Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 1

LAPORAN BACAAN TENTANG TEORI KESUSTRAAN

TANGGAL PENYERAHAN

02 OKTOBER 2018

NAMA: YOSI YANA FITRI

NIM: 18017131

KELAS: A

PRODI: SASTRA INDONESIA

DOSEN PENANGGUNG JAWAB

Prof.Dr. Hasanuddin WS, M.Hum

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2018
Kata pengantar

Puji syukur penulis hadiahkan kepada Allah SWT yang telah memberi kesempatan
penulis menyelesaikan laporan bacaan buku teori kesustraan. Penulisan laporan bacaan ini
merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah pengantar
pengkajian kesusutraan. Laporan bacaan ini merupakan hasil perbandingan dua buku yang di
dalamnya menjelaskan tentang sastra, sifat-sifat, fungsi, kritik, teori, dan sejarah sastra.

Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penulisan laporan bacaan ini sangat perlu
perjuangan, dari mencari buku tetapi tidak mendapatkan buku terbit yang asli dikarenakan
susah didapatkan dan harga buku yang relatif mahal sehingga penulis memfotokopi buku di
foto kopi di campago untuk dijadikan laporan bacaan.

Laporan ini banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik materi
maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis teleh berupaya dengan segala
kemampuan dan pegatahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik, oleh karena
itu penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan saran dan usul
guna menympurnakan laporan bacaan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. Terima kasih.

Padang.09 September 2018

Yosi Yana Fitri

i
A. PENDAHULUAN

Buku yang dilaporkan adalah buku karya rene wellek dan autin warren. Berikut
identitas buku yang dilaporkan sebagai acuan pengantar teori sastra.

Judul buku asli: theory of literature

Judul buku yang telah diterjemah: teori kesustraan

Pengarang: rene wellek dan austin warren

Terjemah: melani budianta

Tahun terbit: 1977

Cetakan1: 1989

Cetakan 2:1990

Cetakan 3: 1993

Cetakan 4:1995

Cetakan 5:2014

Kota dan lembaga penerbit: jakarta, PT.Gramedia Pustaka utama

Tebal buku: 418 halaman

Garis besar isi buku: buku ini berbahasa inggris yang diterjemahkan oleh melani
budianta kedala bahasa indonesia. melani budianta adalah seorang akademikus, intelektual
publik, dan aktivis berkebangsaan Indonesia. Ia merupakan guru besar di Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dengan kepakaran di bidang kajian gender
dan poskolonialisme, sastra bandingan, dan kajian budaya. Melani merupakan istri
dari sastrawan Eka Budianta.
Materi dalam buku ini disajikan dalam empat bagian Pada bagian pertama
menjelaskan tentang definisi dan batasan, terdiri dari lima bab, bab pertama pengertian sastra
dan studi sastra, bab kedua sifat- sifat satra, bab ketiga berisikan fungsi sastra, bab keempat
teori,kritik dan sejarah sastra, dan bab kelima sastra umum, sastra bandingan dan sastra
nasional.

Bagian kedua menjelaskan tentang penelitian pendahuluan. Memiliki satu bab yaitu
memilih dan menyusun naskah.

1
Bagian ketiga menjelaskan tentang studi sastra dengan pendekatan ekstrinsik terdiri
dari lima bab, bab pertama sastra dan biografi, bab kedua sastra dan psikologi, bab ketiga
sastra dan masyarakat, bab keempat sastra dan pemikiran, dan bab kelima sastra dan seni.

Bagian keempat menjelaskan tentang studi sastra dengan pendekatan intrinsik terdiri
dari delapan bab, pertama pendahuluan, bab pertama modus keberadaan karya sastra, bab
kedua efoni, irama, dan matra, bab ketiga gaya dan stilistika, bab keempat citra, metafora,
simbol,dan mitos, bab kelima sifat dan ragam fiksi naratif, bab keenam: genre sastra, bab
ketujuh penilaian, dan bab kedelapan sejarah sastra.

Pada kesempatan ini penulis ditugaskan hanya di bagian pertama dan kedua untuk
membuat laporan bacaan.

