Anda di halaman 1dari 13

INDONESIA MENUJU PASAR BEBAS :

LIBERALISASI PERDAGANGAN BEBAS DAN


DAMPAKNYA TERHADAP PRODUK PERTANIAN
INDONESIA
“ Tugas ini diselesaikan untuk memenuhi nilai mata pelajaran Geografi.
Dengan pembimbing Bapak Sunaryo, M. Pd”

DISUSUN OLEH :

TIFLA SHAFIRA
XII IPS B

Jl. Raya Ciracas No. 2, Ciracas, Jakarta Timur. Telp : (021) 8710377 / 87717555.
Fax : (021) 87706918. Email : sman_58_jkt@yahoo.com.
Tahun ajaran :
2017-2018
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Karunia-Nya yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat beriring salam selalu tercurahkan kepada Baginda
Rasulullah SAW.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh bapak
Drs. Sunaryo, M.Pd dalam kegiatan belajar mengajar di kelas XII semester genap Mata
Pelajaran Geografi. Adapun judul makalah yang penulis angkat yaitu “Potensi Sumber Daya
Indonesia dan Peran Pancasila dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN”

Penulis menyadari terdapat keterbatasan pengetahuan dalam menyelesaikan rugas ini,


sehingga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yangsebesar-besarnya
kepada pihak pihak yang telah membantu.

Jakarta, 29 Januari 2018

Tifla Shafira

2|Page
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Konsep dasar perdagangan bebas adalah penghilangan hambatan-hambatan dalam
perdagangan internasional, namun yang menjadi problema adalah bahwa perdagangan
bebas dalam sistem multilateral WTO terhambat dan tidak berjalan dengan baik, sehingga
mulailah negara-negara membentuk blok-blok perdagangan dengan tujuan meraih
keuntungan langsung dan memajukan pertumbuhan ekonomi regional lebih maju dan
berkembang. Blok-blok perdagangan ini dibentuk untuk mewujudkan kawasan
perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan
perdagangan barang baik tarif maupun non tarif. Peningkatan aspek pasar jasa, peraturan
dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk
mendorong perkonomian para pihak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Secara khusus, keterlibatan Indonesia dalam perjanjian perdagangan
bebas ini perlu untuk dicermati lebih lanjut. Hal ini terkait dengan banyak faktor seperti
kesiapan produk dalam negeri menghadapi serangan barang impor, serta potensi pasar
yang menjadi berkurang. Terlebih lagi kesiapan komoditas pangan Indonesia saat ini.

Perkembangan perdagangan internasional mengarah pada bentuk perdagangan yang


lebih bebas yang disertai dengan berbagai bentuk kerjasama bilateral, regional dan
multilateral. Perundingan bidang pertanian dalam forum kerjasama multilateral diwadahi
oleh badan dunia World Trade Organization (WTO) dimana badan dunia ini didirikan
karena adanya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), persetujuan setelah
Perang Dunia II untuk meniadakan hambatan perdagangan internasional. Sejalan
dengan hal tersebut, kerjasama antara negara berdekatan secara regional muncul dimana-
mana seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), NAFTA (North America Free Trade 
Agreement), EU (Europe Union), MERCOSUR (the Southern Part of  South America),
CARICOM (Central America) dan lain-lain. Salah satu tujuan utama perjanjian
perdagangan internasional adalah berupaya mengurangi atau menghilangkan hambatan
perdagangan. Liberalisasi perdagangan dunia dengan pola kerjasama internasional
memberikan implikasi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.

Suatu kebijakan pembangunan yang baik harus mengandung tiga unsur


yaitu ecological security, livelihood security dan food security. Suatu sustainable

3|Page
agriculture adalah suatu sistem pertanian yang mendasarkan dirinya pada pemanfaatan
sumberdaya alam (lahan, air dan kenearagaman hayati lainnya) secara lestari. Tetapi
Nampaknya liberalisasi pardagangan produk-produk pertanian akan mengubah ketiga
aspek dasar kebijakan ketahanan ekologis suatu sistem pertanian, dan tidak menjadikan
pertanian menjadi bebas. Sebaliknya liberalisasi perdagangan justru memperkuat
sentralisme pembangunan pertanian karena keputusan seperti itu akan mendorong
terciptanya konsentrasi pemilikan sumberdaya alam, dengan cara menghilangkan batasan
kepemilikan terhadap sumber alam tersebut.

Menurut Chacholiades (1978) partisipasi dalam perdagangan internasional bersifat


bebas  (free)  sehingga  keikutsertaan suatu negara pada kegiatan tersebut dilakukan secara
sukarela. Dari sisi internal, keputusan suatu negara melakukan perdagangan internasional
merupakan pilihan (choice), maka sering dikatakan perdagangan seharusnya memberikan
keuntungan pada kedua pihak (mutually  benefited). Meningkatnya intensitas kerjasama
regional ini tentu akan memberikan pengaruh terhadap kemudahan arus perdagangan antar
negara-negara yang terikat perdagangan internasional. Terjadinya penurunan harga akibat
produksi dunia yang melimpah akan mengakibatkan banjir impor (impor  surge). Dengan
kondisi yang demikian, bila modalitas sudah ditetapkan, tidak ada
kewenangan pihak manapun yang dapat menghalangi kesepakatan yang telah ditetapkan
bersama.

1.2 Rumusan masalah


            1. Bagaimana Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia?
            2. Bagaimana Persoalan Pertanian yang terjadi di Indonesia?

1.3 Pembatasan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka batasan masalah yang di lampirkan, yaitu:

1. Peluang produk pertanian Indonesia dalam menghadapi pasar bebas


2. Cara Indonesia dalam mengembangkan produk pertanian dalam menghadapi pasar
bebas
3. Dampak kebijakan perdagangan bebas terhadap produk pertanian Indonesia
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia?
2. Untuk mengetahui Persoalan Pertanian yang terjadi akibat liberisasi perdagangan
di Indonesia?

4|Page
BAB II
LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI / TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Teori perdagangan internasional


Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai hubungan kerjasama ekonomi yang
dilakukan oleh negara yang satu dengan negara lain yang berkaitan dengan barang dan
jasa sehingga mampu membawa suatu kemakmuran bagi suatu negara. Perdagangan
internasional merupakan hubungan akegiatan ekonomi antar negara yang diwujudkan
dengan adanya proses pertukaran barang dan jasa atas dasar suka rela dan saling
menguntungkan. Perdagangan internasional juga dikenal dengan sebutan perdagangan
dunia. Perdagangan internasional terbagi menjadi dua bagian yaitu impor dan ekspor,
yang biasanya disebut sebagai perdagangan ekspor impor.

Berikut ini adalah teori dari para ahi ekonomi dari masyarakat kaum klasik mengenai
perdagangan internasional:
1. Teori keunggulan mutlak (absolute Advantage Theory) Adam smith
mengemukakan idenya tentang pembagian kerja internasional yang membawa
pengaruh besar bagi barang-barang negara tersebut serta akibatnya berupa
spesialisasi internasional yang dapat memberikan hasil berupa manfaat
perdagangan yang timbul dari dalam atau berupa kenaikan produksi serta
konsumsi barang-barang dan jasa-jasa. Menurut Adam Smith bahwa dengan
melakukan spesialisasi internasional, maka masing-masing negara akan berusaha
untuk menekan produksinya pada barang-barang tertentu yang sesuai dengan
keuntungan yang dimiliki baik keuntungan alamiah maupun keuntungan yang
diperkembangkan.
Yang dimaksud dengan keuntungan alamiah adalah keuntungan yang diperoleh
karena suatu negara memiliki sumberdaya yang tidak dimiliki oleh negara lain
baik kualitas maupun kuantitas. Sedangkan yang dimaksud dengan keuntungan
yang diperkembangkan adalah keuntungan yang diperoleh karena suatu negara
mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam menghasilkan
produk-produk yang diperdagangkan yang belum dimiliki oleh negara lain.
(soelistyo,199:28).

5|Page
2. Teori keunggulan komperatif (comparative Advantage Theory) teori ini
dikemukakan oleh David Ricardo untuk melengkapi teori Adam Smith yang tidak
mempersoalkan kemungkinan adanya negara-negara yang sama sekali tidak
mempunyai keunggulan mutlak dalam memproduksi suatu barang terhadap negara
lain misalnya negara yang sedang berkembang.

Menurut Ricardo keuntungan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith


dapat berlaku di dalam perdagangan dalam negeri yang dijalankan atas dasar
ongkos tenaga kerja, karena adanya persaingan bebas dan kebebasan bergerak dari
faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal.

Karena itu masing-masing tempat akan melakukan spesialisasi dalam


memproduksi barang-barang tertentu apabila memiliki ongkos tenaga kerja yang
paling kecil. Sedangkan untuk perdagangan luar negeri tidak dapat didasarkan
pada keuntungan atau ongkos mutlak. Karena faktor-faktor produksi di dalam
perdagangan luar negeri tidak dapat bergerak bebas sehingga barang-barang yang
dihasilkan oleh suatu negara mungkin akan ditukarkan dengan barang-barang dari
negara lain meskipun ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang
tersebut berlainan.

Dengan demikian inti Keuntungan komparatif dapat dikemukakan sebagai berikut:


Bahwa suatu negara akan menspesialisasi dalam memproduksi barang  yang lebih efisien
dimana negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.(Budiono,1990:35) Atau dengan
kata lain, Kemampuan untuk menemukan barang-barang yang dapat di produksi pada tingkat
biaya relatif yang lebih rendah daripada barang lainnya. (Charles P.Kidlleberger dan Peter H.
Lindert, Ekonomi Internasional terjemahan Burhanuddin Abdullah,1991:30) Untuk itu bagi
negara yang tidak memiliki faktor-faktor produksi yang menguntungkan, dapat melakukan
perdagangan internasional, asalkan negara tersebut mampu menghasilkan satu atau beberapa
jenis barang yang paling produktif. 

6|Page
2.2 Ciri utama perdagangan Internasional

Perdagangan internasional berada dalam lingkup komoditi dalam pertukaran barang,


dengan adanya perbedaan alam di tiap Negara. Namun, dengan adanya perbedaan di tiap-
tiapNegara atau daerah, oleh sebab itu ada beberapa karakteristik utama dalam
perdagangan Internasional:
 Perdagangan internasional dalam barang dan jumlah jumlah transaksi lebih
umumnya, transportasi jarak jauh, untuk memenuhi waktu yang lama, sehingga
kedua belah pihak menganggap risiko yang lebih besar dari perdagangan
 Rentan terhadap perdagangan internasional dalam barang perdagangan kedua negara
dalam politik dan ekonomi perubahan dalam situasi internasional, hubungan
bilateral memiliki dampak dalam perubahan kondisi.
 Barang dalam perdagangan internasional, perdagangan di samping kedua belah
pihak, yang harus berhubungan dengan transportasi, asuransi, perbankan, komoditi
inspeksi, adat dan lainnya departemen bekerja sama dengan proses perdagangan
dalam negeri akan semakin kompleks.

2.3 Faktor Penyebab terjadinya perdagangan Internasional

 Perbedaan dalam memproduksi barang Satu negara tidak dapat memproduksi


barang tertentu.
 Negara tidak dapat memproduksi barang sesuai dengan permintaan
masyarakat Kadang kala masyarakat tidak menyukai barang yang diproduksi oleh
negaranya sendiri. Misalnya saja masyarakat Indonesia, mereka tidak puas
memakai barang produksi dalam negeri. Masyarakat Indonesia lebih menyukai
memakai barang impor dari negara lainnya, misalnya sepatu, tas, dan baju yang
lebih bermerk. 
 Produksi dalam negeri yang tidak seimbang dengan permintaan pasar. Persediaan
barang dan permintaan pasar disetiap negara yang tidak seimbang. (Liang, 1999)

2.4 Perkembangan Perjanjian Perdagangan Internasional

Dalam liberalisasi  perdagangan di  Sektor Pertanian, Putaran Uruguay telah


menghasilkan dokumen kompromi pada bulan Desember 1993.

7|Page
Menurut Feridhanusetyawan(1998), hasil perundingan tersebut merupakan agenda yang
ambisius dalam reformasi perdagangan di Sektor Pertanian. Ada dua hal yang disepakati,
yaitu: (1) Melaksanakan liberalisasi perdagangan, dengan menerapkan aturan permainan
GATT di bidang pertanian; (2) Setiap negara menyusun besaran tarif yang akan
diterapkan, serta melakukan konversi terhadap hambatan non-tarif ke dalam ekivalen tarif
(Kartadjoemena, 1997; Feridhanusetyawan, 1998). Ada tiga aspek yang dihasilkan dari
perundingan Putaran Uruguay di bidang pertanian, yaitu: (1) Pengurangan hambatan akses
pasar, berupa penurunan  tarif; (2) Pengurangan subsidi domestik; dan (3) Pengurangan
subsidi ekspor.

Liberalisasi perdagangan di Sektor Pertanian yang telah dilakukan saat ini mencakup
1.341 jenis barang pertanian, dengan tarif rata-rata pada tahun 1998 sebesar 8,12 persen
(Nainggolan, 2000). Besaran tarif ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan komitmen
Indonesia dalam GATT yang menyetujui penerapan tarif sebesar 40 persen untuk 1.041
jenis barang, lebih dari 40 persen untuk 300 jenis barang dan kurang dari 40 persen untuk
27 jenis barang (GATT, 1994).

Dalam perkembangan berikutnya, negara-negara maju sampai saat ini ternyata masih


belum sepenuhnya memenuhi komitmen dalam GATT, dengan memberikan proteksi yang
besar terhadap produk pertanian yang dihasilkan oleh negara-
negara berkembang dan diekspor ke negara-negara maju. Dengan pola perdagangan
produk pertanian dunia seperti itu, petani di negara yang tidak memberikan
proteksi (seperti Indonesia) telah mengalami kerugian akibat penurunan harga (Gibson, et
al., 2001). Dengan tingkat proteksi seperti itu, maka pandangan bahwa kesepakatan
GATT/WTO akan segera menciptakan pasar komoditas pertanian dunia yang bersaing
bebas adalah keliru dan proteksi dan subsidi yang diberikan oleh negara-negara maju telah
menghambat berlangsungnya penentuan harga yang lebih adil di pasar dunia, sehingga
berbagai skenario yang telah disusun oleh GATT/WTO tidak mencapai sasarannya. (PSE,
2000).
Dengan melihat kenyataan bahwa perjanjian perdagangan internasional di bawah
payung WTO telah merugikan negara-negara berkembang, maka dalam setiap pertemuan
yang membahas perdagangan di Sektor Pertanian telah terjadi perdebatan dan membentuk
blok-blok sesuai dengan kepentingan setiap negara. Pertemuan terakhir yang dilaksanakan
di Cancun, Mexico, mengalami kebuntuan, sehingga negara-negara anggota WTO sepakat
untuk menerapkan perjanjian awal yang ditanda-tangani pada bulan Desember 1983.

8|Page
Liberalisasi perdagangan mewarnai perdagangan komoditas di pasar internasional
dalam era globalisasi saat ini, tidak terkecuali perdagangan pangan. Sebagai negara
ekonomi terbuka dan ikut meratifikasi berbagai kesepakatan kerjasama ekonomi dan
perdagangan regional maupun global, tekanan liberalisasi melalui berbagai aturan
kesepakatan kerja-sama tersebut bukan tidak mungkin pada akhirnya akan berbenturan
dengan kebijakan internal dan mengancam kepentingan nasional.

2.5 Persoalan Pertanian di Indonesia

Sektor pertanian tetap mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga dan
meningkatkan kualitas pembangunan ekonomi. Sektor pertanian merupakan sumber
pertumbuhan output nasional, menurut Herliana (2004) sektor pertanian memberikan
kontribusi 19,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari keseluruhan sektor
perekonomian Indonesia. Meskipun secara absolut masih lebih kecil dari sektor lainnya
seperti jasa (43,5 persen) dan manufaktur (23,9 persen) namun sektor pertanian
merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebesar 47,1 persen.

Indonesia menganut sistem ekonomi  terbuka  sehingga  keterkaitan  pasar domestik


dengan pasar dunia (global) menjadi sulit  dihindarkan,  termasuk  untuk  pasar pangan.
Masalahnya, dengan tekanan liberalisasi yang semakin kuat bagaimana pemerintah dapat
memanfaatkan peluang pasar global untuk mendukung ketahanan pangan nasional tetapi 
dengan  menghindari  kemungkinan dampak negatif pengaruh liberalisasi terhadap
produsen pangan di dalam negeri. Di Indonesia tarif impor komoditas pertanian, kecuali
beras dan gula pasir telah diturunkan hingga tinggal 0-5 persen dan subsidi input pertanian
telah dicabut sejak tahun 1998. Dengan demikian, sektor pertanian di Indonesia telah
mengalami liberalisasi dan hanya mengacu pada sinyal pasar (Hadi, 2003).
Meningkatnya  intensitas  kerjasama internasional ini tentu akan memberikan
pengaruh terhadap kemudahan arus perdagangan antar negara-negara. Terjadinya
penurunan harga akibat produksi dunia yang melimpah akan mengakibatkan banjir impor
(impor surge). Dengan kondisi yang demikian, bila modalitas sudah ditetapkan, tidak ada
kewenangan pihak manapun yang dapat menghalangi kesepakatan yang telah ditetapkan
bersama. Dengan demikian isu utama bagi pertanian secara umum
adalah bagaimana kawasan perdagangan bebas ini berdampak positif pada petani.

9|Page
Masyarakat tani di Indonesia tidak dapat menghindari arus perubahan besar
globalisasi, salah satu cara yang biasa ditempuh adalah mengikuti dan memanfaatkan arus
perubahan besar untuk mengambil kesempatan secara maksimal. Dampak arus globalisasi
dalam bidang pertanian adalah ditandai dengan masuknya produksi pertanian impor yang
relatif murah karena diproduksi dengan cara efisien dan pemberian subsidi yang besar
pada petani di negara asalnya, produk tersebut membanjiri di pasar-pasar domestik di
Indonesia. Gejala perdagangan bebas ditandai dengan mengalirnya beras, gula, kedele,
jagung, ayam potong dari beberapa negara tetangga, bahkan udang pun masuk dari China
ke Indonesia. Beberapa masalah mendasar yang masih banyak dihadapi oleh petani dan
sektor pertanian di Indonesia adalah masih lemahnya interlinkageantara penyedia input,
pasar, industri pengolahan dan lembaga keuangan dengan para petani kita. Sebenarnya
negara kita memiliki potensi pertanian dan sumber bahan baku yang luar biasa namun
belum dikelola dengan efisien. Komoditas perikanan, perkebunan, tanaman pangan dan
hutan yang luar biasa belum dikelola secara profesional dan efisien untuk meningkatkan
daya saing dan memberikan nilai tambah bagi petani yang terlibat di dalamnya.

Persoalan pertanian khususnya tanaman pangan tidak hanya berkait dengan konsumsi
dan produksi tetapi juga soal daya dukung sektor pertanian yang komprehensif.
Namun, terkait dengan aspek perdagangan internasional, pemerintah justru banyak
meliberalisasi pasar produk pertanian padahal aturan WTO masih memberi kesempatan
pemerintah untuk melindungi pasar domestik. Subsidi pertanian seperti subsidi input
dikurangi sangat drastis oleh pemerintah padahal negara-negara maju masih memberikan
subsidi sampai 300 milliar US$ tiap tahunnya kepada sektor pertanian (The New York
Times, 2 Desember 2002).

Selain ketidak-fair-an dalam hal subsidi input dan subsidi ekspor, hal lain yang sangat
terasa pada lemahnya perlindungan petani kita adalah rendahnya penerapan tarif produk
pertanian impor. Proteksi yang luar biasa pada sektor pertanian di negara-negara maju
ditunjukan dengan perlindungan produk dalam negeri melalui penerapan tarif impor yang
tinggi. Bahkan di sejumlah negara eksportir beras, gula dan produk pertanian lainnya
tarif  impornya sangat tinggi.

10 | P a g e
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Meskipun secara teori, liberalisasi akan menghasilkan manfaat bagi para


pelaku perdagangan, dalam implementasinya terjadi ketimpangan dan perbedaan.
Produsen pertanian Negara berkembang pada umumnya berada pada posisi yang
dirugikan atau sedikit sekali memperoleh benefit perdagangan internasional komoditas
pertanian. Liberalisasi dapat mengakibatkan dampak buruk yang bisa mengancam
pasar domestik dan kepentingan domestik lainnya menyangkut kesejahteraan petani
produsen dan ketahanan pangan. Hal tersebut bias terjadi karena perbedaan dalam
kepemilikan sumber daya, penguasaan teknologi produksi, perkembangan ekonomi
dan komitmen pemerintah untuk membela kepentingan sektor pertanian.

Kemampuan sektor pertanian dalam peningkatan produksi sangat bergantung


pada kemampuannya dalam mengatasi kendala pengembangan yang dihadapi saat ini,
yang mencakup keterbatasan pengembangan lahan beririgasi, teknologi varietas
unggul, ketersediaan anggaran pembangunan, dan penyediaan sistem insentif untuk
mendorong peningkatan produksi dan pendapatan petani.

3.2 Saran
Untuk menjaga komoditas pertanian indonesia akibat adanya liberalisasi
perdagangan yang terjadi, sebaiknya pemerintah:
 Melakukan proteksi terhadap komoditas substitusi impor, khususnya
komoditas-komoditas yang banyak diusahakan oleh petani. Komoditas yang
dijadikan pilihan untuk mendapat proteksi adalah beras, jagung, kedelai dan
gula;
 Melakukan promosi terhadap komoditas-komoditas promosi ekspor,
khususnya komoditas-komoditas perkebunan yang banyak diusahakan oleh
petani. Komoditas yang dijadikan pilihan untuk mendapat promosi adalah
karet, kopi, coklat, CPO dan lada.
Untuk itu, kebijakan perdagangan komoditas pertanian dalam jangka
menengah dan jangka panjang, harus didasarkan atas sasaran sebagai berikut:

11 | P a g e
 Memberikan proteksi terhadap komoditas beras, agar 95 persen dari
kebutuhan nasional dapat dipenuhi dari produksi beras di dalam negeri;
 Memberikan proteksi terhadap komoditas jagung, kedelai dan gula, agar 80
persen dari kebutuhan nasional dapat dipenuhi dari produksi jagung,
kedelai  dan gula di dalam negeri;
 Meningkatkan ekspor CPO dengan laju 10 persen/tahun, sementara untuk
komoditas karet, kopi, coklat dan lada  dapat meningkat dengan laju 5
persen/tahun;
 Menyediakan subsidi domestik dalam bentuk subsidi pupuk dan bunga
kredit, sehingga para petani dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas
produk yang dihasilkan.

12 | P a g e
Daftar Pustaka

 Dermoredjo, Saktyanu Kristyantoadi, 2012. Analisis Dampak Perdagangan Bebas


Asean Terhadap Pengembangan Komoditas  Pangan Utama Indonesia. Disertasi.
Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
 Malian, A. Husni, 2004, Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian
Indonesia, AKP. Vol 2 No 2, Juni 2004 : 136-156
 Ibrahim, dkk, 2010, Dampak Pelaksanaan Acfta Terhadap Perdagangan
Internasional Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2010
 Hafidh, Aula Ahmad SF,  Liberalisasi Perdagangan Dan Perspektif Ekonomi
Pertanian Di Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta
 Purba, Helena J., dkk, 2007, Dampak Penurunan Bantuan Domestik Terhadap
Kinerja Ekonomi Komoditas Pertanian Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan, Jurnal
Agro Ekonomi, Volume 25 No.1,  Mei 2007 : 84 – 102
 Widayanto, Sulistyo, 2011, Prosedur Notifikasi WTO untuk Transparansi Kebijakan
Impor Terkait Bidang Perdagangan; Kewajiban Pokok Indonesia Sebagai Anggota
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization), Direktorat Kerjasama
Multilateral Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia
 Hafidh, Aula Ahmad SF,  Liberalisasi Perdagangan Dan Perspektif Ekonomi
Pertanian Di Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai