Disusun Oleh:
KELOMPOK 10
PERIKANAN B
i
2020
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas segala rahmat Allah SWT., karena hanya dengan
rahmat dan nikmat-Nya kita diberikan kesehatan baik jasmani maupun rohani.
Tak lupa pula shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah curah kepada
junjungan Nabi Besar, Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan karunia-Nya,
penyusun telah dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul “Bubu”
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Penyusunan makalah ini diperuntukkan demi
menyelesaikan tugas dari dosen pengampu mata kuliah Alat dan Kapal
Penangkapan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran,
Ibu Kiki Haetami, S.Pt., MP.
i
Jatinangor, Maret 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan.........................................................................................................1
1.3 Manfaat......................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
2.1 Pengertian Perangkap (Traps).................................................................2
2.2 Pengertian Bubu (Fish Pots atau Fyke)..................................................2
2.3 Konstruksi Bubu dan Klasifikasi.............................................................3
2.3.1........................................................................................Kontruksi Bubu
3
2.3.2.......................................................................................Klasifikasi Bubu
5
2.4 Konstrusi Kapal dan Bagian Kapal.........................................................16
2.5 Alat Bantu Penangkapannya..................................................................17
2.6 Metode Pengoperasian Alat....................................................................18
BAB III...................................................................................................................20
3.1 Daerah Penangkapan Ikan......................................................................20
3.1.1 Pemilihan Daerah Penangkapan Ikan.............................................21
3.1.2 Klasifikasi Daerah Penangkapan Ikan.............................................22
3.2 Hasil Tangkapan.......................................................................................23
3.3 Pembagian Tugas Nelayan......................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................25
ii
iii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mengacu pada latar belakang makalah, adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah :
1) Mengetahui konstruksi alat tangkap bubu
2) Mengetahui daerah pengoperasian bubu
1
3) Mengetahui metode pengoperasian bubu
1.3 Manfaat
Menambah wawasan penulis mengenai pengertian, jenis dan cara
pengoperasian alat tangkap bubu, juga untuk memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan.
BAB II
KAJIAN TEORI
3
3
sepanjang15 cm. Lengkungan ini berfungsi agar ikan yang masuk sulit
untuk meloloskandiri keluar.
(Sumber : Feryusli.photograhy)
(Sumber : Researchgate.net)
(Sumber :docplayer.info)
Penangkapan dengan bubu ambai bisa dilakukan baik pada waktu air
pasang maupun surut. Arah dari mulut jaring dapat dibolak-balik dihadapkan
darimana datangnya arus. Setelah 15-20 menit dari pemasangan, dapat dilakukab
pengambilan hasil, yaitu dengan mengangkat bagian bawah mulut ke permukaan
air dengan mempertemukan bibir atas dan bawahnya. Demikian seterusnya
dilakukan sehingga deretan ambau selesai dikerjakan dan baru kemudian
dilakukan pembukaan tali-tali pengikat pada ujung belakang kantong.
Hasil tangkapan bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang
digunakan, karena itu ada ambai yang diseut "ambai udang" dan "ambai rebon".
Tersebut pertama ukuran mata untuk bagian badan rata-rata 2 cm, bagian
kantongnya 1 cm, sedang tersebut kedua ukuran mata bagian badan -+ 2 cm dan
untuk kantongnya berukuran lebih kecil dari bubu anbai udang.
Lokasi penangkapan dilakukan antara 1-2 mil dari pantai. Biasanya
ditangani 2-3 orang untuk tiap kali penangkapan, tergantung banyak sedikitnya
unit atau jaring yang dipakai.
(Sumber :docplayer.info)
3. Bubu Apolo
11
Alat penagkapan ini sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai dua
kantong dan dikhususkan menangkap udang rebon. Bahan jaring dibuat dari
bennag nilon halus yang terdiri dari bagian-bagian : mulut, badan, kaki dan
kantong. Panjang jaring seluruhnya mencapai 11 meter. Mulut jaring berbentuk
empat persegi atau kurang lebih demikian dengan lekukan pada bagian kiri dan
kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. Pada ujung kaki ini
terdapat mestak yang selanjutnyabdiikuti oleh adanya dua kantong yang
oanjangnya 1,60 m dan lebar 0,60.
Dalam pengoperasiannya dapat dilakukan baik pada siang atau malam hari
pada waktu air pasang maupun surut. Pengoperasian bubu apolo ini diperlukan 2-
3 orang. Tempat dimana dilakukan pengoperasian, yaitu antara 1-2 mil dari
pantai di sekitar Pulau Halang. Penggunaab perahu hanya sebagai alat transpor,
biasanya berkekuatan 7-22 PK. 2-7 GT.
(Sumber :Zanapedia.com)
(Sumber : Researchgate.net )
Bahan untuk bubu paralon adalah paralon yang biasa dipakai untuk
keperluan saluran air dengan berdiameter antara 10 – 15 cm, panjang antara 60-
80 cm atau tergantung keinginan masing-masing yang akan mengoperasikannya,
pintu masuk dapat dibuat dari plastik atau anyamman bamboo sedangkan
pengikat pintu masuk dapat dibuat dari ban dalam bekas dengan lebar 1-2 cm.
Pemasangan bubu di perairan, dapat dipasang satu demi satu kemudian
diuntai atau dipasang dua atau tiga bubu dalam satu ikatan kemudian dipasang
dengan cara diuntai dengan jarak satu dan lainnya antara 5-6 m. Metode
pengoperasiannya adalah dengan cara memasang bubu di perairan yang di
perkirakan banyak di huni oleh jenis ikan yang akan dijadikan target tangkapan,
baik secara tunggal maupun dipasang secara beruntai. Pemasangan bubu di
perairan dapat dilakukan menjelang mata hari terbenam dan diangkat keesokan
harinya dipagi hari. Jumlah bubu yang akan dipasang sebaikanya disesuaikan
13
bubu biasanya dipasang antara 200-600 buah bubu atau tergantung dari
kapasitas perahu, modal dan kemampuan nelayang yang mengoperasikannya.
Waktu operasi di mulai dari jam 18:00-06:00 dengan lama perendaman antara 2-4
jam.
Alat bantu penangkapan yang digunakan dapat memakai gardan yang
dapat dibuat dari bambu, kayu atau besi.
Jenis hasil tangkapan dari bubu keong macan dari waring ini adalah Keong macan
– Babylonia spirata.
Perahu yang dapat digunakan dalam pengoperasiannya adalah perahu
motor temple atau perahu motor dengan ukuran L x B x D = 8.5 x 2.3 x 1.0 m.
Alat bantu penarik tali utama bias memakai gardan.
(Sumber : Docplayer.info)
(Sumber : docplayer.info )
16
(Sumber : ejournal.undip)
18
Jenis hasil tangkapan yang didapat dengan alat tangkap ini berupa Kepiting
bakau (Scylle seratta) Pengoperasian bubu wadong biasanya tidak
mempergunakan perahu, tetapi nelayan memasangnya dengan cara turun
langsung ke perairan. Nelayan bubu wadong pada umumnya adalah orang-orang
yang tinggal dekat dengan hutan bakau di mana mereka melakukan aktifitas di
daratan sebagai petani, peternak atau sebagai buruh, sedangkan pengoperasian
bubu wadong hanya merupakan pekerjaan sambilan.
Umpan yang dipakai tidak menentu, biasanya memakai ikan apa saja yang
tersedia saat wadong akan dioperasikan. Musim penangkapan umumnya
dilakukan sepanjang tahun. Daerah penangkapan yang umum dijadikan tempat
untuk meletakan wadong adalah di sekitar akar-akar pohon mangrove atau di
tempat yang diperkirakan akan dilalui kepiting. Kedalaman perairan antara 40 -
50 cm pada waktu surut.
2.4 Konstrusi Kapal dan Bagian Kapal
Penggunaan bubu pada dasarnya dipilih berdasarkan kemampuan finansial
pembuatan bubu dan keadaan lokasi penangkan ikan. Salah satu konstruksi
dasar yang banyak dipilih dari pembuatan dan permodelan bubu adalah
penggunaan bambu, jaring, kawat atau besi. Berikut ini adalah hasil dari sebuah
aplikasi bubu dari bambu dan jaring untuk kegiatan penangkapan ikan.
1. Bubu Jaring dan Bubu Bambu Dengan Kapal/Perahu
terlebih dahulu agar pada saat setting ikan dapat terperangkap dengan baik atau
tidak lolos melalui kerusakan bubu.
Alat bantu lainnya selain GPS adalah penggunaan pakan ikan tenggelam
ataupun terapung yang ditebar disekitar bubu. Hal ini digunakan untuk menarik
20
ikan ke sekitar bubu dan kemudian ikan dapat tertarik masuk ke dalam bubu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah penebaran pakan tersebut harus
secukupnya (tidak terlalu banyak). Cara yang satu ini menjadi cara yang cukup
efektif untuk memperoleh ikan dengan jumlah yang cukup banyak.
lat bantu GPS (Global Positioning System) digunakan untuk melihat posisi
peletakan bubu. Peletakan lokasi bubu ditandai dengan menggunakan GPS
21
sehingga dapat terlacak keberadaan bubu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
apabila pelampung tanda pada bubu hilang. Setelah diketahui posisi bubu dengan
GPS, maka dapat dilakukan proses Hauling.
PEMBAHASAN
Daerah Penangkapan Ikan adalah suatu daerah perairan dimana ikan yang
menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat
tangkap dapat dioperasikan serta ekonomis.
a). Daerah tersebut harus memiliki kondisi dimana ikan dengan mudahnya
datang bersama-sama dalam kelompoknya, dan tempat yang baik untuk dijadikan
habitat ikan tersebut. Kepadatan dari distribusi ikan tersebut berubah menurut
musim, khususnya pada ikan pelagis. Daerah yang sesuai untuk habitat ikan, oleh
karena itu, secara alamiah diketahui sebagai daerah penangkapan ikan. Kondisi
yang diperlukan sebagai daerah penangkapan ikan harus dimungkinkan dengan
20
21
lingkungan yang sesuai untuk kehidupan dan habitat ikan, dan juga melimpahnya
makanan untuk ikan. Tetapi ikan dapat dengan bebas memilih tempat tinggal
dengan kehendak mereka sendiri menurut keadaan dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat. Oleh karena itu, jika mereka tinggal untuk waktu yang agak
lebih panjang pada suatu tempat tertentu, tempat tersebut akan menjadi daerah
penangkapan ikan.
c). Daerah tersebut harus bertempat di lokasi yang bernilai ekonomis. Ini
sangat alamiah di mana manajemen akan berdiri atau jatuh pada keseimbangan
antara jumlah investasi dan pemasukan. Anggaran dasar yang mencakup pada
investasi sebagian besar dibagi menjadi dua komponen, yakni modal tetap seperti
peralatan penangkapan ikan dan kapal perikanan, dan modal tidak tetap seperti
gaji pegawai, konsumsi bahan bakar dan biaya perbekalan. Para manajer
perikanan harus membuat keuntungan pada setiap operasi. Jika daerah
penagkapan tersebut terlalu jauh dari pelabuhan, itu akan memerlukan bahan
bakar yang banyak. Jika usaha perikanan tersebut benar-benar memiliki harapan
yang besar, usaha yang dijalankan mungkin boleh pergi ke tempat yang lebih
22
jauh. Nelayan yang dalam kasus demikian dapat memperoleh keuntungan dengan
manajemen usaha perikanan. Jika kita dapat membuat alat untuk meningkatkan
efisiensi usaha perikanan seperti menggunakan mesin perikanan yang lebih
efisien, kemudian kita dapat juga memperbesar kapasitas kita untuk menangkap
ikan ke tempat yang lebih jauh.
Daerah penangkapan ikan juga dikontrol oleh permintaan pasar untuk ikan.
Permintaan untuk produk ikan akan dipengaruhi oleh kapasitas ketersediaan dari
tempat tersebut, sebagai contoh, adalah baru saja dikembangkan sebagai daerah
penangkapan ikan. Jadi, daerah penangkapan ikan selalu memiliki nilai yang
relatif, berhubungan dengan keseimbangan ekonomi, daerah penangkapan ikan
lainnya, efisiensi usaha perikanan dan permintaan ikan di dalam pasar. Begitulah,
harus selalu berusaha menemukan daerah penangkapan ikan yang ekonomis dan
efektif dari metode penangkapan ikan yang dimodernisasi.
3.1.1 Pemilihan Daerah Penangkapan Ikan
a). Asumsi awal tentang area lingkungan yang cukup sesuai dengan
tingkah laku ikan yang diarahkan dengan menggunakan data riset
oseanografi dan meteorologi.
b). Asumsi awal tentang musim dan daerah penangkapan ikan, dari
pengalaman menangkap ikan yang lampau yang dikumpulkan ke dalam
arsip kegiatan penangkapan ikan masa lampau.
Hasil tangkapan terdiri dari berbagai jenis, antara lain Rajungan, Rajungan
Karang (Gerbong), Kerapu, Sotong, Kroyo, dan Keong Macan. (Jayanto 2018)
25
bubu lipat lebih efektif untuk menangkap jenis crustacea; Perbandingan Teknologi
Alat Tangkap Bubu Dasar Untuk Mengetahui Efektivitas Penangkapan Ikan
Demersal ekonomis Penting Di Klungkungan Bali (Mahulette, 2004).
3.3 Pembagian Tugas Nelayan
Barus , H. R. & Waluyo, S., 1988 . Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No 50. Jakarta.
Brandt, V., 1984. Fish Catching Methods of The World. In: Fishing News Book.
London: Ltd, p. 418.
FAO, 2001. Fishing With Traps and Pots. In: Training series. Australia: FAO.
IMAI, 2001. Country Status Overview 2001 tentang Eksploitasi dan Perdagangan
dalam Perikanan Karang di Indonesia. In: International Marinelife Alliance
Indonesia. Bogor: s.n.
Mahulette, R. M., 2004. Perbandingan Teknologi Alat Tangkap Bubu Dasar Untuk
Mengetahui Efektivitas Penangkapan Ikan Demersial Ekonomis Pentin Di
Klungkugan Bali. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII, Dukungan
Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan
Gizi Masyarakat, p. 7.
Martasuganda, S., 2003. Bubu (Traps). In: IPB, ed. Departemen PSP. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, p. Edisi Pertama.
Martasuganda, S., 2005. Serial Alat Tangkap Gillnet, Setnet, Traps. In: Bogor: s.n.,
p. Jilid 1.
25
26