Makalah :
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Qawaid Tafsir
Disusun Oleh:
Siti Mufarihah (E03217045)
Lia Anjia (E93217069)
Rima Fatimatuz Zahroh (E93217089)
Rully Fatekhah (E93217092)
Himmah Zahiroh (E93217105)
Dosen Pengampu :
Dr. H. Abdul Djalal, S.Ag. M.Ag
197009202009011003
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang,
berkat dukungan beliau kami dapat mempelajari mata kuliah Qawaid Tafsir. Dan
tak lupa kepada teman-teman yang ikut andil berpartisipasi membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberikan manfaat bagi kita
bersama. Baik dari penulis maupun pembacanya. Tidak banyak ilmu yang dapat
kami sampaikan karena memang keterbatasan kami akan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu kami akan tetap belajar. Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu mohon bimbingan kritik dan saran dari pembaca agar menjadi pelajaran untuk
makalah kami kedepannya.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap agama tentu saja mempunyai kitab rujukan yang mereka gunakan
sebagai pedoman hidup. Begitu pula umat muslim yang mempunyai al-Quran. Kita
sebagai orang awam tidak bisa menafsirkan al-Quran dengan seenaknya. Tentu saja
ada ilmu yang harus kita kuasai untuk memahami dan menafsirkan al-Quran. salah
satunya dengan memahami tentang kaidah-kaidah tafsir.
Tak jarang kita temui pada masa ini orang-orang yang menafsirkan al-Quran
hanya dengan bermodalkan terjemahan dari al-Quran tanpa mengetahui tentang
kaidah dasar. Oleh karenanya banyak sekali zaman sekarang ditemui banyak
penafsiran yang mulai melenceng karena tidak tahunya manusia tentang hal itu.
Dari makalah ini akan dijelaskan salah satu dari beberapa banyaknya kaidah
yang harus dipahami mufasir untuk menafsirkan al-Quran, yaitu KAIDAH
TASYBIH DAN ISTI’ARAH.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tasybih dan isti’arah ?
2. Apa saja kaidah tasybih ?
3. Sebutkan contoh-contoh praktis qawaid at-tasybih di dalam Alquran !
4. Apa saja kaidah isti’arah ?
5. Sebutkan contoh-contoh praktis kaidah isti’arah di dalam Alquran !
C. Tujuan
1. Menyebutkan pengertian tasybih dan isti’arah.
2. Menyebutkan kaidah tasybih.
3. Memberikan contoh kaidah tasybih di dalam Alquran.
4. Menyebutkan kaidah isti’arah.
5. Memberikan contoh kaidah isti’arah di dalam Alquran.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tasybih
1. Unsur-Unsur Tasybih
1
Quraish shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang, Lentera Hati, 2015), 146.
2
Imam Suyuthi, Ulumul Qur’an II, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008), terj. Tim Editor Indiva, 296,
pdf.
4
5
musabbah dan musyabbah bih, jika salah satu dari kedua rukun tersebut tidak
di sebutkan maka ungkapan tersebut tidak dapat disebut tasybih.3
2. Tujuan Tasybih
a. Menjelaskan sifat dan keadaan al-Musyabbah , seperti QS. Al-Ankabut:
41;
َ َ ارةِ أَو أ َٰ
َ شدُّ قَس َوة ۚ َو ِإ َّن ِمنَ اْل ِح َج
ِارة َ ي َكاْل ِح َج َ ست قلوَبَكم ِمن ََبَع ِد ذَ ِْل َك فَ ِه َ َث َّم ق
شقَّق َفْيََخرج ِمْنه اْل ََماء ۚ َو ِإ َّن ِمْن َها ْلَ ََما َّ َْلَ ََما يًَت َ َف َّجر ِمْنه اْلَن َهار ۚ َو ِإ َّن ِمْن َها ْلَ ََما ي
ََّللا َِبغَافِ ٍِل َع ََّما َّتََع ََملون
َّ َّللاِ ۗ َو َما
َّ يَه ُِبط ِمن خَشْيَ ِة
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan
lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang
mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada
yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya
sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan
Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
c. Memperindah al-Musyabbah , yang melukiskan keindahan dan kesucian
ٌ ور ِع
(ْين ٌ ) َوحseperti QS. Al-Waqiah: 23;
ِ َكأَمَثَا ِل اْللُّؤْل ِؤ اْل ََمَكْن
ون
“Laksana mutiara yang tersimpan baik.”
3
Iin Suryaningsih dan Hendrawanto, Ilmu Balaghah: Tasybih dalam Manuskrup “Syarh Fi Bayan
al-Majaz wa al-Tasybih wa al-Kinayah”, Jurnal Al-Azhar Seri Humaniora. Vol.4 No.1, Maret
2017, 4.
6
3. Macam-macam tasybih
Cara pengungkapan suatu ide dengan metode tasybih memiliki
beragam bentuk. Bentuk-bentuk pengungkapan itu menunjukkan jenis dari
tasybih. Pembagian jenis tasybih bisa dilihat dari berbagai sisi unsur tasybih,
seperti adat tasybih, wajh syibh, bentuk wajib dan urutannya.
4
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,… 129-130
7
كانه اْلْنهار اْلزاهر و اْلقَمر اْللُباهر اْلَذي ل يَخفى على كِل ناظر
Sungguh ia bagaikan siang hari yang cerah, dan bulan yang
bercahaya. Tiada samar bagi orang yang memandangnya.
Adat tasybih dalam kalimat tersebut adalah كانه
2) Tasybih Muakkad
Yaitu tasybih yang dibuang adat tasybihnya
Contoh
ُّ َ ت أ
یه َُا َ أَينَ أَز َمَع:قال اْلَمًتْنُبي وقد اعًتزم سْيف اْلدوْلة سفر
َوأَنًتَاْلغَ ََمام. اْلرَبَا
ُّ ذَالهُ َمام؟ نَحن نَُبت
Al-Mutanabbi berkata kepada Sayf al-Dawlat yang ingin
bermusafir: “Ke mana engkau akan pergi wahai orang yang
bercitacita, kami adalah tumbuh-tumbuhan pergunungan,
sedangkan engkau adalah awan yang mengandungi hujan”.
Dalam contoh di atas, al-Mutanabbi khawatir karena orang yang
dipujanya Sayf al-Dawlat bertekad untuk pergi mengembara.
Penyair menyamakan dirinya seperti tanaman dan membandingkan
5
Ali Al-Jaram, Mustafa Amin, Al-Balaghah Al-Wadihah, (Beirut Lubnan : Al-Maktabah Al-Ilmiah,
Tt), 24.
9
6
Mukhlas Asy-Syarkani, Cara Belajar Bahasa Arab Balaghah, ( Selangor: Al-Hidayah Publication,
2010), Cet Iii, 19.
7
Abdul Wahid Salleh, Ilmu Al-Bayan, ( Selangor: Pustaka Darul Bayan, 2007), 24.
10
.ب
ِ الر ِط ْی
َّ بِ ور فِى القَ ِضی َ ُس ع َِج ْیبًا أ َ ْن ی
ُ ُّورى الن َ ب الفَتَى َو َل ْی ِ َقَ ْد ی
ُ ش ْی
11
ص َُباح َكأ َ َّن غ َّرَّته َوجه اْل ََخ ِلْيفَ ِة ِحْينَ يَمًتَدَح
َّ َو ََبدَا اْل
Telah terbit fajar, cahayanya seakan-akan wajah khalifah
ketika menerma pujian.
Pada sya’ir ini terangnya fajar diibaratkan dengan wajah
khalifah, padahal seharusnya sebaliknya. Pada tasybih yang biasa,
wajah khalifah disamakan dengan fajar yang menyingsing.
8
Hanim Shafiera, “Penafsiran Ali Ash-Shabuni Terhadap Ayat-Ayat Tasybih Dalam Surat Al-
Baqarah ( Kajian Dari Ilmu Balaghah )”, Skripsi, Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim
Riau, 2014, hlm. 35.
12
9
Khildah Shulhiyyah, Ragam Struktur Kalimat Tasybih Dalam Terjemahan Kitab Balaghotul
Hukama, Skripsi Dari Jurusan Tarjamah, Fakultas Adab Dan Humaniora, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2016, 32.
10
Imam Suyuthi, Ulumul Quran,… 302.
11
Ibid.
13
Maksud dari ayat ini adalah pada rendahnya keadaannya. Jadi tidaklah
mungkin Allah menjadikan orang yang bertaqwa sama dengan orang yang
berbuat maksiat. Kemudian ayat ini dibantah dengan firman Allah
12
Imam Suyuthi, Ulumul Quran,… 303.
14
Pada ayat ini cahaya Allah yang tinggi di umpamakan dengan sesuatu yang
lebih rendah. Maksud dari ayat ini bertujuan untuk mendekatakan kepada
pemikiran para pembaca. Karena pada hakikatnya tidak ada sesuatu yang
lebih tinggi dari cahaya Allah sehingga dapat dijadikan sebagai musyabbah
bih.13
B. Isti’arah
Isti’atah arti asalnya pinjaman, kata pinjaman (Isti’arah) dalam pengertian ilmu
bayan adalah sebuah kata yang ditempatkan bukan pada tempat semestinya.
Isti’arah ialah majaz yang berkaitan dengan musyabah. Pada dasarnya, isti’arah
merupakan tasybih yang diambil salah satu ujungnya, wajhu syibhinya, serta alat-
alat tasybihnya.14 Jadi, isti’arah adalah menambahkan sesuatu dengan
menggunakan (peminjamkan) kata lain.15
Dalam hal ini terjadi perdebatan diantara kalangan ulama, ada yang
mendukung keberadaan majaz isti’arah dalam Alquran dan ada pula yang
meniadakan keberadaannya. Para ulama yang mendukung akan adanya majaz
isti’arah yang terkandung dalam Alquan berkeyakinan bahwa Alquran diturunkan
berbahasa Arab, dan ini bukan berati Alquran hanya untuk etnis Arab saja.
Sedangkan di lain sisi, bahasa Arab memiliki kekhasan tersendiri, ia kaya akan
kosakata dan ketika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia akan sangat mungkin
13
Imam Suyuthi, Ulumul Quran,… 304.
14
Muhammad Yasin, Husnu Syiyaghah, (Rembang: Maktabah Barokah, 2011), 19.
15
Mubaidillah, “Memahami Isti’arah dalam Al-Quran” Jurnal Nur El-Islam, No. 2, Vol. 4, 2017.
133.
15
terjadi derivasi (perubahan kata) yang amat beragam sesuai fungsinya. Tokoh yang
mendukung akan adanya isti’arah dalam Alquran ialah Al-Qadhi ‘Abd Al-Jabbar.
a. Unsur-unsur
1) Lafadz
Musta’ar: ialah lafaz yang dipindahkan atau dipinjam (musyabbah)
Musta’ar minhu: musyabbah bih
2) Makna
Musta’ar lahu: ialah makna
Contoh:
16
Ibid., 136.
17
Ibid., 136.
18
https://tafsirweb.com/4047-surat-ibrahim-ayat-1.html
16
1) Lafadz
Musta’ar: ال ُّظلُماتdan النُّور
Musta’ar Minhu: الضاللdan الهدى
2) Makna
Musta’ar Lahu: Dalam ayat ini, sesungguhnya kata “al-dzulumat” dan “al-
nur” maknanya menyerupai kata “al-dholal” dam “al-hadiy”. Asalnya
kesesatan disamakan dengan suasana yang gelap gulita, dan hidayah itu
disamakan dengan keadaan yang penuh dengan cahaya. Ayat
menunjukkan bahwa jalan kekafiran dan bid’ah itu banyak dan jalan
kebaikan itu hanya satu, maka allah mengatakan لِتُ ْخ َ ِرج َ النَّاس ِمن ال ُّظلُمات
ِإلى ِ النُّورmaka allah mengibaratkan dari kebodohan dan kekufuran itu
dengan kata-kata “dzulumat” gelap gulita dan itu dalam sighat jama’ dan
menggambarkan dari keimanan dan hidayah itu dengan “al-Nur” dan itu
menggunakan lafadz mufrad, dengan demikian jalan kebodohan itu
banyak dan jalan menuju ilmu dan iman itu hanya satu.19
b. Macam-Macam Isti’arah
ور َوٱْلََّذِينَ َكفَر ٓو ۟ا ِ ُّت ِإْلَى ٱْلْن ُّ وا يَخ ِرجهم ِ ِّمنَ ٱْل
ِ ظل َٰ ََم ۟ ى ٱْلََّذِينَ َءا َمْن َّ
ُّ ٱَّلل َو ِْل
ٓ ۗ َٰ ُّ َّ َٰ أَو ِْل َْيآؤهم
ت أ ۟و َْٰلَ ِِئ َك أَص َٰ َحبِ ور ِإْلَى ٱْلظل ََم ِ ُّٱْلطغوِت يَخ ِرجونَهم ِ ِّمنَ ٱْلْن
َار هم فِْي َها َٰ َخ ِلدون ِ َّٱْلْن
19
Ibid., 138.
20
Husein Aziz, Ilmu Balaghah (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal. 25
17
اس َّ َعلَْي ِهم ٱْلَذِِّْلَّة أَينَ َما ث ِقف ٓو ۟ا ِإ َّل َِب َحُب ٍِل ِ ِّمن
ِ َّٱَّللِ َو َحُب ٍِل ِ ِّمنَ ٱْلْن َ ض ِر ََبت
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali
jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali
(perjanjian) dengan manusia...” (QS. Ali Imran: 112)
21
Husein Aziz, Ilmu..., hal. 40.
22
Ridwan, Jurnal “El-Harkah” Vol. 9, No. 3 (Malang: UIN Malang, 2007), hal. 236.
18
b) Isti’arah Taba’iyah
Isti’arah taba’iyah adalah isti’arah yang lafadz musta’arnya
bukan berupa isim jenis.23 Contoh:
۟ ض َٰلَلَةَ َِبٱْلهدَ َٰى فَ ََما َر َِب َحت َِّت ِّ َٰ َج َرَّتهم َو َما َكان ٓ
َوا مهًت َ ِدين َّ أ ۟و َْٰلَ ِِئ َك ٱْلََّذِينَ ٱشًت َ َرو ۟ا ٱْل
“Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka
perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak
mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah : 16)
23
Ibid.
24
Ridwan, Jurnal..., hal. 237.
25
Ibid.
19
26
Ibid.
27
Al-Ahdhori Abdurrahman, Terjemah Jauharul Maknun (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009), hal.
104.
20
ِ َّأ َ َو َمن َكانَ َمْيًتا فَأَحْيَْي َْٰنَه َو َج ََعلْنَا ْلَهۥ نورا َيَمشِى َِبِۦه ِفى ٱْلْن
اس َك ََمن
۟ َارج ِ ِّمْن َه ۚا َك ََٰذَ ِْل َك ز ِيِّنَ ِْلل َٰ ََك ِف ِرينَ َما َكان
وا َ ت ْلَْي ُّ َّمَثَلهۥ فِى
ِ ٱْلظل َٰ ََم
ٍ ِ س َِبَخ
َيََع ََملون
“Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan
Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di
tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada
dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana?
Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir
terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 122)
Maksudnya adalah orang yang sesat kemudian Kami beri hidayah
kepadanya. Lafadz “Fa ahyainaahu” yang bermakna “Kami
hidupkan dia” dipinjam dengan maksud yang dikehendaki adalah
“kami hidupkan hatinya dengan iman, memberikan taufiq dan
hidayah”. Pemberian kehidupan dan pemberian hidayah itu dapat
berkumpul pada satu hal.
c. Kaidah isti’arah
Salah satu corak penafsiran yang berkembang di dunia tafsir adalah
penafsiran lughowi yaitu suatu penafsiran yang lebih mengedepankan aspek
kebahasaan termasuk dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
28
Ibid.
21
Contoh ayat yang mengandung uslub isti’arah juga dapat dilihat dalam surat
Al-Insan ayat 15-16
ير ۟ا ِمن
َ قَ َو ِار- ير ۠ا ٍ ض ٍة َوأَك َوا
َ ب َكانَت َق َو ِار َّ علَْي ِهم َِبَٔـا ِن َْي ٍة ِ ِّمن ِف َ َوي
َ طاف
ض ٍة قَدَّروهَا َّتَقدِيرا َّ ِف
“Dan kepada mereka diedarkan bejana-bejana dari perak dan piala-
piala yang bening laksana kristal. Kristal yang jernih terbuat dari
perak, mereka tentukan ukurannya yang sesuai (dengan kehendak
mereka).”
29
Mubaidillah, Jurnal Nur El-Islam, Vol. 4, no. 2 (Jambi: STAI Yasni Muara Bungo, 2017), hal. 137.
30
Imam Suyuti, Ulumul Qur’an II (Surabaya: Indiva Pustaka, 2009), hal. 315
22
Dalam ayat tersebut, yang dimaksud adalah wadah-wadah itu bukan berasal
dari kaca, namun juga bukan berasal dari perak. Akan tetapi yang
dikehendaki adalah bersihnya seperti kaca dan putihnya seperti perak.31
31
Ibid.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasybih merupakan ungkapan menyerupakan suatu hal dengan hal lain yang
memiliki persamaan. Dilihat dari perkataan “ ”الشبهyang memiliki arti sama atau
serupa. Para pakar bahasa seperti Ibnu Manzur dan Syauqi Daif sepakat
mengatakan bahwa tasybih adalah membandingkan atau menyamakan suatu benda
dengan benda atau sifat yang memiliki kesamaan secara makna. Sedangkan para
ulama sepakat bahwa tasybih digunakan untuk menyampaikan sesuatu, baik
bersifat untuk memuji, menyanjung atau mengejek dan sebagainya. keinginan
seperti itu diungkapkan dalam ungkapan khusus yang sekiranya mampu dipahami
oleh pendengar dan pembaca.
Agar dapat dikatakan sebagai kalimat yang mengandung tasybih, ada beberapa
rukun yang harus terkandung didalamnya. Rukun-rukun Tasybih itu ialah
Musyabbah (sesuatu yang dibandingkan dengan sesuatu yang lain yang mempunyai
ciri persamaan), Musyabbah bih (sesuatu yang menjadi bahan penyerupaan
musyabbah), Alat Tasybih (alat yang digunakan untuk membandingkan dua
perkara), Wajh Syabah (ciri setara yang bermaksud ciri-ciri yang sama pada
musyabbah dan musyabbah bih).
Secara garis besar, manfaat yang tasybih ialah memperjelas makna agar lebih
efektif dan menguatkan suatu makna dengan menggunakan alat-alat tasybih.
Dengan tujuan menjelaskan sifat dan keadaan al-musyabbah, menjelaskan dan
memantapkan keadaan al-musyabbah, mempeindah al-musyabbah, menonjolkan
keburukan al-musyabbah.
Sedangkan untuk isti’arah ialah menambahkan sesuatu dengan menggunakan
(Meminjamkan) kata lain. Isti’arah juga dapat berarti sebagai perluasan makna.
Dalam hal ini terjadi perdebatan diantara kalangan ulama, ada yang setuju dengan
adanya isti’arah seperti Al-Qadhi ‘Abd Al-Jabbar dan ada pula yang tidak setuju
seperti sebagian besar pengikut madzhab Zahiriyyah.
23
24
Isti’arah mulanya ialah tasybih yang diambil / dibuang ujungnya dan wajhu
syibhinya serta alat tasybihnya. Sehingga unsur-unsur tasybih yang tersisa dari segi
lafaz hanya Musyabbah (Musta’ar) dan musyabbah bih (Musta’ar minhu).
Sedangkan dari segi makna ada musta’ar lahu. Sedangkan untuk tujuan isti’arah
sendiri sama dengan tujuan tasybih, hanya saja isti’arah sifatnya lebih menekan dan
lebih kuat sebab dalam tatanan kalimatnya tidak menggunakan alat-alat tasybih dan
langsung disebutkan perumpamaannya.
B. Saran
Alquran adalah kitab suci yang diturunkan sebagai pedoman umat manusia
dalam menjalani kehidupan. Meskipun demikian, dalam praktiknya tak dapat
dipungkiri bahwa tak semua ayat Alquran bermakna haqiqi, selain itu juga dalam
Alquran ayat mutasyabih lebih banyak dibandingkan dengan ayat muhkam. Maka
guna memahami pesan moral yang ingin disampaikan Alquran, hendaknya kita
mempelajari tasybih dan isti’arah serta berbagai ilmu Alquran lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaram, Ali, dan Mustafa Amin. Al-Balaghah Al-Wadihah, Beirut Lubnan : Al-
Maktabah Al-Ilmiah, Tt.
Aziz, Husein. Ilmu Balaghah. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press. 2014.
https://tafsirweb.com/4047-surat-ibrahim-ayat-1.html
Salleh, Abdul Wahid. Ilmu Al-Bayan. Selangor: Pustaka Darul Bayan. 2007.
25