Anda di halaman 1dari 61

Kata Pengantar.................................................................................................................

Abstrak............................................................................................................................iii

Daftar Isi..........................................................................................................................iv

BAB 1................................................................................................................................1

PENDAHULUAN............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah...............................................................................................3

1.3 Pembatasan Masalah.............................................................................................6

1.4 Perumusan Masalah...............................................................................................6

1.5 Tujuan Penilitian....................................................................................................6

1.6 Kegunaan Penelitian..............................................................................................7

1.7 Hipotesis Penelitian................................................................................................8

1.8 Sistematika Penelitian............................................................................................9

1.9 Asumsi Keterbatasan Penelitian...........................................................................9

BAB II.............................................................................................................................10

LANDASAN TEORI......................................................................................................10

2.1 Pengertian Sanitasi...............................................................................................10

2.2 Pengertian Diare..................................................................................................14

2.3 Kajian Empiris Sanitasi Dengan Diare...............................................................24

iii
BAB III...........................................................................................................................26

iii
METEDOLOGI PENELITIAN....................................................................................26

3.1 Jenis Penelitian.....................................................................................................26

3.2 Data dan Sumber Data........................................................................................26

3.3 Prosedur dan Analisis Data.................................................................................29

3.4 Metode Penyajian Hasil Data..............................................................................32

BAB IV............................................................................................................................33

HASIL PENELITIAN...................................................................................................33

4.1 Deskripsi Data......................................................................................................33

4.1.1 Lokasi Penelitian.............................................................................................33

4.1.2 Gambaran Demografi......................................................................................42

4.2 Pengujian Hipotesis..............................................................................................48

BAB V.............................................................................................................................54

PENUTUP......................................................................................................................54

5.1 Kesimpulan...........................................................................................................54

5.2 Saran.....................................................................................................................55

Daftar Pustaka...............................................................................................................56

Daftar Riwayat Penulis..................................................................................................57

iv
1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan unsur

kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Republik Indonesia No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan). Kesehatan lingkungan hidup di Indonesia masih

merupakan masalah utama dalam usaha peningkatan derajat kesehatan

masyarakat. Masalah kesehatan lingkungan hidup ini meliputi kurangnya

penyediaan air minum yang bersih dan memenuhi persyaratan, kurangnya

pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang pada umumnya tidak sehat,

usaha higiene dan sanitasi makanan yang belum menyeluruh, banyaknya faktor

penyakit, belum ditanganinya higiene dan sanitasi industri secara intensif,

kurangnya usaha pengawasan dan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan,

dan pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik (Suharyono,

2008).

1
2

Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka

kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada Balita. Angka

kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka

kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah

kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Di Indonesia

dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada Balita, sehingga

secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada Balita berkisar antara 40 juta

setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 Balita. Pada survei tahun

2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10 provinsi, didapatkan hasil

bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440

Balita, dan kejadian diare pada Balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun

(Soebagyo, 2008).

Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih
lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Data terakhir
dari departemen kesehatan bahwa diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi
dibawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah radang paru atau pneumonia.
Banyak faktor risiko yang diduga menyebab-kan terjadinya penyakit diare pada
bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti adalah
faktor lngkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), jamban, dan kondisi
lantai rumah (Adisasmito, 2007).1
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

416/MENKES/PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk

1
¹Adisasmito.,Anatomi Fisiologi(Jakarta:Pinang Merah,2008) hlm 89.
3

keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat

langsung diminum setelah dimasak. Air yang digunakan oleh masyarakat untuk

keperluan sehari-hari haruslah memenuhi persyaratan kualitas air. Pemerintah RI

melalui Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 telah menetapkan standar air

bersih, yang secara garis besar sebagai berikut: Syarat fisik yaitu

warna, bau, rasa dan kekeruhan. Syarat-syarat bakteriologis meliputi kuman-kuman

parasitik, kuman-kuman pathogen dan bakteri golongan Coli. Syarat kimia yaitu:

Dalam air tidak boleh mengandung zat-zat yang kadarnya memberi gangguan

kesehatan, Tidak mengandung unsur-unsur kimia yang beracun, Tidak mengandung

zat-zat yang kadarnya melebihi batas tertentu sehingga dapat menimbulkan gangguan

teknis.

Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kotoran manusia merupakan

masalah yang sangat penting. Pembuangan tinja secara layak merupakan

kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik

dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi

sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit

yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit. Yang termasuk

waterborne disease adalah tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit

cacing, hepatitis viral dan sebagainya.


4

Kasus diare sering berhubungan dengan pola makan dan lingkungan. Sering
kali kasus diare akut ini menyebabkan terjadinya wabah sehingga perlu
penanganan sedini mungkin (Zein, 2004).2
Berdasarkan hasil penelitian Adisasmito, (2007) menunjukan bahwa faktor

lingkungan (sarana air bersih dan jamban), faktor ibu (pengetahuan, perilaku dan

higiene ibu), serta faktor anak (status gizi, dan pemberian ASI eksklusif)

berhubungan terhadap kejadian diare pada Balita. Penyebab diare pada Balita tidak

dapat dilepaskan dari kebiasaan hidup sehat dari setiap keluarga. Faktor tersebut

meliputi pemberian ASI, makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang

cukup, kebiasaan mencuci tangan, menggunakan jamban dan membuang air tinja

bayi dengan benar. Semua itu memberikan kontribusi yang besar terhadap

kesehatan lingkungan keluarga (Depkes RI, 2015).

Jumlah kasus diare di Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2012 sebesar

2,11 %, Tahun 2011 turun menjadi 3,1 %, sedangkan tahun 2013 naik menjadi 4 %

dan tahun 2014 naik lagi menjadi 4,2%. Tahun 2015 meningkat menjadi 4,7%. Hal

ini menunjukkan bahwa kasus diare pada Balita masih tetap tinggi dibandingkan

golongan umur lainnya (Dinkes Sultra, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Juariah (2016), diketahui bahwa ada hubungan

bermakna antara kesakitan diare dengan sumber air bersih, kepemilikan jamban,

jenis lantai, pencahayaan rumah dan ventilasi rumah. Rahadi (2015)

2
²Tchobanoglous George dkk.,Handbook Of Solid Waste Management (United States: McGraw-Hill Education -
Europe,2002) hlm 93.
5

menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepemilikan jamban, jarak SPAL,

jenis lantai dengan kejadian diare. Berdasarkan hasil penelitian Wibowo et al

(2014) diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara terjadinya diare

dengan pembuangan tinja dan jenis sumber air minum.

Data yang diperoleh dari Puskesmas Poasia menunjukan bahwa pada Tahun

2013 terdapat 216 kasus, Tahun 2014 terdapat 187 kasus dan Tahun 2015 terdapat

225 kasus (Profil Puskesmas Poasia, 2015). Berdasarkan survei awal yang

dilakukan peneliti terhadap 20 KK di wilayah kerja Puskesmas Poasia didapatkan

hasil bahwa 16 KK (80%) Balita pernah mengalami diare sisanya 4 KK (20%)

tidak mengalami diare. Hal ini didasarkan karena factor salinitas lingkungan yang

belum memadai, sebanyak 68% sumber air bersihnya sudah memadai dan 32%

belum memadai sumber air bersih. Sanitasi lingkungan pada kepemilikan jamban

sebesar 67,5% dan 32,5% belum memadai dalam kepemilikan jamban. Sanitasi

lingkungan pada jenis lantai rumah didapatkan hasil 88,33% belum memadai

sedangkan 11,66% sudah memadai terhadap sanitasi lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian mengenai Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit

Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia, Kota Kendari.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dapat dirumuskan

sebagai berikut:
6

1. Bagaimana cara yang baik menanggulangi diare di Kota Depok?

2. Bagaimana faktor lantai dapat menyebabkan diare pada bayi di Kota Depok?

3. Bagaimanakah faktor Asi dapat menyebabkan diare pada bayi di Kota Depok?

4. Apa alasan yang melatarbelakangi penggunaan jamban dengan munculnya

kejadian diare di Kota Depok ?

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, fokus masalah dalam penelitian ini

ialah penanda penyakit diare pada bayi dengan hubungan sanitasi di Puskesamas

Baktijaya Kota Depok

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah:

1. Apakah ada hubungan antara sumber air minum dengan dengan penyakit diare

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Baktijaya Kota Depok?

2. Apakah ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan dengan penyakit diare

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari?

3. Apakah ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan dengan penyakit diare

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui:

1. Untuk mengetahui hubungan antara sumber air minum dengan dengan

penyakit diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari.
7

2. Untuk mengetahui hubungan antara jenis lantai rumah dengan dengan penyakit

diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari.

3. Untuk mengetahui hubungan antara kepemilikan jamban dengan dengan

penyakit diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari.

1.6 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teori

a. IPTEK

Memberikan informasi tentang sanitasi lingkungan dan kebiasaan hidup

sehat terhadap penyakit diare sehingga dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan dalam perencanaan dan menentukan intervensi program

pemberantasan penyakit diare

b. Jurusan Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka dan

memberikan informasi mengenai hubungan sanitasi lingkungan terhadap

penyakit diare.

c. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan masukan

bagi peneliti selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini.


8

2. Manfaat Praktis

a. Masyarakat

Memberikan masukan dan informasi kepada masyarakat tentang sanitasi

lingkungan yang berakibat dapat menyebabkan penyakit diare sehingga

masyarakat dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit diare.

b. Puskesmas

Memberikan informasi kepada pihak puskesmas tentang hubungan sanitasi

lingkungan terhadap penyakit diare sehingga dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan dalam perencanaan dan menentukan intervensi program

pemberantasan diare di wilayah kerjanya.

1.7 Hipotesis Penelitian

1. Sarana Sumber Air Minum

- Ha Diterima, Ho Ditolak = Ada hubungan antara sarana Sumber Air

Minum dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas

Poasia.

- Ha Ditolak, Ho Diterima = Tidak ada hubungan antara sarana sumber air

minum dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas

Poasia.

2. Kepemilikan Jamban

- Ha Diterima, Ho Ditolak = Ada hubungan antara sarana kepemilikan

jamban dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas

Poasia.
9

- Ha Ditolak, Ho Diterima = Tidak ada hubungan antara sarana kepemilikan

jamban dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas

Poasia.

3. Jenis Lantai Rumah

- Ha Diterima, Ho Ditolak = Ada hubungan antara sarana jenis lantai rumah

dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia.

- Ha Ditolak, Ho Diterima = Tidak ada hubungan antara sarana jenis lantai

rumah dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas

Poasia.

1.8 Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1.9 Asumsi Keterbatasan Penelitian

1. Asumsi keterbatasan waktu : karena penulis sebagai mahasiswa aktif,

penelitian ini akan mengalami keterlambatan waktu.

2. Asumsi keuangan : penelitian ini hanya menganalisa sampel yang terbatas,

karena keterbatasan keuangan.


9

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan teori yang relevan dengan wacana, kohesi dan

koherensi, serta wacana lisan dan tulisan.

2.1 Pengertian Sanitasi

2.1.1 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah usaha-usaha yang dilakukan individu untuk

memperbaiki dan mencegah terjadinya masalah gangguan kesehatan yang

disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan. Sanitasi lingkungan adalah

pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi

kesehatan manusia, yang mana lingkungan berguna ditingkatkan dan

diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan.

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang


mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebagainya..3

Faktor yang Mencakup Sanitasi Lingkungan


Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang

ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi

3
²Tchobanoglous George dkk.,Handbook Of Solid Waste Management (United States: McGraw-Hill Education -
Europe,2002) hlm 93.

10
11

lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan manusia.

Kondisi tersebut mencakup:

1. Sumber Air Minum

Air merupakan hal yang pentinga bagi manusia. Kebutuhan manusia

akan air sangat komplek antara lain untuk minum, masak, mencuci, mandi dan

sebagainya. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting

adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum

(termasuk untuk memasak) selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dan

memenuhi syarat kesehatan, baik syarat fisik, kimiawi, dan bakteriologi agar

tidak menimbulkan penyakit bagi manusia termasuk diare.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah:

a. Mengambil air dari sumber air yang bersih.

b. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup,

serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.

c. Menggunakan air yang direbus.

Air bersih terutama yang digunakan sebagai air minum harus memenuhi

syarat-syarat tertentu sebagai berikut : Syarat fisik, yaitu tidak berwarna, tidak

mempunyai rasa, tidak berbau, jernih, dengan suhu dibawah suhu udara

sehingga terasa nyaman. Syarat kimia, yaitu memiliki PH netral, kandungan

mineral-mineralnya terbatas, dan tidak mengandung zat kimia atau mineral

berbahaya misalnya CO2, H2S, NH4, dan sebagainya. Syarat bakteriologis,


12

yaitu tidak mengandung bakteri penyebab penyakit (patogen) yang melampaui

batas yang diijinkan. Bakteri patogen misalnya bakteri E.coli yang dapat

menyebabkan diare dan Salmonella sp. Yang mengakibatkan tifus. Kedua

bakteri tersebut biasanya terdapat dalam kotoran manusia. Dalam kondisi

normal, air tidak mengandung kedua bakteri tersebut. Jika ternyata

mengandung bakteri tersebut, berarti air telah tercemar kotoran manusia .

2. Kondisi Jamban

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidsk dipakai lagi

oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh .). Jamban

merupakan tempat pembuangan kotoran manusia yang dibuat sedemikian rupa

guna memutuskan mata rantai penularan penyakit yang ditularkan melalui

tinja. Sementara menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(2008) jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk

memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban yang memenuhi syarat

kesehatan sangat diperlukan keluarga sebagai upaya untuk mencegah

terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia yang

tidak dikelola dengan baik.

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan

kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus di

suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Metode pembuangan tinja yang

baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut :


13

a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.

b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki

mata air atau sumur.

c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.

Agar persyaratan-persyaratan diatas dapat dipenuhi, maka perlu

diperhatikan, sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban

terlindung dari panas dan hujan, seranga dan binatang-binatang lain,

terlindung dari pandangan orang (privacy) dan sebagainya. Bangunan jamban

sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat dan

sebagainya.

Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak


menggangu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya. Sedapat
mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih. .4

3. Jenis lantai rumah

Lantai mempunyai peran begitu besar dalam menjaga kesehatan kita.