2
A. BAGIAN BUKU

BAGIAN PERTAMA: DEFINISI DAN BATASAN

BAB 1

SASTRA DAN STUDI SASTRA

Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sedangkan studi sastra adalah
cabang ilmu pengetahuan. Ada yang mengatakan bahwa tidak mungkin dapat mempelajari
Alexander Pope tanpa mencoba membuat puisi dengan bentuk heroic couplets, atau kita
harus belajar mengarang drama dalam bentuk blank verse. Seorang penelaah sastra harus
dapat menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah, dan harus dapat
menjabarkannya dalam uraian yang jelas dan rasional. sejumlah teoritikus menolak mentah-
mentah bahwa telaah sastra adalah ilmu dan menganjurkan “penciptaan ulang” (second
creation) sebagai gantinya seperti yang dilakukan oleh Walter Pater dan John Addington
Symonds (penyair Inggris abad ke-19) mencoba memindahkan lukisan terkenal karya
Leonardo da Vinci, Mona Lisa, dalam bentuk tulisan. John Addington Symonds (kritikus
Inggris sezaman dengan Pater) mengulas karya sastra dengan gaya bahasa sastra yang
berbunga-bunga

Teoritkus yang lain mengambil kesimpulan, menurut mereka, sastra tidak bisa
ditelaah sama sekali. Sastra boleh dibaca, dinikmati, dan diapresiasi selebihnya yang bisa
dilakukan adalah mengumpulkan berbagai macam informasi mengenai karya sastra. Sikap
skeptis semacam ini diluar dugaan, sudah menyebar. Salah satu gejalanya adalah penekanan
pada fakta-fakta di sekitar karya sastra, dan tidak boleh ada usaha untuk mencari lebih jauh.
Cara ilmiah untuk mendekati karya seni sastra adalah dengan menerapkan (mentransfer)
metode-metode yang dikembangkan oleh ilmu-ilmu alam pada studi sastra. Misalnya, sikap-
sikap ilmiah seperti objektivitas, kepastian, dan sikap tidak terlibat. Usaha lain adalah meniru
metode ilmu-ilmu alam melalui studi sumber, asal, dan penyebab (metode genetik). Secara
lebih ketat, kausalitas ilmiah semacam ini dipakai untuk menjelaskan fenomena sastra dengan
mengacu pada kondisi ekonomi, sosial, dan politik sebagai faktior –faktor penyebab.
Statistik, grafik, dan peta, yang biasanya dipakai dalam ilmu eksakta juga dipakai dalam
pendekatan ini. Akhirnya perlu dicatat juga penggunaan konsep biologis dalam menelusuri
evolusi sastra.

Bagaimanapun, kita harus kembali pada masalah-masalah yang muncul dari


penerapan ilmu-ilmu alam pada studi sastra. Ada suatu kawasan tempat dua
metodologi  tersebut saling bersinggungan atau bahkan bertumpang tindih. Metode-metode
dasar seperti induksi, deduksi, analisis, sintesis, dan perbandingan sudah umum dipakai di
setiap jenis ilmu pengetahuan yang sistematis, termasuk dalam studi sastra. Jika kita hendak
membahas perbedaan kedua ilmu di atas secara menyeluruh, barangkali kita perlu
menentukan lebih dulu sikap kita mengenai berbagai macam masalah klasifikasi ilmu, filsafat
sejarah, dan teori ilmu pengetahuan.

3
Ada dua jalan keluar yang ekstrim untuk membedakan sastra dan studi sastra. Pertama
adalah mengikuti metode-metode ilmiah atau ilmu sejarah, dengan sekadar mengumpulkan
fakta-fakta atau menyusun “hukum-hukum” sejarah yang sangat umum. Cara kedua adalah
menekankan subjektivitas dan individualitas, serta keunikan karya sastra. Tetapi cara yang
kedua ini jalan anti- ilmiah diterapkan secara ekstrim. “intuisi” pribadi dapat mengarah pada
“apresiasi” yang bersifat emosional saja, suatu subjektivitas total. Penekanan pada
“individualitas” dan “keunikan” karya sastra walaupun merupakan reaksi sehat terhadap
kecenderungan main generalisasi dapat membuat orang lupa bahwa tak ada satu karya sastra
pun yang seratus persen “unik”

BAB 2

SIFAT-SIFAT SASTRA

Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Menurut teori Greenlaw dan
praktek banyak ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat, tapi identik dengan
sejarah kebudayaan. Kaitan studi semacam ini dengan sastra terletak pada perhatian terhadap
hasil tulisan dan cetakan.

