Anda di halaman 1dari 24

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)

1. Dasar Hukum SJSN UU No.40 th 2004

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Latar Belakang

Pertimbangan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah:

a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup
yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil, dan makmur;
b. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem
Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;

Dasar Hukum

Dasar hukum Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

Penjelasan Umum UU SJSN

Pembangunan sosial ekonomi sebagai salah satu pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional telah
menghasilkan banyak kemajuan, di antaranya telah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan
tersebut harus dapat dinikmati secara berkelanjutan, adil, dan merata menjangkau seluruh rakyat.
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan
berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi
seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan
Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jaminan sosial juga
dijamin dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan
ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk
memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. Sejalan dengan ketentuan tersebut,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan
Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan
sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini,
setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal
yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami
kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial.
Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup
program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan
kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 dan program
Asuransi Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dan anggota
keluarganya.
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan
PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya, telah dilaksanakan program Asuransi
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971.
Berbagai program tersebut di atas baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat
belum memperoleh perlindungan yang memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan
sosial tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta
sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh
beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat
yang lebih besar bagi setiap peserta.
Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebagai berikut :

 Prinsip kegotong-royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta
yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat;
peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang
sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini, jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
 Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah
untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan
surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar- besarnya untuk kepentingan peserta.
 Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip
manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran
peserta dan hasil pengembangannya.
 Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan
meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
 Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi
peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan Pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu
sektor informal dapat menjadi peserta secara suka rela, sehingga dapat mencakup petani, nelayan, dan
mereka yang bekerja secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat
mencakup seluruh rakyat.
 Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-
badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk
kesejahteraan peserta.
 Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini adalah hasil
berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi
jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian
bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial tersebut
diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang
sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan
dinamika perkembangan jaminan sosial.

Isi UU SJSN
Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (bukan
format asli):

UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial
oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.
3. Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal
dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya.
4. Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.
5. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak
mampu sebagai peserta program jaminan sosial.
6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial.
7. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran
beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk
pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program
jaminan sosial.
8. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran.
9. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.
10. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau
Pemerintah.
11. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lain.
12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya
yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai
negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
14. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit
yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
15. Cacat adalah keadaan berkurang atau hilangnya fungsi tubuh atau hilangnya anggota badan
yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan
pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.
16. Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidak-mampuan seseorang untuk
melakukan pekerjaan.

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN

Pasal 2
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan
asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 3

Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar
hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Pasal 4

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :

a. kegotong-royongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan bersifat wajib;
h. dana amanat; dan
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

BAB III
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Pasal 5

1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.


2. Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan
sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-Undang ini.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(TASPEN);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI); dan
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).
4. Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3),
dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.

BAB IV
DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL

Pasal 6

Untuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Undang- Undang ini dibentuk Dewan
Jaminan Sosial Nasional.

Pasal 7

1. Dewan Jaminan Sosial Nasional bertanggung jawab kepada Presiden.


2. Dewan Jaminan Sosial Nasional berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
3. Dewan Jaminan Sosial Nasional bertugas :
a. melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial;
b. mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial Nasional; dan
c.mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan tersedianya
anggaran operasional kepada Pemerintah.
4. Dewan Jaminan Sosial Nasional berwenang melakukan monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan program jaminan sosial.

Pasal 8

1. Dewan Jaminan Sosial Nasional beranggotakan 15 (lima belas) orang, yang terdiri dari unsur
Pemerintah, tokoh dan/atau ahli yang memahami bidang jaminan sosial, organisasi pemberi
kerja, dan organisasi pekerja.
2. Dewan Jaminan Sosial Nasional dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota dan anggota
lainnya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
3. Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur Pemerintah.
4. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dibantu oleh Sekretariat Dewan
yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Dewan
Jaminan Sosial Nasional.
5. Masa jabatan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah 5 (lima) tahun, dan dapat
diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
6. Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Warga Negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. berkelakuan baik;
e. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam
puluh) tahun pada saat menjadi anggota;
f. lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);
g. memiliki keahlian di bidang jaminan sosial;
h. memiliki kepedulian terhadap bidang jaminan sosial; dan
i. tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan.

Pasal 9

Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat meminta masukan dan bantuan
tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 10

Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

Pasal 11

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat berhenti atau diberhentikan sebelum berakhir masa
jabatan karena :

a. meninggal dunia;
b. berhalangan tetap;
c. mengundurkan diri;
d. tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).

Pasal 12

1. Untuk pertama kali, Ketua dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diusulkan oleh Menteri
yang bidang tugasnya meliputi kesejahteraan sosial.
2. Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial
Nasional diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.

BAB V
KEPESERTAAN DAN IURAN

PAsal 13

1. Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang
diikuti.
2. Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Presiden.

Pasal 14

1. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang
tidak mampu.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap
peserta dan anggota keluarganya.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban
kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.

Pasal 16

Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial
yang diikuti.

Pasal 17

1. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari
upah atau suatu jumlah nominal tertentu.
2. Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi
kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
secara berkala.
3. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan untuk setiap jenis
program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar
hidup yang layak.
4. Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh
Pemerintah.
5. Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh Pemerintah untuk
program jaminan kesehatan.
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PROGRAM JAMINAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Jenis Program Jaminan Sosial

Pasal 18

Jenis program jaminan sosial meliputi :

a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun; dan
e. jaminan kematian.

Bagian Kedua
Jaminan Kesehatan

Pasal 19

1. Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan
prinsip ekuitas.
2. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Pasal 20

1. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh Pemerintah.
2. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.
3. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain yang menjadi tanggungannya
dengan penambahan iuran.

Pasal 21

1. Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak seorang peserta
mengalami pemutusan hubungan kerja.
2. Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 6 (enam) bulan belum
memperoleh pekerjaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.
3. Peserta yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Presiden.

Pasal 22

1. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis
habis pakai yang diperlukan.
2. Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalah-gunaan pelayanan, peserta dikenakan
urun biaya.
3. Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.

Pasal 23
1. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada fasilitas
kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
2. Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada
fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
memberikan kompensasi.
4. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit
diberikan berdasarkan kelas standar.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Presiden.

Pasal 24

1. Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di
wilayah tersebut.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran
diterima.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem
kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan.

Pasal 25

Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang dijamin oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26

Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Presiden.

Pasal 27

1. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan
persentase dari upah sampai batas tertentu, yang secara bertahap ditanggung bersama oleh
pekerja dan pemberi kerja.
2. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima upah ditentukan
berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala.
3. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk penerima bantuan iuran ditentukan berdasarkan
nominal yang ditetapkan secara berkala.
4. Batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditinjau secara berkala.
5. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta batas upah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.

Pasal 28

1. Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin mengikutsertakan
anggota keluarga yang lain wajib membayar tambahan iuran.
2. Tambahan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Presiden.
Bagian Ketiga
Jaminan Kecelakaan Kerja

Pasal 29

1. Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.
2. Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh
manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami
kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

Pasal 30

Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.

Pasal 31

1. Pesertayangmengalamikecelakaankerjaberhakmendapatkanmanfaat berupa pelayanan


kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai
apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia.
2. Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris
pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.
3. Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu atau kecelakaan tertentu, pemberi kerja dikenakan urun
biaya.

Pasal 32

1. Manfaat jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) diberikan
pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang memenuhi syarat dan menjalin kerja
sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada
fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3. Dalam hal kecelakaan kerja terjadi di suatu daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang
memenuhi syarat, maka guna memenuhi kebutuhan medis bagi peserta, Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.
4. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas perawatan di rumah sakit
diberikan kelas standar.

Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya manfaat uang tunai, hak ahli waris, kompensasi, dan
pelayanan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.

Pasal 34

1. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari upah atau
penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja.
2. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak menerima upah adalah jumlah
nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.
3. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bervariasi untuk setiap kelompok pekerja
sesuai dengan risiko lingkungan kerja.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua

Pasal 35

1. Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau
tabungan wajib.
2. Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang
tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Pasal 36

Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran.

Pasal 37

1. Manfaatjaminanharituaberupauangtunaidibayarkansekaliguspada saat peserta memasuki usia


pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
2. Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah
disetorkan ditambah hasil pengembangannya.
3. Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah
kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.
4. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari
tua.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 38

1. Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan berdasarkan
persentase tertentu dari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi
kerja dan pekerja.
2. Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah ditetapkan
berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kelima
Jaminan Pensiun

Pasal 39

1. Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau
tabungan wajib.
2. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada
saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau
mengalami cacat total tetap.
3. Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
4. Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40

Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.

Pasal 41
1. Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan sebagai :
a. Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia;
b. Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat penyakit
sampai meninggal dunia;
c. Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau
menikah lagi;
d. Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai usia 23 (dua puluh tiga)
tahun, bekerja, atau menikah; atau
e. Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu
tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang pensiun berkala setiap
bulan setelah memenuhi masa iur minimal 15 (lima belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh
peraturan perundang- undangan.
3. Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun sesuai
formula yang ditetapkan.
4. Apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun atau belum memenuhi masa
iur 15 (lima belas) tahun, ahli warisnya tetap berhak mendapatkan manfaat jaminan pensiun.
5. Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun,
peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil
pengembangannya.
6. Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak tersebut menikah, bekerja tetap,
atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun.
7. Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap meskipun
peserta tersebut belum memasuki usia pensiun.
8. Ketentuan mengenai manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Presiden.

Pasal 42

1. Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan
persentase tertentu dari upah atau penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu yang
ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Jaminan Kematian

Pasal 43

1. Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.


2. Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang
dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

Pasal 44

Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran.

Pasal 43

1. Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu.
3. Ketentuan mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 46

1. Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi kerja.


2. Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta penerima upah ditentukan berdasarkan
persentase tertentu dari upah atau penghasilan.
3. Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta bukan penerima upah ditentukan berdasarkan
jumlah nominal tertentu dibayar oleh peserta.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.

BAB VII
PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL

Pasal 47

1. Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai.
2. Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 48

Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan
keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Pasal 49

1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku.
2. Subsidi silang antarprogram dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program
lain tidak diperkenankan.
3. Peserta berhak setiap saat memperoleh informasi tentang akumulasi iuran dan hasil
pengembangannya serta manfaat dari jenis program jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian.
4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi akumulasi iuran berikut hasil
pengembangannya kepada setiap peserta jaminan hari tua sekurang-kurangnya sekali dalam
satu tahun.

Pasal 50

1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar
praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 51

Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dilakukan oleh
instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52
1. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang
dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan
Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang
Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun
Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906), Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3014)
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3200);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88);
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 16);

tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

2. Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 53

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

2. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

Masyarakat Indonesia masih kebingungan dan sulit membedakan antara BPJS Ketenagakerjaan dengan
BPJS Kesehatan. Tak jarang, masyarakat memandang bahwa keduanya adalah sama.

Pada dasarnya, BPJS Kesehatan merupakan transformasi dari PT Asuransi Kesehatan (Askes)
(Persero). Tugas BPJS Kesehatan memberikan perlindungan kesehatan secara mendasar bagi seluruh
rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.
Sementara BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari PT Jamsostek (Persero). Tugasnya
memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia, baik mereka yang bekerja secara informal
maupun yang nonformal.

Di sini lah letak dasar perbedaan antara BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Namun, keduanya
sama-sama dilahirkan melalui UU tentang BPJS. Hanya saja, BPJS Kesehatan sudah beroperasi terlebih
dahulu, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan beroperasi pada 1 Juli 2015.

Manfaat BPJS Kesehatan Secara Umum

Manfaat dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi pelayanan kesehatan tingkat
pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, hingga rawat inap. Berikut adalah rincian
pelayanan yang diberikan:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:

1. Administrasi pelayanan
2. Pelayanan promotif dan preventif
3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
4. Tindakan medis non spesialis, baik operatif maupun non operatif
5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
7. Pemerikasaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
8. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

2. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan mencakup:

1. Rawat Jalan, meliputi:

 Administrasi pelayanan.
 Pemeriksaan, pengbatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis
 Tindakan medis spesiaistik sesuai dengan indikasi medis
 Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
 Pelayanan alat kesehatan implant
 Pelayanan penunjang diagnosa lanjutan sesuai denagn indikasi medis
 Rehabilitasi medis
 Pelayanan darah
 Pelayanan dokter forensik
 Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

2. Rawat inap, meliputi:

 Perawatan inap non intesif


 Perawatan inap ruang intensif
 Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

Manfaat BPJS Ketenagakerjaan Secara Umum

Terdapat 4 program mendasar yang memiliki manfaatnya masing-masing. Sama halnya seperti BPJS
Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan juga menetapkan iuran yang harus dibayarkan setiap bulannya.
Besarannya iuran untuk setiap program berbeda-beda. Berikut adalah penjelasan program-program
BPJS Ketenagakerjaan beserta iuran yang wajib dibayarkan:
1. Program Jaminan Hari Tua (JHT)

Program pertama adalah Program Jaminan Hari Tua (JHT) yang bertujuan untuk menjamin peserta agar
menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal
dunia. Manfaat dari JHT sendiri adalah berupa uang tunai sebesar nilai akumulasi iuran beserta dengan
hasil pengembangannya. Iuran yang harus dibayarkan untuk program JHT dari BPJS Ketenagakerjaan ini
adalah sebesar 5,7% dari total gaji, rinciannya adalah sebanyak 3,7% ditanggung oleh perusahaan
sedangakan 2% ditanggung oleh pekerja.

2. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Program kedua adalah Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Tujuan dari Jaminan Kecelakaan
Kerja ini adalah menjamin peserta agar memperoleh pelayanan kesehatan dan juga santunan uang tunai
jika menderita penyakit akibat kerja dan mengalami kecelakaan kerja. Iuran yang wajib dibayarkan untuk
JKK adalah senilai 0,24 % hingga 1,74 % tergantung dari tingginya resiko kerja. Iuran untuk JKK
sepenuhnya merupakan tanggungan perusahaan.

3. Program Jaminan Kematian

Selanjutnya adalah Program Jaminan Kematian (JKM). Tujuan dari program JKM sendiri adalah
memberikan santunan kematian yang dibayarkan pada ahli waris dari peserta yang meninggal dunia
buka karena kecelakaan kerja. Iuran yang harus dibayarkan untuk JKM adalah untuk peserta penerima
upah sebesar 0,3% dari total gaji, sedangkan untuk peserta yang tidak menerima upah sebesar
Rp6.800,00.

4. Program Jaminan Pensiun

Program dasar keempat adalah Program Jaminan Pensiun. Program ini bertujuan untuk
mempertahankan kelayakan hidup peserta pada kehilangan atau berkurangnya penghasilan karena
memasuki usia pensiun atau karena mengalami cacat total tetap. Iuran yang harus dibayarkan untuk
Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan adalah sebesar 3% dari total gaji yang diberikan.
Rinciannya adalah 2% ditanggung oleh perusahaan dan 1% ditanggung oleh pekerja.

3. PT Askes dan PT Jamsostek

Dengan telah disahkan dan diundangkannya UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), pada tanggal 25 November 2011, maka PT Askes
(Persero) dan PT (Persero) Jamsostek ditranformasi menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
Transformasi tersebut meliputi perubahan sifat, organ dan prinsip pengelolaan, atau dengan kata
lain berkaitan dengan perubahan stuktur dan budaya organisasi.
UU BPJS menentukan bahwa PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi pada saat
mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Sedangkan PT (Persero)
Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi pada saat berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan,
pada tanggal 1 Januari 2014. BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS mulai beroperasi
selambatnya tanggal 1 Juli 2015 menyelenggarakan prorgam jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian bagi peserta, selain peserta program yang
dikelola oleh PT Taspen (Persero) dan PT (Persero) Asabri, sesuai dengan ketentuan Pasal 29
samapai dengan Pasal 46 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN).
Tranformasi PT Askes (Persero) dan PT (Persero) Jamsostek menjadi badan hukum publik BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan diantarkan oleh masing-masing Dewan Komisaris dan
Direksi PT Askes (Persero) sampai dengan mulai beroperasinya BPJS Kesehatan dan oleh PT
(Persero) Jamsostek sampai dengan berubahnya PT (Persero) Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan.

TRANSFORMASI SIFAT
Transformasi dari PT (Persero) menjadi badan hukum publik sangat mendasar, karena
menyangkut perubahan sifat dari pro laba melayani pemegang saham menuju nir laba melayani
kepentingan publik yang lebih luas untuk melaksanakan misi yang ditetapkan dalam konstitusi
dan peraturan perundang-undangan pelaksanaannya. Dengan kata lain BPJS pada dasarnya
menyelenggarakan program yang merupakan program Negara yang bertujuan memberikan
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 5 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan bahwa jaminan
sosial termasuk salah satu pelayanan yang termasuk dalam pelayanan publik. Sehubungan
dengan itu, dalam penyelenggaraannya berpedoman pada asas-asas kepentingan umum,
kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan,
partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan, dan
keterjangkauan.
Selain itu secara khusus BPJS menyelenggarakan SJSN, menurut Pasal 2 UU BPJS
berdasarkan asas kemanusiaan yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia.
Manfaat yaitu asas yang bersifat operasional yang menggambarkan pengelolaan yang efisien
dan efektif, sedangkan asas yang bersifat idiil yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai badan hukum publik pembentukan BPJS berdasarkan UU BPJS. Fungsi, tugas,
wewenang, hak dan kewajibannya juga diatur dalam UU BPJS. UU BPJS menentukan bahwa
BPJS bertanggung jawab kepada Presiden. Hal ini berbeda dengan Direksi PT (Persero) yang
bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

TRANSFORMASI ORGAN DAN PRINSIP PENGELOLAAN


Organ BPJS menurut UU BPJS sangat berbeda jika dibandingkan dengan PT (Persero) yang
tunduk kepada UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan peraturan pelaksanaannya, serta
tunduk juga pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Organ BPJS ditentukan dalam UU BPJS. Terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Jumlah anggota Dewan Pengawas dan anggota
Direksi, serta mekanisme seleksinya ditentukan dalam UU BPJS. Sedangkan organ PT (Persero)
terdiri atas Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas yang di angkat dan diberhentikan oleh
RUPS yang mekanisme seleksinya ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.
Tugas dan wewenang Dewan Pengawas dan Direksi BPJS diatur dalam UU BPJS, sedangkan
tugas dan wewenang Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Prinsip pengelolaan BPJS dilaksanakan berdasarkan 9 prinsip penyelenggaraan jaminan sosial,
yaitu kegotongroyongan, nir laba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas,
kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta. Sedangkan pengelolaan PT (persero) mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku bagi
Perseroan Terbatas yang pada intinya memaksimalkan kembalian (return) bagi pemegang
saham.
PT Askes (Persero) dan PT (Persero) Jamsostek dari sekarang harus mempersiapkan diri untuk
melakukan perubahan struktural, mekanisme kerja dan perubahan kultur organisasi masing-
masing, secara terarah dan terencana, agar target waktu yang ditentukan dalam UU BPJS dapat
dipenuhi.
Dengan beroperasinya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan diharapkan cakupan
semesta kepesertaan jaminan sosial dan pemberian manfaat yang lebih baik kepada peserta dan
anggota keluarganya dapat diwujudkan dalam rangka memenuhi hak konstitusional penduduk
atas jaminan sosial.

4. PBI (Penerima Bantuan Iuran)


PBI Jaminan Kesehatan.
Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang
tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh
Pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.

5. Peserta BPJS Mandiri, Perusahaan/Karyawan, PBI

Mengenal jenis kepesertaan BPJS Kesehatan


Sebenarnya ada 2 kategori jenis kepesertaan BPJS yaitu BPJS- PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan BPJS
Non-PBI (Non Penerima Bantuan Iuran), untuk lebih detailnya adalah sebagai berikut:

1. BPJS- BPI (Penerima Bantuan Iuran)


BPJS PBI adalah peserta bpjs khusus penerima bantuan iuran, setiap peserta yang dikategorikan
sebagai bpjs pbi, tidak dibenani harus membayar iuran bulanan karena iuran bulanan akan di bayarkan
oleh pemerintah setiap bulannya.

Semua orang tidak bisa menjadi peserta BPJS PBI, karena BPJS PBI hanya diperuntukan untuk fakir
miskin dan warga tidak mampu, menurut dinas sosial.

a. Fakir Miskin.
Yang dikategorikan sebagai orang miskin yaitu orang yang sama sekali tidak memiliki sumber mata
pencaharian,  dan / atau orang yang memiliki sumber mata pencaharian tetapi tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan dasar yang layak.

b. Orang Kurang Mampu


Orang yang memiliki sumber mata pencaharian tetapi dari usahanya dia hanya mampu memenuhi
kebutuhan dasar tanpa mampu untuk membayar iuran bulanan BPJS.

Setiap warga miskin dan warga kurang mampu akan mendapatkan kartu BPJS PBI yang didistribusikan
oleh dinas sosial ke desa-desa sesuai dengan pendataan program perlindungan sosial.

Tapi jika anda warga kurang mampu atau fakir miskin, dan belum mendapatkan kartu  BPJS PBI / KIS
anda bisa mencoba mengurusnya sendiri,

2. BPJS Non-PBI (Bukan Penerima Bantuan Iuran)


Kategori yang ke dua adalah peserta BPJS Non-PBI (Non Penerima Bantuan Iuran), adalah peserta
BPJS dimana iuran atau premi bulanan dibayarkan sendiri oleh peserta yang bersangkutan, peserta
BPJS Non-PBI di kelompokan lagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

a. Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota Keluarganya

 Yang dikategorikan sebagai peserta BPJS PPU adalah:

 Pegawai Negeri Sipil (PNS)


 Anggota TNI/POLRI

 Pejabat Negara

 Pegawai Pemerintah non PNS

 Pegawai Swasta

 Pekerja yang menerima upah dan juga warga negara asing (WNA) yang sudah bekerja di
indonesia minimal selama 6 bulan

Kategori BPJS PPU ini biasaya akan didaftarkan oleh instansi atau perusahaan dimana mereka bekerja,
sebagai Peserta BPJS yang ditanggung oleh perusahaan / badan usaha.

Iuran bulanan untuk peserta bpjs yang ditanggung oleh perusahaan sebagaian akan ditanggung oleh
perusahaan atau badan usaha dan sebagian lagi ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan cukup
untuk 1 orang bayar sekaligus untuk 4 anggota keluarganya yang lain.

b. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)


Yang dikatgorikan sebagai pekerja bukan penerima upah adalah:

 Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri

 pekerja tapi bukan pekerja penerima upah termasuk warga negara asing yang bekerja
diindonesia minimal selama 6 bulan

Untuk warga sebagai pekerja bukan penerima upah (PBPU) harus menjadi peserta BPJS Mandiri,
dengan cara mendaftarkan diri beserta anggota keluarganya ke kantor bPJS sebagai peserta BPJS
mandiri, atau perorangan.

Peserta BPJS mandiri iuran bulanan bpjs harus ditanggung sendiri oleh setiap peserta yang
bersangkutan yang besar kecilnya disesuai kan dengan kelas bpjs yang diambil.

c. Bukan Pekerja (BP)


Yang dikategorikan sebagai bukan pekerja adalah:

 Investor

 Pemberi Kerja atau pemilik perusahaan

 Penerima Pensiunan (Anggota TNI/Polri Penerima hak pensiun, Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Penerima hak pensiun), janda/duda beserta anak yatim penerima hak pensiun dari penerima
pensiun yang mendapatkan hak pensiun)

 Veteran Perang

 Perintis Kemerdekaan

 Janda / duda atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan
 Bukan pekerja tapi mampu membayar iuran.
Untuk Kategori bukan Pekerja (BP) yang mampu membayar iuran sesuai dengan kriteria diatas, maka
harus daftar menjadi peserta BPJS Mandiri, dimana iuran bulanan harus dibayar oleh sendiri yang besar
kecilnya disesuaikan dengan kelas yang diambil.

Ketentuan Anggota Keluarga yang ditanggung BPJS


a. Peserta BPJS yang ditanggung perusahaan
Anggota Keluarga yang ikut menjadi tanggungan BPJS kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan
adalah sebanyak 5 orang sebagai berikut:

 Istri/suami yang sah dari peserta,

 Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah, dengan kriteria: Tidak atau belum
pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri, Belum berusia 21 (dua puluh satu)
tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Kelima anggota keluarga di atas, satu paket dengan orang tua / suami atau istri yang kepsertaannya
ditanggung oleh BPJS, dimana iuran bulanan hanya dibayarkan sebesar untuk satu peserta saja,
sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian lagi diambil dari gaji pegawai atau karyawan yang
bersangkutan. 

dengan menjadi BPJS perusahaan tentunya iuran bulanan untuk peserta dan 4 orang anggota
keluarganya akan jauh lebih ringan jika dinadingkan dengan iuran yang harus dibayar untuk peserta
BPJS mandiri. 

Sedangkan untuk anggota kelurganya yang lain (anggota keluarga ke 6, 7 dan seterusnya) tetap harus
menjadi peserta BPJS mandiri.

b. Untuk BPJS Mandiri atau perorangan


Setiap anggota kelurga yang tercantum dalam KK harus didaftarkan menjadi peserta BPJS mandiri
tannpa terkecuali, dan iraun bulanan harus dibayarkan untuk masing-masing peserta, besar kecilnya
irauan peserta sesuai dengan kelas yang diambil.

6. Jenis Pelayanan yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan


Berikut adalah pelayanan kesehatan yang tidak bisa ditanggung oleh bpjs kesehatan

1. Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan
BPJS kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;

3. Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan
kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau menjadi tanggungan
pemberi kerja;

4. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat
wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai hak kelas
rawat peserta.
5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;

6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

9. Gangguan kesehatan / penyakit akibat ketergantungan obat dan / atau alkohol;

10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang
membahaya kan diri sendiri;

11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment);

l2. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);

13. Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik.

14. Perbekalan kesehatan rumah tangga;

15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah;

16. Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable
adverse events);

17. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bhakti sosial;

18. Pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban
terorisme, dan tindak perdagangan orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

19. Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

20. Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang
diberikan.

7. Iuran BPJS dan Denda Tunggakan

Sebenarnya baik perusahaan maupun pekerja penerima upah dan pekerja mandiri yang
menunggak iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sudah diancam dengan sanksi.
Sanksi tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2013.

Mengenai sanksi ini tertuang di Pasal 5. Pemberi kerja dan setiap orang peserta yang melanggar
ketentuan (menunggak iuran) dikenai sanksi administratif, berupa:

1. Teguran tertulis
Pengenaan sanksi teguran tertulis diberikan paling banyak 2 kali masing-masing untuk jangka
waktu paling lama 10 hari kerja.
2. Denda
Denda penunggak iuran BPJS Kesehatan:
 Terhitung 1 Juli 2016, tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran. Tapi kartu atau jaminan
dihentikan sementara bila 1 bulan sejak tanggal 10, telat membayar iuran
 Dikenakan denda jika dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali,
kemudian peserta harus mendapat rawat inap. Dendanya sebesar 2,5% dari biaya pelayanan
kesehatan untuk setiap bulan tertunggak dengan ketentuan: jumlah bulan tertunggak paling
banyak 12 bulan dan besaran denda paling tinggi Rp30 juta.
Denda penunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan
Keterlambatan pembayaran iuran oleh pemberi kerja dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap
bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya disetor.

3. Tidak bisa dapat pelayanan publik


Ini sanksi yang paling berat, menyetop pelayanan publik bagi pemberi kerja dan peserta yang
menunggak iuran BPJS. Pengenaan sanksi tidak mendapat akses publik ini dilakukan oleh unit
pelayanan publik pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Pelayanan
publik yang disetop untuk penunggak iuran tersebut meliputi:

Pemberi Kerja
 Perizinan terkait usaha
 Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek
 Izin mempekerjakan tenaga kerja asing
 Izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
 Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja, dan PBI
 Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
 Surat Izin Mengemudi (SIM)
 Sertifikat tanah
 Pembuatan paspor
 Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan kesehatan. Diberikan kepada peserta yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh pemerintah.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres
Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan mengatur soal besaran iuran. Terdiri dari:

 Iuran sebesar 5% bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada lembaga
pemerintahan, seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI/Polri, pejabat negara, dan
pegawai pemerintahan non PNS. Rinciannya 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar
peserta.
 Iuran bagi peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD, dan swasta sebesar 5% dari gaji bulan.
Rinciannya 4% dibayar perusahaan dan peserta membayar 1% saja.
 Iuran untuk keluarga tambahan PPU, terdiri dari anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua
sebesar 1% dari gaji per orang orang per bulan. Iurannya dibayar oleh PPU
 Iuran bagi kerabat lain dari PPU (saudara kandung atau ipar, asisten rumah tangga, dan lainnya),
peserta Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU), serta iuran peserta bukan pekerja, sebesar:
      Rp 25.500 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas III

      Rp 51.000 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas II
      Rp 80.000 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas I.

Nanti setelah iuran naik menjadi:


      Kelas 1 = Rp 160.000 per orang per bulan

      Kelas 2 = Rp 110.000 per orang per bulan

      Kelas 3 = Rp 42.000 per orang per bulan.

 Iuran bagi veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, atau anak yatim dari veteran atau perintis
kemerdekaan sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan ruang III/a dengan masa kerja 14
tahun per bulan. Iuran ini dibayar pemerintah.
 Pembayaran iuran BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulan
BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan (TK) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan ketenagakerjaan, meliputi jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua
(JHT), jaminan pensiun (JP), dan jaminan kematian (JK).
Rincian iuran BPJS Ketenagakerjaan menurut Perpres Nomor 64 Tahun 2013 tentang Perubahan
ke-9 atas Perpres Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.

 Jaminan Kecelakaan Kerja, berdasarkan tingkatan risiko:


      Kelompok I (risiko sangat rendah) = 0,24% dari gaji sebulan

      Kelompok II (risiko rendah) = 0,54% dari gaji sebulan

      Kelompok III (risiko sedang) = 0,89% dari gaji sebulan

      Kelompok IV (risiko tinggi) = 1,27% dari gaji sebulan

      Kelompok V (risiko sangat tinggi) = 1,74% dari gaji sebulan

 Jaminan hari tua sebesar 5,70% dari upah sebulan


 Jaminan kematian sebesar 0,30% dari gaji sebulan
 Iuran JKK dan JK ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha, sedangkan iuran JHT sebesar
3,70% dibayar perusahaan dan 2% sisanya ditanggung pekerja.
 Iuran Jaminan Pensiun sebesar 1% dibayar pekerja dan 2% ditanggung perusahaan.
 Pembayaran iuran setiap tanggal 15 setiap bulan.

8. Asuransi Jasa Raharja bagi Kecelakaan Lalulintas

Jasa Raharja sendiri merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola asuransi
bagi setiap pengguna jalan seperti penumpang angkutan umung, penumpang kendaraan pribadi,
dan pejalan kaki. Namun, tak semua kasus kecelakaan lalu lintas ditanggung oleh asuransi Jasa
Raharja.
Korban yang berhak atas santunan adalah setiap penumpang sah dari alat angkutan umum yang
mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum selama
penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut. Bagi penumpang angkutan
umum seperti bus yang sedang menyeberang laut menggunakan kapal feri dan mengalami
kecelakaan, akan diberikan santunan ganda. Bagi korban yang jasadnya tidak ditemukan,
penyelesaian santunan didasarkan kepada Putusan Pengadilan Negeri.
Selain itu, korban yang berhak atas santunan adalah setiap orang yang berada di luar angkutan
lalu lintas jalan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas
jalan, serta setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan
ditabrak, di mana pengemudi kendaraan bermotor yang jadi penyebab kecelakaan, termasuk
dalam hal ini para penumpang kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi.
Adapun korban kecelakaan yang tak mendapatkan santunan dari Jasa Raharja adalah pengendara
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan dua atau lebih kendaraan bermotor. Yang kedua, adalah
korban kecelakaan baik pengendara atau pejalan kaki yang menerobos palang pintu kereta api.
Ketiga, korban kecelakaan yang disengaja, seperti bunuh diri dan/atau percobaan bunuh diri serta
korban kecelakaan yang terbukti mabuk.
Korban kecelakaan yang terbukti sedang melakukan kejahatan pun tidak berhak menerima
santunan dari asuransi Jasa Raharja. Korban kecelakaan lain yang tidak berhak mendapatkan
santunan adalah korban kecelakaan akibat bencana alam, perlombaan kecepatan seperti misalnya
perlombaan balapan mobil atau motor. Jika tak masuk dalam kategori kecelakaan dalam dua
paragraf di atas, Anda bisa mengajukan klaim asuransi Jasa Raharja untuk mendapatkan santunan
kecelakaan.
Berikut besaran santunan Jasa Raharja bagi korban kecelakaan lalu lintas:

1. Santunan meninggal dunia: Rp50 juta.


2. Santunan cacat tetap (maksimal): Rp50 juta.
3. Santunan perawatan (maksimal): Rp20 juta.
4. Santunan penggantian biaya penguburan jika korban tidak memiliki ahli waris: Rp4 juta.
5. Santunan untuk manfaat tambahan (penggantian biaya P3K): Rp1 juta.
6. Santunan untuk manfaat tambahan (penggantian biaya ambulans): Rp500 ribu.

9. Pelayanan Gawat Darurat bagi Pasien JKN di Rumah Sakit Swasta


Semua Rumah Sakit wajib melayani pasien JKN yang gawat darurat.

10. Cost of Benefit antara BPJS Kesehatan dengan Asuransi Swasta

Nasabah yang ikut dua program asuransi, maka untuk klaim medis menjadi tanggungan BPJS
Kesehatan, namun jika melebihi plafon yang ditentukan maka biaya akan ditanggung oleh
asuransi swasta lainnya yang dia ikuti. Hanya satu asuransi swasta aja yang diperkenankan,
walaupun saat ini ada begitu banyak asuransi swasta yang sudah bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan.

Dengan adanya skema CoB, maka kesdaran masyarakat untuk ikut asuransi makin tinggi
sehingga memperluas pangsa pasar asuransi karena masyarakat makin sadar bahwa BPJS
Kesehatan bisa jadi belum mencukupi kebutuhan mereka sehingga bagi yang punya dana lebih
bisa ikut tambahan asuransi swasta. Skema CoB ini akan membuat mereka makin nyaman
dalam ikut doubel program asuransi seperti itu.
Perusahaan yang mendaftarkan karyawannya pada asuransi swasta tambahan juga akan punya
nilai tambah di mata karyawannya, proses saat ini juga mudah, cukup satu pintu melalui
pembayaran dan proses di BPJS tersebut.

Proses klaim juga semakin mudah, artinya jika peserta program BPJS Kesehatan punya CoB
dengan asuransi swasta maka saat dia sakit bisa berobat di rumah sakit yang dia pilih dengan
memilih rujukan dari rumah sakit yang kerjasama dengan asuransi swasta tersebut. Selama ini
kendala peserta BPJS Kesehatan adalah saat klaim harus melalui mekanisme rujukan berjenjang
dari faskes tingkat 1 dan seterusnya.
Dengan makin banyaknya asuransi yang bermitra dengan BPJS Kesehatan dalam bentuk CoB
maka akan memudahkan nasabah memilih layanan kesehatan yang dia inginkan sesuai dengan
rujukan sakit yang dia dapatkan.

Cara kerja CoB BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta memiliki prinsip dasar bahwa total
manfaat yang didapatkan nasabah tidak melebihi keseluruhan jumlah biaya pengobatan selama
sakit. Jika peserta punya lebih dari satu asuransi swasta maka yang digunakan adalah salah satu
asuransi swasta saja. Koordinasi manfaat ini digunakan untuk kondisi rawat inap tingkat lanjut
sesuai indikasi medis dan di luar kasus non dokter spesialis.
Kemudahan yang diberikan salah satunya mengenai administrasi pembayaran premi bisa
dilakukan pada BPJS Kesehatan saja, tidak perlu melalui penyelenggara asuransi kesehatan
swasta tersebut.

Ada dua kondisi proses klaim dengan skema CoB ini yaitu:

1. Klaim kesehatan yang dilakukan asuransi swasta ke BPJS Kesehatan terkait biaya perawatan
hanya akan dibayarkan sebesar tarif INA CBG`s rumah sakit kelas C di regionalnya. Jika klaim
kurang dari nilai itu maka akan dibayarkan sesuai kelas tersebut.
2. Klaim kesehatan yang dilakukan asuransi swasta ke BPJS Kesehatan melebihi kelas tersebut
maka BPJS Kesehatan hanya membayarkan maksimal sesuai plafon asuransi kesehatan swasta
tersebut (sesuai kelasnya).
Nasabah asuransi yang juga peserta BPJS akan lebih mudah dan murah dalam membayar premi
karena adanya integrasi manfaat dan fasilitas yang dilakukan BPJS Kesehatan dengan asuransi
swasta dalam skema CoB tersebut.

Anda mungkin juga menyukai

  • SOP Urine Lengkap
    SOP Urine Lengkap
    Dokumen2 halaman
    SOP Urine Lengkap
    Agnes Rizka Widyana
    Belum ada peringkat
  • Sop Crossmatch
    Sop Crossmatch
    Dokumen2 halaman
    Sop Crossmatch
    Agnes Rizka Widyana
    Belum ada peringkat
  • Farmasi Dan Obat
    Farmasi Dan Obat
    Dokumen14 halaman
    Farmasi Dan Obat
    Agnes Rizka Widyana
    Belum ada peringkat
  • BKKBN
    BKKBN
    Dokumen8 halaman
    BKKBN
    Agnes Rizka Widyana
    Belum ada peringkat
  • SJSN
    SJSN
    Dokumen24 halaman
    SJSN
    Agnes Rizka Widyana
    Belum ada peringkat
  • Syrat Tranfusi
    Syrat Tranfusi
    Dokumen19 halaman
    Syrat Tranfusi
    Agnes Rizka Widyana
    Belum ada peringkat