Dengan mengganti lantai tanah dan melapisinya dengan semen saja, kita bisa

mengurangi risiko berkembangnya parasit untuk anak-anak sampai dengan 75

persen dan mencegah kematian 600 ribu anak setiap tahunnya karena diare.

Tindakan yang tampak sepele ini nantinya juga akan dapat meningkatkan

kemampuan kognitif anak karena ia nyaman berkembang di tempat yang

4
Ibid.,109
14

bersih dan sehat, mengurangi pengeluaran keluarga untuk pengobatan sebesar

lebih dari 85 persen, dan tentunya membangun fondasi kesehatan yang

berkelanjutan untuk hari depan. Indonesia belum bebas dari persoalan lantai

yang tidak layak. Sebagian kecil penduduk di pelosok, misalnya, masih

menggunakan lantai tanah yang lebih mudah menjadi tempat bakteri untuk

berkembang biak. Penduduk kota pun beberapa masih tinggal di rumah

dengan lantai kotor dan lembab.

2.2 Pengertian Diare

2.2.1 Definisi Penyakit Diare

Dikatakan diare bila keluarnya tinja yang lunak atau cair dengan

frekuensi tiga kali atau lebih sehari semalam dengan atau tanpa darah atau

lendir dalam tinja. Diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat

berupa air saja yang frekuensinya lebih dari tiga kali atau lebih dalam sehari.

Jenis diare dibagi menjadi tiga yaitu : Disentri yaitu diare yang disertai darah

dalam tinja. Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

secara terus menerus. Diare dengan masalah lain yaitu diare yang disertai

penyakit lain, seperti demam dan gangguan gizi.

Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja

yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih

dalam sehari). Diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali

sehari, baik disertai


15

lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer

(pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia

diserang oleh diare, baik Balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi penyakit

diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak

Balita.

Berdasarkan waktunya, diare dibagi menjadi dua yaitu dare akut dan

diare kronis. Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut diare akut,

sedangkan diare yang lebih dari 14 hari disebut diare kronis.

2.2.2 Epidemiologi Penyakit Diare

Diare merupakan masalah umum yang ditemukan di seluruh dunia. Di

Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan

pasien pada ruang praktik dokter, sementara di beberapa rumah sakit di

Indonesia data menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati

peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat

ke rumah sakit. Kejadian diare di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an,

prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per tahun. Dari angka prevalensi

tersebut, 70%-80% menyerang anak dibawah usia lima tahun (Balita).

Golongan umur ini mengalami dua sampai tiga episode diare per tahun.

Diperkirakan kematian anak akibat diare sekitar 200-250 ribu setiap tahun.
16

Penyebab diare terutama diare yang disertai lendir atau darah (disentri)

di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni,dan

Escherichia coli. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentry,

kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan

Enteroinvasive.

Beberapa faktor epidemiologis dipandang penting untuk mendekati


pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman yang
terkontaminasi, bepergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS,
merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien berisiko tinggi
untuk diare infeksi.5
2.2.3 Penyebab Penyakit Diare

Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya ada

yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa

faktor penyebab diare yaitu faktor infeksi disebabkan oleh bakteri Escherichia

coli, Vibrio cholerae (kolera) dan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan.

Faktor makanan, makanan yang tercemar, basi, beracun dan kurang matang.

Faktor psikologis dapat menyebabkan diare karena rasa takut pada anak,

cemas dan tegang dapat mengakibatkan diare kronis pada anak (Widjaja,

2002).

Berdasarkan metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal

mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang

datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60

anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga karena

5
Rita Alia.,Infeksi Manusia(Jakarta:Erlangga,2004) hlm 60.
17

rotavirus. Rotavirus adalah salah satu virus yang menyebabkan diare terutama

pada bayi, penularannya melalui faces (tinja) yang mengering dan disebarkan

melalui udara.

Penyebab diare diantaranya adalah:

a. Faktor infeksi

Infeksi eksternal adalah infeksi saluran pencernaan makanan

yaitu : infeksi bakteri (E.Coli, Vibrio, Salmonella), infeksi virus

(Rotavirus, Adenovirus, Norwalk) dan infeksi parasit (protozoa, cacing,

jamur). Infeksi parenteral adalah infeksi di luar alat pencernaan makanan

yaitu : Bronkopnemonia, Tonsilitis, dan Ensefalitis.

b. Faktor malabsorpsi

Malabsorpsi karbohidrat yaitu terganggunya sistem pencernaan

yang berpengaruh pada penyerapan karbohidrat dalam tubuh. Malabsorpsi

lemak yaitu terganggunya penyerapan lemak dalam tubuh. Malabsorpsi

protein yaitu terganggunya penyerapan protein dalam tubuh.

c. Faktor makanan

Makanan basi, misalnya sisa makanan yang telah menjamur.

Makanan beracun yaitu terkontaminasi dengan makanan lain. Alergi

terhadap makanan, misalnya tidak tahan dengan jenis makanan tertentu.

d. Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas (jarang terjadi pada anak yang lebih besar).
18

Sebagian besar kasus diare di Indonesia pada bayi dan anak disebabkan

oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare.

Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus

halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus

besar dan akan menarik air dari dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini

proses transit di usus menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap

oleh usus besar. Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada diare (Depkes,

2015).

Bayi yang menyusu ASI (Air Susu Ibu). Bayi tersebut tidak akan

mengalami intoleransi laktosa karena di dalam ASI terkandung enzim laktose.

Disamping itu, ASI terjamin kebersihannya karena langsung diminum tanpa

wadah seperti saat minum susu formula dengan botol dan dot. Diare dapat

merupakan efek sampingn banyak obat terutama antibiotik. Selain itu, bahan-

bahan pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol yang ada dalam permen

karet serta produk-produk bebas gula lainnya dapat menimbulkan diare.

Hal ini bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang memiliki
kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Green, 2009).6
Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak diare. Bayi

dan Balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare

karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan

pendamping ASI dapat terkontaminasi oleh bakteri dan virus

6
George Robert.,Bacterial Famili(Boston:Grammrt Books,2001) hlm 137.
19

2.2.4 Gejala Diare

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi
empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai muntah, badan lesu
atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa
mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh
infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja
berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan, dapat pula
mengalami sakit perut dan kejang perut pada anak-anak dan orang dewasa,
serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau
kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang
menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.7
Gejala diare pada Balita yaitu:

b. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun

meninggi.

c. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.

d. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.

e. Anusnya lecet.

f. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.

g. Muntah sebelum atau sesudah diare.

h. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).

i. Dehidrasi.

Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya

natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan

irama jantung maupun perdarahan otak. Diare seringkali disertai oleh

dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir

7
Ibid.,hlm 340.
20

kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun

menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan) dan dehidrasi

berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.

2.2.5 Pencegahan Penularan Diare

Diare umumnya ditularkan melalui empat F, yaitu food, feces, fly dan

finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan

memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan

adalah menyiapkan makanan dengan bersih, menyediakan air minum yang

bersih, menjaga kebersihan individu, mencuci tangan sebelum makan,

pemberian ASI eksklusif, buang air besar pada tempatnya, membuang

sampah pada tempatnya, mencegah lalat agar tidak menghinggapi makanan,

membuat lingkungan hidup yang sehat.

Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi kurang.

Kematian dapat dicegah dengan mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan

pemberian oralit. Gizi yang kurang dapat dicegah dengan pemberian

makanan yang cukup selama berlangsungnya diare. Pencegahan dan

pengobatan diare pada anak harus dimulai dari rumah dan obat-obatan dapat

diberikan bila diare tetap berlangsung. Anal harus segera dibawa ke rumah

sakit bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi pada anak. Menurut beberapa

penanganan sederhana yang harus diketahui oleh masyarakat tentang

pencegahan diare adalah sebagai berikut:

a. Pemberian air susu


21

b. Perbaikan cara menyapih

c. Penggunaan banyak air bersih

d. Cuci tangan

e. Penggunaan jamban

f. Pembuangan tinja anak kecil pada tempat yang tepat

g. Imunisasi terhadap morbili

2.2.6 Pengobatan Penyakit Diare

M dasar pengobatan diare adalah:

a. Pemberian cairan

Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat

dehidrasinya dan keadaan umum.

 Cairan per oral

Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per

oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO, KCl dan

glukosa. Untuk diare akut pada anak di atas umur 6 bulan kadar

natrium 90 mEq/L. Untuk anak di bawah umur 6 bulan dengan

dehidrasi ringan/ sedang kadar Natrium 50-60 mEq/L. Formula

lengkap sering disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat

sendiri (formula tidak lengkap) hanya mengandung garam dan gula

(NaCl dan sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan gula, untuk

pengobatan sementara di rumah sebelum dibawa berobat ke rumah


22

sakit/ pelayanan kesehatan untuk mencegah dehidrasi lebih jauh.

 Cairan parenteral

Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan

kebutuhan pasien misalnya untuk pasien yang MEP. Tetapi

kesemuanya itu bergantung tersedianya cairan setempat. Pada

umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas

kesehatan di mana saja. Mengenai pemberian cairan seberapa banyak

yang diberikan bergantung dari berat/ringannya dehidrasi, yang

diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan

berat badannya.

 Pemberian cairan pasie MEP tipe marasmik Kwashiorkor dengan diare

dehidrasi berat, misalnya dengan berat 3-10 kg, umur 1 bulan - 2

tahun, jumlah cairan 200 ml/kg BB/24 jam. Kecepatan tetesan 4 jam

pertama idem pada pasien MEP. Jenis cairan DG 20 jam berikutnya:

150 ml/kg BB/20 jam atau 7 ml/kg BB/ jam atau 1 BB/ menit (1 ml =

15 menit) atau 2 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). Selain

pemberian cairan pada pasien-pasien yang telah disebutkan masih ada

ketentuan pemberian cairan pada kelainan jantung bawaan, yang

memerlukan jenis cairan yang berbeda dan kecepatan pemberiannya

berlainan pula. Bila kebetulan menjumpai pasien tersebut sebelum

memasang infus hendaknya menanyakan dahulu kepada dokter.


23

b. Pengobatan dietetic

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat

badan kurang dari 7 kg jenis makanan:

 Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah

dan asam lemak tidak jenuh), misalnya LLM, Almiron, atau sejenis

lainnya.

 Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila

anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.

 Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan

misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang

berantai sedang atau tidak jenuh. Cara memberikannya: Hari ke-1,

setelah rehidrasi segera diberikan makanan per oral. Bila diberi ASI/

susu formula tetapi diare masih sering, supaya diberikan oralit selang-

seling dengan ASI, misalnya 2 kali ASI/ susu khusus, 1 kali oralit.

Hari ke-2 sampai ke-4, ASI/ susu formula rendah laktosa penuh. Hari

ke-5, bila tidak ada kelainan pasien dipulangkan. Kembali susu atau

makanan biasa disesuaikan dengan umur bayi dan berat badannya.

c. Obat-obatan

Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang

melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
24

elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras

dan sebagainya).

2.3 Kajian Empiris Sanitasi Lingkungan dengan Diare

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang

saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun

kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut model segitiga

epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara

faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004).

Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi penentu

pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling

penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan

sanitasi lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya tahan tubuhnya kurang,

maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut antara lain diare, kolera,

campak, tifus, malaria, demam berdarah dan influensa (Slamet, 2002). Masalah-

masalah kesehatan lingkungan antara lain pada sanitasi (jamban), penyediaan air

minum, perumahan, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah

(Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian Umiati (2010) hubungan antara sanitasi

lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja puskesmas

nogosari kabupaten boyolali, menyimpulkan ada hubungan antara sumber air


25

minum, kualitas fisik air bersih, kepemilikan jamban keluarga, jenis lantai rumah

dengan kejadian diare pada Balita. Menurut Bhakti Rochman (2010) hubungan

antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di kecamatan

jatipuro kabupaten karanganyar menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor

sanitasi lingkungan yang meliputi sumber air (p=0,009), jenis jamban (p=0,029),

kebersihan jamban (p=0,002), dan pembuangan sampah (p=0,005), dan

pengelolaan air limbah (p=0,026) dengan kejadian diare pada Balita. Anjar

Purwidiana (2009) hubungan antara faktor lingkungan dan faktor sosiodemografi

dengan kejadian diare pada Balita di desa blimbing kecamatan sambirejo

kabupaten sragen menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor sosiodemografi

yang meliputi tingkat pendidikan ibu (p=0,080), jenis pekerjaan ibu (p=0,623),

dan umur ibu (p=0,114). Ada hubungan antara faktor lingkungan yang meliputi

sumber air minum (p=0,001), jenis tempat pembuangan tinja (p=0,001), dan jenis

lantai rumah (p=0,001) dengan kejadian diare pada Balita dengan kejadian diare

pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.


25

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan survei lapangan (observasional) dengan tujuan

mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Baktijaya. Penelitian ini merupakan penelitian dalam

bentuk survey yang bersifat observasional dengan metode pendekatan cross-

sectional, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan pengamatan sesaat atau

dalam suatu periode waktu tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan satu

kali pengamatan selama penelitian (Machfoedz, 2007).

Populasi
Sampel

Faktor Risiko (+) Faktor Risiko (-)

A.Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)

Gambar 2. Bagan Desain Penelitian Cross Sectional Study

3.2 Data dan Sumber Data

1. Jenis data

26
27

Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif, yang diperoleh dari

wawancara menggunakan kuesioner dan observasi mengenai sumber air,

kepemilikan jamban, dan jenis lantai rumah.

2. Sumber data

a. Data primer

Sumber data primer diperoleh dari hasil wawancara menggunakan

kuesioner dan pengamatan oleh peneliti mengenai ketersediaan sumber air,

kepemilikan jamban, dan jenis lantai rumah..

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi yang berkaitan dengan

kebutuhan peneliti.

3. Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi

menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sesuai tujuan penelitian.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuisioner. Kuisioner

adalah alat pengumpul data yang berisi daftar pertanyaan yang akan diajukan

kepada responden dan sudah tersusun dengan baik, sehingga responden

tinggal memberikan tanda-tanda yang ada pada petunjuk pengisian kuisioner.

Kuisioner diuji dengan uji validitas dan reliabilitas.


28

a. Uji validitas

Sifat valid memberikan pengertian bahwa alat ukur yang digunakan

mampu memberikan nilai yang sesungguhnya dari nilai yang diinginkan.

Instrumen uji validitas menggunakan uji korelasi product moment person

(Muhidin dan Abdurahman, 2007). Rumus korelasi product moment

person :

Dimana :

Rxy : korelasi antara variabel x dan y

X dan Y : Skor masing-masing skala

N : Banyaknya subjek

Tabel 1. Tingkat Keeratan Hubungan Variabel X dan Variabel Y

b. Relabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur dapat dipercaya dengan menunjukkan hasil pengukuran itu tetap


29

konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama dengan alat ukur yang sama. Uji reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan rumus Alfa Cronbach.

Rumus Alfa Cronbach :

Keterangan :

r11 : reliabilitas instrumen

k : banyaknya bulir soal

: jumlah varians bulir

: Varians total

Standar reliabilitas adalah jika nilai hitung r lebih besar (>) dari

nilai tabel r (0,444), maka instrumen dinyatakan reliabel (Muhidin dan

Abdurahman, 2007) dan dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan

data.

3.3 Prosedur dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS.

Analisis data meliputi :

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi

masing-masing variabel, baik variabel bebas, variabel terikat maupun

deskripsi karakteristik responden.

2. Analisis bivariat
30

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square.

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat antara variabel dependen dan

independen. Karena rancangan penelitian ini adalah cross sectional, hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen digunakan uji statistik chi

scuare dengan tabel kontigensi 2 x 2 dengan tingkat kepercayaan 95 % dengan

rumus :

( 0−E ) 2
x 2=
E

Keterangan :

X2 = Nilai Chi Scuare

O = Observed (nilai observasi)

E = Expected (nilai harapan)

Jika terdapat sel yang < 5, maka menggunakan uji fisher Exact, dengan

2 ( A +B ) ! ( C + D ) ! ( A+ C ) ! ( B + D ) !
rumus: x =
N ! A ! B ! C ! D!

Jika tidak terdapat sel yang < 5, maka menggunakan uji Chi Scuare

dengan Koreksi Yate’s (Yates Corrected), dengan rumus :

n(I ad−bcI−1 /2 n) 2
x 2=
(a+ b)(a+c )(b+ d)(c +d )

Tabel 2. Tabel Kontigensi 2x2

Variabel Dependen
Total
Variabel Independen Negatif Positif
n % n % n %
31

Positif a b a+b
Negatif c d c+d
Total a+c b+d N

Kriteria penilaian hipotesis dengan uji chi square (X2) pada tabel confiden

level 0,05% (a=5%) adalah sebagai berikut :

a. Apabila X2 hitung > X2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Apabila X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Selanjutnya variabel yang berhubungan akan diuji dengan keeratan hubungan

2
dengan rumus koofisien phi (φ) sebagai berikutn : φ= x
n √
Keterangan :

X2 = nilai chi

N = Besar sampel

Dengan interperensi sebagai berikut :

1. Nilai 0,01 – 0,25 Hubungan Lemah

2. Nilai 0,26 – 0,50 Hubungan Sedang

3. Nilai 0,51 – 0,75 Hubungan Kuat

4.
32

5. Nilai 0,76 – 1,0 Hubungan Sangat Kuat

A. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus melakukan izin dengan kepala

Puskesmas Baktijaya dengan tembusan Ketua STIKES Mandala Waluya Depok

untuk mendapatkan tembusan meliputi :

1. Lembar Persetujuan menjadi responden

Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dilakukan serta dampak yang mungkin

terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti,

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika responden

menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati

ibu tersebut.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya

pada lembar kuisioner, cukup dengan memberikan nomor pada masing-masing

lembar tersebut.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja

yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.

3.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data


33

Setelah proses analisis data dilakukan, dilanjutkan dengan penyajian hasil

analisis data. Metode yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dalam

penelitian ini adalah metode informal. Sudaryanto (1993: 145) mengemukakan

bahwa metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa

walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya.

Hasil analisis data yang disajikan berupa kaidah-kaidah yang dirumuskan

dari proses analisis data mengenai hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian

penyakit diare pada balita di wilayah kerja puskesmas baktijaya Kota Depok

.
33

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Peneitian

1. Keadaan Geografis

Puskesmas Baktijaya merupakan puskesmas plus yang melayani rawat

jalan dan rawat inap yang berkedudukan di Kelurahan Baktijaya Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok. Wilayah Kerja Puskesmas Baktijaya meliputi 4

kelurahan yaitu : Kelurahan Anggoeya, Kelurahan Anduonohu, Kelurahan

Rahandouna, dan Kelurahan Sukmajaya. Jumlah posyandu sebanyak 14

posyandu yang tersebar dalam 4 kelurahan, dengan batas – batas wilayah

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Baruga.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kambu

2. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia pada Tahun 2016

adalah 17.949 jiwa, yang terdiri dari 10.106 jiwa laki-laki dan 7.843 jiwa

perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 5.638 KK. Jumlah penduduk

tersebut terdistribusi di 4 (empat) kelurahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel di bawah :


34

Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Jumlah KK dan Jumlah Penduduk


pada Masing-Masing Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari

No Kelurahan Jumlah Persentase Jmlh Persentase


Pddk (%) KK (%)
(Jiwa)

1. Anduonohu 6.273 35,0 1.865 33,1

2. Rahandouna 7.528 42,0 2.342 41,5

3. Anggoeya 3.149 17,5 874 15,5

4. Matabubu 999 5,5 557 9,9

Jumlah 17,949 100 5.638 100

Sumber : Profil Puskesmas Baktijaya, 2016

Penduduk per kelurahan adalah semua orang yang berdomisili dalam suatu

kelurahan tertentu selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili

kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Tabel 3 menunjukkan bahwa dari

4 Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia penduduk terbanyak di Kelurahan

Rahandouna yaitu berjumlah 7.528 orang (42,0%) dengan jumlah KK 2.342 (41,5%).

Dengan demikian sangatlah beralasan jika Puskesmas Poasia tersebut di tempatkan di

Kelurahan Rahandouna. Selanjutnya Kelurahan Anduonohu berjumlah 6.273 (35,0%)

dengan jumlah KK 1.865 (33,1%), Kelurahan Anggoeya berjumlah 3.149 (17,5%)

dengan jumlah KK 874 (15,5%) dan yang paling terendah penduduknya adalah

Kelurahan Matabubu yakni hanya 999 jiwa (5,5%) dengan jumlah KK 557 (9,9%).
35

Penduduk per kelurahan adalah semua orang yang berdomisili dalam

suatu kelurahan tertentu selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang

berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Tabel 3

menunjukkan bahwa dari 4 Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia

penduduk terbanyak di Kelurahan Rahandouna yaitu berjumlah 7.528 orang

(42,0%) dengan jumlah KK 2.342 (41,5%). Dengan demikian sangatlah

beralasan jika Puskesmas Poasia tersebut di tempatkan di Kelurahan

Rahandouna. Selanjutnya Kelurahan Anduonohu berjumlah 6.273 (35,0%)

dengan jumlah KK 1.865 (33,1%), Kelurahan Anggoeya berjumlah 3.149

(17,5%) dengan jumlah KK 874 (15,5%) dan yang paling terendah

penduduknya adalah Kelurahan Matabubu yakni hanya 999 jiwa (5,5%) dengan

jumlah KK 557 (9,9%).

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Poasia di Wilayah Kerja

Puskesmas Poasia sebagian besar Tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

(SLTA) (Profil Puskesmas Poasia,2016).

4. Keadaan Sosial Ekonomi

Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia sebagian besar bermata

pencaharian sebagai nelayan, petani, buruh harian, pedagang, pengusaha dan


36

pegawai negeri sipil/TNI/Polri, yang secara umum tingkat pendapatannya atau

penghasilan rata-ratanya masih sangat rendah (Profil Puskesmas Poasia, 2016).

5. Sumberdaya Puskesmas

a. Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan di Puskesmas Poasia dapat dilihat pada

tabel di bawah :

Tabel 4. Sarana Pelayanan Kesehatan Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia

No Jenis Sarana Pelayanan Jumlah Sarana

1 Puskesmas Induk 1

2. Pustu 2

3. Rumah Dinas 2

Sumber : Profil puskesmas Poasia Tahun 20016

Tabel 4 menunjukkan bahwa sarana pelayanan kesehatan di Wilayah

Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun 2008 memiliki 1 puskesmas

induk, 2 puskesmas pembantu (Pustu) dan 2 rumah dinas.

b. Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan adalah jumlah orang yang mengabdikan

diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis


37

tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan di Puskesmas Poasia dapat dilihat pada tabel di bawah :

Tabel 5. Tenaga Kesehatan Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia

No Jenis Tenaga Jumlah Tenaga

1. Dokter Umum 4

2. Dokter Gigi 2

3. Bidan 17

4. Perawat 31

5. Perawat Gigi 2

6. Petugas Sanitasi 5

7. Petugas Gizi 6

8. Asisten Apoteker 2

9. Petugas Laboratorium 1

10. Pengelola Gudang Obat 1

11. Petugas Administrasi 3

12. Pengemudi 1

13. Cleaning Service 2

Sumber : Profil Puskesmas Poasia Tahun 2016

Tabel 5 menunjukkan bahwa dengan melihat sarana dan prasarana

diatas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah dan jenis yang dibutuhkan

untuk melaksanakan kegiatan puskesmas hampir terpenuhi.

A. Karakteristik Responden
38

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan

dengan kejadian penyakit diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia,

Kota Kendari. Jumlah responden penelitian ini adalah 58 Orang. Pembahasan

mengenai karakteristik responden digunakan untuk mengetahui gambaran umum

responden yang berdasarkan atas umur, pekerjaan, pendidikan, umur balita dan

jenis kelamin balita.

1. Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dari 58 responden

dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu kurang dari 20-30 Tahun, 30-40 Tahun

dan umur yang lebih dari 40 tahun. Hasil kelompok umur ditampilkan pada

Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur


di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Responden
Umur
f %

20-30 Tahun 30 52%


30-40 Tahun 23 40%
> 40 Tahun 5 9%

Total 58 100%

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa umur responden paling

banyak berumur antara 20-30 Tahun, yaitu sebanyak 30 responden (52%),


39

kemudian responden dengan umur 30-40 Tahun yaitu sebanyak 23 responden

(40%) dan paling sedikit berumur lebih dari 40 tahun, yaitu sebanyak 5

responden (9%).

2. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan dari 58 responden

ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di


Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Responden
Pekerjaan
f %

PNS 4 7%
Wiraswasta 12 21%
IRT 42 72%

Total 58 100%

Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa jenis pekerjaan responden paling

banyak adalah IRT, yaitu sebanyak 42 responden (72%), kemudian responden

dengan jenis pekerjaan Wiraswasta yaitu sebanyak 12 responden (21%) dan

paling sedikit dengan jenis pekerjaan PNS, yaitu sebanyak 4 responden (7%).

3. Pendidikan
40

Karakteristik responden berdasarkan jenis pendidikan dari 58

responden ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis


Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari

Responden
Pendidikan
f %

SD 2 3%
SMP 9 16%
SMA 40 69%
D3 3 5%
S1 4 7%

Total 58 100%

Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa jenis pendidikan responden

paling banyak adalah SMA, yaitu sebanyak (69%), kemudian responden

dengan jenis pendidikan SMP yaitu sebanyak (16%), jenis pendidikan S1

yaitu sebanyak (7%), jenis pendidikan D3 yaitu sebanyak (5%) dan paling

sedikit jenis pendidikan SD, yaitu sebanyak (3%).

4. Umur Balita

Karakteristik responden berdasarkan jenis umur balita dari 58

responden ditampilkan pada Tabel 9.


41

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Umur Balita


di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Responden
Umur Balita
f %

5-25 Bulan 21 36%


25-45 Bulan 23 40%
>45 Bulan 14 24%

Total 58 100%

Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa jenis umur Balita responden

paling banyak adalah 25-45 Bulan, yaitu sebanyak 23 responden (40%),

kemudian responden dengan jenis umur balita 5-25 Bulan yaitu sebanyak 21

responden (36%) dan paling sedikit dengan jenis umur balita >45 Bulan

responden, yaitu sebanyak 14 responden (24%).

5. Jenis Kelamin Balita

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin balita dari 58

responden ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Responden
Jenis Balita
f %

LK 32 55%
P 26 45%

Total 58 100%
42

Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa jenis kelamin Balita responden paling

banyak adalah Laki-Laki (LK), yaitu sebanyak 32 responden (55%) dan paling sedikit

dengan jenis kelamin balita Perempuan (P) yaitu sebanyak 26 responden (45%).

4.2 Analisis Univariat

1. Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian mengenai kejadian diare pada Balita ditampilkan pada

Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Responden di


Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Responden
Kejadian Diare Pada Balita
f %

Diare 37 64%
Tidak Diare 21 36%

Total 58 100%

Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa kejadian diare pada balita

responden yang mengalami diare yaitu sebanyak 37 responden (64%) dan

yang tidak mengalami diare yaitu sebanyak 21 responden (36%).

2. Sumber Air Minum

Hasil penelitian mengenai sumber air minum ditampilkan pada Tabel 12.
43

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Sumber Air Minum Responden di


Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Responden
Sumber Air Minum
f %

Memenuhi Syarat (MS) 45 78%

Tidak Memenuhi Syarat (TMS) 13 22%

Total 58 100%

Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa sumber air minum responden

yang memenuhi syarat (MS) yaitu sebanyak 45 responden (78%) dan yang

tidak memenuhi syarat (TMS) yaitu sebanyak 13 responden (22%).

3. Kepemilikan Jamban

Hasil penelitian mengenai kepemilikan jamban ditampilkan pada Tabel


13.

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Kepemilikan Jamban Responden di


Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Responden
Kepemilikan Jamban
f %

Memiliki 50 86%

Tidak Memiliki 8 14%

Total 58 100%
44

Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa kepemilikan jamban responden yang

memiliki jamban yaitu sebanyak 50 responden (86%) dan yang tidak memiliki

jamban yaitu sebanyak 8 responden (14%).

4. Jenis Lantai Rumah

Hasil penelitian mengenai jenis lantai rumah ditampilkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Jenis Lantai Rumah Responden di


Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Responden
Jenis Lantai Rumah
f %

Memenuhi Syarat (MS) 45 78%

Tidak Memenuhi Syarat (TMS) 13 22%

Total 58 100%

Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa jenis lantai rumah responden

yang memenuhi syarat (MS) yaitu sebanyak 45 responden (78%) sedangkan

yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 13 responden (22%).

5. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi square (²). Kriteria

penilaian hipotesis dengan uji chi square (X2) pada tabel confiden level 0,05%

(a=5%) adalah apabila X2 hitung > X2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima,

artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.


45

Sedangkan apabila X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak,

artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

1. Hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada Balita
di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Pengujian secara statistik antara variabel sumber air minum dengan

kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

ditampilkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Distribusi sumber air minum dengan kejadian diare pada
Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari
Kejadian Diare
Jumlah
Sumber Air Minum Tidak Diare Diare

n % n % N %

Memenuhi Syarat (MS) 34 58,6 11 19,0 45 77,6

Tidak Memenuhi Syarat (TMS) 3 5,2 10 17,2 13 22,4

Total 37 63,8 21 36,2 58 100,0

Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa dari 58 responden dengan

sarana sumber air minum yang memenuhi syarat tetapi menderita tidak diare

sebanyak 34 responden (58,6%), menderita diare sebanyak 11 responden

(19%), sedangkan pada sarana sumber air minum yang tidak memenuhi syarat

dan menderita diare sebanyak 3 responden (5,2%), dan yang tidak menderita

sebanyak 10 responden (17,2%).


46

Hasil analisis statistik chi square diperoleh x2 hitung 12,026 > x2 tabel

3,841, p = 0,001 dan nilai phi value = 0,455. Karena nilai x 2 hitung lebih besar

(>) dari x2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti ada hubungan yang

sangat kuat antara sumber air minum (variabel independen) dengan kejadian

penyakit diare pada balita (variabel dependen) di wilayah kerja Puskesmas

Poasia Kota Kendari pada taraf kepercayaan 95% (a = 0,05).

2. Hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare pada

Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Pengujian secara statistik antara variabel kepemilikan jamban dengan

kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

ditampilkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Hubungan antara Kepemilikan Jamban dengan kejadian


diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari
Kejadian Diare
Total
Kepemilikan Jamban Tidak Diare Diare

n % n % N %

Memiliki 36 62,1 14 24,1 50 86,2

Tidak Memiliki 1 1,7 7 12,1 8 13,8

Total 37 63,8 21 36,2 58 100,0

Berdasarkan Tabel 16, menunjukan bahwa dari 58 responden dengan

sarana kepemilikan jamban yang memiliki tetapi tidak menderita diare


47

sebanyak 36 responden (62,1%), menderita diare sebanyak 14 responden

(24,1%), sedangkan pada sarana kepemilikan jamban yang tidak memiliki dan

tidak menderita diare sebanyak 1 responden (1,7%), dan yang menderita

sebanyak 7 responden (12,1%).

Hasil analisis statistik chi square diperoleh x2 hitung 10,571 < x2 tabel

3,841, p = 0,002 dan nilai phi value = 0,427. Karena nilai x 2 hitung lebih besar

(>) dari x2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti ada hubungan yang

sangat kuat antara kepemilikan jamban (variabel independen) dengan kejadian

penyakit diare pada balita (variabel dependen) di wilayah kerja Puskesmas

Poasia Kota Kendari pada taraf kepercayaan 95% (a = 0,05).

3. Hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada Balita
di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

Pengujian secara statistik antara variabel jenis lantai rumah dengan

kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

ditampilkan pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil Hubungan antara Jenis Lantai Rumah dengan kejadian
diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari
Kejadian Diare
Total
Jenis Lantai Rumah Tidak Diare Diare

n % n % n %

Memenuhi Syarat (MS) 34 58,6 11 19,0 45 77,6


48

Tidak Memenuhi Syarat (TMS) 3 5,2 10 17,2 13 22,4

Total 37 63,8 21 36,2 58 100,0

Berdasarkan Tabel 17, menunjukan bahwa dari 58 responden dengan

variabel jenis lantai rumah yang memenuhi syarat tetapi tidak menderita diare

sebanyak 34 responden (58,6%), menderita diare sebanyak 11 responden

(36%), sedangkan pada variabel jenis lantai rumah yang tidak memenuhi

syarat dan tidak menderita diare sebanyak 3 responden (5,2%), dan yang

menderita sebanyak 10 responden (17,2%).

Hasil analisis statistik chi square diperoleh x 2 hitung 12,026 < x2 tabel

3,841, p = 0,001 dan nilai phi value = 0,455. Karena nilai x2 hitung lebih besar

(>) dari x2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti ada hubungan yang

sangat kuat antara jenis lantai rumah (variabel independen) dengan kejadian

penyakit diare pada balita (variabel dependen) di wilayah kerja Puskesmas

Poasia Kota Kendari pada taraf kepercayaan 95% (a = 0,05).

6. Pembahasan

1. Karakteristrik Responden

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan

dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota

Kendari. Dari hasil penelitian terhadap 58 responden memperlihatkan bahwa umur


49

responden terbagi atas 3 kelompok, yaitu dari umur antara 20-30 tahun, umur

antara 30-40 tahun dan umur responden yang lebih dari 40 tahun. Data mengenai

usia responden mayoritas pada usia antara 20-30 tahun sebanyak 52%. Pada jenis

pekerjaan memperlihatkan bahwa dari 58 responden penelitian, sebagaian besar

sebagai ibu rumah tangga dengan jumlah 72%. Sebagian besar responden ibu

rumah tangga ini mempunyai kesempatan lebih banyak dalam merawat balitanya

dari kejadian sakit termasuk dalam penyakit diare. Ditinjau dari tingkat

pendidikan menunjukkan bahwa responden masih banyak yang berpendidikan

SMA yaitu sebesar 69%. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan baik jasmani maupun

rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-

norma tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk

dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses

kehidupan (Ihsan, 2004). Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan kesehatan pada

hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan

kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan bahwa

dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok atau individu dapat

memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya

pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan

perilakunya. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kualitas penduduk akan

semakin baik jika diukur dari aspek pengetahuan. Namun hal tersebut belum tentu
50

dapat menjamin kesadaran dan kedewasaan masyarakat. Apabila tingginya tingkat

pendidikan diiringi dengan kesadaran dan kedewasaan yang tinggi, maka bukan

hal yang mustahil jika dapat mewujudkan tatanan kehidupan yang semakin baik.

2. Sumber Air Minum


Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia baik

untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Dengan memperhatikan

kualitas dan kuantitas sumber air yang cukup sesuai dengan kebutuhan sehari-hari,

penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan berkaitan langsung dengan air minum

sebagai kebutuhan vital manusia.

Hasil penelitian menunjukan adanya sumber air minum yang memenuhi

syarat (MS) sebanyak 78% dan menderita penyakit diare sebanyak 34 balita

responden (58,6%). Hal ini disebabkan penyebab diare bukan hanya karena faktor

sumber air minum, tetapi bisa juga dari berbagai faktor yang lain, misalkan adat

istiadat masyarakat dalam hal pengolahan air minum yang kadang-kadang tidak

dimasak sebelum diminum, adanya makan makanan lain seperti buah-buahan yang

tidak dicuci bersih dahulu sebelum dimakan sehingga resiko untuk terkena diare

bisa tinggi pada balita. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian

Wibowo et. al (2004) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

kejadian diare dengan jenis sumber air minum.

Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa sebanyak 22% responden

menggunakan sumber air minum yang tidak memenuhi syarat (TMS), dari 58

responden penelitian, terdapat 10 balita responden mengalami diare. Hal ini


51

disebabkan karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap sumber air minum

yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi faktor penunjang

terjadinya diare pada balita.

Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian Irianto et, al (2009) yang

menyimpulkan bahwa penyediaan air minum berhubungan dengan kejadian diare

pada balita dan merupakan faktor risiko kejadian diare dan sebanyak 87,5%

menggunakan sumber air minum yang tidak terlindung. Sumber air minum utama

merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan

dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan

melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam

mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari

tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar

(Depkes RI, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian Sutomo (2011) disimpulkan bahwa ada

hubungan antara sumber air minum yang dikonsumsi di rumah-rumah pada daerah

pedesaan dan responden yang menggunakan air bersih memiliki kecenderungan

lebih kecil menderita penyakit diare. Sebaliknya responden yang tidak

menggunakan air bersih memiliki kecenderungan menderita penyakit diare.

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa sumber air minum

yang dikonsumsi ada hubungan yang sangat kuat dengan kejadian diare pada balita

di wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari dimana nilai X 2 hitung (12,026)

> X2 tabel (3,841) dengan nilai p= 0,001 dan phi value = 0,45.
52

3. Kepemilikan Jamban

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area

permukiman, masalah pembuangan kotoran manusia akan semakin meningkat.

Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia

merupakan masalah pokok untuk diatasi sedini mungkin, karena kotoran manusia

(feses) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Untuk mencegah

atau setidaknya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka

pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, yaitu harus ditempat

tertentu atau jamban yang sehat.

Data penelitian menunjukkan responden yang telah memiliki jamban

keluarga sebanyak 86,2%, dari 58 responden penelitian terdapat 14 (24,1%) balita

responden yang mengalami diare. Hal ini disebabkan karena penyakit diare bisa

terjadi dari berbagai faktor, baik itu dengan adanya jamban tetapi sumber air yang

tidak memenuhi syarat, makanan minuman yang dikomsumsi balita sudah

terkontaminasi oleh kuman/bakteri penyakit yang dibawa oleh serangga-serangga

perantara bakrteri coli serta dapat pula terjadi oleh faktor-faktor lainnya.

Data responden yang tidak memiliki jamban sebanyak 14%, dari 58

responden penelitian terdapat 7 (12,1%) balita responden yang mengalami diare.

Dengan belum memiliki jamban sendiri, dapat menyebabkan timbulnya berbagai

penyakit seperti kejadian diare pada balita responden yang dikarenakan kotoran
53

tinja yang tidak terkubur rapat akan mengundang lalat maupun tikus yang akan

berdampak terhadap kesehatan lingkungan.

Menurut Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi

aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak

mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di

sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat

vektor bertelur dan berkembangbiak. Membuang tinja yang tidak memenuhi syarat

sanitasi dapat mencemari lingkungan pemukiman, tanah dan sumber air. Dari

lingkungan yang tercemar tinja berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak

sehat, tidak mencuci tangan dengan sempurna setelah bekerja atau bermain di

tanah (anak-anak), melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan

kejadian diare. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Wibowo et.al

(2004) disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan

tempat pembuangan tinja.

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang

sangat kuat antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare pada balita di

wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari dimana nilai X 2 hitung (10,571) <

X2 tabel (3,841) dengan nilai p= 0,002 dan nilai phi value = 0,427.

4. Jenis Lantai Rumah

Data penelitian menunjukkan responden yang jenis lantai rumahnya sudah

memenuhi syarat (MS) sebanyak 78%, dari 58 responden penelitian terdapat 11


54

(19,0%) balita responden yang mengalami diare. Penyebab diare bukan hanya

karena faktor jenis lantai rumah, tetapi oleh faktor lainnya yaitu sumber air minum

yang tidak memenuhi syarat, pembuangan tinja yang tidak saniter serta kebiasaan

dan adat istiadat masyarakat misalnya dalam hal tindakan air yang kadang-kadang

tidak dimasak lalu dikomsumsi sehingga resiko terkena diare pada balita cukup

tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis lantai rumah responden

yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 22%, dari 58 responden penelitian

terdapat 10 (17,2%) balita responden yang mengalami diare. Hal ini disebabkan

kebersihan lantai rumah tempat balita bermain mesti diperhatikan kebersihannya.

Aktivitas balita responden yang bermain di lantai rumah menyebabkan terjadikan

kontak antara lantai rumah dengan tubuh balita. Keadaan ini memunculkan

berbagai kuman penyakit yang menempel pada tubuh balita apabila tidak dijaga

kebersihannya, kondisi yang tidak baik dapat menyebabkan terjadinya diare pada

balita.

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa syarat rumah yang sehat jenis

lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim

penghujan. Dengan banyaknya responden yang memiliki lantai rumah yang masih

tidak kedap air sangat memungkinkan lantai menjadi sarang kuman, debu untuk

dapat menjadi pencetus terjadinya diare pada balita. Aktivitas balita responden

yang bermain di lantai rumah menyebabkan terjadikan kontak antara lantai rumah

yang tidak kedap air dengan tubuh balita. Keadaan ini memunculkan berbagai
55

kuman penyakit yang menempel pada tubuh balita. Kondisi yang tidak baik dapat

menyebabkan terjadinya diare pada balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahadi (2005) yang

menyimpulkan bahwa jenis lantai berhubungan dengan kejadian diare. Hal ini

disebabkan karena masih banyak lantai yang terbuat dari tanah yang akan

menyebabkan ruang kotor dan menjadi sarang mikroorganisme serta mudah

menyerap air yang mungkin air tersebut mengandung mikroorganisme.

Hasil uji stastistik menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat antara

jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita di wilayah Kerja Puskesmas

Poasia Kota Kendari dimana nilai X2 hitung (12,026) < X2 tabel (3,841) dengan

nilai p= 0,001 dan nilai phi value = 0,455.


55

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dan

dijabarkan tentang hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian penyakit diare pada

balita di wilayah kerja puskesmas baktijaya kota depok, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

1. Sarana sumber air minum ada hubungan (Ho = Ditolak, Ha = Diterima) yang

kuat dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Baktijaya

Kelurahan Baktijaya Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.

2. Sarana kepemilikan jamban ada hubungan (Ho = Ditolak, Ha = Diterima) yang

kuat dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Baktijaya

Kelurahan Baktijaya Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.

3. Sarana jenis lantai rumah ada hubungan (Ho = Ditolak, Ha = Diterima) yang kuat

dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Baktijaya

Kelurahan Baktijaya Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.

B. Saran

Adapun saran yang dapat saya sampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi intansi kesehatan

56
55

Diharapkan bagi instansi kesehatan (Puskesmas) untuk dapat melakukan

peningkatan perbaikan sarana air bersih, fasilitas jamban sehat serta

mengupayakan peningkatan program penyehatan lingkungan pemukiman dengan

sasaran plesterisasi lantai rumah dan penanganan kualitas air bersih secara fisik.

2. Bagi respoden

Meningkatkan tindakan pencegahan terjadinya diare dengan menjaga kebersihan

lingkungan dan melakukan pengolahan air sampai mendidih sebelum air

dikonsumsi.

3. Bagi peneliti lain

Mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan yang sama, namun

dengan variabel yang lain dalam hubungannya kejadian diare pada balita.

Variabel lain seperti tingkat pendapatan responden dan faktor budaya.

56

Anda mungkin juga menyukai