OLEH :
KELOMPOK 5
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat
petunjuk dan bimbingan-Nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah dengan judul “Berbagai
Alternatif Penyelesaian Masalah Akibat Adanya Keragaman Budaya” yang berisi pemahaman
materi bagi siswa sebagai saran belajar agar siswa lebih aktif dan kreatif. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis banyak sekali mengalami banyak kesulitan karena kurangnya ilmu
pengetahuan. namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan meskipun banyak kekurangan.
Penulis menyadari sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya belum seberapa dan
masih perlu banyak belajar dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif untuk ksempurnaan makalah ini.
Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai
bahan pembelajaran di masa yang akan datang.
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Glaukoma ...................................................................................
2.2 Metode ..............................................................................................................
2.3 Hasil Penelitian ...........................................................................................
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………..............
3.2 saran …………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Berdasarkan judul laporan ini, maka Penulis akan menjabarkan tentang latar
belakang sebagai berikut :
Asuhan keperawatan adalah suatu proses keperawatan dalam mengasuh klien
untuk memaksimalkan kesehatan klien.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia setelah katarak,
biasanya terjadi pada usia lanjut. Dibeberapa negara 2% penduduk usia diatas 40
tahun menderita Glaukoma, dan di Indonesia Glaukoma sebagai penyebab kebutaan
yang tidak dapat dipulihkan.
Glaukoma salah satu penyakit mata yang diakibatkan karena kenaikan tekanan
bola mata dan menimbulkan kerusakan saraf penglihatan, sedangkan fungsi saraf mata
akan meneruskan bayangan yang dilihat ke otak. Diotak bayangan akan digabungkan
dipusat penglihatan dan membentuk benda (vision).
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan
atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO)
dengan segala akibatnya. Saat peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi
jaringan, kerusakan terjadi pada sel ganglion retina, merusak diskus optikus,
mentebabkan atrofi saraf optik dan hilangnya pandangan perifer. Glaukoma dapat
timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya pandangan ireversibel tanpa
timbulnya tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul secara tiba-tiba
dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Derajat peningkatan TIO yang
mampu menyebabkan kerusakan organik bervariasi. Beberapa orang dapat
menoleransi tekanan yang mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan kebutaan.
Glaukoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder, dan kongenital. Tipe primer
terbagi lagi menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Sehingga dalam laporan ini,kami akan menjelaskan keseluruhan dari penyakit
glaucoma itu sendiri beserta asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
denganglaucoma.
1. 2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian glaucoma ?
2. Metode apa yang dilakukan penelitian ?
3. apa hasil yang dilakukan penelitian ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui glaucoma
2. Mengetahui metode apa yang dilakukan penelitian
3. Mengetahui apa hasil yang dilakukan penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian GLAUKOMA
Glaukoma adalah kelainan optik neuropati disertai kelainan lapang pandang yang
karakteristik dan peningkatan tekanan intra okular (TIO) merupakan faktor risiko utama.
Berdasarkan survei kesehatan mata yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 1993–1996 menunjukkan bahwa glaukoma (0,2%) adalah penyebab
kebutaan kedua terbanyak setelah katarak (0,7%) dari 1,5% populasi Indonesia yang telah
mengalami kebutaan.Glaukoma penyebab kebutaan permanen dan merupakan penyebab
kebutaan nomor 2 di dunia.
2.2 Metode
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif deskriptif. Data diperoleh dari rekam
medis semua penderita baru yang datang berobat ke poliklinik mata. Pasien yang
diikutsertakan dalam penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosis sebagai penderita
glaukoma. Glaukoma dikelompokkan menjadi glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa),
glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp) baik akut maupun kronik, glaukoma kongenital,
glaukoma juvenilis, glaukoma tensi normal/normal tension glaucoma (NTG) dan glaukoma
sekunder. Kriteria eksklusi bila penderita tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok di atas
akan tetapi dikelompokkan tersendiri sesuai diagnosisnya dan data tidak lengkap. Pasien
telah menjalani pemeriksaan mata meliputi tajam penglihatan dengan kartu Snellen,
tonometri aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldmann, lampu celah, gonioskopi dinamik
dengan gonioskopi Goldmann, funduskopi atau non kontak super field atau 78D (Volk, USA)
dan pemeriksaan lapang pandang baik dengan kampimetri kinetik Goldmann maupun
kampimetri statik Oktopus.
Data dicatat dalam lembar penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin, tajam penglihatan
awal dengan koreksi terbaik dikonversi ke LogMAR, cup disc ratio, tekanan intraokular
(TIO) dalam mmHg, hasil pemeriksaan kampimetri, dan diagnosis. Data-data tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam tabel induk secara manual kemudian diolah dengan
menggunakan piranti lunak Microsoft Excel Office 2009
Kebutaan, bila tajam penglihatan setelah koreksi terbaik kurang dari 3/60 atau lebih dari1.
(LogMAR) atau c/d 0,8 disertai tunnel lapang pandang.6,10 Kebutaan unilateral, bila buta pada
satu mata, sedangkan buta bilateral adalah bila buta pada kedua mata. Insidens kebutaan
merupakan insiden kebutaan per tahun yaitu jumlah penderita baru glaukoma yang
mengalami kebutaan dalam 1 tahun dibagi seluruh jumlah penderita baru glaukoma dalam 1
tahun yang sama di poliklinik tersebut dikalikan 100%. Karakteristik yang dinilai adalah
jenis glaukoma, usia yang dibagi menjadi 2 kelompok usia kurang dari 40 tahun dan lebih
dari 40 tahun, jenis kelamin, rata-rata tajam penglihatan (LogMAR), rata-rata TIO, dan rata-
rata CDR, serta tingkat keparahan glaukoma.
Kisaran umur penderita antara 6 bulan sampai 93 tahun dengan rata-rata umur 53
tahun dan penderita di atas 40 tahun sebanyak 80%.
Penyebab kebutaan baik 1 mata maupun 2 mata diakibatkan oleh GPSTp (30,74%),
di mana GPSTp kronis sebagai penyebab terbanyak (27,98%) dari seluruh jenis glaukoma.
Sedangkan GPSTa (25,57%) adalah penyebab ketiga terbanyak setelah glaukoma sekunder
(29,84%).
Pada Glaukoma sekunder, lens induced glaucoma (39%) adalah penyebab terbanyak
yang termasuk didalamnya, glaukoma fakomorfik dan glaukoma fakolitik yang
memperlihatkan bahwa lensa yang mengalami katarak masih menjadi masalah di Jakarta.
Neovaskular glaukoma sebanyak 8% yang umumnya disebabkan adanya kelainan di retina.
Penyebab lain terlihat cukup besar (33%), namun hanya terdapat satu-dua kasus pada tiap-
tiap penyebab
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kebutaan akibat glaukoma masih tinggi dengan penyebab terbanyak adalah GPSTp,
selain itu faktor lensa memegang peran yang dominan untuk terjadinya kebutaan.
Penyuluhan mengenai glaukoma belum dirasakan oleh seluruh Kota Jakarta dan
pemberantasan buta katarak belum merata.
3.2 Saran
Semoga dengan pembuatan makalah ini, makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya dan dapat di gunakan sebagai pedoman pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
American academy of ophthalmology staff. Basic and clinical science course. Section 10.
Glaucoma. San Francisco: LIO, 2010, p. 3.
Foster PJ, Oen FTS, Machin D, Ng TP, Devereux JG, Johnson GJ, et al. The prevalence of
glaucoma in Chinese residents of Singapore. Arch Ophthalmol 2000; 118: 1105–11.
Quigley HA, Broman AT. The nuber of people with glaucoma world wide in 2010 and 2020.
Br J Ophthalmol 2006; 90: 262–267.
Bourne RRA, Sukudom P, Foster PJ, Tantisevi V, Jitapunkul S, Lee PS, et al. Prevalence of
glaucoma in Thailand: a population based survey in Rom Klao district, Bangkok. Br J
Ophthalmol 2003; 87: 1069–74.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GLAUKOMA
KASUS PEMICU
Tn w 40thn dirawat di RS karena kehilangan penglihatan,sisi samping (perifer), sakit kepala,
penglihatan kabur, melihat pelangi bila melihat sumbar cahaya terang. Pada pemeriksaan
didpat pupil yang lebar dan iregular, edem perifer corne, kongesti pembuluh darah episkleral
dan konjungtiva, COA yang sempit. Pemeriksaan tonometri TIO diatas 21mmHg, diduga
faktor utama yang berperan dalam meningkatnya TIO, antara lain karena kecepatan produksi
Aqueos humor oleh badan silia, resitensi aliran aqueos humor melalui jaringan trabekular dan
kanal schlemna/ tekanan vena epislera. Dokter berkolaborasi dengan perawat dalam
pemberian tetes mata beta bloker(trimolol, betaxolol, cateolol, levobunolol, metripranolol)
yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
A. Pengkajian
I. Identitas
– Nama : Tn.W
– Jenis kelamin : Laki-laki
– Umur : 40 tahun
– Status perkawinan : Sudah Menikah
– Pendidikan : SMP
– Suku/Bangsa : Indonesia
– Alamat : Ds Semanding - Tuban
– Pekerjaan : Petugas parkir
– Sumber informasi : Pasien
II. Keluhan Utama : penglihatan kabur
III. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
P : Tn.W dibawa ke RS karena mengalami penglihatan kabur setelah kemarin
menglami benturan pada matanya saat bekerja. Tn.W juga merasakan tidak
dapat melihat di sisi samping, dan sellu melihat ada pelangi saat melihat lampu
yg terang. Setelah mengalami benturan, mata Tn.W dikompres istrinya dengan
air dingin.
Q : Penglihatan kabur dirasakan setelah Tn.W mengalami benturan pada matanya.
R :Di daerah matanya
S : Penglihatan yang kabur dirasakan sangat mengganggu aktivitas pekerjaan
Tn.W, sampai-sampai beliau sering berpegangan saat berjalan karena takut
jatuh
T : Penglihatan kabur lebih dirasakan saat siang hari dan saat malam hari jika
terkena sinar lampu.
b. Riwayat Penyakit Dahulu : Tn.W tidak pernah mengalami penyakit mata
sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : menurut keterangan klien tidak ada keluarga yang
mmiliki penyakit mata dan DM serta HT.
V. Body System
a. B1 (Breathing)
Tn.W tampak lelah
Bentuk dada normal
Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
PCH (-)
Suara pernapasan tambahan (-)
Pola napas teratur dengan RR 18 x/mnt
b. B2 (Blood)
Didapatkan tekanan darah yang normal (120/80 mmHg)
Nadi normal (Nadi 80 x/mnt)
Tidak ada sianosis
CRT normal (< 3 detik)
c. B3 (Brain)
Terlihat cemas
Kesadaran compos mentis dengan GCS 456
Pupil yg melabar dan irreguler
Edema epitel korneapemda episkleral & konjungtiva
COA sempit
Pemeriksaan TIO > 21 mmHg
Saat dirangsang cahaya yang terang pasien mengeluh melihat pelangi
d. B4 (Bladder)
Produksi urin normal min 400 cc/hari
Tdk ada pemberian ciaran parenteral
e. B5 (Bowel)
Anorexia
BB mnurun
Mulut bersih
Peristaltik meningkat 25 x/mnt
f. B6 (Bone)
Tn.W terlihat lelah
Mampu mggerakkan sendi dg bebas
VI. Pemeriksaan penunjang
1. Tonometri : Alat ini berguna untuk menilai tekanan intraokular. Tekanan bola
mata normal berkisar antara 10-21 mmHg.
2. Gonioskopi : Sudut bilik mata depan merupakan tempat penyaluran keluar humor
akueus. Dengan gonioskopi kita berusaha menilai keadaan sudut tersebut, apakah
terbuka, sempit atau tertutup ataukah terdapat abnormalitas pada sudut tersebut.
3. Penilaian diskus optikus : menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur rasio
cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika
ternyata melebihi 0,5 karena hal itu menunjukkan peningkatan tekanan intraokular
yang signifikan.
4. Pemeriksaan lapang pandang : penting dilakukan untuk mendiagnosis dan
menindaklanjuti pasien glaukoma. Lapang pandang glaukoma memang akan
berkurang karena peningkatan TIO akan merusakan papil saraf optikus.
B. ANALISA DATA
Analisa data 1
Hilangnya
pandangan perifer
Analisa data 2
keadaan Umum :
Pupil melebar dan Interupsi (insisi bedah)
terkadang irreguler
Edema epitel kornea
Lemah, Lelah, Pergerakan Nyeri
klien berkurang Gangguan
TTV : Gangguan rasa nyaman nyeri rasa
TD : 110/80 mmHg nyaman
N : 80x/menit nyeri
S : 38 C
RR : 20x/menit
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan interupsi / insisi bedah
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
F. EVALUASI KEPERAWATAN
HARI/TGL DIAGNOSA Evaluasi TTD
Gangguan S : Tn.W mengatakan penglihatan sudah tdk
persepsi kabur lagi
sensori O:
(penglihatan) Pemeriksaan tonometry TIO 15 mmHg
b.d hilangnya Visus/ ketajaman 6/6.
pandangan COA kembali luas
perifer Pupil mengecil saat diberi chaya
sekunder dr Dan klien tdk melihat pelangi lg saat
peningkatan dirangsang chaya terang
6 oktober TIO > 21 A : masalah teratasi
2019 mmHg P : hentikan intervensi, pertahankan hasil
S : - klien mengatakan
nyeri berkurang dan klien mengatakan tidak
menahan nyeri lagi
O :
- klien tampak sehat
- wajah klien tampak lebih rileks
Gangguan - keadaan umum klien kembali normal
6 0ktober rasa nyaman A : masalah teratasi sebagian
2019 nyeri P : lanjutkan intervensi