Anda di halaman 1dari 51

PANDUAN

KETERAMPILAN KLINIK DASAR


(K K D)
( untuk Kalangan Sendiri )

SEMESTER

6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2020
2| K K D - 6 F K U C C
PENDAHULUAN

PENGANTAR

Keterampilan klinis perlu dilatih sejak awal hingga akhir pendidikan dokter secara
berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus menguasai keterampilan
klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan. Materi
Keterampilan Klinis ini disusun berdasarkan lampiran Daftar Keterampilan Klinis SKDI 2012.

Panduan Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi
pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal
yang harus dikuasai oleh lulusan dokter layanan primer.

Kemampuan klinis di dalam standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi
profesi, demikian pula untuk kemampuan klinis lain di luar standar kompetensi dokter yang telah
ditetapkan. Pengaturan pendidikan dan pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh organisasi profesi,
dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkeadilan (pasal
28 UU Praktik Kedokteran No.29/2004).

SISTEMATIKA

Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk menghindari
pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di
akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, does).

Gambar 1. Piramida Miller : menunjukkan pembagian tingkat


kemampuan dan alternatif cara mengujinya pada mahasiswa.
KKD-6FKUC| 3
Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan

Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan psikososial
keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien dan keluarganya, teman
sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul.
Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar
mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.

Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan Lulusan dokter
menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan

penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan
mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/ masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian
tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/ atau lisan (oral test).

Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah


supervisi

Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang biomedik
dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat dan mengamati
keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/atau standardized
patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective Structured
Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).

Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri

Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh teori,
prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan pengendalian komplikasi.
Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4
dengan menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook,dsb.

4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter

4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan (PKB)
4| K K D - 6 F K U C C
PENILAIAN

A. Penilaian Formatif
a. Kehadiran 100%, minimal 70 % per semester kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh
institusi
b. Telah mengerjakan semua tugas yangdiberikan
c. Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti ujian OSCEKKD
d. Ujian OSCE KKD akan diadakan setiap akhir Tahun (Semester 2, 4, 6,8).

B. Penilaian Sumatif
Persentase penilaian akhir terdiri dari :
Post test,Tugas 10 %
Ujian OSCE KKD 90 %

Total 100 %

C. Nilai Akhir Blok


Penilaian Acuan Patokan (PAP) / criterion-reference dengan nilai patokan berdasarkan aturan
institusi.

Huruf Mutu Bobot Skore Nilai

A 4 80 – 100

B 3 70 – 79,99

C 2 60 – 69,99

D 1 50 – 59,99

E 0 < 50

D. Contoh Soal Ujian OSCE KKD dan Sistem Skoring Penilaian


1. Soal : seorang ibu datang ke klinik dokter keluarga membawa bayinya berusia 6 bulan
dengan keluhan mencret
2. Tugas mahasiswa:
a. Lakukan alloanamnesa
b. Lakukan pemeriksaan fisik
c. Sampaikan usulan pemeriksaan penunjang kepada penguji, (nanti penguji memberi
jawaban hasilnya) dan interpretasi hasilnya
d. Sampaikan diagnosa kerja dan 3 diagnosis banding kepada penguji
e. Sampaikan tatalaksana non farmakologi dan farmakologi
f. Tuliskan resep secara lengkap
g. Beri edukasi kepada orang tua pasien
KKD-6FKUC| 5

 Ctt: hasil PE/ KU Rewel, Kesadaran CM, Suhu 39,5 0C Respirasi 48 x/menit, Nadi
120x/menit, isi cukup, reguler, UUB datar, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut basah
 Ctt: penguji menyampaikan hasil lab setelah peserta merencanakan/ mengusulkan
pemeriksaan penunjang darah rutin dan feces: leukosit 12.000 mm 3, diffcount:
83/13/2/1/1, Feces: makroskopis : darah +, lendir + sigella +
3. Diagnosa Kerja : disentri basiler atau shigellosis tanpa dehidrasi
4. Diagnosis Banding : 1. Enteritoxigenik E Coli 2. Enterohemoragic E Coli 3. Disentri amuba
4. invaginasi
5. Tatalaksana
a. Nonfarmakologis
 Rehidrasi rencana A dengan lengkap: pemberian ASI diteruskan dan lebih
banyak, pemberian oralit, pemberian makanan lanjutkan
b. Farmakologis:
 Cotrimoxazol 5-8 mg/kgbb 2x sehari selama 5 hari atau
 Ampicillin 50 mg/kgbb, 4 kali sehari selama 5 hari atau
 Ciprofloxacin 15 mg/kgbb 2 kali sehari selama 5 hari
 dan Zinc tablet 20 mg/hr selama 10 hari

Rubrik Penilaian (hanya yang dicatat disini dengan kategori skor 2 saja, paling tinggi)
1. Anamnesa (skor paling tinggi : 2)
Peserta ujian bertanya tentang keluhan utama, ditambah 5-6 pertanyaan mengenai:
a. Onset penyakit
b. Keluhan penyerta
c. Tanda-tanda dehidrasi
d. Riwayat makanan
e. Riwayat alergi
f. Riwayat pengobatan

2. Pemeriksaan fisik (skor paling tinggi : 2)


a. Peserta ujian melakukan semua pemeriksaan fisik dengan benar dan runtut:
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan
c. Timbang BB
d. Periksa tanda vital
e. Tes minum
f. Tanda-tanda dehidrasi (UUB, kelopak mata, mukosa mulut, turgor kulit)
6| K K D - 6 F K U C C

3. Melakukan tes, prosedur klinik (skor paling tinggi : 2)


Peserta ujian mengusulkan pemeriksaan feces dan darah rutin dan melakukan interpretasi
(setelah penguji menyebutkan hasil pemeriksaan laboratorium feces dan darah rutin)

4. Menentukan diagnosis dan diagnosis banding (skor paling tinggi : 2)


Peserta ujian menetapkan diagnosis disentri basiler atau shigellosis tanpa dehidrasi dan
menyebutkan 3 diagnosa banding:
1. Enterogenik E. Coli
2. Enterogenik hemoragic E. Coli
3. Invaginasi

5. Tatalaksana non farmakologi berikut dengan lengkap (skor paling tinggi: 2)


1. Peserta ujian menyampaikan tatalaksana nonfarmakoterapi (rencana rehidrasi A)
dengan lengkap:
2. Pemberian ASI lebih sering dan lebih banyak
3. Pemberian oralit
4. Makanan bayi diteruskan

6. Tatalaksanan farmakologi berikut dengan lengkap (skor paling tinggi : 2)


1. Antibiotik
 Cotrimoxazol 5-8 mg/kgbb selama 5 hari
 Ampicilin 50 mg/kgbb selama 5 hari
 Ciprofloxacin 15 mg/kgbb selama 5 hari
2. Parasetamol 10-15mg/kgbb
3. Zinc 1 tab (20 mg) perhari selama 10 hari

7. Komunikasi dan atau edukasi pasien (skor paling tinggi : 2)


Peserta ujian menunjukkan kemampuan berkomunikasi dengan menerapkan prinsip berikut:
1. Mampu membina hubungan baik dengan pasien secara verbal non verbal (ramah,
terbuka, kontak mata, salam, empati, dan hubungan komunikasi 2 arah)
2. Mampu memberikan kesempatan kepada pasien untuk bercerita dan mengarahkan
cerita
3. Mampu untuk melibatkan pasien dalam membuat keputusan klinik
4. Mampu memberikan penyuluhan yang isinya sesuai dengan masalah pasien
a. Penyebab diare
b. Perjalanan penyakit diare
c. Pencegahan
d. Kapan harus kembali ke dokter
KKD-6FKUC| 7

8. Perilaku Profesionalisme (skor paling tinggi : 2)


Meminta izin secara lisan dan melakukan di bawah ini secara lengkap:
1. Melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati dan teliti sehingga tidak membahayakan
pasien dan diri sendiri
2. Memperhatikan kenyaman pasien
3. Melakukan tindakan sesuai prioritas
4. Menunjukkan rasa hormat pada pasien
5. Mengetahui keterbatasan dengan merujuk atau melakukan konsultasi.
8| K K D - 6 F K U C

PEMASANGAN EKG

Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemasangan EKG.

Tujuan Khusus :
1. Mampu mempersiapkan pasien dan alat EKG
2. Mampu meletakkan elektroda pada tempatnya
3. Mampu melakukan penyadapan
4. Mengetahui konsep dasar pemeriksaan EKG
5. Mengetahui indikasi pemeriksaan EKG

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran :


 Jelly /pasta EKG
 Alkohol
 Kassa / kapas
 EKG dan elektrodanya
 Kertas grafik garis horizontal dan vertikal dengan jarak 1 mm. Garis lebih tebal terdapat pada setiap 5
mm.
 Sumber listrik
 Meja periksa

A. PENGANTAR

Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel (intraseluler) dan
ruang luar sel (ekstrasel). Dari ion-ion ini yang terpenting adalah ion Natrium (Na +) dan ion kalium (K+).
Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat stimulus dari luar, akan menjawab dengan timbulnya
potensial aksi, yang disertai dengan kontraksi dan kemudian repolarisasi yang disertai dengan
relaksasi. Potensial aksi dari satu sel otot jantung yang akan diteruskan kea rah sekitarnya. Sehingga
sel-sel otot jantung di sekitarnya akan mengalami juga proses eksitasi, kontraksi dan relaksasi.
Penjalaran peristiwa listrik ini disebut konduksi.

Sistem konduksi jantung terdiri atas :

1. Simpul Sinoatrial (sering disebut nodus sinus, disingkat sinus).


Simpul ini terletak ada batas antara vena kava superior dan atrium kanan. Simpul ini mempunyai
sifat automatisitas yang tertinggi dalam system konduksi jantung.
KKD-6FKUC| 9

2. Sistem konduksi Intra-Atrial


Akhir-akhir ini dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus system konduksi jantung
yang terdiri dari 3 jalur internodular yang menghubungkan simpul sinoatrial dan simpul
atrrioventrikular, dan jalur Bachman yang menghubungkan atrium kanan dan atrium kiri.

3. Simpul Atrioventrikular (sering disebut nodus atrioventrikular, disingkat nodus)


Simpul ini terletak di bagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan daun katup tricuspid
bagian septal.

4. Berkas his
Adalah sebuah berkas pendek yang merupakan kelanjutan bagian bawah simpul atrioventrikular
yang menembus annulus fibrosus dan septum bagian membran. Simpul atrioventrikular bersama
berkas his disebut penghubung atrioventrikular.

5. Cabang berkas
Ke arah distal, berkas his bercabang menjadi dua bagian yaitu cabang berkas kiri dan cabang
berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang ke ventrikel kiri, sedangkan cabang
berkas kanan bercabang-cabang kea rah ventrikel kanan.

6. Fasikel
Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian, yaitu fasikel kiri anterior dan fasikel kiri
posterior.

7. Serabut Purkinye
Bagian terakhir dari sistem konduksi jantung ialah serabut-serabut Purkinye yang merupakan
anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel-sel jantung.

Gambar 1. Sistem Konduksi Jantung


10| K K D - 6 F K U C

Gambaran Siklus Jantung pada Elektrokardiogram

EKG adalah rekaman potensial listrik yang timbul sebagai akibat aktivitas jantung; yang dapat direkam
adalah aktivitas listrik yang timbul pada waktu otot-otot jantung berkontraksi, sedangkan potensial aksi
pada system konduksi jantung tidak terukur dari luar karena kecil.
1. Gelombang P : hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri.
2. Gelombang PR : garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS
3. Gelombang kompleks QRS : suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri. Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang
merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang R merupakan gelombang ke atas yang
pertama, gelombang S yang merupakan gelombang ke bawah pertama setelah gelombang R.
4. Segmen ST : garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
5. Gelombang T : potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
6. Gelombang U : gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada.

Gambar 2. Gambaran EKG Normal

Gambar 3. Morfologi Gelombang EKG


KKD-6FKUC| 11

Peristiwa Listrik pada Siklus Jantung

Proses depolarisasi teratur pada jantung memicu suatu kontraksi yang menyebar melalui miokardium.
Di setiap serabut otot, kontraksi dimulai tepat setelah depolarisasi. Jantung berkontraksi dan
berelaksasi selama satu siklus jantung. Setiap siklus jantung memiliki dua fase yaitu diastolik dan
sistolik. Atrium dan ventrikel tidak bersamaan ketika mengalami kontraksi dan relaksasi. Listrik jantung
berkaitan erat dengan siklus jantung, peristiwa listrik dalam hal ini gelombang listrik pada
elektrokardiografiberkaitan dengan kontraksi atau relaksasi otot jantung secara umum. Peristiwa
mekanik pada siklus jantung sedikit tertinggal dibanding sinyal listrik jantung (kontraksi otot jantung
mengikuti potensial aksi). Hal ini menjadi alasan mengapa digunakan banyak lead (sadapan). Siklus
jantung dimulai saat atrium dan ventrikel dalam keadaan istirahat. Sedangkan EKG diawali dengan
depolarisasi atrium. Gambar di bawah ini menjelaskan keterkaitan peristiwa listrik (gelombang) EKG
selama satu siklus kontraksi-relaksasi otot jantung :

Gambar 4. Peristiwa listrik pada siklus jantung

Sandapan EKG

Untuk memperoleh rekaman EKG, dipasang elektroda- elektroda di kulit pada tempat-tempat tertentu.
Lokasi penempatan elektroda ini penting, karena penempatan yang salah akan menghasilkan

pencatatan yang berbeda. Terdapat 2 jenis sandapan (“Lead”) pada EKG.


12| K K D - 6 F K U C

1. Sandapan bipolar
Dinamakan sandapan bipolar karena sandapan ini hanya merekam perbedaan potensial dari 2
elektroda, sandapan ini ditandai dengan angka romawi I, II dan IlI.

 Sandapan I : Merekam beda potensial antara tangan kanan dengan tangan kiri (LA), dimana
tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan (+)

 Sandapan II : Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (F) dimana
tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+).

 Sadapan IlI: Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA), dengan kaki kiri (LF), dimana
tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+).
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga sama isi (segi tiga EINTHOVEN).

Gambar 5. Sandapan bipolar

2. Sandapan unipolar
Sandapan unipolar ini terdiri dari 2, yaitu sandapan unipolar ekstremitas dan unipolar prekordial.
 Sandapan unipolar ekstremitas
Merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda eksplorasi diletakan pada
ekstremitas yang akan diukur. Gabungan elektroda pada ekstremitas lain membentuk elektroda
indiferen (potensial 0).
o Sandapan aVR
Merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana tangan kanan bermuatan (+),
tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda indiferen.
o Sandapan aVL
Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana tangan kiri bermuatan (+), tangan
kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indiferen.
o Sandapan aVF
Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri bermuatan (+), tangan kanan
dan tangan kiri membentuk elektroda indiferen.
KKD-6FKUC| 13

Gambar 6. Sandapan unipolar ekstremitas

 Sandapan unipolar prekordial


Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda eksplorasi yang ditempatkan
di beberapa tempat pada dinding dada. Elektroda indiferen diperoleh dengan menggabungkan
ketiga elektroda ekstremitas.
o Sandapan V1: Ruang interkostal IV garis sternal kanan
o Sandapan V2: Ruang interkostal IV garistrnal kiri
o Sandapan V3: Pertengahan antara V2 dan V4
o Sandapan V4: Ruang interkostal V garis midklavikula kiri
o Sandapan V5: Sejajar V4 garis aksila depan
o Sandapan V6: Sejajar V4 garis aksila depan

Gambar 7. Sandapan unipolar prekordial

Indikasi Pemeriksaan EKG


Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui :
1. Adanya kelainan-kelainan irama jantung
2. Adanya kelainan-kelaianan miokard seperti infark
14| K K D - 6 F K U C

3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis


4. Gangguan elektrolit
5. Perikarditis
6. Pembesaran jantung

B. PROSEDUR TINDAKAN

B.1 Tahap Persiapan


1. Pemberian penjelasan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan
dilakukan.
2. Sebaiknya istirahat 15 menit sebelum pemeriksaan.
3. Bila menggunakan perhiasan/logam/gawai supaya dilepas dan diletakkan tidak dekat/menempel
pada pasien
4. Pasien diminta membuka baju bagian dada.
5. Pasien dipersilakan tidur terlentang, posisi pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
6. Pasien diusahakan untuk tenang dan bernafas normal. Selama proses perekaman tidak boleh
bicara.
7. Bersihkan daerah yang akan dipasang elektroda dengan kapas beralkohol.
8. Oleskan pasta EKG pada elektroda untuk memperbaiki hantaran listrik.
9. Sebaiknya tidak merokok/makan 30 menit sebelumnya.

B.2 Tahap Pelaksanaan


1. Pasang elektroda sesuai dengan lead masing-masing
a. Lead ekstremitas bipolar dan unipolar (jangan sampai terbalik)
Lead I, II dan III dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri serta pergelangan kaki
kanan dan kiri.
Pergelangan tangan kanan dipasang elektroda yang berwarna merah [kutub (-)/(-) dan aVR].
Pergelangan tangan kiri dipasang elektroda yang berwarna kuning [kutub (-)/(+) dan aVL].
Pergelangan kaki kanan dipasang elektroda yang berwarna hitam (netral). Pergelangan kaki kiri
dipasang elektroda yang berwarna hijau [kutub (+)/(+) dan aVF].
b. Lead prekordial (jangan sampai terbalik)
1) Pasang lead V1 pada spatium intercostal IV linea parasternalis kanan
2) Pasang lead V2 pada spatium intercostal IV linea parasternalis kiri
3) Pasang lead V3 diantara V2 dan V4
4) Pasang lead V4 pada spatium intercostal V linea medio klavikularis kiri
5) Pasang lead V5 pada spatium intercostal V linea aksilaris anterior kiri
6) Pasang lead V6 pada spatium intercostalV linea aksilaris media kiri
2. Isi nomor ID/ Nama Pasien, Umur, dan jenis kelamin
3. Pilih mode auto/manual kemudian tekan enter kemudian tekan mode lagi untuk keluar.
a. Auto : tekan start tunggu sampai tercetak semua lead dan kesimpulan interpretasi hasil EKG
KKD-6FKUC| 15

b. Manual : tekan start untuk merekam satu persatu setiap lead secara manual kemudian tekan
stop setelah didapatkan panjang elektrogram yang diinginkan (contohnya untuk merekam lead II
panjang pada kasus aritmia)
4. Kalibrasi kertas EKG dengan ecepatan perekaman standar 25 mm/detik dan voltase 10 mm/milivolt
(skala 1)
5. Rekam EKG dan hasil akan tampak pada kertas EKG. Lakukan interpretasi hasil EKG tersebut
6. Lepas semua leaddan bersihkan sisa pasta EKG dengan kapas beralkohol
7. Tuliskan keterangan nama pasien, tanggal dan jam pemeriksaan.

Gambar 8. Pemasangan EKG

C. CHECKLIST PENILAIAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2

I INTERAKSI DOKTER PASIEN


1 Senyum, salam, sapa, dan melihat rekam medis pasien
Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
2
persetujuan tindakan (informed consent)

II PEMASANGAN EKG
3 Menyiapkan alat dan bahan dengan lengkap
4 Mencuci tangan sebelum tindakan
5 Mempersiapkan pasien :
16| K K D - 6 F K U C

a. Bila menggunakan perhiasan/ logam supaya dilepas


b. Pasien diminta membuka pakaian bagian dada
c. Pasien diminta tidur terlentang
d. Bersihkan daerah yang akan dipasang elektroda dengan kapas
beralkohol
e. Pasien diinstruksikan untuk tenang, bernafas seperti biasa, tidak
bicara dan/ atau bergerak saat proses perekaman EKG
6 Hubungkan EKG ke sumber listrik
7 Oleskan jelly/ pasta EKG pada elektroda
8 Memasang sandapan/ lead ekstremitas bipolar dan unipolar
9 Memasang sandapan/ lead prekordial

a. Pasang lead V1
b. Pasang lead V2
c. Pasang lead V3
d. Pasang lead V4
e. Pasang lead V5
f. Pasang lead V6
10 Rekam EKG
11 Lepas semua lead dan bersihkan sisa pasta EKG
12 Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali

III PROFESIONALISME

13 Melakukan dengan penuh percaya diri


14 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
28
KKD-6FKUC| 17

PEMBACAAN DAN INTERPRETASI EKG

Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk membaca
dan menginterpretasi hasil EKG.

Tujuan Khusus :
1. Mengetahui gelombang dan interpretasinya pada elektrokardiogram normal
2. Mengetahui gangguan irama jantung
3. Mengetahui pembesaran jantung
4. Mengetahui kelainan iskemik jantung

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran :


 Hasil rekaman EKG
 Alat tulis

A. PENGANTAR

Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horizontal berjarak 1 mm. Garis yang lebih
tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur sepanjang garis horizontal 1 mm =0.04 detik
atau 40 milidetik, 5 mm=0.2 detik atau 1 kotak kecil sama dengan =0.04 detik dan 1 kotak besar terdiri
dari 5 kotak kecil sama dengan = 0.2 detik.
“Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam millimeter (10 mm=imV). Untuk
praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.

Gambar 9. Interval EKG


18| K K D - 6 F K U C

1. Gelombang P : aktivasi atrium (depolarisasi atrium)


 Panjang/ durasi < 0.12 detik
 Tinggi/ amplitude < 0.3 mV atau < 3 mm
 Selalu positif di lead II dan negative di lead aVR

2. Interval PR : durasi konduksi AV


 Dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
 Durasi normal 0.12-0.20 detik

3. Kompleks QRS : aktivasi ventrikel kanan dan kiri (depolarisasi ventrikel)


 Morfologi bervariasi di antara tiap lead
 Gelombang Q  defleksi negative pertama
 Gelombang R  defleksi positif pertama
 Gelombang S  defleksi negative setelah gelombang R
 Lebar 0.06 – 0.12 detik

4. Interval PP : durasi siklus atrium


Pada sinus ritme interval PP akan sama dengan interval RR. tetapi bila irama ventrikel tidak teratur
atau bila keceatan atrium dan ventrikel berbeda tetapi teratur, maka interval PP diukur dari titik
yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan frekuensi atrial per menit dihitung seperti halnya
frekuensi ventrikel.

5. Interval RR : durasi siklus ventrikel


Bila irama ventrikel teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan
memberikan kecepatan jantung per menit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak teratur, jumlah
gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya dinyatakan
dalam jumlah per menit. Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik,
maka frekuensi jantung adalah 120 kali per menit.

6. Interval QT : durasi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel

7. Segmen ST
 Dari akhir gelombang S hingga awal gelombang T

8. Gelombang T
 Positif di lead I, II, V3-V6 dan negative di aVR

Kelainan Gelombang Pada Beberapa Penyakit

Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG normal
dan yang ada kelainan. Tetapi kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang tidak khas. Oleh karena
itu, sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T ada beberapa penyakit.

1. Kelainan Gelombang P

Kelainan penampilan (amplitude, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan
KKD-6FKUC| 19

yang normal. Misalnya P mitral yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi dan lebar pada
sandapan I dan II, gelombang P lebar dan bifasik pada V1 dan V3. Gambaran ini menunjukkan
adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitral.

Gambar 10. Gelombang P mitral di lead II

Gambar 11. Gelombang P mitral di lead V3

Sedangkan P pulmonal ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan
II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan V1 dan V2.
Ditemukan pada korpulmonal dan penyakit jantung congenital.

Gambar 12. Gelombang P pulmonal di lead III

Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal
gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner
20| K K D - 6 F K U C

(PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu, data ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai
kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit
jantung rematik (PJR) dan infark miokard.

2. Kelainan Interval PR

 Interval PR panjang; menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduksi AV. Misalnya pada
blok AV derajat I dimana tiap gelombang P diikuti PR >0.22 detik yang bersifat tetap atau
sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik.

Gambar 13. Gambaran AV Blok derajat I

Pada AV blok derajat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecapatan normal, tetapi tidak
diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, ST, dan T.

Gambar 14. Gambaran AV Blok derajat 2

Pada AV blok derajat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal,
irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali per menit) dari gelombang P.

Gambar 15. Gambaran AV Blok derajat 3

3. Kelainan Gelombang Q

Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0.4 detik dan dalamnya > 2 mm (lebih 1/3 dari
amplitude QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya
gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
KKD-6FKUC| 21

4. Kelainan Gelombang R dan Gelombang S

Gelombang R dan Gelombang S menggambarkan axis jantung. Pada axis jantung normal,
gelombang R dan S sama pada lead I. Dengan membandingkan gelombang R dan S di sandapan I
dan III yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini
ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonal.

Gambar 16. Gambaran right axis deviation di lead I

Sedangkan gelombang R di lead I dan S di lead III menujukkan adanya “left axis deviation”.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH).

Gambar 17. Gambaran left axis deviation di lead III

5. Kelainan Kompleks QRS

Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau “notched”
dengan gelombang P dan interval PR normal. Ditemukan pada PJK, PJR. Kompleks QRS
berfrekuensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus
bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
Kompleks QRS berfrekuensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus takikardi,
atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK, Penyakit
jantung hipertensi, PJR, infark miokard, intoksikasi digitalis.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “AV nodal premature beat”,
“ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS
22| K K D - 6 F K U C

sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark
miokard dan intoksikasi digitalis.

6. Kelainan segmen ST

Adanya elevasi segmen ST merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau perikarditis.
Elevasi segmen ST pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding anterior,
sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen ST pada
sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan
tampak elevasi di hampir di hampir semua sandapan. Elevasi segmen ST pada V4 dan aVR
ditemukan pada infark ventrikel kanan.

Gambar 18. Lokasi Infark Miokard dilihat dari lead EKG

Gambar 19. Gambaran ST Elevasi dan ST Depresi


KKD-6FKUC| 23

7. Kelainan Gelombang T

Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelaianan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu :
 Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan
 Amplitude gelombang T >1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok
 Gelombang T terbalik dimana R menyolok
 Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I, II, III
Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen ST konveks ke atas menandakan
adanya iskemi miokard. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR
dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simetris dengan depresi
segmen ST menunjukkan adanya infark dinding posterior.

8. Kelainan Gelombang U

Adanya gelombang U defleksi ke atas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama
terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.

Interpretasi EKG
1. Irama

Dalam keadaan normal impuls untuk kontraksi jantung berasal dari nodus SA dengan melewati
serabut-serabut otot atrium impuls diteruskan ke nodus AV, dan seterusnya melalui berkas His 
cabang His kiri dan kanan  jaringan Purkinye akhirnya ke serabut otot ventrikel. Disini nodus SA
menjadi pacemaker utama dan pacemaker lain yang terletak lebih rendah tidak berfungsi. Apabila
nodus SA terganggu maka fungsi sebagai pacemaker digantikan oleh pacemaker yang lain.

Irama jantung normal demikian dinamakan irama sinus ritmis yaitu iramanya teratur, dan tiap
gelombang P diikuti oleh kompleks QRS. Irama sinus merupakan irama yang normal dari jantung
dan nodus SA sebagai pacemaker. Jika irama jantung ditimbulkan oleh impuls yang berasal dari
pacemaker yang terletak di luar nodus SA disebut irama ektopik.
Adanya perubahan-perubahan yang ringan dari panjang siklus masih dianggap irama sinus yang
normal. Akan tetapi apabila variasi antara siklus yang paling panjang dan paling pendek melebihi
0.12 detik maka perubahan irama ini dinamakan sinus aritmia.

a. Irama Sinus Ritmis


 Irama reguler dengan frekuensi 60-100 kali per menit dan R ke R reguler
 Morfologi gelombang P normal, tiap gelombang P diikuti satu kompleks QRS
 Gelombang P defleksi positif di sadapan II
 Gelombang P dan kompleks QRS defleksi negatif di lead aVR
24| K K D - 6 F K U C

Gambar 20. Irama Sinus Ritmis

b. Sinus Aritmia
 Memenuhi kriteria irama sinus, tetapi sedikit ireguler
 Merupakan gambaran fisiologis normal, yang sering didapatkan pada individu sehat usia
muda
 Fenomena ini terjadi karena pengaruh respirasi

Gambar 21. Irama Sinus Aritmia

c. Atrial Fibrillation (AF)


 Ciri khas AF adalah tidak adanya gelombang P dan iramanya irregularly irregular (betul-betul
ireguler).
 Morfologi gelombang P berupa fibrilasi

Gambar 22. Atrial Fibrillation

d. Ventricular Tachycardia (VT)


 Terdapat >3 irama ventrikuler dengan frekuensi 100-250 kali per menit (kebanyakan di atas
120 kali per menit)
 Kompleks QRS lebar (durasi QRS >0,12 detik)
 Kadang gelombang P nampak (tanda panah), tetapi tidak ada asosiasi dengan kompleks QRS
KKD-6FKUC| 25

Gambar 23. Ventricular Tachycardia

e. Ventricular Fibrillation (VF)


 Gelombang nampak ireguler dengan berbagai morfologi dan amplitudo
 Gelombang P, kompleks QRS, atau gelombang T tidak terlihat

Gambar 24. Ventricular Fibrillation

f. Supraventricular Tachycardia (SVT)


 Takikardi reguler (frekuensi 140-280 kali per menit)
 Kompleks QRS sempit (durasi kompleks QRS <0,12 detik)
 Gelombang P tidak jelas terlihat

Gambar 25. Supraventricular Tachycardia

2. Frekuensi

Frekuensi jantung pada orang dewasa normal antara 60 sampai 100 kali/menit. Sinus takikardia
ialah irama sinus dengan frekuensi jantung pada orang dewasa lebih dari 100 kali/menit, pada anak-
anak lebih dari 120 kali/menit dan pada bayi lebih dari 150 kali/menit. Sinus bradikardia ialah irama
sinus dengan frekuensi jantung kurang dari 60 kali/menit.

a. Cara menghitung frekuensi jantung bila teratur/regular.

Bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu :


 1500 dibagi dengan jumlah kotak kecil antara R-R interval atau P-P interval.
 300 dibagi jumlah kotak besar antara R-R interval atau P-P interval.
26| K K D - 6 F K U C

Gambar 26. Menghitung frekuensi jantung regular

b. Cara menghitung frekuensi jantung bila tidak teratur/ ireguler


Menghitung frekuensi jantung jika irama jantung tidak teratur yaitu dengan cara mengitung
jumlah kompleks QRS dalam 6 detik lalu dikalikan dengan 10.
Contoh: dalam 6 detik (30 kotak kecil, pada gambar di bawah adalah antara 2 panah) didapatkan
13 kompleks QRS lalu dikalikan 10 sehingga frekuensi jantung adalah 130 kali/menit)

Gambar 27. Menghitung frekuensi jantung ireguler

3. Aksis
Yang dimaksud dengan posisi jantung dalam elektrokardiografi adalah posisi listrik dari jantung pada
waktu berkontraksi dan bukan dalam arti posisi anatomis. Axis pada manual ini yang akan dibahas
adalah aksis frontal plane dan horizontal plane.
a. Frontal plane
Pada pencatatan EKG kita akan mengetahui posisi jantung terhadap rongga dada. Untuk
menghitung aksis jantung bisa menggunakan resultan vektor kompleks QRS di lead I dan lead
aVF karena kedua lead tersebut memiliki posisi yang saling tegak lurus.

Gambar 28. Pembagian kuadran berdasarkan


posisi lead ekstremitas pada front plane.
KKD-6FKUC| 27

b. Horizontal Plane
Pada beberapa kondisi dapat terjadi perputaran jantung pada aksis longitudinal, yaitu:

 Jantung berputar ke kiri atau searah jarum jam (clock wise rotation=CWR)
Arah perputaran ini dilihat dari bawah diafragma ke arah kranial. Pada keadaan ini ventrikel
kanan terletak lebih ke depan, sedang ventrikel kiri lebih ke belakang. Ini dapat dilihat pada
lead prekordial dengan memperhatikan transitional zone,dimana pada keadaan normal
terletak pada V3 dan V4 (transitional zone = R/S = 1/1). Pada clock wise rotation tampak
transitional zone lebih ke kiri, yaitu pada V5 dan V6.

 Jantung berputar ke kanan atau berlawanan dengan arah jarum jam (counter clock wise
rotation=CCWR)
Pada keadaan ini ventrikel kiri terletak lebih ke depan, sedang ventrikel kanan lebih ke
belakang. Pada counter clock wise rotation tampak transitional zone pindahkekanan, yaitu
V1 atau V2.

Gambar 29. Horizontal Plane

4. Interval PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0.2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat 1.
Kurang dari 0.1 detik disertai adanya gelombang delta menujukkan Wolff-Parkinson-White
Syndrome.
28| K K D - 6 F K U C

5. Morfologi
a. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P pulmonal atau P mitral.

Gambar 30. Gelombang P

b. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung
mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat. Gelombang R yang tinggi
di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior).
Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan
v1 dan v2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih dari 0.1 detik harus dicari
apakah ada right bundle branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.

Gambar 31. Morfologi Kompleks QRS normal


KKD-6FKUC| 29

Gambar 32. Right bundle branch block

Gambar 33. Left bundle brach block

c. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung yang
mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.

d. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)
menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan
hiperkalemia.

Gambar 34. Tipe-tipe Gelombang T


A. normal. B. Peaked T Wave. C. inversi gelombang T karena iskemia transmural. D. Inversi
simetris gelombang T, tetapi tidak sedalam gambaran iskemia transmural. E. Inversi dangkal
gelombang T. F. gelombang T bifasik. G. gelombang T flat atau isoelektrik.

e. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gelombang T) menunjukkan hipokalemia. Gelombang U yang
terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
30| K K D - 6 F K U C

Data Yang Harus Diperhatikan Ketika Melakukan Interpretasi EKG


Untuk membaca/interpretasi sebuah EKG, kita harus memperhatikan data-data di bawah ini:
1. Umur dan jenis kelamin penderita: karena bentuk EKG normal pada bayi dan anak-anak sangat
berbeda dengan EKG normal orang dewasa.
2. Tinggi, berat dan bentuk badan: orang yang gemuk mempunyai dinding dada yang tebal, sehingga
amplitudo semua komplek EKG lebih kecil, sebab voltase berbanding berbalik dengan kuadrat jarak
elektroda dengan sel otot jantung.
3. Tekanan darah dan keadaan umum penderita: Hal ini penting apakah peningkatan voltase pada
komplek ventrikel kiri ada hubungannya dengan kemungkinan hipertofi dan dilatasi ventrikel kiri.
4. Penyakit paru pada penderita: posisi jantung dan voltase dari komplek-komplek EKG dapat
dipengaruhi oleh adanya empisema pulmonum yang berat, pleural effusion dan lain-lain.
5. Penggunaan obat digitalis dan derivatnya: akan sangat mempengaruhi bentuk EKG. Maka misalnya
diperlukan hasil EKG yang bebas dari efek, digitalis, perlu dihentikan sekurang-kurangnya 3 minggu
dari obat digitalis tersebut.
6. Kalibrasi kertas EKG.
7. Deskripsikan morfologi gelombang EKG lalu disimpulkan.

B. PROSEDUR TINDAKAN

1. Perhatikan identitas pasien


2. Tentukan apakah rekaman EKG sudah sesuai dengan standard an interpretasikan
3. Lakukan penilaian secara sistematis
a. Menentukan irama dan jenis irama
b. Menetapkan frekuensi jantung
c. Menentukan arah aksis elektris jantung
d. Menentukan bentuk gelombang P
e. Menentukan bentuk gelombang QRS
f. Menentukan posisi segmen ST
g. Menentukan bentuk gelombang T
h. Menentukan bentuk gelombang U
4. Menentukan interpretasi secara keseluruhan
KKD-6FKUC| 31

C. CHECKLIST PENILAIAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2

I INTERAKSI DOKTER PASIEN


1 Senyum, salam, sapa, dan melihat rekam medis pasien

II MEMBACA DAN MENGINTERPRETASI REKAMAN EKG


2 Melihat hasil rekaman EKG dengan memperhatikan identitas pasien
Menentukan apakah rekaman EKG sudah sesuai dengan standard an
3
layak untuk diinterpretasi
4 Menentukan irama jantung
5 Menetapkan frekuensi denyut jantung
6 Menentukan arah aksis elektris jantung
7 Menentukan bentuk gelombang P
8 Menentukan bentuk gelombang QRS
9 Menentukan posisi segmen ST
10 Menentukan bentuk gelombang T
11 Menentukan bentuk gelombang U
12 Mengambil kesimpulan hasil EKG
13 Menyerahkan hasil rekaman EKG kepada yang berkepentingan

III PROFESIONALISME
14 Melakukan dengan penuh percaya diri
15 Menjelaskan kesimpulan EKG kepada pasien

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
30
32| K K D - 6 F K U C

PEMBACAAN RONTGEN THORAX

Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk membaca
foto rontgen thorax.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui langkah-langkah membaca foto thorax


2. Menilai kualitas foto rontgen
3. Mengetahui foto thorax normal

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran :


 Illuminator / light box
 Film rontgen

A. PENGANTAR

1. Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau
gelombang elektromagnetik atau cahaya (foton) dari sumber radiasi. Salah satu penggunaan sinar X
yaitu pada penggunaan rontgen umum (general X-Rays), termasuk rontgen thorax, rontgen tulang dan
rontgen perut. Alat ini langsung menyorot sinar menembus bagian tubuh yang sedang diperiksa ke atas
film khusus.

2. Pembuatan Radiografi
Dalam pembuatan suatu rontgen dibutuhkan perlengkapan yang terdiri dari :
 Film rontgen
 Intensifying screen
Merupakan alat yang terbuat dari kardus (card board) khusus yang mengandung lapisan tipis emulsi
fosfor dengan bahan pengikat yang sesuai.
 Kaset
Kaset sinar X adalah suatu tabung (container) tahan cahaya yang berisi 2 buah intensifying screen
yang memungkinan untuk dimasukkan film rontgen di antara keduanya dengan mudah.
 Grid (kisi-kisi)
Merupakan alat untuk mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar tidak sampai ke film
rontgen.
KKD-6FKUC| 33

 Alat fiksasi
Gunanya membantu agar objek yang difoto tidak bergerak.
 Alat proteksi : diafragma cahaya, conus, pelindung gonad, pelindung ovarium, apron timbal, lead
gloves, protective shielding, lead glass, lead rubber

Gambar 35. Apron


 Marker/ tanda
Tanda untuk identifikasi foto milik pasien
a. Identitas pasien : nama, umur, kelamin, nomor rekam medis, tanggal pengambilan foto
b. Tanda letak anatomi : R (right), L (left)

3. Gambar film yang timbul karena sinar X


Daya tembus sinar X berbeda-beda sesuai dengan benda yang dilaluinya. Benda yang mudah tembus
sinar X akan memberi bayangan hitam (radiolusen), sedangkan benda-benda yang sukar ditembus
sinar X memberi bayangan putih (radioopak).
 Melalui objek kerapatan rendah – bayangan hitam : radiolusen (RL)  gas, udara
 Melalui objek kerapatan tinggi – bayangan putih : radioopak (RO)  logam, logam berat
 Tidak terlalu hitam : moderately radiolusen (MRL)  jaringan lemak
 Tidak terlalu putih : moderately radioopak (MRO)  jaringan ikat, otot, cartilage, batu kolesterol, batu
asam urat
 Antara MRL dan MRO, keputih-putihan : intermediate (I)  tulang

4. Pembacaan Rontgen Thorax


 Inspeksi Rontgen Thorax
Inspeksi rontgen thorax untuk menilai kekuatan pencahayaan, diambil pada saat inspirasi penuh
(diafragma setinggi iga ke 5 atau 6 di bagian anterior) dan rotasi (prosesus spinosus dari vertebra
thorakal bagian atas berada di tengah ujung medial dari klavikula). Inspeksi pada rontgen thorax bisa
dimulai dengan melihat mula-mula dari paru-paru, bayangan hilus, bayangan jantung, mediastinum,
34| K K D - 6 F K U C

diafragma, tulang dan jaringan lunak. Di bawah ini merupakan gambaran yang bisa kita lihat pada
rontgen thorax normal.

Gambar 36. Gambaran Rontgen Thorax

a. Paru-paru
Lakukan pemindaian pada kedua paru, dimulai dari bagian apeks dan terus ke bawah. Carilah
apakah terdapat bayangan homogen atau massa di kedua paru.
b. Bayangan hilus
Merupakan tempat yang paling sering untuk limfadenopati dan karsinoma bronkus. Carilah
apakah terdapat peningkatan dan ketidakteraturan seperti pembesaran bayangan bronkus.
c. Bayangan jantung
Perhatikan ukuran dan bentuk jantung.
d. Mediatinum
Nilai adanya lesi massa dan pergeseran mediastinum oleh trakea dan bayangan jantung.
e. Diafragma
Sudut kostofrenikus harus terlihat jelas, lancip dan dalam. Sudut yang tumpul mungkin
mengidikasikan adanya efusi pleura atau penebalan pleura lama. Pendataran diafragma
menunjukkan adanya hiperinflasi dan penyakit jalan nafas seperti obstruksi kronis.
f. Tulang dan jaringan lunak
Perhatikan bagian tepi film, perhatikan iga untuk mengetahui adanya fraktur atau deposit
sekunder penampakan bayangan payudara dan apakah telah dilakukan mastektomi, bagian
bawah diafragma, bahu dan sebagainya.
KKD-6FKUC| 35

B. PROSEDUR TINDAKAN

1. Memasang foto thorax dengan benar sesuai dengan marker R (Right) / L (Left) atau D (Dextra) / S
(Sinistra). Proyeksi / posisi foto thórax :

 Anteriorposterior (AP) : clavicula akan tampak mendatar, scapula berada di dalam lapangan paru,
dan yang tampak depan adalah iga anterior
 Posteroanterior (PA) : tampak air-fluid level dari udara lambung dan tampak margo medial dari
scapula, iga posterior tampak depan, clavicula mnjungkit
 Lateral kiri : tampak diafragma kiri yang terpotong oleh bayangan jantung

Gambar 37. Perbedaan Foto Thorax PA dan AP

2. Identitas foto thorax : nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengambilan foto, nomor rekam medis.

3. Persyaratan foto thórax proyeksi PA yang layak deskripsi ;


 Film mencakup seluruh cavum thorax dari kedua ápex paru dan sinus costophrenicus.
 Inspirasi cukup bila diafragma kanan setinggi iga 9 atau 10 posterior
 Simetris bila corpus vertebra thoracalis terletak ditengah sendi sternoclavicularis.
 Kondisi foto cukup ; yang terlihat hanya vertebra thoracalis 3 – 4.

4. Bentuk dan ukuran jantung :


 Normal : seperti buah pear / buah jambu / alpokat ,
 Abnormal : bentuk khas (sepatu, oval, kotak), pinggang jantung dapat dangkal ( cekung ) atau
melurus , atau menonjol.
 Mengukur index jantung / Cardiac Index (CI) / Cardiothoraco Ratio (CTR) :
36| K K D - 6 F K U C

Diameter transversal jantung (T1 + T2)


CI = x 100% = X%
Diameter transversa thorax bagian dalam (DTI)

Gambar 38. Cardiac Index (CI)


Atau
A+B
CTR =
C

Gambar 39. Cardiothoraco Ratio (CTR)

Normal : X ≤ 50%
Cardiomegaly : > 50%

5. Identifikasi /penilaian segmen-segmen anatomis jantung (normal / membesar )


KKD-6FKUC| 37

 Batas kanan dibentuk oleh atrium kanan dan aorta asenden .


 Batas kiri dari atas ; aorta knob, pinggang jantung yang agak cekung (dibentuk oleh conus
pulmonalis dan aurikel / atrium kiri) dan segmen ventrikel kiri dengan letak ápex cordis di atas
diafragma ; ventrikel kanan letak dibelakang os sternum pada foto thórax posisi lateral kiri.

Pembesaran segmen-segmen anatomis jantung :


 Atrium kanan membesar / right atrial enlargment (RAE) : batas kanan jantung menonjol yaitu
diameter transversa kanan jantung dibagi dengan diameter hemithorax kanan lebih dari 1/3.
 Atrium kiri membesar / left atrial enlargment (LAE) : kontur ganda (double contour) pada batas
kanan jantung , aurikel kiri menonjol, bronchus utama (main bronchus ) kiri terangkat.
 Ventrikel kanan/right ventricular enlargment (RVE) : jantung melebar ke kiri dengan apex yang
terangkat dan conus pulmonalis menonjol (proyeksi PA) dan retrosternal clear space menyempit
(proyeksi lateral kiri).
 Ventrikel kiri membesar / left ventricular enlargment (LVE) : jantung melebar ke kiri dengan apex
yang tertanam (proyeksi PA) dan retrocardiac clear space menyempit / menghilang (proyeksi
lateral kiri).

6. Mengukur aorta / knob aorta ( lihat gambar 37) :


 Normal ; (A1 + A2) < dari 4 cm atau jarak A1 antara 3,5 – 4 cm atau jarak < 3,5 cm yang diukur
dari tepi lateral kiri trachea.
 Dilatasi aorta ; (A1+A2) > 4 cm, atau aorta knob menonjol (A1 > 4 cm)
 Aorta elongasi ; bila batas atas aorta terhadap pertengahan ujung-ujung clavicula < 2 cm atau < 1
cm dari batas bawah ujung clavicula.

7. Identifikasi hilus :
 Hilus adalah arteri dan vena pulmonalis ; kiri lebih tinggi dari kanan
 Cabang dari arteri pulmonalis kanan yaitu right descendens pulmonary artery (RDPA) diameter
tidak boleh lebih dari 17 mm.

8. Vascular paru / corak bronchovascular :


 Normal ; arteri pulmonalis kanan terlihat pada hilus kanan dan kiri, bercabang-cabang ke perifer
paru , makin lama makin kecil secara bertahap (tapering-off) dengan perbandingan diameter arteri
di hilus dan perifer sekitar 5 : 1. Corak vaskuler lebih banyak / ramai dan lebar dilapangan bawah
paru (yang lebih mudah dilihat pada bagian kanan bawah) dibandingkan dengan corak vaskuler
pada lapangan atas paru.
 Meningkat ; vaskuler paru suprahilar kanan kiri bertambah dan bisa melebar , karena disamping
pembuluh darah arteri juga akibat vena-vena yang terbendung, Vena-vena pulmonalis tampak
sekitar hilus bentuk pendek dan lebar.
 Menurun : vaskuler paru tampak sepi / berkurang dibandingkan dengan normal.

9. Penilaian parenkim paru dan sinus kostofrenikus :


 Perkabutan parahilar (batwing / butterfly appearance) = edema paru
 Sinus kostofrenikus tumpul / berselubung = efusi pleura
38| K K D - 6 F K U C

Gambar 40. Edema Paru

Gambar 41. Efusi Pleura

10. Kesan
 Sebutkan kelainan jantung yang didapat ( bila kelainannya khas )
 Suspek bila tidak khas, dan bila perlu differential diagnosis (DD)
KKD-6FKUC| 39

C. CHECKLIST PENILAIAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
 Pastikan marker pada foto thorax
1  Memasang foto dengan benar pada light box
 Tentukan proyeksi/ posisi foto thorax (PA, AP dan / atau lateral kiri)
2 Identitas pasien (ada / tidak ada; lengkap / tidak lengkap)
Persyaratan foto thorax yang layak untuk dibaca
3  Inspirasi maksimum
 Simetris
Nilai bentuk dan ukuran jantung
4  Cardiac Index
 Pinggang jantung
Identifikasi segmen-segmen anatomis jantung (normal / membesar);
5
apeks cordis
6 Identifikasi aorta, knob aorta
7 Identifikasi hilus terutama RDPA (normal / dilatasi)
8 Identifikasi corak vaskuler paru
9 Nilai parenkim paru / snus akibat penyakit jantung
10 Kesan : Diagnostik / DD

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
20
40| K K D - 6 F K U C

PUNGSI PLEURA (THORACOCENTESIS)

Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pungsi Pleura/ Thoracocentesis.

Tujuan Khusus :
1. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pungsi pleura
2. Mampu mempersiapkan alat pungsi pleura
3. Mampu melakukan pungsi pleura

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran :


 Handscoen steril  Lidokain 1%
 Duk steril  Antiseptik, betadine
 Threeway stopcock  Plester
 Transfusi set  Kassa steril
 Abbocath 18-20 G  Botol penampung 1 L
 Spuit 3 cc dan jarum 27 G  Tempat specimen (jika diperlukan)
 Spuit 50 cc

A. PENGANTAR

Pungsi pleura merupakan tindakan invasif dengan menginsersi jarum melalui dinding thorax untuk
mengeluarkan cairan dari rongga pleura.
Cairan pleura dibentuk oleh kapiler pleura parietalis dan direabsorbsi oleh kapiler pleura visceralis dan
pembuluh getah bening pleura parietal. Keseimbangan ini tergantung pada tekanan hidrostatik dan
penyaluran cairan pleura oleh saluran getah bening. Secara fisiologis, keseimbangan cairan ini terjadi
karena adanya tekanan hidrostatik 9 mmHg oleh produksi pleura parietal diimbangi oleh tekanan koloid
osmotik 10 mmHg oleh pleura visceral untuk direabsorbsi.
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura yang disebabkan oleh proses eksudasi atau
transudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Penumpukan cairan mencapai 2/3 hemithorax disebut
efusi pleura masif, paling sering ditemukan karena proses keganasan dan tuberculosis. Efusi pleura masif
harus segera mendapatkan tindakan karena cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga
dada dan dapat menimbulkan kematian. Selain pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya,
tindakan yang dapat dilakukan pada kasus efusi pleura masif adalah dengan melakukan pungsi pleura.
KKD-6FKUC| 41

Indikasi

Tindakan ini memiliki tujuan diagnostik yaitu mendapatkan spesimen cairan pleura untuk pemeriksaan
lebih lanjut (analisis cairan pleura) dan juga tujuan terapeutik untuk mengurangi tekanan mekanik terhadap
paru. Efusi pleura adalah adanya cairan abnormal dalam rongga pleura yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit. Dengan mendapatkan spesimen cairan pleura dapat diperiksa lebih lanjut, diantaranya
apakah tergolong transudat atau eksudat yang akan membantu dalam penegakan diagnosis penyakit.

Kontraindikasi
1. Absolut : Gangguan erdarahan (koagulopati), pemakaian zat antikoagulan disertai PTT dan APTT
memanjang > 1.5 x normal, trombositopenia <20.000 mm 3, gangguan hemodinamik atau irama
jantung, serta distress respirasi bukan karena efusi pleura
2. Relatif : infeksi lokal pada dinding dada, pasien kurang kooperatif, keadaan umum pasien buruk, serta
batuk / cegukan berlebihan.

Pengawasan Pasca Tindakan


1. Lakukan foto thorax kontrol untuk melihat keberhasilan pungsi yang telah dilakukan
2. Amati komplikasi yang mungkin terjadi
 Pneumothorax
 Hematothorax
 Infeksi
 Syok vasovagal

Lokasi Pungsi
1. SIC V atau VI linea midaxillaris, atau
2. SIC V linea midscapula

Gambar 42. Lokasi pungsi pleura


42| K K D - 6 F K U C

B. PROSEDUR TINDAKAN

B.1 Evaluasi Awal


1. Anamnesis : Adakah riwayat keganasan, pansitopenia, penggunaan antikoagulan,
2. Pemeriksaan Fisik : KU, vital sign
3. Penunjang : Rontgen Thorax PA dan/ atau Lateral, CT-Scan, Laboratorium (DL, CT-BT,
Albumin, GDS)

B.2 Persiapan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien
2. Tanyakan adakah riwayat alergi terhadap anestesi lokal atau antiseptik yang akan digunakan
3. Meminta persetujuan tertulis
4. Siapkan alat-alat pungsi

B.3 Pelaksanaan
1. Pasien diinstruksikan untuk membuka pakaian bagian atas
2. Posisikan pasien duduk bila memungkinkan atau setengah duduk, menghadap sandaran kursi
dengan lengan berada di atas sandaran kursi

Gambar 43. Posisi Pungsi Pleura

3. Tentukan tempat aspirasi dengan pemeriksaan fisik dan dengan bantuan foto thorax.
4. Memberi tanda daerah yang akan dipungsi di linea aksilaris posterior, khususnya tempat insersi
di bawah batas redup pada pemeriksaan perkusi, di ruang interkostal, tepi atas iga.
5. Cuci tangan dan pakai handscoen steril
6. Desinfeksi dengan kasa steril yang diberi betadine, dari arah dalam ke luar, lalu ulangi dengan
alkohol 70%. Pasang duk steril dengan lubang pada tempat yang akan dipungsi.
KKD-6FKUC| 43

7. Anastesi lokal dengan lidocain 1% 2-4 cc dengan spuit 5 cc, diinfiltrasikan anestesi lokal
intradermal, tunggu sesaat kemudian lanjutkan ke arah dalam hingga terasa jarum menembus
pleura.
8. Jika jarum telah menembus rongga pleura lalu dilakukan aspirasi di dalam kavum pleura sampai
spuit penuh, kemudian spuit dicabut.
9. Selanjutkan tusukkan abbocath nomor 16 di tempat tusukan jarum anastesi lokal dan apabila
telah menembus pleura, maka maindrain (piston) jarum dicabut.
10.Sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock (stopkran) dan spuit 50 cc (untuk
aspirasi).
11.Sambungkan dengan transfusi set dan botol penampungan, jangan lupa merubah arah
threeway stopcock saat memindahkan arah aliran cairan pleura ke botol penampungan.
12.Alirkan sampai jumlah yang diperkirakan, maksimal 1-1.5 L sambil amati keadaan pasien.
13.Lepaslah spuit 50 cc dan tamping cairan pada tempat specimen untuk pemeriksaan
laboratorium
14.Setelah selesai, tekan dengan kassa steril kemudian mintalah pasien menarik nafas panjang,
lalu lepaslah abbocath dan tutup dengan plester
15.Lepas duk dan bersihkan daerah tindakan serta peralatan yang telah digunakan
16.Lepas handscoen steril dan mencuci tangan
17.Jelaskan pada pasien bahwa prosedur telah selesai

C. CHECKLIST PENILAIAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2

I INTERAKSI DOKTER PASIEN


1 Senyum, salam, sapa, dan melihat rekam medis pasien
Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
2
persetujuan tindakan (informed consent)

II PEMASANGAN EKG
3 Menyiapkan alat dan bahan dengan lengkap
Mempersiapkan pasien :

a. Pasien diminta membuka pakaian bagian dada


4
b. Pasien diminta duduk
c. Cari lokasi pungsi, tandai dengan spidol/ ballpoint

5 Cuci tangan WHO dan pasang Handscoen steril

6 Sterilisasi lokasi pungsi dengan prosedur aseptik

7 Pasang duk steril


44| K K D - 6 F K U C

8 Anestesi lokal pada titik pungsi yang telah ditandai


Jika jarum telah menembus rongga pleura lalu dilakukan aspirasi di dalam
9
kavum pleura sampai spuit penuh, kemudian spuit dicabut.
Selanjutkan tusukkan abbocath nomor 16 di tempat tusukan jarum

10 anastesi lokal dan apabila telah menembus pleura, maka maindrain


(piston) jarum dicabut.
Sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock (stopkran)
11
dan spuit 50 cc (untuk aspirasi).
Sambungkan dengan transfusi set dan botol penampungan, jangan lupa

12 merubah arah threeway stopcock saat memindahkan arah aliran cairan


pleura ke botol penampungan.
Alirkan sampai jumlah yang diperkirakan, maksimal 1-1.5 L sambil amati
13
keadaan pasien.
Lepaslah spuit 50 cc dan tamping cairan pada tempat specimen untuk
14
pemeriksaan laboratorium
Setelah selesai, tekan dengan kassa steril kemudian mintalah pasien
15
menarik nafas panjang, lalu lepaslah abbocath dan tutup dengan plester
Lepas duk dan bersihkan daerah tindakan serta peralatan yang telah
16
digunakan

17 Lepas handscoen steril dan mencuci tangan

18 Jelaskan pada pasien bahwa prosedur telah selesai

III PROFESIONALISME
19 Melakukan dengan penuh percaya diri
20 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
40
KKD-6FKUC| 45

PEMASANGAN DAN PENCABUTAN CHEST TUBE

Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemasangan dan Pencabutan Chest Tube

Tujuan Khusus :
1. Mampu menjelaskan indikasi, tujuan dan hasil pemasangan Chest Tube
2. Mampu mempersiapkan alat yang akan digunakan
3. Mempu melakukan prosedur pemasangan dan pencabutan Chest Tube
4. Mamp melakukan evaluasi dan perawatan Chest Tube
5. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemasangan Chest Tube

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran :


 Handscoen Steril  NCT no 16 atau Chest Tube
 Duk steril  Blood set
 Spuit 5 cc  Botol penampung
 Pisau bedah steril  Antiseptik
 Klem arteri lurus  Trokar disposable
 Needle holder dan jarum kulit steril  NaCl 0.9%
 Silk / Side 2.0  Kassa steril

A. PENGANTAR

Pemasangan Chest Tube merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara atau
cairan (darah, pus) dari rongga pleura, mengembalikan/ mempertahankan tekanan negative pada rongga
pleura, mengembalikan kembali paru yang kolaps dan mencegah refluks drainage kembali ke dalam
rongga dada dengan menggunakan pipa penghubung yang disambungkan denga alat water seal
drainage (WSD).

Indikasi
1. Pneumothorax
2. Hematothorax
3. Thorakotomi
4. Emfiema
5. Efusi pleura masif
46| K K D - 6 F K U C

Lokasi Pemasangan Chest Tube


1. Bagian apex paru : SIC ke 2 linea midclavicula. Berfungsi mengeluarkan udara dari rongga pleura
2. Bagian basal paru : SIC V linea midaxillaris. Berfungsi mengeluarkan cairan dari rongga pleura

Gambar 44. Jenis WSD dan Pemasangannya

Perawatan Chest Tube

Setelah dilakukan pemasangan Chest Tube maka perlu dilakukan perawatan sebelum Chest Tube
dilepas :
1. Posisi setengah duduk (±300)
2. Ganti verband tiap 3 hari sekali dan diberi zalf antibiotic
3. Foto kontrol tiap hari
4. Fisioterapi nafas agar paru mengembang (meniup balon atau batuk)
5. Perawatan selang dan botol WSD :
 Ganti botol tiap hari
 Cairan yang digunakan adalah NaCl
 Penggantian botol harus dilakukan dengan teknik tertutup untuk mencegah udara masuk ke pleura
dengan cara mengklem selang atau dilipat dan diikat.
 Saat penggantian, catat : penambahan cairan, adanya undulasi dan adanya udara yang keluar dari
WSD.

Pemasangan Chest Tube dinyatakan berhasil bila :


1. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik atau rontgen
2. Darah / cairan sudah tidak keluar dari Chest Tube
3. Tidak ada empiema
KKD-6FKUC| 47

Syarat Melepas Chest Tube


1. Paru mengembang (klinis :suara paru kanan=kiri; evaluasi : foto thorax)
2. Sekret serous, tidak hemoragik dengan jumlah < 100 cc/ 24 jam pada dewasa dan < 25-30 cc/ 24 jam
pada anak-anak

Komplikasi
1. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothorax, atrial aritmia
2. Komplikasi sekunder : infeksi, empiema

B. PROSEDUR TINDAKAN

B.1 Pemasangan Chest Tube


1. Instruksikan pasien untuk membuka pakaian bagian atas
2. Posisikan pasien dalam posisi duduk, atau setengah duduk (kedua tangan memeluk bantal / di
meja); atau bila tidak posisikan pasien dalam posisi tiduran dengan sedikit miring ke sisi yang
sehat (tangan di atas kepala)
3. Tentukan dan tandai posisi pemasangan Chest Tube
4. Cuci tangan WHO dan pasang handscoen steril
5. Bersihkan daerah pemasangan dengan antiseptik
6. Tutup dengan duk steril
7. Anastesi lokal daerah pemasangan
8. Perhatikan kedalaman rongga pleura dengan melihat jarum infiltrasi tadi, ukurlah
9. Insisi kulit dan subkutis di sela iga dengan arah transversal tepat di atas tepi iga ke VI agar tidak
mencederai saraf dan pembuluh darah di bawah iga
10. Dengan klem arteri, teruskan filtrasi secara tumpul sampai menembus otot intercosta dan
mencapai pleura parietalis

Gambar 45. Pemasangan Chest Tube


48| K K D - 6 F K U C

11. Klem selang Chest Tube dan dorong masuk ke rongga pleura ± 5 cm
12. Fiksasi selang sesuai dengan tanda pada selang (dengan jahitan kulit sederhana dengan
menyisakan satu jahitan di tengah yang tidak disimpul untuk pencabutan Chest Tube
13. Daerah luka dibersihkan dan diberi zalf kemudian ditutup kassa
14. Sambung selang dengan botol steril yang berisi 100 cc NaCl atau dapat juga kea lat suction
khusus untuk Chest Tube aktif
15. Tandai dan catat tinggi awal cairan dalam botol
16. Jelaskan pada pasien bahwa prosedur telah selesai
17. Rapikan peralatan, lepas handscoen dan cuci tangan WHO

B.2 Pencabutan Chest Tube


1. Sediakan alat untuk melepas jahitan
2. Lepas jahitan pengikat selang, kemudian minta pasien inspirasi dalam lalu ekspirasi.
3. Saat pasien ekspirasi dalam, minta pasien untuk menahannya
4. Cabut selang Chest Tube
5. Ikatkan benang jahitan yang disisakan saat pemasangan untuk penutupan luka
6. Tutup dengan kassa steril
7. Jelaskan pada pasien bahwa prosedur telah selesai

C. CHECKLIST PENILAIAN

C.1 Pemasangan Chest Tube


Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2

I INTERAKSI DOKTER PASIEN


1 Senyum, salam, sapa, dan melihat rekam medis pasien
Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
2
persetujuan tindakan (informed consent)

II PEMASANGAN CHEST TUBE


3 Menyiapkan alat dan bahan dengan lengkap
Mempersiapkan pasien :

a. Pasien diminta membuka pakaian bagian dada


4
b. Pasien diminta duduk atau setengah duduk
c. Cari lokasi pemasangan, tandai dengan spidol/ ballpoint

5 Cuci tangan WHO dan pasang Handscoen steril

6 Membersihkan daerah pemasangan dengan antiseptik

7 Menutup dengan duk steril


KKD-6FKUC| 49

8 Anastesi lokal daerah pemasangan

9 Ukur kedalaman rongga pleura dengan melihat jarum infiltrasi tadi


Insisi kulit dan subkutis di sela iga dengan arah transversal tepat di atas
10
tepi iga ke VI
Dengan klem arteri, meneruskan filtrasi secara tumpul sampai menembus
11
otot intercosta dan mencapai pleura parietalis

12 Mengklem selang Chest Tube dan dorong masuk ke rongga pleura ± 5 cm


Memfiksasi selang sesuai dengan tanda pada selang (dengan jahitan kulit

13 sederhana dengan menyisakan satu jahitan di tengah yang tidak disimpul


untuk pencabutan Chest Tube

14 Membersihkan daerah luka dan diberi zalf kemudian ditutup kassa


Menyambung selang dengan botol steril yang berisi 100 cc NaCl atau
15
dapat juga kea lat suction khusus untuk Chest Tube aktif

16 Menandai dan catat tinggi awal cairan dalam botol

17 Rapikan peralatan, lepas handscoen dan cuci tangan WHO

III PROFESIONALISME

18 Melakukan dengan penuh percaya diri


19 Melakukan dengan kesalahan minimal
20 Menjelaskan pada pasien bahwa prosedur telah selesai

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
40

C.2 Pencabutan Chest Tube


Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2

I INTERAKSI DOKTER PASIEN


1 Senyum, salam, sapa, dan melihat rekam medis pasien
Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
2
persetujuan tindakan (informed consent)
50| K K D - 6 F K U C

II PENCABUTAN CHEST TUBE


3 Menyiapkan alat dan bahan dengan lengkap
4 Cuci tangan WHO dan pasang Handscoen steril
Melepas jahitan pengikat selang, kemudian minta pasien inspirasi dalam
5
lalu ekspirasi.
6 Saat pasien ekspirasi dalam, minta pasien untuk menahannya
7 Mencabut selang Chest Tube
Mengikatkan benang jahitan yang disisakan saat pemasangan untuk
8
penutupan luka
9 Tutup dengan kassa steril
10 Rapikan peralatan, lepas handscoen dan cuci tangan WHO

III PROFESIONALISME

11 Melakukan dengan penuh percaya diri


12 Melakukan dengan kesalahan minimal
13 Menjelaskan pada pasien bahwa prosedur telah selesai

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
26
KKD-6FKUC| 51

REFERENSI

1. Baltazar, R.F. (2013). Basic and Bedside Electrocardiography. Baltimore,MD : Lippincott Williams &
Wilkins.
2. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. (2008).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC.
3. Kabo, P dan Karim, S (2007). EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter
Umum. Jakarta : FK UI.
4. Netter, F.H.(2014). Atlas of human anatomy. 6th ed: Elsevier.

5. Silverthorn, D.U. (2013). Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.

6. FK Universitas Sebelas Maret. (2019). Buku Manual Keterampilan Kilinis : Interpretasi Pemeriksaan
Elektrokardiografi. Surakarta

7. FK Universitas Sebelas Maret. (2019). Buku Manual Keterampilan Kilinis : Keterampilan Pemasangan
Elektrokardiografi. Surakarta

8. Divisi Diklat RS Jantung dan Pembulus Darah Harapan Kita. (2019). Buku Ajar Advanced Cardiac Life
Support. Jakarta

9. FK Universitas Hasanuddin. (2017). Buku Panduan Kerja Keterampilan Pemeriksaan Foto Thorax
Cardiovascular. Makassar

10. Zamroni Dian, Kosasih Adrianus, Sugiman Tantani, etc. (2018). Buku Ajar Kursus BAntuan JAntung
Dasar BCLS Indonesia. Jakarta : PP Perki

11. Kolegium Ilmu Penyakit Dalam. (2017). Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai