Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

NAMA MAHASISWA : wulan nur hamidah


NIM : 18.066

JUDUL : MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN


SASARAN : Tn. f
NO. CM : 0000
TEMPAT : Ruang cempaka Rsj grogol
WAKTU : 1x 45 Mneit

A. MASALAH UTAMA/DIAGNOSA KEPERAWATAN


Risiko perilaku kekerasan
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penddiikan kesehatn dalam waktu 1x45 menit, dengan
menggunakan lembar balik, leafleat, dan alat peraga diharapkan klien mampu
mengontrol perilaku kekerasan. Tujuan Khusus
2. Tujuan khusus klien dapat:
a. Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan
b. Menyebutkan Penyebab perilaku kekerasan
c. Menjelaskan tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
d. Bagaimana cara mengontrol perilaku kekerasan
e. Mempratekkan perilaku kekerasan secara fisik, spiritual, social, dan dengan terapi
psikofarmaka
C. MATERI PEMBELAJARAN
1. pengertian perilaku kekerasan
2. penyebab perilaku kekerasan
3. tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. cara mengontrol perilaku kekerasan
5. pratekkan perilaku kekerasan secara fisik, spiritual, social, dan dengan terapi
psikofarmaka

(materi terlampir)

D. METODE PENGAJARAN
1. Diskusi
2. Bermain peran
3. Demontrasi

E. MEDIA PENGAJARAN
1. Leafleat
2. Lembar balik
3. Alat peraga
(Terlampir)
F. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Kegatan Perawat Kegiatan KLien Waktu

A. Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit

2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan


perawat
memperkenalkan diri
3. Menanyakan kondisi 3. Menjawab pertanyaan
pasien perawat

4. Kontrak dengan pasien 4. Menyutujui kontrak


5. Menjelaskan tujuan
5. Menyimak yang
pembelajaran
dijelaskan pemateri

6. Menyebutkan materi
6. Menyimak yang
/pokok pembahasa yang
dijelaskan pemateri
akan di sampaikan

B. Isi 1. Bertanya tentang


1. Menjawab
pengertian
pertanyaan 35 menit
mengontrol
tentang pengertian
perilaku
mengontrol
kekerasan
perilaku kekersan
2. Menyimak yang
dijelaskan
2. Menjelaskan
pemateri
penyebab perilaku
kekerasan
3. Menjawab tentang
tanda dan gejala
3. Bertanya tentang dari perilaku
tanda dan gejala kekerasan
perilaku
kekerasan 4. Menjawab
pertanyaan
4. Bertanya tentang tentang cara
cara mengontrol mengontrol
perilaku perilaku kekerasan
kekerasan

5. Menjawab
5. Bertanya tentang pertanyaan
praktek tentang
mengontrol mempraktekan
perilaku mengontrol
C. Penutup
kekerasan perilaku kekerasan
1. Menjawab tentang
1. Tanya jawab tentang materi yg sudah di
materi penyuluhan jelaskan
2. Meberikan 2. Menjawab 5 menit
pertanyaan apa pertanyaan yg
pasien sudah telah di berikan
mengerti pada materi pemateri
3. Memberi pujian dan 3. Menyimpulkan
dukungan kepada materi yang gelah
peserta di sampaikan
4. Mengucapkan 4. Menjawab salam
terimakasih
Mengucapkan salam

G. EVALUASI
1. Jelaskan pengertian mengontrol perilaku kekerasan
2. Sebutkan penyebab dari perilaku kekerasan
3. Sebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. Bagaimana cara mengontrol perilaku kekerasan
5. Praktekan perilaku kekerasan secara fisik, spiritual, social, dan dengan terapi psikofarmaka

H. REFERENSI
Depkes, RI. 2007. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang: RSJ Prof. Dr. Soeroyo
Magelang.
Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
https://hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/relaksasi-untuk-redakan-amarah/
(25 FEBRUARI 2020)

Tangerang, 25 FEBRUARI 2020


(Penyuluh)

LAMPIRAN MATERI DAN MEDIA

MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN

1. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2008).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol
(Yosep, 2007). Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan
kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah
(Depkes, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu
ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu
bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
2. PENYEBAB
Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada
pasien gangguan jiwa antara lain
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan
dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi oleh contoh peran
eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura
bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor ini dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku kekerasan merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris ringan pada
hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana
jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indra
penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi,
dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan
bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin, dopamine,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin
serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku
agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya
dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki
oleh penghuni penjara tindak kriminal (narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal)
trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam
baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku
kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan
alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

3. TANDA DAN GEJALA DARI PERILAKU KEKERASAN


a. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

4. CARA MENGONTROL KEKERASAN

SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta
cara mengontrol secara fisik I
 
SP 2  Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2

a.    Evaluasi latihan nafas dalam


b.    Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c.    Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
 
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:

a.     Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik


b.     Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c.     Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

SP 4  Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual  


a.  Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisiK dan
sosial/verbal
b.  Latihan sholat/berdoa
c.  Buat jadual latihan sholat/berdoa
SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat   
a.      Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih.
b.     Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c.     Susun jadual minum obat secara teratur

5. PRAKTEK PERILAKU KEKERASAN


1. Teknik relaksasi otot

Seperti namanya, teknik relaksasi otot digunakan untuk membantu menurunkan


ketegangan otot. Teknik ini juga membantu kita lebih memahami tubuh, sehingga diharapkan
kita mampu mengendalikannya. Perlu diperhatikan bahwa penderita gangguan otot atau nyeri
punggung bawah tidak disarankan untuk melakukan teknik ini. Teknik relaksasi otot bisa
dilakukan dengan:

 Tense up and letting go


Teknik ini dilakukan dengan menegangkan otot sekitar 5 hingga 10 detik, kemudian
melemaskannya selama kurang lebih 30 detik.
 Letting go
Berbeda dengan tense up and letting go, teknik ini justru dilakukan hanya dengan cara
melemaskan otot tanpa menegangkannya terlebih dahulu.

2. Teknik relaksasi pernapasan

Menurut National Safety Council, teknik pernapasan ini adalah salah satu teknik relaksasi
termudah, mengingat bernapas adalah salah satu aktivitas yang sering kita lakukan. Teknik ini
selain dapat menurunkan kecemasan dan mengurangi stres, juga mampu meningkatkan proses
pernapasan dalam tubuh. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam teknik ini antara lain:

 Tenangkan diri Anda


 Tarik napas melalui hidung selama 3 hitungan, lalu tahan selama 5 hingga 10
detik
 Hembuskan udara tadi melalui mulut secara perlahan

3. Teknik imajinasi terbimbing

Sama seperti namanya, teknik ini dilakukan dengan berkhayal atau membayangkan
sesuatu. Selain mengelola stres, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa teknik ini juga
mampu mengurangi kesulitan tidur yang dialami oleh beberapa kalangan usia, seperti lanjut usia
(lansia).
Pada teknik ini, Anda dilatih untuk fokus hanya kepada imajinasi yang menyenangkan,
dan menggunakan imajinasi-imajinasi tersebut untuk menghilangkan imajinasi yang negatif.
Teknik ini dapat dipandu oleh diri sendiri maupun orang lain.

Anda mungkin juga menyukai