 - 8 40 100%
>8 0 0%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan Tabel 5 didapatkan 40 pasien (100%) memiliki derajat keasaman urine yang
berkisar antara 4.5 sampai 8.

Tabel 6. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan protein urine

Protein Frekuensi %
(-) 14 35%
+1 17 42,5%
+2 6 15%
+3 3 7,5%
+4 0 0%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat dari 40 orang pasien pembesaran prostat jinak, pasien
terbanyak dengan protein 1+ yaitu sebanyak 17 orang (42,5%). Sedangkan sebanyak 14 orang
dengan protein negatif (-), 6 orang dengan protein 2+ (15%), 3 orang dengan protein 3+ (7,5%)
dan tidak ada pasien dengan protein 4+ (0%).

Simpulan

Terdapat peningkatan leukosit, eritrosit dan protein urine pada pasien dengan pembesaran prostat
jinak namun pH dan epitel urine pasien masih dalam nilai normal.

3. Pengembangan Dan Pengkayaan Fungsi Antarmuka Perangkat Lunak


Untuk Visualisasi Dan Analisis Citra Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu teknologi pencitraan medis, yang
paling banyak digunakan dalam dunia kedokteran saat ini. Kurangnya penelitian
berkaitan dengan teknologi USG di Indonesia menjadikan ketergantungan pembelian
perangkat USG secara import. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan suatu
antarmuka dan pengkayaan fungsi perangkat lunak untuk visualisasi dan analisis citra
USG. Eksperimen awal dilakukan dengan mengolah hasil data dari sinyal A-mode dan
kemudian divisualisasi menjadi B-mode. Selanjutnya dikembangkan suatu antarmuka
visual dan analisa proses pencitraan, serta penambahan fungsi citra lainnya. Visualisasi
citra USG belum secara real time. Visualisasi citra dalam bentuk citra B-mode dan
Video. Citra bisa dikarakterisasi dengan menggu-naan filter IIR dan FIR ataupun tanpa
filter. Aplikasi mendukung penggunaan lowpass filter dan highpass filter dan
perubahan kondisi nilai cut-off secara dinamis. Pengubahan filter order menentukan
hasil citra yang divisualkan. Pada nilai filter older tertentu dengan karakteristik filter
yang berbeda akan menghasikan citra yang bervariasi. Hasil visual citra scan dapat
disimpan dalam format gambar .jpg dan dicetak. Aplikasi bisa menvisualkan konstruksi
proses sinyal data grafik. Dalam hal ini pengguna dapat memilih line data pada frame
layer untuk dianalisa. Pengembangan antarmuka memberikan kemudahan dalam
penggunaan aplikasi, serta bisa memahami proses visualisasi dengan lebih baik.
Komponen-komponen antarmuka yang jelas menjadikan solusi analisa visualisasi, dan
pemahaman terhadap algoritma USG lebih jauh.

Hasil

Gambar 2.3 Proses A-mode[8].


Gambar 2.13 menjelaskan proses terbentuknya A-mode, pantulan pertama terjadi sebagai
pulsa yang dikirim oleh transmitter. A-mode display digunakan untuk menggambarkan
hubungan amplitudo pulsa echo dengan kedalaman jaringan tubuh.

Yang kedua Brightness mode (B-mode) adalah mode dimana gelombang echodan
amplitudo sebagai warna. Warna menyesuaikan dari amplitudo. (hitam, putih, abuabu). Mode
ini dipergunakan di sonography. Dalam ultrasound B-mode, satu arraylinear dari transducers
secara simultan menscan satu benda melalui tubuh yang dapat dipandang sebagai suatu gambar
dua dimensional pada layar.
Gambar 2.4 Citra B-mode .

Yang ketiga adalah M-mode singkatan dari Motion modedimana amplitudo dan frekuensi
saling berganti pada sumbu XY. Diagram ini biasanya khusus untuk detak jantung. Diagram ini
sering terlihat dengan B-Mode. M-mode ultrasound dijadikan untuk penggunaan tertentu dalam
membelajari detak jantung.

Gambar 2.5 Citra M-mode[9].


Secara lebih jelas gambar berikut menggambarkan perbedaan ketiga dasar pencitraan USG
tersebut.

Gambar 2.6 Pencitraan Ultasonografi[10].

Simpulan

Tekhnologi USG diharapkan memberi solusi terhadap salah satu permasalahan bangsa ini
dalam bidang medis. Dan dengan adanya upaya perancangan dan pengembangan tekhnologi ini
akan mengurangi dampak sosial dan ekonomi, akibat semakin mudah dan murahnya
penggunaan tekhnologi USG di Indonesia umumnya. Melalui penelitian ini, pengembangan
perangkat lunak untuk sistem USG berbasis PC dihasilkan :
1) Visualisasi USG dilakukan beberapa tahap (rekonsruksi), dengan menggunakan RF data
sebagi file input yang didapat dari dokumen Siemen (Sonoline Antares USG system),
sehingga pengembangan perangkat lunak ini mengacu pada script dan perangkat Siemen
tersebut.
2) Pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan RF data sebagai input visualisasi citra
namun masih bisa dikembangkan dengan jenis file data dan perangkat USG lain .
3) Proses visualisasi belum secara real time karena menggunakan file sebagai inputnya (dalam
hal ini sudo real time), visualisasi bisa dalam bentuk citra Bmode (frame tunggal) dan juga
Video (multi frame).
4) Visualisasi juga memberikan analisa terhadap proses rekonstruksi secara proses citra line
data dari RF data, baik dengan perubahan karakter dari sinyal input ataupun tidak. Untuk
proses analisa pengguna dapat memilih posisi line data pada frame layer yang dianalisa.
5) Hasil visual citra dalam bentuk scan convertion dapat disimpan dalam format gambar
(extention .jpg) dan juga dicetak (print).
6) Hasil visualisasi yang ditampilkan bisa dikarakterisasi dengan memilih penggunaan filter
(IIR dan FIR) ataupun tidak, dan juga menentukan penggunaan lowpass filter ataupun
highpass filter serta menentukan perubahan kondisi nilai cut-off kedua filter tersebut.
7) Perubahan filter order akan cukup menentukan hasil citra yang divisualkan, pada nilai
pangkat tertentu dengan karakteristik filter yang berbeda akan mendapatkan citra yang baik
ataupun sebaliknya.
8) Dengan adanya komponen antarmuka visual yang jelas ini akan memudahkan
penggunaannya dalam analisa citra dan untuk kedepan.

4. Profil endoskopi gastrointestinal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou


Manado periode Januari 2016 – Agustus 2016
Endoskopi gastrointestinal (EGI) merupakan salah satu teknik dalam ilmu
gastroenterology-hepatologi untuk melihat secara langsung keadaan di dalam saluran
cerna dengan menggunakan alat yang bernama endoskop. Pemeriksaan endoskopi pada
saluran cerna bagian atas disebut esofagogastrodudenoskopi (EGD) sedangkan
kolonoskopi digunakan untuk mengevaluasi serta memeriksa lumen pada saluran cerna
bagian bawah, yaitu pada daerah rektum, kolon sigmoid, kolon desenden, kolon
transversum, kolon asenden, sekum, serta ileum. Penelitian ini bertujuan unutk
mengetahui profil EGI pada pasien di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou periode Januari
2016-Agustus 2016. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan menggunakan
data sekunder pasien di Instalasi Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kando Manado.
Dari hasil penelitian diperoleh pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopi sebanyak
59 orang. Mayoritas pasien ialah pasien jenis kelamin laki-laki sebanyak 30 orang (51%),
kelompok usia 50-59 tahun (30%), dengan indikasi dispepsia (nyeri epigastrium) (57%),
tindakan endoskopi jenis EGD (80%), dan diagnosis dibiopsi gastritis kronik dengan
infeksi Helicobacter pylori (38%).

Hasil

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
Januari – Agustus 2016, didapatkan pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopi
gastrointestinal di poli endoskopi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang memenuhi
kriteria inklusi sebanyak 59 pasien. Dari 59 pasien tersebut didapatkan pasien berjenis kelamin
lakilaki sebanyak 30 pasien (51%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 29 pasien
(49%) (Gambar 1).

49%
Laki-laki
(29)
(30) Perempuan

51%

Gambar 1. Distribusi pasien yang melakukan pemeriksaan Endoskopi berdasarkan jenis


kelamin

Dari 59 pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopi di poli endoskopi RSUP Prof. DR.
R. D. Kandou Manado, didapatkan kelompok usia 20-29 tahun sebanyak 1 pasien (2%);
kelompok usia 3039 tahun sebanyak 17 pasien (29%); kelompok usia 40-49 tahun sebanyak 11
pasien (19%); kelompok usia 50-59 tahun sebanyak 18 pasien (30%); kelompok usia 60-69
tahun sebanyak 10 pasien (17%); dan kelompok usia 70-79 tahun sebanyak 2 pasien (3%)
(Gambar 2).

Gambar 2. Distribusi pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopi berdasarkan kelompok


usia
Berdasarkan Tabel 1, dari 59 pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopi di poli
endoskopi RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado didapatkan bahwa sebagian besar pasien
yang melakukan pemeriksaan berdasarkan indikasi dispepsia (nyeri epigastrium) yaitu sebanyak
34 pasien (57%).

Tabel 1. Distribusi pasien yang melakukan pemeriksaan Endoskopi berdasarkan indikasi

Indikasi Jumlah (%)


Radang usus besar 1 2
Perdarahan rectum 1 2
Nyeri perut + BAB
1 2
berwarna hitam
Dispepsia (Nyeri
34 57
Epigastrium)
BAB berwarna
7 11
hitam
BAB + darah segar 9 15
Sering kembung 1 2
Nyeri perut 2 3
Hematemesis
melena 1 2
Sulit BAB 1 2
Nyeri perut kanan
1 2
bawah

Gambar 3 memperlihatkan dari 59 pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopi di poli


endoskopi RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado didapatkan pasien yang menerima tindakan
endoskopi EGD sebanyak 47 pasien (80%) dan pasien yang menerima tindakan endoskopi
kolonoskopi sebanyak 12 pasien (20%).

Gambar 3. Distribusi pasien yang melakukan pemeriksaan Endoskopi berdasarkan tindakan


Endoskopi

Berdasarkan data yang didapat, dari 59 pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopi di
poli endoskopi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan pasien yang didiagnosis
dengan kolitis sebanyak 1 pasien (2%), polip rektum sebanyak 1 pasien (2%), gastritis kronik +
infeksi Helicobacter pylori sebanyak 23 pasien (38%), gastritis erosif sebanyak 1 pasien (2%),
gastritis kronik sebanyak 5
pasien (8%), gastritis kronik erosif + infeksi Helicobacter pylori sebanyak 2 pasien (3%),
gastritis kronik dengan fibrous ringan + infeksi Helicobacter pylori sebanyak 1 pasien (2%),
adenokarsinoma rektum diferensiasi baik sebanyak 1 pasien (2%), radang kronis sebanyak 1
pasien (2%), radang non spesifik + infeksi Helicobacter pylori di antrum sebanyak 1 pasien
(2%), kolitis kronik sebanyak 1
pasien (2%), gastritis kronik antrum sebanyak 3 pasien (4%), gastritis kronik antrum +
infeksi Helicobacter pylori sebanyak 2 pasien (3%), adenokarsinoma diferensiasi sedang
sigmoid sebanyak 1 pasien (2%), gastritis kronik antrum dan corpus + infeksi Helicobacter
pylori sebanyak 2 pasien (3%), adenokarsinoma diferensiasi buruk sebanyak 1 pasien (2%),
gastritis kronik antrum dan korpus sebanyak 2 pasien (3%), radang kronis pada antrum dan
corpus sebanyak 1 pasien (2%), gastritis kronik erosif sebanyak 1 pasien (2%), gastritis kronik
erosif dengan fokus fibrosis sebanyak 1 pasien (2%), ileitis kronik non spesifik sebanyak 2
pasien (3%), kolitis non spesifik sebanyak 1 pasien (2%), papillary adenocarcinoma kolon
dessenden diferensiasi sedang + infeksi Helicobacter pylori sebanyak 2
pasien (3%), polip inflammatory sebanyak 1 pasien (2%), dan polip adenomatosa kolon
transversum sebanyak 1 pasien (2%). Sebagai diagnosis terbanyak ialah gastritis kronik disertai
infeksi Helicobacter pylori sebanyak 23 pasien (38%).

Simpulan

Dari hasil penelitian dan bahasan dapat disimpulkan bahwa mayoritas pasien ialah laki-laki,
kelompok usia 50-59 tahun, dengan indikasi dispepsia/nyeri epigastrium, tindakan endoskopi
EGD, dan diagnosis setelah biopsi gastritis kronik disertai infeksi Helicobacter pylori.

5. Tata Laksana Pemeriksaan Radiologis terutamaPada Kasus


Keganasan pada Anak
Pemeriksaan Radiologi berperan penting dalam diagnosis dan manajemen kasus
keganasan pada anak. Perkembangan mutakhir dalam tehnologi pemeriksaan radiologi
telah memberi dampak perbedaan dalam manajemen diagnostic dan terapi. Penemuan
multidetector (multislice ) CT , perkembangan tehnik USG dan MRI serta Kedokteran
nuklir, telah meningkatkan penggunaannya untuk keakuratan diagnosis, tetapi disisi lain
juga dapat meningkatkan pemakaian radiasi dan resiko efek samping radiasi terutama
pada anak. Karena itu klinisi dan radiologi diharapkan dapat memilih modalitas radiologi
yang paling tepat, optimal dan penting untuk pasien dengan mempertimbangkan prinsip
ALARA.

Hasil
Pemilihan pemeriksaan penunjang radiologi pada anak harus mempertimbangkan prinsip
efektifitas, efisiensi, kenyamanan,resiko radiasi , dan berbagai faktor lain yang dapat membantu
diagnosis tepat terutama kasus keganasan pada anak.
1. Pemeriksaan Foto Polos Konventional
Tidak dapat diabaikan dan penting terutama pada kasus keganasan tulang, thorak ataupun
abdomen.
Kelebihan :
1. Mudah dan cepat
2. Biaya rendah
3. Toleransi anak baik
4. Paparan radiasi rendah
Kekurangan :
1. Spasial resolusi terbatas
2. Harus diikuti pemeriksaan penunjang lainnya
3. Keterbatasan dalam menilai struktur jaringan Pada kasus keganasan tulang,
gambaran radiografi sangat mendukung ketepatan diagnosis, sementara
pemeriksaan MRI dan CT Scan baik untuk menilai luas lesi dan memudahkan
tindakan bedah.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi
Anak merupakan target paling ideal untuk pemeriksaan USG karena lapangan tubuh yang
sempit memudahkan proses USG dan gangguan atenuasi berkurang. Kelebihan :
1. Mudah didapat dan praktis
2. Dapat dilakukan dimana saja
3. persiapan mudah, tidak membutuhkan anestesi
4. Tidak beresiko radiasi.
Kelemahan terutama pada faktor operator dependent dan artefak udara usus pada kasus
obesitas dan tidak optimal untuk tulang/cranium.
Pada kasus Tumor abdomen anak, USG merupakan pemeriksaan initial sangat penting untuk
diagnostik asal massa, struktur massa (kistik atau solid) , serta perluasan massa , menjadikan
USG modalitas utama dalam diagnosis tumor abdomen . USG juga dapat membantu sebagai
tuntunan biopsi, deteksi dini ataupun follow up terapi dan mencari metastasis.
Aplikasi doppler yang dikembangkan dapat membantu pula menilai adanya trombus vaskuler
dan vaskularisasi tumor , dan karakteristik keganasan.

Gambaran ultrasonografi massa hepar dengan vaskularisasinya pada dopler ultrasonografi.


3. Multi detektor CT Scan
Sangat penting untuk mengenalikelebihan dan kekurangan dariteknologi MDCT agar
dapatyang berlebihan dan tidak perlu; sertaoptimalisasi penatalaksanaan padakasus-kasus
malignancy pada anak.

A.Coronal MPR B. 3 D imaging (VR)

4. Pemeriksaan MRI /MR Angiografi


Pemeriksaan MRI merupakanpemeriksaan canggih pada kasuskeganasan anak, yang paling
idealkarena tidak beresiko radiasi danmenggunakan medan magnetberkekuatan tinggi. MRI
superioruntuk pemeriksaan pada berbagaijaringan antara lain otak, tulangbelakang, nasofaring,
saluranbilier,kandungan,dan otot. Dibeberapa Rumah Sakit KhususAnak di USA, jumlah alat
MRIjustru lebih banyak daripada CTScan untuk dapat menunjangkepentingan diagnostik
danmanajemen terapi pada anak.
5.PET SCAN
Bertujuan untuk memberikangambaran metabolik dari patologiyang terjadi pada seluruh
tubuhmenggunakan radio isotope(nuklir) . Kombinasi PET dengan CTScan/MRI
memberikaninformasi aspek anatomi danmetabolic dari sel kanker dan aktifitasnya diseluruh
tubuhsehingga sangat baik untuk deteksi,penyebaran dan residif keganasan.Pemeriksaan PET
lebih dianjurkanuntuk follow up ataupunperencanaan radio therapy, karenatidak memberikan
detail anatomidan beresiko radiasi.

Simpulan

Bagian Radiologi RSUP Fatmawati saat ini juga telah dilengkapi dengan berbagai peralatan
canggih untuk mendukung penanganan berbagai kasus pediatrik khususnya keganasan pada
pediatrik dengan tersedianya modalitas canggih berupa USG Doppler, Multidetektor CT
Scan/Multislice CT 64 slice dan MRI .Dengan kerjasama yang baik antara klinisi dan dokter
radiologi ,serta pengetahuan tata laksana pemilihan pemeriksaan penunjang radiologi yang tepat
dengan mempertimbangkan safety/keamanan pasien ,optimalisasi alat dan prinsip ALARA,
diharapkan dapat meningkatkan kualitas penanganan pasien khususnya pada anak.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari jurnal yang telah di rangkumkita dapat mengetahui berbagai macam
pemeriksaan penunjang, metode yang di gunakan, dan hasil yang di peroleh

B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa setelah membaca laporan ini, mahasiwa dapat
memahami apa itu pemeriksaan penunjang, metode yang digunakan, tujuan
pelaksaanaan dan bentuk hasilnya.

Anda mungkin juga menyukai