SEMESTER
6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2020
2| K K D - 6 F K U C C
PENDAHULUAN
PENGANTAR
Keterampilan klinis perlu dilatih sejak awal hingga akhir pendidikan dokter secara
berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus menguasai keterampilan
klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan. Materi
Keterampilan Klinis ini disusun berdasarkan lampiran Daftar Keterampilan Klinis SKDI 2012.
Panduan Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi
pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal
yang harus dikuasai oleh lulusan dokter layanan primer.
Kemampuan klinis di dalam standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi
profesi, demikian pula untuk kemampuan klinis lain di luar standar kompetensi dokter yang telah
ditetapkan. Pengaturan pendidikan dan pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh organisasi profesi,
dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkeadilan (pasal
28 UU Praktik Kedokteran No.29/2004).
SISTEMATIKA
Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk menghindari
pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di
akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, does).
Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan psikososial
keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien dan keluarganya, teman
sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul.
Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar
mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.
Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan Lulusan dokter
menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan
mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/ masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian
tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/ atau lisan (oral test).
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang biomedik
dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat dan mengamati
keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/atau standardized
patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective Structured
Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh teori,
prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan pengendalian komplikasi.
Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4
dengan menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook,dsb.
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan (PKB)
4| K K D - 6 F K U C C
PENILAIAN
A. Penilaian Formatif
a. Kehadiran 100%, minimal 70 % per semester kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh
institusi
b. Telah mengerjakan semua tugas yangdiberikan
c. Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti ujian OSCEKKD
d. Ujian OSCE KKD akan diadakan setiap akhir Tahun (Semester 2, 4, 6,8).
B. Penilaian Sumatif
Persentase penilaian akhir terdiri dari :
Post test,Tugas 10 %
Ujian OSCE KKD 90 %
Total 100 %
A 4 80 – 100
B 3 70 – 79,99
C 2 60 – 69,99
D 1 50 – 59,99
E 0 < 50
Ctt: hasil PE/ KU Rewel, Kesadaran CM, Suhu 39,5 0C Respirasi 48 x/menit, Nadi
120x/menit, isi cukup, reguler, UUB datar, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut basah
Ctt: penguji menyampaikan hasil lab setelah peserta merencanakan/ mengusulkan
pemeriksaan penunjang darah rutin dan feces: leukosit 12.000 mm 3, diffcount:
83/13/2/1/1, Feces: makroskopis : darah +, lendir + sigella +
3. Diagnosa Kerja : disentri basiler atau shigellosis tanpa dehidrasi
4. Diagnosis Banding : 1. Enteritoxigenik E Coli 2. Enterohemoragic E Coli 3. Disentri amuba
4. invaginasi
5. Tatalaksana
a. Nonfarmakologis
Rehidrasi rencana A dengan lengkap: pemberian ASI diteruskan dan lebih
banyak, pemberian oralit, pemberian makanan lanjutkan
b. Farmakologis:
Cotrimoxazol 5-8 mg/kgbb 2x sehari selama 5 hari atau
Ampicillin 50 mg/kgbb, 4 kali sehari selama 5 hari atau
Ciprofloxacin 15 mg/kgbb 2 kali sehari selama 5 hari
dan Zinc tablet 20 mg/hr selama 10 hari
Rubrik Penilaian (hanya yang dicatat disini dengan kategori skor 2 saja, paling tinggi)
1. Anamnesa (skor paling tinggi : 2)
Peserta ujian bertanya tentang keluhan utama, ditambah 5-6 pertanyaan mengenai:
a. Onset penyakit
b. Keluhan penyerta
c. Tanda-tanda dehidrasi
d. Riwayat makanan
e. Riwayat alergi
f. Riwayat pengobatan
PEMASANGAN EKG
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemasangan EKG.
Tujuan Khusus :
1. Mampu mempersiapkan pasien dan alat EKG
2. Mampu meletakkan elektroda pada tempatnya
3. Mampu melakukan penyadapan
4. Mengetahui konsep dasar pemeriksaan EKG
5. Mengetahui indikasi pemeriksaan EKG
A. PENGANTAR
Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel (intraseluler) dan
ruang luar sel (ekstrasel). Dari ion-ion ini yang terpenting adalah ion Natrium (Na +) dan ion kalium (K+).
Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat stimulus dari luar, akan menjawab dengan timbulnya
potensial aksi, yang disertai dengan kontraksi dan kemudian repolarisasi yang disertai dengan
relaksasi. Potensial aksi dari satu sel otot jantung yang akan diteruskan kea rah sekitarnya. Sehingga
sel-sel otot jantung di sekitarnya akan mengalami juga proses eksitasi, kontraksi dan relaksasi.
Penjalaran peristiwa listrik ini disebut konduksi.
4. Berkas his
Adalah sebuah berkas pendek yang merupakan kelanjutan bagian bawah simpul atrioventrikular
yang menembus annulus fibrosus dan septum bagian membran. Simpul atrioventrikular bersama
berkas his disebut penghubung atrioventrikular.
5. Cabang berkas
Ke arah distal, berkas his bercabang menjadi dua bagian yaitu cabang berkas kiri dan cabang
berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang ke ventrikel kiri, sedangkan cabang
berkas kanan bercabang-cabang kea rah ventrikel kanan.
6. Fasikel
Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian, yaitu fasikel kiri anterior dan fasikel kiri
posterior.
7. Serabut Purkinye
Bagian terakhir dari sistem konduksi jantung ialah serabut-serabut Purkinye yang merupakan
anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel-sel jantung.
EKG adalah rekaman potensial listrik yang timbul sebagai akibat aktivitas jantung; yang dapat direkam
adalah aktivitas listrik yang timbul pada waktu otot-otot jantung berkontraksi, sedangkan potensial aksi
pada system konduksi jantung tidak terukur dari luar karena kecil.
1. Gelombang P : hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri.
2. Gelombang PR : garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS
3. Gelombang kompleks QRS : suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri. Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang
merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang R merupakan gelombang ke atas yang
pertama, gelombang S yang merupakan gelombang ke bawah pertama setelah gelombang R.
4. Segmen ST : garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
5. Gelombang T : potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
6. Gelombang U : gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada.
Proses depolarisasi teratur pada jantung memicu suatu kontraksi yang menyebar melalui miokardium.
Di setiap serabut otot, kontraksi dimulai tepat setelah depolarisasi. Jantung berkontraksi dan
berelaksasi selama satu siklus jantung. Setiap siklus jantung memiliki dua fase yaitu diastolik dan
sistolik. Atrium dan ventrikel tidak bersamaan ketika mengalami kontraksi dan relaksasi. Listrik jantung
berkaitan erat dengan siklus jantung, peristiwa listrik dalam hal ini gelombang listrik pada
elektrokardiografiberkaitan dengan kontraksi atau relaksasi otot jantung secara umum. Peristiwa
mekanik pada siklus jantung sedikit tertinggal dibanding sinyal listrik jantung (kontraksi otot jantung
mengikuti potensial aksi). Hal ini menjadi alasan mengapa digunakan banyak lead (sadapan). Siklus
jantung dimulai saat atrium dan ventrikel dalam keadaan istirahat. Sedangkan EKG diawali dengan
depolarisasi atrium. Gambar di bawah ini menjelaskan keterkaitan peristiwa listrik (gelombang) EKG
selama satu siklus kontraksi-relaksasi otot jantung :
Sandapan EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG, dipasang elektroda- elektroda di kulit pada tempat-tempat tertentu.
Lokasi penempatan elektroda ini penting, karena penempatan yang salah akan menghasilkan
1. Sandapan bipolar
Dinamakan sandapan bipolar karena sandapan ini hanya merekam perbedaan potensial dari 2
elektroda, sandapan ini ditandai dengan angka romawi I, II dan IlI.
Sandapan I : Merekam beda potensial antara tangan kanan dengan tangan kiri (LA), dimana
tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan (+)
Sandapan II : Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (F) dimana
tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+).
Sadapan IlI: Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA), dengan kaki kiri (LF), dimana
tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+).
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga sama isi (segi tiga EINTHOVEN).
2. Sandapan unipolar
Sandapan unipolar ini terdiri dari 2, yaitu sandapan unipolar ekstremitas dan unipolar prekordial.
Sandapan unipolar ekstremitas
Merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda eksplorasi diletakan pada
ekstremitas yang akan diukur. Gabungan elektroda pada ekstremitas lain membentuk elektroda
indiferen (potensial 0).
o Sandapan aVR
Merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana tangan kanan bermuatan (+),
tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda indiferen.
o Sandapan aVL
Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana tangan kiri bermuatan (+), tangan
kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indiferen.
o Sandapan aVF
Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri bermuatan (+), tangan kanan
dan tangan kiri membentuk elektroda indiferen.
KKD-6FKUC| 13
B. PROSEDUR TINDAKAN
b. Manual : tekan start untuk merekam satu persatu setiap lead secara manual kemudian tekan
stop setelah didapatkan panjang elektrogram yang diinginkan (contohnya untuk merekam lead II
panjang pada kasus aritmia)
4. Kalibrasi kertas EKG dengan ecepatan perekaman standar 25 mm/detik dan voltase 10 mm/milivolt
(skala 1)
5. Rekam EKG dan hasil akan tampak pada kertas EKG. Lakukan interpretasi hasil EKG tersebut
6. Lepas semua leaddan bersihkan sisa pasta EKG dengan kapas beralkohol
7. Tuliskan keterangan nama pasien, tanggal dan jam pemeriksaan.
C. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
II PEMASANGAN EKG
3 Menyiapkan alat dan bahan dengan lengkap
4 Mencuci tangan sebelum tindakan
5 Mempersiapkan pasien :
16| K K D - 6 F K U C
a. Pasang lead V1
b. Pasang lead V2
c. Pasang lead V3
d. Pasang lead V4
e. Pasang lead V5
f. Pasang lead V6
10 Rekam EKG
11 Lepas semua lead dan bersihkan sisa pasta EKG
12 Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali
III PROFESIONALISME
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
28
KKD-6FKUC| 17
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk membaca
dan menginterpretasi hasil EKG.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui gelombang dan interpretasinya pada elektrokardiogram normal
2. Mengetahui gangguan irama jantung
3. Mengetahui pembesaran jantung
4. Mengetahui kelainan iskemik jantung
A. PENGANTAR
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horizontal berjarak 1 mm. Garis yang lebih
tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur sepanjang garis horizontal 1 mm =0.04 detik
atau 40 milidetik, 5 mm=0.2 detik atau 1 kotak kecil sama dengan =0.04 detik dan 1 kotak besar terdiri
dari 5 kotak kecil sama dengan = 0.2 detik.
“Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam millimeter (10 mm=imV). Untuk
praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.
7. Segmen ST
Dari akhir gelombang S hingga awal gelombang T
8. Gelombang T
Positif di lead I, II, V3-V6 dan negative di aVR
Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG normal
dan yang ada kelainan. Tetapi kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang tidak khas. Oleh karena
itu, sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T ada beberapa penyakit.
1. Kelainan Gelombang P
Kelainan penampilan (amplitude, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan
KKD-6FKUC| 19
yang normal. Misalnya P mitral yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi dan lebar pada
sandapan I dan II, gelombang P lebar dan bifasik pada V1 dan V3. Gambaran ini menunjukkan
adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitral.
Sedangkan P pulmonal ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan
II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan V1 dan V2.
Ditemukan pada korpulmonal dan penyakit jantung congenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal
gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner
20| K K D - 6 F K U C
(PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu, data ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai
kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit
jantung rematik (PJR) dan infark miokard.
2. Kelainan Interval PR
Interval PR panjang; menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduksi AV. Misalnya pada
blok AV derajat I dimana tiap gelombang P diikuti PR >0.22 detik yang bersifat tetap atau
sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik.
Pada AV blok derajat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecapatan normal, tetapi tidak
diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, ST, dan T.
Pada AV blok derajat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal,
irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali per menit) dari gelombang P.
3. Kelainan Gelombang Q
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0.4 detik dan dalamnya > 2 mm (lebih 1/3 dari
amplitude QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya
gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
KKD-6FKUC| 21
Gelombang R dan Gelombang S menggambarkan axis jantung. Pada axis jantung normal,
gelombang R dan S sama pada lead I. Dengan membandingkan gelombang R dan S di sandapan I
dan III yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini
ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonal.
