Anda di halaman 1dari 13

Prevalensi Retinopati Diabetika Pada Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Mata dr Yap

pada Tahun 2017


Daftar Isi
BAB I

Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia
atau peningkatan kadar gula darah yang kronis dan bervariasi. Hal ini dapat disebabkan karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Selain itu, etiologi dari DM sangat
kompleks, baik gaya hidup yang tidak sehat, lingkungan, genetik, dan lainnya.

Sampai saat ini DM masih menjadi masalah kesehatan yg utama di dunia. Diantara penyakit
degeneratif lain, DM mempunyai angka kejadian yang terus meningkat setiap tahunnya. Angka
penderita diabetes di dunia, menurut data International Diabetes Federation saat ini adalah
sekitar 194 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 500 juta orang pada
tahun 2025. Prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia terdapat di negara India, diikuti oleh
China, USA, dan Indonesia menempati peringkat ke 4 dengan angka 8,4 juta pada tahun 2000
yang diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030 menjadi sebanyak 21,3 juta penderita.

Di samping prevalensinya kian bertambah, persoalan DM akan semakin sulit bila telah terjadi
komplikasi. Diketahui manisfestasi dari DM dapat berupa komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular. Pada makrovaskular komplikasinya berkembang menjadi penyakit jantung,
hipertensi, stroke, ataupun disfungsi ginjal. Sementara komplikasi mikrovaskular dapat berupa
neuropati dan retinopati.

Retinopati diabetik merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan karena adanya kelainan
pada retina. Dimana terjadi suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan
sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus sehingga mengakibatkan gangguan nutrisi pada
retina. Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada
usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami
kebutaan dibanding nondiabetes. Resiko mengalami retinopati meningkat sejalan dengan
lamanya diabetes. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% pasien sudah
menderita retinopati diabetik nonproliferatif (background retinopathy) yaitu bentuk yang paling
ringan dari retinopati diabetik dan sering tidak memperlihatkan gejala. Setelah 20 tahun,
prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan 4,8 persen penduduk di seluruh
dunia menjadi buta akibat retinopati diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global,
retinopati diabetik menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi macula
(AMD= age-related macular degeneration). Karena angka kejadian diabetes melitus di seluruh
dunia cenderung meningkat maka retinopati diabetik masih tetap menjadi masalah penting.
Melalui penelitian ini kami berusaha untuk mengetahui dan memberikan informasi mengenai
prevalensi retinopati diabetika pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Mata dr Yap
Yogyakarta. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu data dasar dalam
penyempurnaan pengelolaan retinopati diabetikum serta melakukan pencegahan komplikasi DM
sedini mungkin.
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran serabut serabut saraf
optik, letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata. Di bagian
retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan yang terdapat makula lutea (bintik
kuning) kira-kira berdiameter 1-2 mm yang berperan penting untuk penglihatan. Kira-kira 3 mm
ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut
papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan ekskavasi faali. Arteri retina
sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik. Arteri retina
merupakan pembuluh darah terminal. Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm, terdiri atas
lapisan:

 Lapisan fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang dan sel kerucut dan
merupakan lapisan penangkap sinar.
 Membran limitan eksterna merupakan membrane ilusi.
 Lapisan nukleus luar terutama terdiri atas nuklei sel-sel visual atau sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
 Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
 Lapisan nukleus dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapis ini
mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
 Lapisan pleksiform dalam merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel
amkrin dengan sel ganglion.
 Lapisan sel ganglion merupakan lapisan sel saraf bercabang
 Lapisan serabut saraf merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik dan di
dalam lapisan ini dapat terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
 Membran limitan interna merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.
2.2 Definisi

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan
dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Kelainan patologik yang paling dini
adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit. Retinopati
diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens
pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-
titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok
(lihat gambar 1 dan 2).

Gambar 1 dan 2. Retinopati diabetik non proliferative

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Kadar gula darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan penderita DM lebih cepat mengalami
retinopati diabetik. The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom
Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa kadar gula darah yang terkontrol
akan menurunkan resiko terjadinya retinopati diabetik. DCCT juga menunjukkan bahwa
pengendalian gula darah secara intensif akan mengurangi progresifitas retinopati diabetik ke arah
NPDR berat, PDR dan edema makula (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-
2012).

Faktor risiko terjadinya retinopati diabetik digolongkan atas tiga kelompok besar yaitu, faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, faktor risiko yang dapat dimodifikasi, dan faktor tambahan
lain (penyakit arteri karotis, kehamilan, gangguan ginjal dan merokok). Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi diantaranya adalah faktor genetik, jenis kelamin dan durasi DM. Sementara
faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu kadar gula darah, tekanan darah dan kadar lipid
dalam darah.

Pasien dengan DM seringkali disertai dengan hipertensi. Kontrol tekanan darah memainkan
peran penting dalam pencegahan dan penatalaksanaan retinopati diabetik. UKPDS menunjukkan
bahwa penurunan tekanan darah sistolik rata-rata sebesar 154-144 mmHg mengurangi jumlah
mikroaneurisma dalam follow up 4,5 tahun, mengurangi jumlah hard exudate dan cotton wool
spot pada follow up 7,5 tahun dan juga mengurangi kebutuhan untuk fotokoagulasi. Studi yang
sama juga menyebutkan kontrol ketat tekanan darah dapat menurunkan risiko progresifitas
retinopati diabetik sebesar 34% dan juga menurunkan risiko perburukan tajam penglihatan
sebesar 47% (InaDRS, 2013; Kern dan Huang, 2010).

Merokok terbukti memiliki hubungan dengan terjadinya komplikasi mikroangiopati lebih awal
pada pasien DM tipe 1 (InaDRS, 2013). Marshall, dkk., (1993) dalam studinya menemukan
bahwa terdapat hubungan antara jumlah dan lamanya merokok dengan kejadian PDR. Moss,
dkk., (1996) menemukan hasil yang berbeda, dimana disimpulkan bahwa merokok bukanlah
suatu faktor risiko dari progresifitas retinopati diabetik dalam jangka waktu lama. Disebutkan
juga bahwa tidak terdapat hubungan antara status merokok dengan insiden Diabetic Macular
Edema (DME).

Obesitas juga dikatakan merupakan faktor risiko yang memperberat retinopati diabetik (InaDRS,
2013). Beberapa penelitian menemukan peningkatan indeks massa tubuh secara signifikan
berhubungan dengan penurunan visus dan peningkatan keparahan retinopati diabetik.
Mekanisme patofisiologi yang mendasari hubungan antara peningkatan IMT dengan retinopati
diabetik belum jelas (Dirani, dkk., 2011).

Dislipidemia sering dijumpai pada pasien DM, yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar
plasma trigliserida (TG), penurunan high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), peningkatan
small dense low density lipoprotein (sd LDL), dan peningkatan kadar apolipoprotein B
(Gnaneswaran, dkk., 2013). Dalam studi komplikasi diabetes, diketahui bahwa peningkatan
kadar TG dan LDL berhubungan dengan progresifitas retinopati setelah 2 tahun (Vinodhini,
dkk., 2013). Studi ETDRS menyimpulkan bahwa peningkatan kadar serum lipid berhubungan
dengan peningkatan risiko adanya hard exudate di retina, dan penurunan kadar lipid dapat
menurunkan risiko pembentukan hard exudate serta mencegah penurunan tajam penglihatan pada
pasien retinopati diabetik (Chew, dkk., 1996).

2.4 Epidemiologi

2.5 Klasifikasi Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik diklasifikasikan atas non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan
proliferative diabetic retinopathy (PDR). Non proliferative diabetic retinopathy merupakan
tahap awal dari retinopati diabetik yang terdiri dari mild, moderate, severe dan very severe
NPDR. Proliferative diabetic retinopathy yang merupakan tahap lanjut dari retinopati diabetik
terdiri atas early, high risk dan advanced PDR (American Academy of Ophthalmology and Staff,
2011-2012)

2.6 Patofisiologi

Merupakan bentuk yang paling umum yang dijumpai dan merupakan cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Disebabkan oleh
penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tetapi telah
diteliti adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membran basalis dan hilangnya perisit)
dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Di sini perubahan
mikrovaskuler pada retina terbatas pada lapisan retina (intra retina). Karakteristik pada jenis ini
adalah dijumpainya mikroaneurisma multipel yang dibentuk kapiler-kapiler yang membentuk
kantong-kantong kecil yang menonjol seperti titik-titik, vena retina mengalami dilatasi dan
berkelok-kelok, bercak perdarahan intra retina. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan
retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi
horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisan retina yang
lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non proliferatif.
Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang lanjut
disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan serabut saraf. Hal ini
menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang
rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler abnormal
(IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik. Bila satu dari keempatnya dijumpai
maka ada kecenderungan progresif.

Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua
mekanisme yaitu:

1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

2.7 Manifestasi Klinis

Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua lapisan
retina. Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah:

- Penglihatan kabur

- Kesulitan membaca

- Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata

- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

- Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya adalah:

1. Mikroaneurisma

Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena, dengan bentuk
berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma
merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata (lihat gambar 3 dan 4).

Gambar 3. Mikroaneurisma dan Perdarahan Intraretina

Gambar 4. Blot hemorrhages dan microaneurysms

2. Dilatasi pembuluh darah balik

Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelok-kelok. Hal ini
terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi
plasma (lihat gambar 5).
Gambar 5. Dilatasi pembuluh darah balik

3. Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis
penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler (lihat gambar 6).

Gambar 6. Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif

4. Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata,
kemudian membesar dan bergabung (lihat gambar 7).

Gambar 7. Edema makula dan hard eksudat di fovea


5. Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah makula.
Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang
menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk
zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan
mikroaneurisma dan eksudat intra retina (lihat gambar 8). Edema makular signifikan
secara klinis (Clinically significant macular oedema (CSME)) jika terdapat satu atau
lebih dari keadaan dibawah ini:
 Edema retina 500 µm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
 Hard eksudat jaraknya 500 µmdari fovea sentralis, yang berhubungan dengan
retina yang menebal.
 Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 µm) atau lebih, dengan jarak dari
fovea sentralis 1 disk.
BAB III

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data
rekam medis penderita retinopati diabetik di Rumah Sakit Mata dr. Yap periode Januari –
Desember 2017. Variabel penelitian adalah penderita diabetes.

Anda mungkin juga menyukai