Anda di halaman 1dari 20

TABEL IDENTIFIKASI STRUKTUR

CERITA PENDEK ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A.A NAVIS


Pembuktian/ Penjelasan /
No. Unsur Substansi
Argumentasi
1. Gaya Bahasa Apakah bahasa penceritaan (1) Di dalam cerpen ini
cerita pendek Robohnya pengarang menggunakan kata –
Surau Kami Karya A.A. Navis kata yang biasa digunakan
(1) mudah dipahami; (2) dalam bidang keagamaan,
menarik; (3) mengandung seperti garin, , Allah
sugesti estetik. Subhanauwataala,
Alhamdulillah, Astagfirullah,
Masya-Allah, Akhirat, Tawakal,
dosa dan pahala, Surga, Tuhan,
beribadat menyembah-Mu,
berdoa, menginsyafkan umat-
Mu, hamba-Mu, kitab-Mu,
Malaikat, neraka, haji, Syekh,
dan Surau serta fitrah Id, juga
Sedekah. Lihat kutipan berikut.

“Pada suatu waktu, ‘kata Ajo Sidi


memulai, ‘di akhirat Tuhan Allah
memeriksa orang-orang yang sudah
berpulang. Para malaikat bertugas di
samping-Nya. Di tangan mereka
tergenggam daftar dosa dan pahala
manusia. (Paragraf 26)

Kata- kata dari kutipan diatas


sudah sering kita dengar dari
orang tua, guru dan ustadz.
Sehingga kata-kata yang
digunakan dalam cerpen ini
mudah dimengerti dan dipahami
oleh pembaca, akan tetapi ada
juga kata atau bahasa yang
mungkin susah dimengerti
seperti jamah dan melarat.
Karena sedikit kata-kata yang
sulit di dalamnya maka itu tidak
jadi masalah, kita bisa
menggunakan KBBI untuk
mengartikannya. Kata jamah
artinya menyentuh dengan jari
dan melarat artinya perantau
yang hidup menderita di negeri
orang .
(2) Gaya bahasa yang
digunakan dalam cerpen ini
menarik dan pilihan katanya pun
dapat memperkaya kosa kata
bagi pembaca. Selain itu kata-
kata yang digunakan dapat
mempengaruhi seseorang agar
bisa mengubah orang yang
bersifat egois menjadi orang
yang peduli sesama.
Lihat kutipan berikut.

“‘Tidak. Kesalahan engkau, karena


engkau terlalu mementingkan dirimu
sendiri. Kau takut masuk neraka,
karena itu kau taat sembahyang. Tapi
engkau melupakan kehidupan
kaummu sendiri, melupakan
kehidupan anak isterimu sendiri,
sehingga mereka itu kucar-kacir
selamanya. Inilah kesalahanmu yang
terbesar, terlalu egoistis. Padahal
engkau di dunia berkaum,
bersaudara semuanya, tapi engkau
tak mempedulikan mereka sedikit
pun.” (Paragraf 44)

(3) Kata-kata yang digunakan


dalam cerpen ini dapat
mempengaruhi pembaca dan
dapat membuka pemikiran
pembaca tetntang pentingnya
peduli antar sesama.
Lihat kutipan berikut.

Dan hasil tanahmu, mereka yang


mengeruknya, dan diangkut ke
negerinya, bukan?’ (Paragraf 81)

‘Benar, Tuhanku. Hingga kami tak


mendapat apa-apa lagi. Sungguh
laknat mereka itu.’ (Paragraf 82)

‘Di negeri yang selalu kacau itu,


hingga kamu dengan kamu selalu
berkelahi, sedang hasil tanahmu
orang lain juga yang mengambilnya,
bukan?’ (Paragraf 83)

‘Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal


harta benda itu kami tak mau tahu.
Yang penting bagi kami ialah
menyembah dan memuji Engkau.’
(Paragraf 84)

‘Engkau rela tetap melarat, bukan?’


(Paragraf 85)

‘Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.’


(Paragraf 86)

‘Karena keralaanmu itu, anak cucumu


tetap juga melarat, bukan?’ (Paragraf
87)
‘Sungguhpun anak cucu kami itu
melarat, tapi mereka semua pintar
mengaji. Kitab-Mu mereka hafal di
luar kepala.’ (Paragraf 88)

2. Sudut Pandang Dimanakah posisi pencerita (1)Pencerita menceritakan dirinya


(Narator) di dalam cerita sendiri dan memposisikan
pendek Robohnya Surau dirinya sebagai tokoh utama,
Kami Karya A.A. Navis (1) berarti ia menggunakan sudut
pencerita menceritakan pandang orang pertama (aku).
tentang dirinya sendiri; (2) Lihat kutipan berikut.
pencerita menceritakan
tentang orang lain. “Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci.”
Aku sembahyang setiap pagi dan aku
sembah dia. ( Paragraf 22)

(2) Pencerita menceritakan orang


lain seperti tokoh kakek dan Ajo
Sidi. Lihat kutipan berikut.

Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia


hidup dari sedekah yang dipungutnya
sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia
mendapat seperempat dari hasil
pemungutan ikan mas dari kolam itu.
Dan sekali setahun orang-orang
mengantarkan fitrah Id kepadanya.
Tapi sebagai garin ia tak begitu
dikenal. Ia lebih di kenal sebagai
pengasah pisau. Karena ia begitu
mahir dengan pekerjaannya itu.
Orang-orang suka minta tolong
kepadanya, sedang ia tak pernah
minta imbalan apa-apa. Orang-orang
perempuan yang minta tolong
mengasahkan pisau atau gunting,
memberinya sambal sebagai imbalan.
Orang laki-laki yang minta tolong,
memberinya imbalan rokok, kadang-
kadang uang. Tapi yang paling sering
diterimanya ialah ucapan terima
kasih dan sedikit senyum. (Paragraf 3)

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek


dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya.
Apakah Ajo Sidi tidak membuat
bualan tentang kakek ? Dan bualan
itukah yang mendurjakan kakek ?
Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada
kakek lagi: “Apa ceritanya, kek ?”
(Paragraf 11)

3. Tokoh/ Apakah tokoh di dalam cerita (1) Hanya tokoh kakek yang
Penokohan pendek Robohnya Surau terindentifikasi secara fisik.
Kami Karya A.A. Navis (1) a. Tokoh kakek: memiliki fisik
teridentifikasi secara fisik, sebagai berikut.
(misalnya kondisi tubuh, Sudah tua, renta, lanjut usia
wajah, nama, usia, dll.); (2) tetapi masih kuat untuk
psikis (peramah, pemarah, mengasah pisau orang-
santun, nakal, dll.); (3) tokoh orang yang meminta tolong
manakah yang paling banyak kepadanya. Lihat kutipan
berinteraksi dengan tokoh berikut.
lain, (4) tokoh cerita
manakah yang paling banyak Dan di pelataran kiri surau itu
menyita waktu penceritaan? akan tuan temui seorang tua
yang biasanya duduk disana
(5) tokoh cerita manakah
dengan segala tingkah
yang menjadi pusat ketuannya dan keta -katannya
penceritaan? beribadat. (paragraf 2)

Ia lebih dikenal sebagai


pengasah pisau. Karena ia begitu
mahir dalam pekerjaannya itu.
(paragraf 3)

(2) Tokoh yang teridentifikasi


secara psikhis sebagai berikut.
a. Tokoh kakek : mudah
dipengaruhi, gampang
mempercayai omongan
orang, pendek akal, serta
terlalu mementingkan diri
sendiri dan lemah imannya.
Penggambaran watak
seperti ini karena tokoh
kakek mudah termakan
cerita Ajo Sidi. Padahal yang
namanya cerita tidak perlu
ditanggapi serius tetapi bagi
si kakek hal itu seperti
menelanjangi
kehidupannya. Seandainya
si kakek panjang akal serta
kuat imannya tidak mungkin
ia mudah termakan cerita
Ajo Sidi. Dia bisa segera
bertobat dan bersyukur
kepada Tuhan sehingga dia
bisa membenahi hidup dan
kehidupannya sesuai
dengan perintah tuhannya.
Tetapi sayang, dia segera
mengambil jalan pintas
malah masuk ke pintu dosa
yang lebih besar.
Sedangkan gambaran untuk
tokoh si Kakek yang terlalu
mementingkan diri sendiri
digambarkan melalui
ucapanya sendiri
Lihat kutipan berikut.

“ Sedari mudaku aku di sini,


bukan ? tak kuingat punya istri,
punya anak, punya keluarga
seperti orang-orang lain, tahu?
Tak terpikirkan hidupku sendiri.
(Paragraf 22).

b. Tokoh aku: serba ingin tahu.


Lihat kutipat berikut.

Tiba-tiba aku ingat lagi


pada Kakek dan kedatangan Ajo
Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi
tidak membuat bualan tentang
kakek ? Dan bualan itukah yang
mendurjakan kakek ? Aku ingin
tahu. Lalu aku tanya pada kakek
lagi: “Apa ceritanya, kek ?”
(Paragraf 11)

Ingin tahuku dengan cerita Ajo


Sidi yang memurungkan Kakek
jadi memuncak. Aku tanya lagi
kakek : “Bagaimana katanya,
kek ?”. (Paragraf 19)
c. Tokoh Ajo Sidi : seorang
tukang bual yang hebat
karena siapa pun yang
mendengarnya pasti akan
terpikat dan dia pecinta
kerja.
Lihat kutipan berikut.

Maka aku ingat Ajo Sidi, si


pembual itu. Sudah lama aku tak
ketemu dia. Dan aku ingin
ketemu dia lagi. Aku senang
mendengar bualannya. Ajo Sidi
bisa mengikat orang-orang
dengan bualannya yang aneh-
aneh sepanjang hari. Tapi ini
jarang terjadi karena ia begitu
sibuk dengan pekerjaannya.
Sebagai pembual, sukses
terbesar baginya ialah karena
semua pelaku-pelaku yang
diceritakannya menjadi pemeo
akhirnya. Ada-ada saja orang di
sekitar kampungku yang cocok
dengan watak pelaku-pelaku
ceritanya. (Paragraf 10)

d. Tokoh Haji Saleh : sombong


dan terlalu percaya diri .
Lihat kutipan berikut.

“Pada suatu waktu, ‘kata Ajo


Sidi memulai, di akhirat Tuhan
Allah memeriksa orang-orang
yang sudah berpulang. Para
malaikat bertugas di samping-
Nya. Di tangan mereka
tergenggam daftar dosa dan
pahala manusia. Begitu banyak
orang yang diperiksa.
Maklumlah dimana-mana ada
perang. Dan di antara orang-
orang yang diperiksa itu ada
seorang yang di dunia di namai
Haji Saleh. Haji Saleh itu
tersenyum-senyum saja, karena
ia sudah begitu yakin akan di
masukkan ke dalam surga.
Kedua tangannya ditopangkan
di pinggang sambil
membusungkan dada
dan menekurkan kepala ke
kuduk. Ketika dilihatnya orang-
orang yang masuk neraka,
bibirnya menyunggingkan
senyum ejekan. Dan ketika ia
melihat orang yang masuk ke
surga, ia melambaikan
tangannya, seolah hendak
mengatakan ‘selamat ketemu
nanti’. (Paragraf 26)

e. Istri Ajo Sidi : baik dan tidak


banyak omong.
Lihat kutipan berikut.

“Ia sudah pergi “ (Paragraf 103)

“ya, dia pergi kerja”(Paragraf


109)

(3) Tokoh yang paling banyak


berinteraksi dengan tokoh lain
adalah tokoh aku. Dia
berinteraksi dengan tokoh
kakek dan istri Ajo Sidi.
Lihat bukti-bukti berikut.

Sekali hari aku datang pula


mengupah Kakek. Biasanya Kakek
gembira menerimaku, karena aku
suka memberinya uang. Tapi sekali
ini Kakek begitu muram. Di sudut
benar ia duduk dengan lututnya
menegak menopang tangan dan
dagunya. Pandangannya sayu ke
depan, seolah-olah ada sesuatu
yang yang mengamuk pikirannya.
Sebuah belek susu yang berisi
minyak kelapa, sebuah asahan
halus, kulit sol panjang, dan pisau
cukur tua berserakan di sekitar kaki
Kakek. Tidak pernah aku melihat
Kakek begitu durja dan belum
pernah salamku tak disahutinya
seperti saat itu. Kemudian aku
duduk disampingnya dan aku jamah
pisau itu. (Paragraf 7)

Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi


aku berjumpa dengan istrinya saja.
Lalu aku tanya dia. (Paragraf 102)

“Ia sudah pergi,” jawab istri Ajo


Sidi. (Paragraf 103)
“Tidak ia tahu Kakek meninggal?”
(Paragraf 104)

“Sudah. Dan ia meninggalkan pesan


agar dibelikan kain kafan buat
Kakek tujuh lapis.” (Paragraf 105)

“Dan sekarang,” tanyaku


kehilangan akal sungguh
mendengar segala peristiwa oleh
perbuatan Ajo Sidi yang tidak
sedikit pun bertanggung jawab,
“dan sekarang kemana dia?”
(Paragraf 106)

“Kerja.” (Paragraf 107)

“Kerja?” tanyaku mengulangi


hampa.(Paragraf 108)

“Ya, dia pergi kerja.” (Paragraf 109)

(4) Tokoh kakek paling banyak


menyita waktu dalam cerpen
ini. Lihat bukti-bukti berikut.

Dan di pelataran kiri surau itu akan


Tuan temui seorang tua yang
biasanya duduk di sana
dengansegala tingkah ketuaannya
dan ketaatannya beribadat. Sudah
bertahun-tahun ia sebagai garin,
penjaga surau itu. Orang-orang
memanggilnya Kakek. (Paragraf 2)

Sebagai penajag surau, Kakek tidak


mendapat apa-apa. Ia hidup dari
sedekah yang dipungutnya sekali
se-Jumat. Sekali enam bulan ia
mendapat seperempat dari hasil
pemungutan ikan mas dari kolam
itu. Dan sekali setahun orang-orang
mengantarkan fitrah Id kepadanya.
Tapi sebagai garin ia tak begitu
dikenal. Ia lebih di kenal sebagai
pengasah pisau. Karena ia begitu
mahir dengan pekerjaannya itu.
Orang-orang suka minta tolong
kepadanya, sedang ia tak pernah
minta imbalan apa-apa. Orang-
orang perempuan yang minta
tolong mengasahkan pisau atau
gunting, memberinya sambal
sebagai imbalan. Orang laki-laki
yang minta tolong, memberinya
imbalan rokok, kadang-kadang
uang. Tapi yang paling sering
diterimanya ialah ucapan terima
kasih dan sedikit senyum. (Paragraf
3)

(5)Tokoh kakek yang menjadi pusat


penceritaan, karena kakek yang
merasa sakit hati atas apa yang
dikatakan oleh Ajo Sidi
kepadanya, sehingga kakek
bunuh diri. Lihat bukti-bukti
berikut.

Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi


sekarang. Ia sudah meninggal. Dan
tinggallah surau itu tanpa
penjaganya. Hingga anak-anak
menggunakannya sebagai tempat
bermain, memainkan segala apa yang
disukai mereka. Perempuan yang
kehabisan kayu bakar, sering suka
mencopoti papan dinding atau lantai
di malam hari. (Paragraf 4)

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek


dan kedatang Ajo Sidi kepadanya.
Apakah Ajo Sidi telah membuat
bualan tentang Kakek? Dan bualan
itukah yang mendurjakan Kakek? Aku
ingin tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi.
“Apa ceritanya, Kek?” (Paragraf 11)

Siapa yang meninggal?” tanyaku


kaget (Paragraf 97)
“Kakek.” (Paragraf 98)
“Kakek?” (Paragraf 99)
“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan
mati di suraunya dalam keadaan yang
mengerikan sekali. Ia menggoroh
lehernya dengan pisau cukur.”
(Paragraf 100)

4. Alur Apakah cerita pendek (1) Pada bagian awal cerita yang
Robohnya Surau Kami Karya terdapat dalam cerpen ini
A.A. Navis (1) urutan terbagi atas dua bagian, yaitu
ceritanya dipaparkan bagian eksposisi, yang
berurutan secara kronologis menjelaskan/ memberitahukan
menurut urutan pencerita informasi yang diperlukan dalam
bagian awal, tengah dan memahami cerita. Dalam hal ini,
akhir? (2)Hubungkait eksposisi cerita dalam cerpen ini
antarperistiwa terasa padu berupa penjelasan tentang
dan mengundang minat keberadaan seorang kakek yang
pembaca untuk mengetahui menjadi garim di sebuah surau
bagaimana akhir cerita? tua beberapa tahun yang lalu.
Lihat kutipan berikut.

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan


datang ke kota kelahiranku …. akan
Tuan temui seorang tua yang
biasanya duduk di surau dengan
segala tingkah ketuaannya dan
ketaatannya beribadat. Sudah
bertahun-tahun ia sebagai garim,
penjaga surau itu. Orang-orang
memanggilnya kakek. (Paragraf 1 dan
2)

Sebagai penjaga surau, kakek tidak


mendapat apa-apa. Ia hidup dari
sedekah yang dipungutnya sekali
sejum’at. Sekali enam bulan Ia
mendapat seperempat dari hasil
pemunggahan ikan mas dari kolam
itu. Dan sekali setahun orang-orang
mengantarkan fitrah Id, tapi sebagai
Garim ia tak begitu dikenal. Ia lebih
dikenal sebagai pengasah pisau.
Karena Ia begitu mahir dengan
pekerjaannya itu. Orang-orang suka
minta tolong kepadanya, sedang ia
tidak pernah meminta imbalan apa-
apa. Orang-orang perempuan yang
minta tolong mengasahkan pisau
atau gunting, memberinya sambal
sebagai imbalan. Orang laki-laki yang
minta tolong, memberinya imbalan
rokok, kadang-kadang uang. Tapi
yang paling sering diterimanya ialah
ucapan terima kasih dan sedikit
senyum (Paragraf 3)

Dan yang kedua adalah sebagai


instabilitas (ketidak stabilan),
yaitu bagian yang didalamnya
terdapat keterbukaan.Yang
dimaksud di sini adalah cerita
mulai bergerak dan terbuka
dengan segala
permasalahannya. Lihat kutipan
berikut.

Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi


sekarang. Ia sudah meninggal. Dan
tinggallah surau itu tanpa penjaganya
(Paragraf 4)

Jika Tuan datang sekarang hanya


akan menjumpai gambaran yang
mengesankan suatu kesucian yang
bakal roboh. Dan kerobohan itu kian
hari kian cepat berlangsungnya.
(Paragraf 5)

Berdasarkan data ini tampak


jelas bahwa yang dimaksud
cerita mulai bergerak dan
tebuka adalah karena informasi
ini belum tuntas bahkan
menimbulkan pertanyaan,
mengapa si Kakek wafat dan
bagaimana hal itu bisa terjadi ?
sehingga ketidakstabilan ini
memunculkan suatu
pengembangan suatu cerita.

Bagian tengah dimulai dengan


jawaban atas pertanyaan yang
muncul, seperti yang disebutkan
dalam bagian awal. Jawaban itu
sedikitnya menggambarkan
suatu konflik, bahwa si Kakek
wafat karena dongengan yang
tak dapat disangkal
kebenarannya. Lihat kutipan
berikut.

Dan biang keladi dari kecerobohan ini


ialah sebuah dongengan yang tak
dapat disangkal kebenarannya.
(Paragraf 6)

Data konflik ini kemudian


diperkuat dengan pemunculan
tokoh alur yang berniat hendak
mengupah si Kakek. Akan tetapi
begitu tokoh atau bertemu
dengan si Kakek suasananya
sangat tidak diharapkan. Lihat
kutipan berikut.

… Kakek begitu muram. Di sudut


benar dia duduk dengan lututnya
menegak menopang tangan dan
dagunya. Pandangannya sayu
kedepan, seolah-olah ada sesuatu
yang mengamuk pikirannya. Sebuah
blek susu yang berisi minyak kelapa
sebuah asahan halus, kulit sol
panjang, dan pisau cukur tua
berserakan di sekitar kaki Kakek.
(Paragraf 7)

Rupanya si Kakek sedang


dicekam konflik, konflik ini
berkembang menjadi komplikasi
manakala tokoh aku
menanyakan sesuatu yang
berupa pisau kepada si Kakek.
Penyebab munculnya komplikasi
ini bukan karena pisau itu
melainkan pemilih pisau itu. Hal
ini terbukti ketika si Kakek
menyebutkan nama pemilik
pisau itu, dia begitu geramnya
bahkan mengancam. Lihat
kutipan berikut.

“Kurang ajar dia.” Kakek menjawab.


(Paragraf 14)
“ Kenapa ? “ (Paragraf 15)
“Mudah-mudahan pisau cukur ini,
yang kuasah tajam-tajam ini,
menggorok tenggorokannya.”
(Paragraf 16)

Bagian terakhir cerita ini


menarik karena adanya kejutan.
Kejutannya itu terletak pada
pemecahan masalahnya, yaitu
ketika orang-orang terkejut
mendapatkan si Kakek garin itu
meninggal dengan cara
mengenaskan, justru Ajo Sidi
menganggap hal itu biasa saja
bahkan dia berusaha untuk
membelikan kain kafan
meskipun hal ini dia pesankan
melalui istrinya. Lihat kutipan
berikut.
Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi
aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu
aku tanya dia. (Paragraf 102)
“Ia sudah pergi,” jawab istri Ajo Sidi.
(Paragraf 103)
“Tidak ia tahu Kakek meninggal ?”
(Paragraf 104)
“Sudah. Dan ia meniggalkan pesan
agar dibelikan kain kafan buat Kakek
tujuh lapis.” (Paragraf 105)

“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan


akal sungguh mendengar segala
peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi
yang tidak sedikitpun bertanggung
jawab,” dan sekarang ke mana Dia ?”
(Paragraf 106)

“Kerja.” (Paragraf 107)

“Kerja ?” Tanyaku mengulang hampa.


(Paragraf 108)

“Ya. Dia pergi kerja.” (Paragraf 109)

(2)Alur cerita ini membuat


pembaca penasaran bagaimana
akhir dari cerita tersebut, karena
adanya rasa penasaran atau rasa
ingin tahu jadi pembaca
mengikuti penceritaan cerita ini
sampai akhir cerita. Lihat
kutipan berikut.
“Dan sekarang,” tanyaku
kehilangan akal sungguh
mendengar segala peristiwa
oleh perbuatan Ajo Sidi yang
tidak sedikitpun bertanggung
jawab,” dan sekarang ke mana
Dia ?” (Paragraf 106)
“Kerja.” (Paragraf 107)

“Kerja ?” Tanyaku mengulang hampa.


(Paragraf 108)
“Ya. Dia pergi kerja.” (Paragraf 109)

5. Latar Apakah latar (1) tempat, (2) (1)Latar tempat berupa sebuah
waktu, dan (3) sosial yang kota, dekat pasar, surau, neraka
digunakan di dalam cerita dan di rumah Ajo Sidi.
pendek Robohnya Surau
Kami Karya A.A. Navis sesuai (2)Latar waktu dalam cerpen ini
dengan logika cerita dan ada yang bersamaan dengan
membantu pembaca latar tempat, seperti yang sudah
menemukan tema cerita? dipaparkan di atas pada latar
tempat.
Lihat kutipan berikut.

“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi


memulai, “ di Akhirat Tuhan Allah
memeriksa orang-orang yang sudah
berpulang.” (Paragraf 26)

Meskipun begitu, ada juga yang


jelas-jelas menyebutkan soal
waktu.
Lihat kutipan berikut.
Jika tuan datang sekarang, hanya
akan menjumpai gambaran yang
mengesankan suatu kebencian yang
bakal roboh. (Paragraf 5)

Sekali hari aku datang pula


mengupah kepada kakek. (Paragraf
7)

“Sedari mudaku aku di sini, bukan ?”


(Paragraf 22)

(3)Latar sosial dalam cerpen ini


umumnya menggambarkan
keadaan masyarakat, kelompok-
kelompok sosial dan sikapnya,
kebiasaan, cara hidup, dan
bahasa. Lihat kutipan berikut.

Dan di pelataran surau kiri itu akan


tuan temui seorang tua yang
biasanya duduk disana dengan segala
tingkah ketuaannya dan ketaatannya
beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia
sebagai Garim, penjaga surau itu.
Orang-orang memanggilnya kakek.
(Paragraf 2)

Dari kutipan di atas tampak latar


sosial berdasarkan usia,
pekerjaan, dan kebisaan atau
cara hidupnya. Namun
demikian, ada pula latar sosial
yang menggambarkan kebiasaan
yang lainnya. Lihat kutipan
berikut :

“Kalau Tuhan tak mau mengakui


kehilapan – Nya bagaimana ?” suatu
suara melengking di dalam kelompok
orang banyak itu. (Paragraf 60)

“Kita protes. Kita resolusikan,” kata


Haji Soleh. (Paragraf 61)

“cocok sekali, di dunia dulu dengan


demonstrasi saja, banyak yang kita
peroleh,” sebuah suara menyela.
(Paragraf 64)

“Setuju. Setuju. Setuju.” Mereka


bersorak beramai-ramai (Paragraf 65)

Kebiasaan ini tentunya


mengisyaratkan kepada kita
bahwa tokoh-tokoh yang terlibat
dalam dialog ini termasuk
kelompok orang yang sangat
kritis, vokal, dan berani. Karena
kritik, vokalnya, dan beraninya
Dia sering menganggap enteng
orang lain dan akhirnya terjebak
dalam kesombongan. Tokoh-
tokoh ini menjadi sombong di
hadapan Tuhannya padahal apa
yang dilakukannya belum ada
apa-apanya.
Lihat kutipan berikut .
Haji Saleh yang jadi pemimpin dan
juru bicara tampil ke depan. Dan
dengan suara yang menggeletar dan
berirama indah, Ia memulai
pidatonya: “O,Tuhan kami yang
Mahabesar, kami yang menghadap-
Mu ini adalah umat-Mu yang paling
taat beribadat, yang paling taat
menyembah-Mu. Kamilah orang-
orang yang selalu menyebut nama-
Mu, memuji-muji kebesaran-Mu,
mempropagandakan keadilan-Mu,
dan lain-lainnya” (Paragraf 68)

Latar sosial yang menunjukkan


bahwa salah satu tokoh dalam
cerpen ini termasuk kedalam
kelompok sosial pekerja.
Lihat kutipan berikut :

“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan


akal sungguh mendengar segala
peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi
yang tidak sedikitpun bertanggung
jawab, “dan sekarang ke mana
dia ?”(Paragraf 106)

“Kerja” (Paragraf 107)

“Kerja?”tanyaku mengulangi hampa.


(Paragraf 108)

“ya. Dia pergi kerja.” (Paragraf 109)

6. Tema Berdasarkan konflik di dalam (1)Konflik utama dalam cerpen


diri tokoh (internal) dan atau robohnya surau kami yaitu
konflik antartokoh (eksternal) konflik batin dalam diri tokoh
di dalam cerita pendek
kakek garin yang di sebabkan
Robohnya Surau Kami Karya
oleh bualan ajo sidi kepada
A.A. Navis (1) Masalah-
masalah apa saja yang dapat kakek. Ajo sidi menceritakan
diidentifikasi sebagai calon kepada kakek tentang kisah haji
tema cerita; (2) Dari saleh yang tidak masuk surga
beberapa masalah tersebut, karena di dalam hidupnya hanya
masalah mana yang dianggap beribadah saja tanpa
layak dinyatakan sebagai
menyeimbangkannya dengan
tema utama cerita ini?
kehidupan dunia. Oleh sebab
itu, konflik pada cerpen ini
adalah konflik internal. Masalah-
masalah yang diidentifikasi dari
konflik ini, antara lain :
a. Bualan dari ajo sidi yang
mengakibatkan kakek garin
bersedih.
b. Persoalan haji saleh yang
tidak menerima bahwa dia
dimasukkan ke dalam neraka
sedangkan ketika hidup di
dunia dia selalu beribadah.
c. Kakek garin bunuh diri
dengan cara menggoroh
lehernya dengan pisau
cukur.

(2)Dari berbagai masalah


sebagaimana diidentifikasi pada
bagian (1), masalah yang
dianggap layak dinyatakan
sebagai tema utama cerita ini
adalah sebagai berikut :
a. Kehendak tuhan.
b. Keseimbangan antara
kehidupan dunia dan
akhirat.

7. Amanat Apakah penceritaan secara (1)Iya penceritaan pada cerpen ini


menyeluruh dari cerita memberikan pesan berupa nilai-
pendek Robohnya Surau nilai yang sublim.
Kami Karya A.A. Navis (1)
memberikan efek pesan (2)pesan-pesan sublim tersebut,
berupa nilai-nilai yang antara lain :
sublim? (2) apa saja pesan-
1. Jaga dan peliharalah apa yang
pesan sublim tersebut?
kita miliki.
2. Jangan cepat bangga akan
perbuatan baik yang kita
lakukan karena belum tentu
perbuatan tersebut baik
dihadapan tuhan.
3. Jangan egois dan jangan
cepat marah bila diejek orang
lain.
4. Jika kita menolong seseorang,
jangan mengharapkan
imbalan atau balasan apapun
dan tolonglah orang dengan
ikhlas.
5. Sebagai manusia kita harus
menyeimbangkan antara
kehidupan dunia dan akhirat,
artinya kita melakukan
ibadah kepada tuhan, tetapi
juga melakukan kewajiban
kita sebagai makhluk sosial
yang harus berinteraksi dan
memiliki kehidupan dengan
dunia luar.
6. Hati-hati dalam berbicara,
jangan sampai ucapan kita
menyakiti hati orang lain.
TUGAS KELOMPOK B
TELAAH UNSUR INTRINSIK CERPEN
ROBOHNYA SURAU KAMI
KARYA A.A. NAVIS

ANGGOTA KELOMPOK :
1. AL FIKRI SYA’BANI (18017033)
2. AULIA ANNISA (18017071)
3. NADIA SUKMA (18017015)
4. SILVYA REGINA (18017051)
5. YOSI YANA FITRI (18017131)

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Hasanuddin WsM. Hum

PRODI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018

Anda mungkin juga menyukai