Cara lain untuk memberi definisi pada sastra adalah membatasinya pada “mahakarya”
(great books), yaitu buku-buku yang dianggap “menonjol karena bentuk dan ekspresi
sastranya”. Di dalam hal ini kriteria yang dipakai adalah segi estetis, atau nilai estetis
dikombinasikan dengan nilai ilmiah. Diantara puisi lirik, drama, dan cerita rekaan,
mahakarya dipilih berdasarkan pertimbangan estesis.

Istilah “sastra” paling tepat diterapkan pada seni sastra, yaitu sastra sebagai karya
imajinatif. adapun Istilah lain yaitu “fiksi” dan “puisi” terlalu sempit pengertiannya.
Sedangkan istilah “sastra imajinatif” berasal dari bahasa Prancis, kurang lebih menyerupai
pengertian etimologis kata susastra. Untuk melihat penggunaan bahasa yang khas sastra kita
harus membedakan bahasa sastra, bahasa sehari-hari, dan bahasa ilmiah. Jadi bahasa ilmiah
cenderung menyerupai sistem tanda matematika atau logika simbolis. Bahasa sastra penuh
ambiguitas dan homonim, serta memiliki kategori-kategori yang tak beraturan dan tak
rasional. Bahasa sastra juga penuh asosiasi, mengacu pada ungkapan atau karya yang
diciptakan sebelumnya. Kata lain, bahasa sastra sangat “ konotatif” sifatnya. Yang
dipentingkan dalam bahasa sastra adalah tanda, simbolisme suara dari kata-kata.

Yang lebih sulit adalah membedakan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari. Bahasa
sehari-hari bukanlah suatu konsep yang seragam. Bahasa sehari-hari juga memiliki fungsi
ekspresif, penuh konsep yang irasional dan mengalami perubahan konteks sesuai dengan
perkembangan sejarah bahasa.

4
Biasanya penulis membuat suatu gambaran umum yang skematis, yangdibangun atas
suatu kecenderungan fisik tertentu. Terlalu banyak ilustrasi kadang-kadang justru terasa
mengganggu. Kalau kita harus memvisualisasikan setiap metafor dalam puisi, barangkali kita
akan menjadi bingung dan kewalahan. Tetapi ini adalah masalah psikologis yang tidak boleh
disamakan dengan analisis teknik metafor penyair. Metafor hadir secara tersenbunyi dalam
bahasa sehari-hari, dan banyak muncul dalam slang dan kiasan populer

BAB 3

FUNGSI SASTRA

Sastra berfungsi menghibur, dan sekaligus mengajarkan sesuatu. Tesis dan


kontratesisnya adalah puisi itu indah dan berguna. Pandangan bahwa puisi menghibur,
bertentangan dengan pandangan bahwa puisi mengajarkan sesuatu. Pandangan bahwa puisi
adalah propaganda, bertentangan dengan pandangan bahwa puisi semata-matapermainan
bunyi dan citra, tanpa acuan ke dunia nyata.

Masalahnya adalah: apakah sastra memiliki satu fungsi atau beberapa fungsi? Dalam
bukunya Primer  for Critics, George Boas menguraikan bermacam-macam tujuan sastra dan
tipe kritik sastra. Jika kita ingin memperlakukan sastra atau puisi secara serius seharusnya ada
fungsi atau manfaat sastra yang hanya cocok untuk sastra sendiri. Pengalaman bahwa sastra
memiliki nilai yang unik tampaknya memang sangat mendasar pada setiap teori yang
membahas nilai sastra. Bermacam-macm teori muncul dan semuanya berusaha
menggarisbawahi pengalaman ini secara lebih secara lebih sempurna.

Apakah puisi mewujudkan apa yang sudah ada atau memberikan pengertian artistik
baru bagi pembacanya? Secara umum kita bisa mengerti mengapa ahli-ahli estetika ragu-ragu
untuk menyangkal bahwa “kebenaran” merupakan kriteria atau ciri khas seni. Pertama,
kebenaran adalah istilah kehormatan, dan dengan memakainya orang memberi penghargaan
pada seni. Kedua, orang takut bahwa kalau seni tidak “benar”, berarti seni itu “bohong”,
seperti tuduhan Plato. Kontroversi ini bersifat semantik. Apa yang kita maksudkan dengan
“pengetahuan”, “kebenaran”, “kog’nisi”, dan “kebijaksanaan”? kalau semua kebenaran
merupakan konsep dan proposisi, maka seni termasuk seni sastra bukan bentuk kebenaran.

Pandangan bahwa seni menemukan kebenaran atau memberi pengertian baru tentang
kebenaran, berbeda dengan pandangan bahwa seni adalah propaganda. dalam
kata propaganda tersirat unsur-unsur perhitungan, maksud tertentu, dan biasanya diterapkan
dalam doktrin atau program tertentu pula. Sedangkan seni yang baik, seni yang hebat, atau
Seni dengan huruf besar, bukanlah propaganda. Seni yang serius menyiratkan pandangan
hidup yang bisa dinyatakan dalam istilah-istilah filosofis atau dalam sebuah sistem.

5
Pendek kata, pertanyaan mengenai fungsi sastra sudah muncul sejak dahulu di dunia
Barat, sejak Plato hingga sekarang. Karena ditantang, penyair dan pembaca terpaksa secara
moral dan intelektual memberi jawaban. Menghadapi tantangan dan tuntutan untuk
membuktikan fungsi, dengan sendirinya tulisan-tulisan pembelaan menekankan segi manfaat,
bukan kenikmatan, dan dengan demikian menyangkut fungsi yang dikaitkan dengan
hubungan ekstrinsik atau hubungan dengan hal-hal yang di luar sastra. Dengan demikian
istilah “fungsi” lebih cocok dikaitkan dengan tulisan-tulisan yang bernada apologetiks
(membela, mencari alasan).

BAB 4

TEORI, KRITIK, DAN SEJARAH SASTRA

Dalam wilayah studi sastra, perlu ditarik perbedaan antara teori sastra, kritik sastra,
dan sejarah sastra. Kesusastraan dapat dilihat sebagai deretan karya yang sejajar, atau yang
tersusun secara kronologis dan merupakan bagian dari suatu proses sejarah. Teori sastra
adalah studi prinsip, kategori, dan kriteria. Sedangkan studi karya-karya konkret disebut
kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tak
mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra dan sejarah sastra, sejarah sastra tanpa
kritik sastra dan teori sastra, dan kritik sastra tanpa teori dan sejarah sastra. Teori sastra jelas
hanya dapat disusun berdasarkan studi langsung terhadap karya sastra.

Kriteria, kategori, dan skema tidak mungkin diciptakan secara in vacuo alias tanpa
pijakan. Ada yang berusaha memisahkan sejarah sastra dari teori sastra dan kritik sastra. F.W.
Bateson misalnya, mengatakan bahwa sejarah sastra menunjukkan A lebih baik dari B.
Penilaian selalu tersirat pada setiap pilihan bahan. Ketika sejarawan menentukan mana buku
sastra dan mana yang bukan, berapa panjang pembahasan untuk pengarangini dan berapa
panjang untuk pengarang untuk pengarang itu. Sejarawan hanya perlu mencantumkan
tanggal, judul penerbitan, dan data biografis pengarang. Tetapi jika menyangkut masalah
yang mendalam (misalnya mengenai kritik naskah, sumber, dan pengaruh) penilaian tidak
dapat dihindari.

Ada alasan lain untuk memisahkan sejarah sastra dari kritik sastra. Penialian
merupakan hal yang penting, tidak dapat disanggah. Tetapi dikatan pula bahwa sejarah sastra
mempunyai kriteria dan standarnya sendiri, yaitu kriteria dan nilai zaman yang sudah lalu.
Kita harus memakai standar mereka dan berusaha menghilangkan segala prakonsepsi kita
sendiri “historirisme”. Teori semacam ini juga tersirat pada penelitian tentang teori–teori
psikologi zaman Elizabeth, misalnya doktrin humours atau konsepsi ilmiah dan pseudo
ilmiah para penyair masa itu. Penelitian-penelian di atas memang meyakinkan kita bahwa
tiap periode mempunyai konsepsi penilaian dan konvensi sastra yang berbeda-beda.

6
Pandangan mengenai sejarah sastra semacam ini menuntut kemampuan imajinasi,
empati dengan masa silam atau dengan selera masa silam. Rekonstruksi sejarah sastra telah
berhasil memusatkan perhatian pada maksud pengarang, yang ditelusuri melalui sejarah kritik
dan selera. Dengan demikian, bukan hanya ada satu atau dua, melainkan ratusan konsepsi
sastra yang berdiri sendiri, tak berhubungan, beragam, dan masing-masing dapat dianggap
“benar”. Sejarah sastra terbagi atas fragmen-fragmen yang terpisah dan tak bisa dipahami
secara keseluruhan.

BAB 5

SASTRA UMUM, SASTRA BANDINGAN, DAN SASTRA NASIONAL

Istilah “sastra bandingan” dalam prakteknya menyangkut bidang studi dan masalah
lain. Pertama istilah ini dipakai untuk studi sastra lisan, terutama cerita rakyat dan
migrasinya, serta bagaimana dan kapan cerita rakyat masuk ke dalam penulisan sastra yang
lebih artistik, studi sastra lisan tetap harus mendapat perhatian penting dari setiap ilmuan
sastra yang hendak memahami prose perkembangan sastra , serta asal, dan berkembangnya
jenis dan teknik-teknik sastra. hampir semua studi sastra lisan hanya mengkhususkan diri
pada studi tema dan migrasi sastra lisan dari satu negara ke negara lain.

Istilah sastra bandingan mencakup studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih.
Ada masalah khusus yang menyangkut pengertian sastra bandingan. Studi-studi bandingan
tidak menghasilkan suatu sistem yang khas. Biasanya, studi-studi demikian hanya menelusuri
mahakarya, migrasi, dan penyebaran tema dan bentuk mahakarya itu.

Sastra bandingan sering disamakan dengan studi sastra menyeluruh. Jadi maksudnya
di sini “sastra dunia”, “sastra umum”, atau “sastra universal”. Istilah sastra dunia terlalu
banyak dan menyiratkan bahwa yang harus dipelajari adalah sastra lima benua, dari Selandia
Baru sampai Islandia. Istilah “sastra umum”dulu berarti poetika atau teori dan prinsip sastra.
Sedangkan sastra bandingan mempelajari hubungan dua kesusastraan atau lebih. Akhirnya,
wilayah sastra umum dan sastra bandingan pun bertumpang tindih. Mungkin lebih baik
keduanya kita sebut “sastra” saja.

Saran untuk mengadakan studi bandingan sama sekali tidak menyiratkan permintaan
agar studi sastra nasional masing-masing negara diabaikan. masalah ini jarang dibicarakan
dengan dasar teori yang jelas, dan justru dikaburkan oleh teori-teori yang berbau rasial dan
diwarnai sentimen kedaerahan. Masalah kebangsaan menjadi rumit kalau kita harus
menempatkan karya sastra yang ditulis dalam satu bahasa yang sama ke dalam kelompok
beberapa sastra nasional. Untuk menggambarkan kaitan dan peran sastra nasional dan sastra
universal, kita perlu mengetahui sejarah sastra secara menyeluruh

7
BAGIAN KEDUA

BAB 6

MEMILIH DAN MENYUSUN NASKAH

Ada dua tingkat kegiatan persiapan. Pertama, menyusun dan menyiapkan naskah.
Kedua, menentukan urutan karya menurut waktu penciptaan, memeriksa keaslian,
memastikan pengarang naskah, meneliti karya, kerja sama dan karya yang sudah diperbaiki
oleh pengarang atau penerbit. Kegiatan terakhir sering disebut “kritik tingkat tinggi”.
Kegiatan pertama yakni menyusun dan mengumpulkan naskah dalam bentuk cetakan, telah
dilakukan dengan tuntas dalam sejarah sastra Inggris.

Setelah tugas awal mengumpulkan naskah dan membuat katalog selesai, mulailah
proses editing. Editing adalah kerja yang rumit, serta melibatkan interpretasi dan penelitian
sejarah. Mengedit manuskrip kuno berbeda dengan mengedit naskah cetakan. Untuk
mempelajari manuskrip kuno, diperlukan pengetahuan paleografi. Paleografi adalah studi
yang menentukan tahun penciptaan manuskrip dengan memakai sejumlah kriteria. Studi ini
juga mempelajari cara memahami singkatan dan istilah kuno. Memang sulit untuk
menentukan mana yang benar, tetapi dalam mengedit sebaiknya kita tetap berpegang pada
naskah pengarang yang ada dan jangan berusaha merekonstuksikan suatu versi asli yang
masih bersifat hipotesa belaka.

Walaupun secara umum editing manuskrip dan naskah cetakan memiliki


permasalahan serupa, ada perbedaan yang dulu kurang dipahami. Hampir semua naskah
klasik terdiri dari beberapa versi, serta dokumennya berasal dari tempat dan waktu yang
berbeda-beda. Hal ini berbeda dengan naskah cetakan. Biasanya hanya satu atau dua edisi
naskah cetakan yang memiliki kewenangan sumber. Biasanya yang dipakai adalah edisi
pertama atau edisi terakhir yang dibuat dengan pengawasan pengarang. Dalam menyiapkan
sebuah edisi, kita perlu memperhitungkan tujuan dan sasarannya.

Selain meyusun naskah yang benar, editing juga mempunyai permasalahan lain.
Urutan karya dan anotasi juga harus ditentukan. Bagi seorang ilmuwan, edisi terbaik adalah
edisi lengkap yang disusun secara kronologis. Anotasi dalam arti sempit yakni penjelasan
teks dari segi linguistik dan sejarah harus dibedakan dari anotasi yang dilengkapi dengan
data-data sumber, paralelisme dan tiruan oleh penulis lain. Yang juga berbeda adalah
komentar yang bersifat estetis, terdiri dari esei tentang bagian-bagian karya, jadi berfungsi
seperti antologi.

Yang lebih penting dari urutan waktu penciptaan adalah keaslian dan identitas
pengarang. Untuk menjawab masalah ini diperlukan penelitian stilistikadan sejarah yang
lebih mendalam. Banyak pengarang yang keaslian karyanya dipertanyakan kembali.
Pembicaraan mengenai pemalsuan naskah dalam sejarah sastra, merangsang penelitian-
penelitian lain

8
B. KOMENTAR

Buku ini (theory of literature) karangan rene wellek dan austin warren, buku ini
berbahasa inggris yang di terjemahkan oleh melani budianta dengan judul teori kesustraan.
Buku ini di bagian pertama dari segi isinya sangat bagus dan memenuhi keingian pembaca
dalam mempelajari dan memperdalam ilmu sastra. Seperti halnya mempelajari tentang
tentang apa itu sastra, sifat-sifat sastra, fungsi, sejarah dan teori yang mempelajari tentang
sastra. Bab dan subabnnya diatur secara sistematis, mulai dari pengertian sampai akhirnya
apa yang termasuk dalam materi yang dijabarkan. Dalam buku ini penulis juga membantu
orang yang ingin mempelajari ilmu kesustraan ini sehingga untuk para pembaca yang tidak
mengetahui apa itu yang dikatakan sastra dan studi satra. Kemudian penulis mengenalkan
sifat-sifat sastra itu seperti apa. Sehingga para pembaca tidak merasa rugi membaca buku
tentang sastra dan mempelajari ilmu sastra. Kemudian juga menjelaskan fungsi sastra, teori
dan kritik itu seperti apa dan bukan hanya itu saja sejarah sastra juga dijelaskan dan di
jabarkan.
Setelah rene wellek, austin warren dan melani budianta selaku yang terjemah,
memperkenalkan apa itu sastra barulah masuk kepada bagian-bagian perbedaan satra itu.
Seperti sastra umum, sastra bandingan, dan sastra nasional. Materi ini menjelaskan tentang
apa perbedaannya seperti sastra bandingan, itu sedikit aneh bila pertama kali orang tidak
mempelajari ilmu sastra dan mebingungkan dan sedikit merepotkan untuk orang yang baru
mempelajari ilmu sastra. Dalam buku ini penulis menjabarkannnya dari perbedaanya,
pengertiannya serta sejarah secara mendalam.
Dan bagian yang kedua itu berisikan tentang penelitian pendahuluan sastra, dalam
bagian ini penulis menjelaskan memilih dan menyusun naskah sastra. Disini penulis juga
memperkenalkan dari tingkatan persiapan, proses editing dan pengertiannya, dan hingga
proses urutan waktu penciptaan. Semuanya dijelaskan dan dijabarkan secara mendalam

. Pembaca juga membaca buku tentang sastra yaitu yang berjudul sastra dan ilmu
sastra merupakan karangan A. Teeuw yang diterbitkan oleh PT. Dunia pustaka jaya pada
tahun 2003. Buku ini diterbitkan di jakarta, oleh anggota IKAPI dan buku ini memiliki tebal
338 halaman. Dilihat dari isi buku yang lain adanya kata pengantar penulis, daftar isi, bab dan
subbab materi yang akan dijabarkan kemudian daftar pustaka. Dalam buku A. Teeuw (sastra
dan ilmu sastra) ini jika penulis bandingkan dengan buku rene wellk dan austin warren yang
diterjemahkan oleh melani budianta, buku sastra dan ilmu sastra itu lebih lengkap materinya,
maksudnya dalam buku sastra dan ilmu sastra materinya cocok untuk mahasiwa yang baru
mengenal dan mempelajari sastra, penulis bukan mengatakan bahwa buku teori kesustraan itu
tidak cocok untuk mahasiswa yanng baru mengenal sastra tetapi bahasanya terlalu kaku lebih
banyak menjelaskan teori dari pada menjelaskan contoh dan karena disana tidak menjelaskan
secara mendalam dan apa itu sastra, sifat-sifat sastra dan perbedaan studi sastra itu seperti apa
tetapi melainkan lebih menjelaskan pendapat para ahli.
9
C. PENUTUP

Buku “teori kesustraan” karangan rene wellek dan Austin warren yang diterjemahkan
oleh melani budianta. Buku ini merupakan buku yang bagus untuk lebih mendalami tentang
sastra dan kesustraan.. Dengan tebal halaman 418, pembaca awalnya sangat malas
membacanya, karena bentuknya yang tebal dan bahasanya agak susah untuk dipahami bagi
yang baru mempelajari dan mengenal sastra. Sehingga pembaca harus membuka kamus jika
ingin mengetahui apa kata yang dimaksud dari buku tersebut. Namun setelah pembaca
membaca keseluruhan buku ini dan memahaminya, Didalamnya pengertian sastra, sifat- sifat
sastra, teori serta sejarah sastra dijelaskan secara mendalam.

Manfaat dari membaca buku rene wellek dan Austin warren banyak sekali salah
satunya yaitu:

1. Mengetahui apa yang dimaksud sastra dan membedakan studi sastra


2. Memahami teori sastra serta sejarah-sejarah sastra
3. Menambah kosa kata mengenai bahasa asing dan istilah-istilah yang digunakan
dalam sastra .

Kritik mengenai buku yang dilaporkan yakni, pengarang sebaiknya menggunakan


bahasa yang mudah dipahami bagi yang baru mengenal sastra . terkadang bagi IQ
yang rendah susah untuk memahami isi buku bacaan tersebut.

10
D. DAFTAR PUSTAKA

Wellek, rene dan warren, ustin. 1997. Teori kesustraan. Jakarta. PT. Gramedia
pustaka utama .
Teeuw, A. 2003. Sastra dan ilmu sastra. Jakarta. PT.Dunia Pustaka Jaya.

11
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
PENDAHULUAN 1
BAGIAN BUKU PERTAMA 3
BAGIAN BUKU KEDUA 8
KOMENTAR 9
PENUTUP 10
DAFTAR PUSTAKA 11

ii

Anda mungkin juga menyukai