Sedangkan gelombang R di lead I dan S di lead III menujukkan adanya “left axis deviation”.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH).
Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau “notched”
dengan gelombang P dan interval PR normal. Ditemukan pada PJK, PJR. Kompleks QRS
berfrekuensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus
bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
Kompleks QRS berfrekuensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus takikardi,
atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK, Penyakit
jantung hipertensi, PJR, infark miokard, intoksikasi digitalis.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “AV nodal premature beat”,
“ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS
22| K K D - 6 F K U C
sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark
miokard dan intoksikasi digitalis.
6. Kelainan segmen ST
Adanya elevasi segmen ST merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau perikarditis.
Elevasi segmen ST pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding anterior,
sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen ST pada
sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan
tampak elevasi di hampir di hampir semua sandapan. Elevasi segmen ST pada V4 dan aVR
ditemukan pada infark ventrikel kanan.
7. Kelainan Gelombang T
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelaianan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu :
Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan
Amplitude gelombang T >1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok
Gelombang T terbalik dimana R menyolok
Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I, II, III
Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen ST konveks ke atas menandakan
adanya iskemi miokard. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR
dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simetris dengan depresi
segmen ST menunjukkan adanya infark dinding posterior.
8. Kelainan Gelombang U
Adanya gelombang U defleksi ke atas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama
terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
Interpretasi EKG
1. Irama
Dalam keadaan normal impuls untuk kontraksi jantung berasal dari nodus SA dengan melewati
serabut-serabut otot atrium impuls diteruskan ke nodus AV, dan seterusnya melalui berkas His
cabang His kiri dan kanan jaringan Purkinye akhirnya ke serabut otot ventrikel. Disini nodus SA
menjadi pacemaker utama dan pacemaker lain yang terletak lebih rendah tidak berfungsi. Apabila
nodus SA terganggu maka fungsi sebagai pacemaker digantikan oleh pacemaker yang lain.
Irama jantung normal demikian dinamakan irama sinus ritmis yaitu iramanya teratur, dan tiap
gelombang P diikuti oleh kompleks QRS. Irama sinus merupakan irama yang normal dari jantung
dan nodus SA sebagai pacemaker. Jika irama jantung ditimbulkan oleh impuls yang berasal dari
pacemaker yang terletak di luar nodus SA disebut irama ektopik.
Adanya perubahan-perubahan yang ringan dari panjang siklus masih dianggap irama sinus yang
normal. Akan tetapi apabila variasi antara siklus yang paling panjang dan paling pendek melebihi
0.12 detik maka perubahan irama ini dinamakan sinus aritmia.
b. Sinus Aritmia
Memenuhi kriteria irama sinus, tetapi sedikit ireguler
Merupakan gambaran fisiologis normal, yang sering didapatkan pada individu sehat usia
muda
Fenomena ini terjadi karena pengaruh respirasi
2. Frekuensi
Frekuensi jantung pada orang dewasa normal antara 60 sampai 100 kali/menit. Sinus takikardia
ialah irama sinus dengan frekuensi jantung pada orang dewasa lebih dari 100 kali/menit, pada anak-
anak lebih dari 120 kali/menit dan pada bayi lebih dari 150 kali/menit. Sinus bradikardia ialah irama
sinus dengan frekuensi jantung kurang dari 60 kali/menit.
3. Aksis
Yang dimaksud dengan posisi jantung dalam elektrokardiografi adalah posisi listrik dari jantung pada
waktu berkontraksi dan bukan dalam arti posisi anatomis. Axis pada manual ini yang akan dibahas
adalah aksis frontal plane dan horizontal plane.
a. Frontal plane
Pada pencatatan EKG kita akan mengetahui posisi jantung terhadap rongga dada. Untuk
menghitung aksis jantung bisa menggunakan resultan vektor kompleks QRS di lead I dan lead
aVF karena kedua lead tersebut memiliki posisi yang saling tegak lurus.
b. Horizontal Plane
Pada beberapa kondisi dapat terjadi perputaran jantung pada aksis longitudinal, yaitu:
Jantung berputar ke kiri atau searah jarum jam (clock wise rotation=CWR)
Arah perputaran ini dilihat dari bawah diafragma ke arah kranial. Pada keadaan ini ventrikel
kanan terletak lebih ke depan, sedang ventrikel kiri lebih ke belakang. Ini dapat dilihat pada
lead prekordial dengan memperhatikan transitional zone,dimana pada keadaan normal
terletak pada V3 dan V4 (transitional zone = R/S = 1/1). Pada clock wise rotation tampak
transitional zone lebih ke kiri, yaitu pada V5 dan V6.
Jantung berputar ke kanan atau berlawanan dengan arah jarum jam (counter clock wise
rotation=CCWR)
Pada keadaan ini ventrikel kiri terletak lebih ke depan, sedang ventrikel kanan lebih ke
belakang. Pada counter clock wise rotation tampak transitional zone pindahkekanan, yaitu
V1 atau V2.
4. Interval PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0.2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat 1.
Kurang dari 0.1 detik disertai adanya gelombang delta menujukkan Wolff-Parkinson-White
Syndrome.
28| K K D - 6 F K U C
5. Morfologi
a. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P pulmonal atau P mitral.
b. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung
mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat. Gelombang R yang tinggi
di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior).
Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan
v1 dan v2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih dari 0.1 detik harus dicari
apakah ada right bundle branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
c. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung yang
mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
d. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)
menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan
hiperkalemia.
e. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gelombang T) menunjukkan hipokalemia. Gelombang U yang
terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
30| K K D - 6 F K U C
B. PROSEDUR TINDAKAN
C. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
III PROFESIONALISME
14 Melakukan dengan penuh percaya diri
15 Menjelaskan kesimpulan EKG kepada pasien
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
30
32| K K D - 6 F K U C
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk membaca
foto rontgen thorax.
Tujuan Khusus :
A. PENGANTAR
1. Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau
gelombang elektromagnetik atau cahaya (foton) dari sumber radiasi. Salah satu penggunaan sinar X
yaitu pada penggunaan rontgen umum (general X-Rays), termasuk rontgen thorax, rontgen tulang dan
rontgen perut. Alat ini langsung menyorot sinar menembus bagian tubuh yang sedang diperiksa ke atas
film khusus.
2. Pembuatan Radiografi
Dalam pembuatan suatu rontgen dibutuhkan perlengkapan yang terdiri dari :
Film rontgen
Intensifying screen
Merupakan alat yang terbuat dari kardus (card board) khusus yang mengandung lapisan tipis emulsi
fosfor dengan bahan pengikat yang sesuai.
Kaset
Kaset sinar X adalah suatu tabung (container) tahan cahaya yang berisi 2 buah intensifying screen
yang memungkinan untuk dimasukkan film rontgen di antara keduanya dengan mudah.
Grid (kisi-kisi)
Merupakan alat untuk mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar tidak sampai ke film
rontgen.
KKD-6FKUC| 33
Alat fiksasi
Gunanya membantu agar objek yang difoto tidak bergerak.
Alat proteksi : diafragma cahaya, conus, pelindung gonad, pelindung ovarium, apron timbal, lead
gloves, protective shielding, lead glass, lead rubber
diafragma, tulang dan jaringan lunak. Di bawah ini merupakan gambaran yang bisa kita lihat pada
rontgen thorax normal.
a. Paru-paru
Lakukan pemindaian pada kedua paru, dimulai dari bagian apeks dan terus ke bawah. Carilah
apakah terdapat bayangan homogen atau massa di kedua paru.
b. Bayangan hilus
Merupakan tempat yang paling sering untuk limfadenopati dan karsinoma bronkus. Carilah
apakah terdapat peningkatan dan ketidakteraturan seperti pembesaran bayangan bronkus.
c. Bayangan jantung
Perhatikan ukuran dan bentuk jantung.
d. Mediatinum
Nilai adanya lesi massa dan pergeseran mediastinum oleh trakea dan bayangan jantung.
e. Diafragma
Sudut kostofrenikus harus terlihat jelas, lancip dan dalam. Sudut yang tumpul mungkin
mengidikasikan adanya efusi pleura atau penebalan pleura lama. Pendataran diafragma
menunjukkan adanya hiperinflasi dan penyakit jalan nafas seperti obstruksi kronis.
f. Tulang dan jaringan lunak
Perhatikan bagian tepi film, perhatikan iga untuk mengetahui adanya fraktur atau deposit
sekunder penampakan bayangan payudara dan apakah telah dilakukan mastektomi, bagian
bawah diafragma, bahu dan sebagainya.
KKD-6FKUC| 35
B. PROSEDUR TINDAKAN
1. Memasang foto thorax dengan benar sesuai dengan marker R (Right) / L (Left) atau D (Dextra) / S
(Sinistra). Proyeksi / posisi foto thórax :
Anteriorposterior (AP) : clavicula akan tampak mendatar, scapula berada di dalam lapangan paru,
dan yang tampak depan adalah iga anterior
Posteroanterior (PA) : tampak air-fluid level dari udara lambung dan tampak margo medial dari
scapula, iga posterior tampak depan, clavicula mnjungkit
Lateral kiri : tampak diafragma kiri yang terpotong oleh bayangan jantung
2. Identitas foto thorax : nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengambilan foto, nomor rekam medis.
Normal : X ≤ 50%
Cardiomegaly : > 50%
7. Identifikasi hilus :
Hilus adalah arteri dan vena pulmonalis ; kiri lebih tinggi dari kanan
Cabang dari arteri pulmonalis kanan yaitu right descendens pulmonary artery (RDPA) diameter
tidak boleh lebih dari 17 mm.
10. Kesan
Sebutkan kelainan jantung yang didapat ( bila kelainannya khas )
Suspek bila tidak khas, dan bila perlu differential diagnosis (DD)
KKD-6FKUC| 39
C. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
Pastikan marker pada foto thorax
1 Memasang foto dengan benar pada light box
Tentukan proyeksi/ posisi foto thorax (PA, AP dan / atau lateral kiri)
2 Identitas pasien (ada / tidak ada; lengkap / tidak lengkap)
Persyaratan foto thorax yang layak untuk dibaca
3 Inspirasi maksimum
Simetris
Nilai bentuk dan ukuran jantung
4 Cardiac Index
Pinggang jantung
Identifikasi segmen-segmen anatomis jantung (normal / membesar);
5
apeks cordis
6 Identifikasi aorta, knob aorta
7 Identifikasi hilus terutama RDPA (normal / dilatasi)
8 Identifikasi corak vaskuler paru
9 Nilai parenkim paru / snus akibat penyakit jantung
10 Kesan : Diagnostik / DD
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
20
40| K K D - 6 F K U C
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pungsi Pleura/ Thoracocentesis.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pungsi pleura
2. Mampu mempersiapkan alat pungsi pleura
3. Mampu melakukan pungsi pleura
A. PENGANTAR
Pungsi pleura merupakan tindakan invasif dengan menginsersi jarum melalui dinding thorax untuk
mengeluarkan cairan dari rongga pleura.
Cairan pleura dibentuk oleh kapiler pleura parietalis dan direabsorbsi oleh kapiler pleura visceralis dan
pembuluh getah bening pleura parietal. Keseimbangan ini tergantung pada tekanan hidrostatik dan
penyaluran cairan pleura oleh saluran getah bening. Secara fisiologis, keseimbangan cairan ini terjadi
karena adanya tekanan hidrostatik 9 mmHg oleh produksi pleura parietal diimbangi oleh tekanan koloid
osmotik 10 mmHg oleh pleura visceral untuk direabsorbsi.
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura yang disebabkan oleh proses eksudasi atau
transudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Penumpukan cairan mencapai 2/3 hemithorax disebut
efusi pleura masif, paling sering ditemukan karena proses keganasan dan tuberculosis. Efusi pleura masif
harus segera mendapatkan tindakan karena cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga
dada dan dapat menimbulkan kematian. Selain pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya,
tindakan yang dapat dilakukan pada kasus efusi pleura masif adalah dengan melakukan pungsi pleura.
KKD-6FKUC| 41
Indikasi
Tindakan ini memiliki tujuan diagnostik yaitu mendapatkan spesimen cairan pleura untuk pemeriksaan
lebih lanjut (analisis cairan pleura) dan juga tujuan terapeutik untuk mengurangi tekanan mekanik terhadap
paru. Efusi pleura adalah adanya cairan abnormal dalam rongga pleura yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit. Dengan mendapatkan spesimen cairan pleura dapat diperiksa lebih lanjut, diantaranya
apakah tergolong transudat atau eksudat yang akan membantu dalam penegakan diagnosis penyakit.
Kontraindikasi
1. Absolut : Gangguan erdarahan (koagulopati), pemakaian zat antikoagulan disertai PTT dan APTT
memanjang > 1.5 x normal, trombositopenia <20.000 mm 3, gangguan hemodinamik atau irama
jantung, serta distress respirasi bukan karena efusi pleura
2. Relatif : infeksi lokal pada dinding dada, pasien kurang kooperatif, keadaan umum pasien buruk, serta
batuk / cegukan berlebihan.
Lokasi Pungsi
1. SIC V atau VI linea midaxillaris, atau
2. SIC V linea midscapula
B. PROSEDUR TINDAKAN
B.2 Persiapan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien
2. Tanyakan adakah riwayat alergi terhadap anestesi lokal atau antiseptik yang akan digunakan
3. Meminta persetujuan tertulis
4. Siapkan alat-alat pungsi
B.3 Pelaksanaan
1. Pasien diinstruksikan untuk membuka pakaian bagian atas
2. Posisikan pasien duduk bila memungkinkan atau setengah duduk, menghadap sandaran kursi
dengan lengan berada di atas sandaran kursi
3. Tentukan tempat aspirasi dengan pemeriksaan fisik dan dengan bantuan foto thorax.
4. Memberi tanda daerah yang akan dipungsi di linea aksilaris posterior, khususnya tempat insersi
di bawah batas redup pada pemeriksaan perkusi, di ruang interkostal, tepi atas iga.
5. Cuci tangan dan pakai handscoen steril
6. Desinfeksi dengan kasa steril yang diberi betadine, dari arah dalam ke luar, lalu ulangi dengan
alkohol 70%. Pasang duk steril dengan lubang pada tempat yang akan dipungsi.
KKD-6FKUC| 43
7. Anastesi lokal dengan lidocain 1% 2-4 cc dengan spuit 5 cc, diinfiltrasikan anestesi lokal
intradermal, tunggu sesaat kemudian lanjutkan ke arah dalam hingga terasa jarum menembus
pleura.
8. Jika jarum telah menembus rongga pleura lalu dilakukan aspirasi di dalam kavum pleura sampai
spuit penuh, kemudian spuit dicabut.
9. Selanjutkan tusukkan abbocath nomor 16 di tempat tusukan jarum anastesi lokal dan apabila
telah menembus pleura, maka maindrain (piston) jarum dicabut.
10.Sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock (stopkran) dan spuit 50 cc (untuk
aspirasi).
11.Sambungkan dengan transfusi set dan botol penampungan, jangan lupa merubah arah
threeway stopcock saat memindahkan arah aliran cairan pleura ke botol penampungan.
12.Alirkan sampai jumlah yang diperkirakan, maksimal 1-1.5 L sambil amati keadaan pasien.
13.Lepaslah spuit 50 cc dan tamping cairan pada tempat specimen untuk pemeriksaan
laboratorium
14.Setelah selesai, tekan dengan kassa steril kemudian mintalah pasien menarik nafas panjang,
lalu lepaslah abbocath dan tutup dengan plester
15.Lepas duk dan bersihkan daerah tindakan serta peralatan yang telah digunakan
16.Lepas handscoen steril dan mencuci tangan
17.Jelaskan pada pasien bahwa prosedur telah selesai
C. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
II PEMASANGAN EKG
3 Menyiapkan alat dan bahan dengan lengkap
Mempersiapkan pasien :
III PROFESIONALISME
19 Melakukan dengan penuh percaya diri
20 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
40
KKD-6FKUC| 45
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemasangan dan Pencabutan Chest Tube
Tujuan Khusus :
1. Mampu menjelaskan indikasi, tujuan dan hasil pemasangan Chest Tube
2. Mampu mempersiapkan alat yang akan digunakan
3. Mempu melakukan prosedur pemasangan dan pencabutan Chest Tube
4. Mamp melakukan evaluasi dan perawatan Chest Tube
5. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemasangan Chest Tube
A. PENGANTAR
Pemasangan Chest Tube merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara atau
cairan (darah, pus) dari rongga pleura, mengembalikan/ mempertahankan tekanan negative pada rongga
pleura, mengembalikan kembali paru yang kolaps dan mencegah refluks drainage kembali ke dalam
rongga dada dengan menggunakan pipa penghubung yang disambungkan denga alat water seal
drainage (WSD).
Indikasi
1. Pneumothorax
2. Hematothorax
3. Thorakotomi
4. Emfiema
5. Efusi pleura masif
46| K K D - 6 F K U C
Setelah dilakukan pemasangan Chest Tube maka perlu dilakukan perawatan sebelum Chest Tube
dilepas :
1. Posisi setengah duduk (±300)
2. Ganti verband tiap 3 hari sekali dan diberi zalf antibiotic
3. Foto kontrol tiap hari
4. Fisioterapi nafas agar paru mengembang (meniup balon atau batuk)
5. Perawatan selang dan botol WSD :
Ganti botol tiap hari
Cairan yang digunakan adalah NaCl
Penggantian botol harus dilakukan dengan teknik tertutup untuk mencegah udara masuk ke pleura
dengan cara mengklem selang atau dilipat dan diikat.
Saat penggantian, catat : penambahan cairan, adanya undulasi dan adanya udara yang keluar dari
WSD.
Komplikasi
1. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothorax, atrial aritmia
2. Komplikasi sekunder : infeksi, empiema
B. PROSEDUR TINDAKAN
11. Klem selang Chest Tube dan dorong masuk ke rongga pleura ± 5 cm
12. Fiksasi selang sesuai dengan tanda pada selang (dengan jahitan kulit sederhana dengan
menyisakan satu jahitan di tengah yang tidak disimpul untuk pencabutan Chest Tube
13. Daerah luka dibersihkan dan diberi zalf kemudian ditutup kassa
14. Sambung selang dengan botol steril yang berisi 100 cc NaCl atau dapat juga kea lat suction
khusus untuk Chest Tube aktif
15. Tandai dan catat tinggi awal cairan dalam botol
16. Jelaskan pada pasien bahwa prosedur telah selesai
17. Rapikan peralatan, lepas handscoen dan cuci tangan WHO
C. CHECKLIST PENILAIAN
III PROFESIONALISME
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
40
III PROFESIONALISME
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
26
KKD-6FKUC| 51
REFERENSI
1. Baltazar, R.F. (2013). Basic and Bedside Electrocardiography. Baltimore,MD : Lippincott Williams &
Wilkins.
2. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. (2008).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC.
3. Kabo, P dan Karim, S (2007). EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter
Umum. Jakarta : FK UI.
4. Netter, F.H.(2014). Atlas of human anatomy. 6th ed: Elsevier.
6. FK Universitas Sebelas Maret. (2019). Buku Manual Keterampilan Kilinis : Interpretasi Pemeriksaan
Elektrokardiografi. Surakarta
7. FK Universitas Sebelas Maret. (2019). Buku Manual Keterampilan Kilinis : Keterampilan Pemasangan
Elektrokardiografi. Surakarta
8. Divisi Diklat RS Jantung dan Pembulus Darah Harapan Kita. (2019). Buku Ajar Advanced Cardiac Life
Support. Jakarta
9. FK Universitas Hasanuddin. (2017). Buku Panduan Kerja Keterampilan Pemeriksaan Foto Thorax
Cardiovascular. Makassar
10. Zamroni Dian, Kosasih Adrianus, Sugiman Tantani, etc. (2018). Buku Ajar Kursus BAntuan JAntung
Dasar BCLS Indonesia. Jakarta : PP Perki
11. Kolegium Ilmu Penyakit Dalam. (2017). Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta