Anda di halaman 1dari 21

FRAUD

(KECURANGAN DALAM BISNIS)

Dosen Pengampu : Desti Ranihusna,SE,MM

Disusun Oleh :

1. Elma Maelani (7311416117)


2. Fuah Novi Sagitarusin (7311416118)
3. Sukma Wijayanti (7311416119)
4. Gemala Wahyu Isani (7311416174)
5. Sri Yupi Agustina (7311416175)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN C 2016
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dalam segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
digunakan sebagai acuan untuk menyusun makalah selanjutnya dimasa yang akan
datang.
Dalam kesempatan ini tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Desti Ranihusna S.E, M.M. sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Etika
Bisnis;
2. Teman-teman yang kami sayangi;
3. Serta pihak lain yang tidak disebutkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, 23 September 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Muka .................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fraud (Kecurangan) .............................................................. 3
B. Bentuk-bentuk Fraud (Kecurangan) ........................................................ 4
C. Bidang yang Berisiko Tinggi Terkena Fraud (Kecurangan) ................... 7
D. Faktor Pendorong Adanya Fraud (Kecurangan) ..................................... 8
E. Segitiga Fraud (Kecurangan) .................................................................. 9
F. Strategi Pencegahan Fraud (Kecurangan) ............................................... 11
G. Kendala-kendala dalam Menanggulangi Fraud (Kecurangan) ................ 12

BAB III ANALISA STUDI KASUS


A. Studi Kasus .............................................................................................. 13
B. Hasil Analisis .......................................................................................... 15

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................... 17
B. Saran ......................................................................................................... 17

Daftar Pustaka .................................................................................................. 18


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia usaha persaingan antarperusahaan bukan lagi merupakan hal
asing. Hal ini dikarenakan beberapa pengusaha terjun dalam bidang yang sama
dengan kreativitas berbeda, sehingga hal tersebut menjadikan ancaman bagi
masing-masing pengusaha. Hal itu juga yang mendorong adanya fraud
(kecurangan), pengusaha tidak mau mendapatkan kerugian maka mereka
melakukan kecurangan untuk bisa mendapatkan untung yang lebih banyak.
Fraud (kecurangan) ini merupakan tindakan yang disengaja dan dilakukan
demi kepentingan pribadi. Fraud (kecurangan) juga sama halnya menipu para
konsumen. Yang mendorong adanya fraud (kecurangan) biasanya karena
kegagalan, kurangnya informasi, ketidakmampuan dan juga kurang trail audit.
Dalam menangani masalah fraud (kecurangan) yang ada diluaran sana, kita
bisa melaporkan pengusaha yang melakukan kecurangan tersebut kepada pihak
yang berwenang jika pengusaha itu sudah melanggar hukum-hukum yang
diberlakukan dalam masalah menjalankan perusahaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud fraud (kecurangan)?
2. Apa saja bentuk-bentuk fraud (kecurangan)?
3. Apa saja bidang yang berisiko terkena fraud(kecurangan)?
4. Apa faktor yang mendorong adanya fraud (kecurangan)?
5. Apa yang dimaksud segitiga fraud (kecurangan)?
6. Apa saja strategi untuk mencegah fraud (kecurangan)?
7. Apa saja kendala yang dihadapi dalam menanggulangi fraud
(kecurangan)?
C. Pembahasan
1. Pengertian fraud (kecurangan) menurut berbagai sumber.
2. Bentuk-bentuk fraud (kecurangan) dalam bisnis/organisasi/perusahaan.
3. Bidang yang berisiko tinggi terkena fraud (kecurangan) dalam
bisnis/organisasi/ perusahaan.
4. Faktor-faktor pendorong adanya fraud (kecurangan) dalam
bisnis/organisasi/ perusahaan.
5. Penjelasan mengenai segitiga fraud (kecurangan) atau “Fraud Triangle”.
6. Strategi-strategi pencegahan fraud (kecurangan) dalam bisnis/organisasi/
perusahaan.
7. Kendala yang dihadapi dalam penanggulangan fraud (kecurangan) dalam
bisnis/organisasi/ perusahaan.
D. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu fraud (kecurangan).
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk dari fraud (kecurangan) dalam
bisnis/organisasi/ perusahaan.
3. Untuk mengetahui bidang apa saja yang berisiko terkena fraud
(kecurangan) dalam bisnis/organisasi/ perusahaan.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong adanya fraud
(kecurangan) dalam bisnis/organisasi/ perusahaan.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud segitiga fraud (kecurangan).
6. Untuk mengetahui strategi apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah
fraud(kecurangan) dalam bisnis/organisasi/ perusahaan.
7. Untuk mengetahui kendala apa saja yang ada dalam menaggulangi fraud
(kecurangan) dalam bisnis/organisasi/ perusahaan.
8. Untuk memenuhi tugas Etika Bisnis mengenai fraud dan mengetahui
tentang fraud(kecurangan).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecurangan (Fraud)


Secara harfiah Fraud didefinisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini
telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas.
Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan bahwa mencakup segala macam
yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk
mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan
kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik,
tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain
tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Fraud adalah perbuatan curang
(cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan defenisi dari The Institute of Internal Auditor (“IIA”), “An array
of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception”:
sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai
dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.
Webster’s New World Dictionary mendefinisikannya sebagai suatu
pembohongan atau penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan
pribadi.
International Standards of Auditing seksi 240 – The Auditor’s Responsibility
to Consider Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6 Fraud adalah
“…tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang
berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang
melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang
tidak adil atau illegal”.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), Fraud adalah
perbuatan curang yang dilakukan dengan berbagai cara secara licik dan bersifat
menipu dan sering tidak disadari oleh korban yang dirugikan.
Unsur-unsur dalam kecurangan (Fraud), yaitu :
1. Terdapat tindakan yang melanggar/melawan hukum (illegal-acts).
2. Ditemukan salah saji dan kekeliruan dalam penyajian laporan
(mispresentation).
3. Dilakukan oleh individu atau kelompok dari dalam/atau luar organisasi.
4. Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap kekeliruan penyajian
atau pernyataan terhadap salah/kekeliruan penyajian (misrepresentation).
5. Terjadi pada waktu yang lalu atau saat ini (past or present).
6. Untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.
7. Adanya bukti yang material (material fact).
8. Langsung atau tidak langsung dapat merugikan pihak lain (detriment).
9. Dilakukan secara sengaja atau tanpa pertimbangan (make-knowingly or
recklessly).
10. Mengakibatkan pihak lain bereaksi.

B. Bentuk-Bentuk Kecurangan (Fraud)


1. Penyalahgunaan Aset Perusahaan (Asset Misappropriation)
Merupakan bentuk kecurangan dengan cara menggunakan atau
mengambil asset perusahaan untuk kepentingan pribadi. Seperti
mengambil uang perusahaan, barang dagang perusahaan, menggunakan
mobil dinas untuk keperluan pribadi.
2. Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement)
Merupakan bentuk kecurangan dengan menyembunyikan informasi
keuangan, mengatur laporan keuangan dan mengubah laporan keuangan
dengan tujuan mengelabui pembaca laporan keuangan untuk kepentingan
pribadi atau perusahaan. Sepert contoh perusahaan mengatur laporan
keuangannya agar harga sahamnya meningkat.
3. Korupsi (Corruption)
Korupsi adalah salah satu bentuk kecurangan dengan
menyalahgunakan kewenangan jabatan atau kekuasaan untuk kepentingan
pribadi.
Bentuk-bentuk korupsi dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu
1. Benturan kepentingan (conflict of interest)
Benturan kepentingan (conflict of interest) terjadi saat seorang
pegawai, manajer, atau eksekutif memiliki kepentingan ekonomis
perorangan dalam transaksi yang bertentangan dengan kepentingan
pemberi kerjanya.
Dalam beberapa hal, kepentingan tersebut tidaklah selalu berupa
kepentingannya sendiri. Terdapat beberapa kasus dimana si pegawai
melakukan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan
perusahaan demi keuntungan kaawan atau saudaranya, walaupun dia
sendiri tidak memperoleh keuntungan finansial dari tindakannya
tersebut.
2. Pemberian Hadiah Yang Illegal (illegal gratuity)
Pemberian sesuatu yang mempunyai nilai kepada seseorang tanpa
disertai dengan niat untuk mempengaruhi keputusan bisnis
tertentunya. Pemberian tersebut biasanya dilakukan setelah keputusan
bisnis yang menguntungkan orang atau pemasok tertentu telah
dilakukan. Pihak-pihak yang diuntungkan dengan adanya keputusan
tersebut memberikan hadiah sesuatu kepada pegawai yang mengambil
keputusan.
3. Pemerasan (economic extortion)
Pemerasan ini dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan
untuk memutuskan sesuatu. Dengan kewenangan yang dimilikinya
maka pelaku kecurangan meminta pihak yang terkait untuk
memberikan keuntungan keuangan.
Contoh kecurangan ini, pemasok bukannya menawarkan
pembayaran suap untuk mempengaruhi pengambilan keputusan si
pembeli, namun justru pegawai perusahaan pembelilah yang meminta
pemasok untuk membayar sejumlah tertentu pada dia agar membuat
keputusan yang menguntungkan si pemasok. Jika si pemasok menolak
membayar, dia akan menghadapi kerugian, seperti kehilangan
kesempatan untuk menjadi pemasok perusahaan tersebut.
4. Penyuapan (bribery)
Suap dapat didefinisikan sebagai penawaran, pemberian, atau
penerimaan segala sesuatu dengan niat untuk mempengaruhi aktivitas
pegawai. Sering dikenal juga dengan istilah commercial bribery yaitu
berkaitan dengan penerimaan uang di bawah meja sebagai imbalan atas
penggunaan pengaruhnya dalam pelaksanaan transaksi bisnis. Dalam
kejahatan suap tersebut, si karyawan / pegawai menerima pembayaran
tanpa sepengetahuan si pemberi kerja.
Jadi, korupsi itu hanya sebagian dari bentuk kecurangan, dan bentuk
korupsi bukan hanya dalam bentuk suap saja.

Menurut Albrecht, dan Zimbelman (2009:10), berdasarkan pihak yang


menjadi korban, Fraud dikelompokkan menjadi :
1. Fraud yang mengakibatkan perusahaan atau organisasi menjadi korban.
a) Penggelapan oleh karyawan – pelaku Fraud merupakan anggota atau
karyawan dari perusahaan atau organisasi. Dalam Fraud jenis ini,
pelaku mengambil aset perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengambilan aset secara langsung dilakukan dengan cara
mengambil uang tunai, perlengkapan, peralatan serta aset – aset lain
perusahaan, sedangkan kecurangan secara tidak langsung dilakukan
dengan menerima sogokan atau komisi dari pihak ketiga.
b) Fraud yang melibatkan pemasok – pelaku Fraud adalah pemasok dari
suatu perusahaan atau organisasi. Fraud ini dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu yang dilakukan sendiri dan Fraud yang melibatkan
pihak lain. Pada Fraud yang melibatkan pihak lain, biasanya pelaku
bekerja sama dengan bagian pembelian suatu perusahaan.
c) Fraud yang melibatkan pelanggan – pelaku Fraud adalah pelanggan
dari suatu perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang melakukan
kecurangan biasanya tidak membayar untuk barang yang dibeli, atau
menipu perusahaan atau organisasi untuk memberikan mereka (pelaku)
barang yang tidak seharusnya mereka miliki.
2. Fraud yang dilakukan oleh manajemen – korban dari Fraud jenis ini
adalah pemegang saham dan pemberi pinjaman dari suatu organisasi atau
perusahaan. Fraud yang dilakukan oleh manajemen juga sering disebut
sebagai kecurangan pelaporan keuangan. Manajemen melakukan Fraud ini
dengan memanipulasi laporan keuangan perusahaan.
3. Penipuan investasi dan penipuan pelanggan lainnya – korban dalam Fraud
jenis ini adalah pihak – pihak yang kurang berhati – hati atau kurang
pengetahuan. Para pelaku Fraud jenis ini umumnya menjual investasi
palsu ke korban.
4. Kecurangan lain–korban dari Fraud jenis ini tidak memiliki batasan
golongan.

C. Bidang yang Berisiko Tinggi Terkena Fraud


1. Purchasing and Payroll
Fraud ini biasanya dilakukan dengan cara :
a) Kickback atau suap diberikan kepada pihak yang mengurus pembelian
sebagai imbalan atas diberikannya kontrak kepada supplier.
b) Invoice palus yang dibuat sendiri oleh pihak yang mengurus pembelian
kemudian ditagihkan ke perusahaan untuk dibayar.
c) Manipulasi data supplier.
2. Sales and Inventory ( Penjualan dan Inventarisasi)
Fraud dalam bidang ini misalnya :
a) Pencurian inventory baik yang sedang disimpan maupun yang sedang
dalam pengiriman.
b) Transaksi penjualan dengan sengaja tidak dicatat atau dikurangi
pencatatannya dan uang yang diterima atas penjualan tersebut masuk
kae kantong pribadi.
c) Mengurang atau menghapuskan jumlah utang konsumen atas barang
yang sudah dijual secara kredit.
d) Mencatat transaksi penjualan palsu untuk mendapatkan komisi atau
bonus terkait dengan penjualan.
e) Memberikan diskon ber lebihan kepada konsumen
3. Cash and Check (Kas dan Cek)
Kas merupakan asset yang paling sensitive terhadap Fraud karena kas
terlihat secara fisik dan relative mudah dipindah tangankan dibandingkan
asset perusahaan yang lainnya. Sedangkan Fraud atas cek biasanya terjadi
ketika terdapat kelemahan dalam proses rekonsiliasi bank.
4. Physical Security
Kelemahan physical security dapat menimbulkan asset misa propriation.
5. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Kerahasiaan Informasi
Fraud ini biasanya berupa pembajakan dan pencurian informasi penring
milik perusahaan.
6. Information Technology (Teknologi Informasi)
Fraud ini meliputi :
a) Hacking
b) Mailbombing (Bom email)
c) Spamming (Spam)
d) Domain name hijacking (Pembajakan nama domain)
e) Server takeovers (Pengambilalihan server)
f) Denial of service (Penolakan layanan)
g) Internet money laundering (Pencucian uang dengan menggunakan
media internet)
h) Electronic eavesdropping (Penyadapan melalui media elektronik)
i) Electronic vandalism and terrorism (Vandalisme dan terorisme melalui
media elektonik).
D. Faktor-faktor Pendorong Adanya Fraud (Kecurangan)
Bologna dan Lindquist dalam Fraud Auditing and Forensic Accounting (New
York: John Wiley & Sons, 1995) menyatakan : "Some people are honest all the
time, some people (fewer than the honest ones) are dishonest all the time, most
people are honest all the time, and some people are honest most of the time".
Artinya : "Sejumlah orang jujur untuk setiap saat, sejumlah orang tidak jujur
setiap saat, sebagian besar orang jujur setiap saat, dan sejumlah orang jujur
hampir setiap saat". Berdasarkan pendapat diatas dapat dibuat suatu generalisasi
tentang perilaku manusia secara umum, yaitu :
1. Sejumlah orang jujur untuk setiap saat (Some people are honest all the
time),
2. Sejumlah orang tidak jujur untuk setiap saat (some people are dishonest all
the time),
3. Sebagian besar orang jujur untuk setiap saat (most people are honest all
the time),
4. dan sejumlah orang jujur hampir setiap saat (and some people are honest
most of the time").
Meskipun terdapat banyak cara untuk melakukan kecurangan, secara umum
terdapat tiga unsur penting yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan,
yaitu : (1) adanya tekanan (perceived pressure), (2) adanya kesempatan (perceived
opportunity), dan (3) berbagai cara untuk merasionalisasi agar kecurangan dapat
diterima (some way to rationalize the Fraud as acceptable). Ketiga unsur tersebut
disebut juga dengan segitiga Fraud (triangle Fraud).
Faktor lain yang menjadi pendorong seseorang melakukan Fraud
(kecurangan), yaitu :
1) Kegagalan Disiplin untuk Pelaku Penipuan
2) Kurangnya Akses Informasi
3) Ketidaktahuan , Apatis , dan Ketidakmampuan
4) Kurangnya Trail Audit.
E. Segitiga Fraud (Triangle Fraud)

Motivasi

Triangel
Fraud

Rasionalisasi Peluang

Gambar : Segitiga Fraud (Triangle Fraud)


Penelitian tradisional tentang kecurangan dilakukan pertama kali oleh Donald
Cressey pada tahun 1950 yang menimbulkan pertanyaan mengapa kecurangan
dapat terjadi. Hasil dari penelitian itu memunculkan faktor-faktor pemicu
kecurangan yang saat ini dikenal dengan “Fraud Triangle”.
Dalam penelitian tersebut Cressey memutuskan untuk mewawancarai pelaku
kecurangan yang menjadi tahanan atas tindakan kecurangan berupa penggelapan.
Cressey mewawancarai 200 pelaku penggelapan yang sedang menjalani masa
tahanan. Satu dari tujuan utama penelitian ini menyimpulkan bahwa setiap
kecurangan yang dilakukan oleh para pelaku memenuhi tiga faktor penting
sebagai faktor pemicu
Secara umum Fraud dapat terjadi apabila ada kesempatan (opportunity),
tekanan (pressure) atau insentif (incentive), dan rasionalisasi (rationalization).
Tiga hal ini lebih dikenal dengan segitiga Fraud atau Fraud triangle. Pressure
(menunjukkan motivasi dan sebagai “ unshareable need”), rationalization
(personal ethics), Knowledge dan opportunity.
Triangle Fraud atau Segitiga Fraud (kecurangan) :
 Opportunity (Peluang), biasanya muncul sebagai akibat lemahnya
pengendalian internal di organisasi tersebut.
 Pressure (Motivasi), pada seseorang atau individu akan membuat mereka
mencari kesempatan melakukan Fraud. Beberapa contoh pressure dapat
timbul karena masalah keuangan pribadi, sifat-sifat buruk seperti berjudi,
narkoba, berhutang berlebihan dan tenggat waktu serta target kerja yang
tidak realistis.
Tuanakotta menjelaskan komponen pressures sebagai perceived
non-shareable financial need, yang dibagi kedalam enam kelompok :
a) Violation of ascribed obligation Suatu kedudukan atau jabatan dengan
tanggung jawab keuangan, membawa konsekuensi tertentu yang
bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan atau majikannya.
Disamping harus jujur, ia dianggap perlu memiliki perilaku tertentu.
Orang dalam jabatan seperti itu merasa wajib menghindari perbuatan
seperti berjudi, mabuk, menggunakan narkoba dan perbuatan lain yang
merendahkan martabatnya. Inilah kewajiban yang terkait dengan
jabatan yang dipercayakan kepadanya. Ini adalah ascribed obligation
baginya. Jika ia menghadapi situasi yang melanggar kewajiban terkait
dengan jabatannya, ia merasa masalah yang dihadapinya tidak dapat
diungkapkannya kepada orang lain.
b) Problems resulting from personal failure Kegagalan pribadi yang
merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang mempunyai
kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai
kesalahannya menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi
tanggung jawab pribadinya.
c) Business reversals Kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi yang
juga mengarah kepada non- shareable problem. Kegagalan ini
dikarenakan oleh inflasi yang tinggi, atau krisis moneter, atau
ekonomi, dan tingkat bunga yang tinggi.
d) Physical isolation Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan
dalam kesendirian.
e) Status gaining Kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah dengan
“tetangga” atau pelaku berusaha meningkatkan statusnya.
f) Employer-employee relations Kekesalan atau kebencian pelaku dalam
pekerjaannya. Kekesalan itu biasa terjadi karena ia merasa gaji atau
imbalan lainnya tidak layak dengan pekerjaan atau kedudukannya, atau
ia merasa beban pekerjaannya teramat banyak, atau ia merasa kurang
mendapat penghargaan batiniah (pujian).
 Rationalization (Rasionalisasi), terjadi karena seseorang mencari
pembenaran atas aktifitasnya yang mengandung Fraud. Pada umumnya
para pelaku meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan
suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang merupakan haknya.
Tidak jarang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak
untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi
dimana pelaku tergoda untuk melakukan Fraud karena merasa rekan
kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas
tindakan tersebut.
F. Strategi Pencegahan Fraud (Kecurangan)
Bukan hanya dengan melakukan pelatihan pedoman perilaku (code of
conduct) perusahaan dan ancaman pemberhentian atau menyerahkan pelaku
kepada yang berwajib tetapi perlu juga penegakan peraturan, kebijakan, dan
prosedur yang tegas; memperluas rentang kendali dan tanggung jawab
manajer; sistem dan standar pelaporan harian, bulanan, tiga bulanan, hingga
tahunan; dan analisis kuantitatif potensi kerugian dalam menentukan
kebijakan.
G. Kendala-kendala dalam Menanggulangi Fraud (kecurangan)
1. Lemahnya pengawasan dari intenal perusahaan.
2. Keterbatasan kompetensi sumber daya manusia sebagai auditor
investigasi.
3. Pihak terkait telah berpindah ke perusahaan lain atau meninggal dunia.
4. Fraud dapat dilakukan oleh orang-orang yang telah mendapat kepercayaan
besar dari perusahaan.
5. Hilangnya akuntabilitas dari pelaku Fraud (kecurangan).
6. Kurangnya pemahaman karyawan/pegawai tentang peraturan perusahaan.
BAB III
ANALISA STUDI KASUS

A. Studi Kasus
“KASUS HAMBALANG”
Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional
(P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam
audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat
Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat
Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp
Sport Center).
Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari
lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi
ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang
dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi
mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu.
Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya
memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup, Bogor.
Tim melihat, lahan di Hambalang itu sudah memenuhi semua kriteria penilaian
tersebut di atas. Sehingga lokasi tersebut dipilih untuk dibangun.
Menindaklanjuti pemilihan Hambalang, Dirjen Olahraga Depdiknas langsung
mengajukan permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional
kepada Bupati Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan
Bupati Bogor nomor 591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19Juli 2004. Sambil
menunggu izin penetapan lokasi dari Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004,
Dirjen Olahraga telah menunjuk pihak ketiga yaitu PT LKJ untuk melaksanakan
pematangan lahan dan pembuatan sertifikat tanah dengan kontrak
No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka waktu pelaksanaan sampai dengan 9
November 2004 senilai Rp4.359.521.320.
Namun, ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah
menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM.
Sesuai dengan sifat batuannya, PVMBG menyarankan untuk tidak mendirikan
bangunan di lokasi tersebut karena memiliki risiko bawaan yang tinggi bagi
terjadinya bencana alam berupa gerakan tanah.
Selain itu, status tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas, meskipun telah
dikuasai sejak pelepasan/pengoperan hak garapan dari para penggarap kepada
Ditjen Olahraga setelah realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para
penggarap sesuai Berita Acara Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan
tertanggal 19 September 2004.
Sejak itulah area tanah tersebut diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan
kemudian pada tanggal 18 Oktober 2005 diserahterimakan kepada organisasi baru
yaitu Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen
Olahraga berubah menjadi Kemenpora. Menpora saat itu, Adhyaksa Dault
mengakui bahwa untuk membangun pusat olahraga pihaknya mengajukan
anggaran sebesar Rp125 miliar. Karena proyek tersebut awalnya bukan untuk
pembangunan pusat olahraga. Melainkan hanya pembangunan sekolah olahraga.
"Rekomendasi awalnya, di sana hanya untuk bangun sekolah olahraga dua lantai
dan saya tidak tahu bagaimana ceritanya berubah menjadi sport center," kata
Adhyaksa saat berbincang dengan VIVAnews.
Nilai proyek ini kemudian melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora
dipimpin oleh Menteri Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit
Hambalang, bahwa pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora
dengan Komisi X, Menpora menyampaikan rencana Lanjutan Pembangunan tahap
I P3SON di Bukit Hambalang Rp625.000.000.000. Permintaan itu diajukan
karena dalam DIPA Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125 miliar. Menpora
Andi Mallarangeng juga menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan bagian
rencana pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul yang secara keseluruhan
memerlukan dana sebesar Rp2,5 triliun.
Andi Mallarangeng pun menghormati hasil audit BPK atas proyek Hambalang
tersebut. Bahkan dirinya mendukung perlu adanya pihak yang bertanggung jawab
jika memang ditemukan adanya penyimpangan. "Sebagai menteri tentu saya
menjalankan tugas sebaik-baiknya termasuk dalam hal pengawasan," kata Andi.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total
kerugian negara akibat Proyek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu
disampaikan dalam paparan laporan hasil audit Hambalang Jilid II di ruang
pimpinan DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8). "BPK menyimpulkan ada indikasi
kerugian negara sebesar Rp463,67 miliar akibat adanya indikasi penyimpangan
dan penyalahgunaan wewenang yang mengandung unsur-unsur pidana yang
dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON Hambalang,"
paparnya.
Pelanggaraan tersebut terletak pada beberapa tahapan. Pertama, proses
pengurusan hak atas tanah. Kedua, proses pengurusan izin pembangunan. "Ketiga,
proses pelelangan. Keempat, proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan
Kontrak Tahun Jamak," tambahnya. Kelima, pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dan keenam, pembayaran dan aliran dana yang diikuti rekayasa akuntansi.
Terkait proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak,
BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor: 56/PMK.02/2010 yang diganti dengan PMK Nomor: 194/PMK.02/2011
tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang diduga mengalami penurunan makna substantif
dalam proses persetujuan Kontrak Tahun Jamak. Hal ini dapat melegalisasi
penyimpangan semacam kasus hambalang untuk tahun-tahun berikutnya.

B. Hasil Analisis
1. Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada
Menteri Keuangan atas proyek pembangunan P3 SON Hambalang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang
berlaku, sehingga selayaknya permohonan tersebut tidak dapat disetujui
Menteri Keuangan.
2. Bahwa pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga telah melakukan
rekayasa pelelangan untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses
pemilihan rekanan pelaksana proyek pembangunan P3 SON Hambalang.
3. Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi
amdal maupun menyusun DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup)
terhadap proyek pembangunan P3 SON Hambalang sebagaimana yang
diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan adanya studi amdal terlebih
dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB kepada Pemkab
Bogor tidak pernah dipenuhi oleh Kemenpora.
C. Solusi Permasalahan
1. Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional (sebelum
berganti nama menjadi Kemenpora) sebelum menentukan sebuah lokasi
yang akan dijadikan sebagai Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar
Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center) harus terlebih
dahulu melakukan observasi yang lebih detail tentang bagaimana kondisi
geografis lokasi yang bersangkutan.
2. Setiap proyek besar seperti hambalang juga perlu adanya pengawasan
langsung dari pihak-pihak yang bersangkutan (misalnya dari kemenkeu,
terlibat dalam pendanaan) agar tidak terjadi penyelewengan wewenang.
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Di dalam perusahaan, baik perusahaan skala regional, nasional maupun
internasional tidak jarang ditemukan fenomena Fraud (kecurangan) yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Fraud (kecurangan)
ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik dari oknum manajemen maupun staf
(karyawan) yang biasanya dilakukan sebagai akibat dari hasrat ketidakpuasan
dalam diri seseorang (karyawan).
Apabila dalam suatu perusahan banyak terjadi kegiatan Fraud
(kecurangan) maka bisa dikatakan bahwa manajemen dalam perusahaan
tersebut buruk dalam hal pengawasan dan mengontrol aktivitas-aktivitas
perusahaan.
Fraud (kecurangan) dapat dicegah dengan cara menegakan peraturan,
kebijakan, dan prosedur yang tegas; memperluas rentang kendali dan
tanggung jawab manajer; sistem dan standar pelaporan harian, bulanan, tiga
bulanan, hingga tahunan; dan analisis kuantitatif potensi kerugian dalam
menentukan kebijakan.

B. Saran
Baik dari pihak pelaku maupun pihak perusahaan seharusnya menjalin
hubungan komunikasi positif dengan menjelaskan hal apa saja yang
diharapkan dari masing-masing pihak, agar setiap hak dan kewajiban masing-
masing terpenuhi dan tidak terjadi fraud atau kecurangan dalam perusahaan.
Pihak internal perusahaan juga seharusnya memberikan wawasan tentang
dampak negative fraud dan memberikan pemahaman tentang aturan-aturan
dalam perusahaan. Serta bagi para karyawan seharusnya bertindak jujur, loyal,
dan berkomitmen terhadap pekerjaan yang dipangku di perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

 Albrecht, W. Steve and Chad 0. Albrecht, 2003, Fraud Examination, New


York: Thomson South- Western.
 Bologna dan Lindquist, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 1995,
New York: John Wiley & Sons.

 Martin, Dino. 2015. Bentuk-bentuk Kecurangan (Fraud). http://dmt-


id.com/audit-fraud-articles/bentuk-bentuk-kecurangan-fraud/ Diakses
tanggal 12 September 2017 pukul 09.14 WIB
 Bhuono. 2011. Fraud dan Klasifikasinya.
https://bhuono76.wordpress.com/2011/01/07/fraud-dan-klasifikasinya/.
Diakses tanggal 24 September 2017 pukul 16.37 WIB
 Amri, Nur Fadhila. 2015. Fraud (Kecurangan) http://www.e-
akuntansi.com/2015/12/fraud-kecurangan.html. Diakses tanggal 12
September 2017 09.33 WIB
 Easy Accounting Store. 2016.Fraud dan Cara Mengatasinya (Bag1)
http://www.easyambassador.com/tag/definisi-fraud-menurut-ahli/. Diakses
tanggal 12 September 2017 pukul 09.56 WIB.
 Adha, adang. 2014. Strategi Mengatasi Kecurangan di Perusahaan.
https://indonesiana.tempo.co/read/11301/2014/04/03/adang.adha/strategi-
mengatasi-kecurangan-di-perusahaan . Diakses tanggal 12 September 2017
pukul 09.43 WIB.
 Masita, Dewi. 2013. Makalah Fraud “Fraud Auditing”.
https://www.slideshare.net/dewimasita/makalah-fraud-auditing . Diakses
tanggal 19 September 2017 pukul 21.53 WIB
 Putra, Marendra Tri B. 2015. Makalah : Contoh Kasus Fraud. Universitas
Gunadarma. http://mahendrabaktitriputra.blogspot.co.id/2015/01/contoh-
kasus-fraud.html . Diakses tanggal 21 September 2017 pukul 16.36 WIB.

Anda mungkin juga menyukai