Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat
di bawah diafragma. Seluruh hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa, tetapi hanya
sebagian ditutupi oleh peritoneum.
Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dekstra, dan hemidiafragma
dekstra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, perikardium, dan cor. Hepar
terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiafragma sinistra. Permukaan atas
hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Facies visceralis, atau
posteroinferior, membentuk cetakan visera yang letaknya berdekatan sehingga
bentuknya menjadi tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars
abdominalis esofagus, gaster, duodenum, fleksura coli dekstra, ren dekstra dan
glandula suprarenalis dekstra, serta vesica biliaris.
▲
Gambar 1-1. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari anterior
▲
Gambar 1-2. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari posterior
Vaskularisasi appendix vermiformis
Lobulus Klasik
Bagian jaringan hati dengan pembuluh-pembuluh darah yang mendarahinya yang
bermuara pada pusatnya vena centralis. Batas-batasnya adalah jaringan
penyambung interlobular.
Lobulus Portal
Bagian jaringan hati dengan aliran empedu yang menuju ductus biliris didalam
segitiga Kiernan.
Unit fungsional hati (acinus hati)
Bagian jaringan hati yang mengalirkan empedu ke dalam satu ductus biliaris terkecil
di dalam jaringan interlobular dan juga daerah ini mendapat perdarahan dari cabang
terakhir vena porta dan arteri hepatica.
Sinusoid hati
Lebih lebar dari kapiler dengan bentuk tidak teratur. Dindingnya dibentuk oleh sel
endotel yang mempunyai fenestra. Pada dinding menempel:
▲
Gambar 1-2. Anatomi mikroskopis hepar babi, potongan
melintang. Dapat dilihat kapsula Glisson (GC), septum (S), area
portal (PA), lobulus (Lo) yang berbentuk hexagonal, dan vena
centralis (VC) yang terdapat di dalam lobulus
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi hepar
Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi:
a. fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah,
b. fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme
tubuh,
c. fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran
empedu ke saluran pencernaan.
Sekresi
Hati memproduksi empedu dibentuk dalam sistem retikulo endothelium yang
dialirkan ke empedu yang berperan dalam emulfisikasi dan absotnsi lemak.
Menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa menjadi glikogen.
Detoksifikasi
Hati melakukan inaktivasi hormone dan detoksifikasi toksin dan obat dan
memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah.
Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urin
(mendetoksifikasi)
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur
dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan
bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.
Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal
bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian
akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma
hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin,
ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y),
mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas
pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap
pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang
larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan
kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui
feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung
dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi
oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin
dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.
▲
Gambar 1-3. Metabolisme Bilirubin
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam
3 fase; prehepatik, intrahepatik, pascahepatik masih relevan. Pentahapan yang baru
menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase,
yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi
bilier. Jaundice disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme
bilirubin tersebut.
1. Fase Prahepatik
a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per
kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah
merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30%
b. datang dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan
hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama
peningkatan pembentukan bilirubin.
c. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat
melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
2. Fase Intrahepatik
a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati secara rinci
dan pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin
konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang
tidak laurut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan
molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu,
bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum
diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi
bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi
konjugasi terjadi dalam retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh
enzim bilirubin glukuronosil transferase dalam reaksi dua-tahap.
3. Fase Pascahepatik
Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama
bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang
kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin
menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang
memberi warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun
larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkojugasi dapat melewati barier darah-
otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi
mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan
larut dalam empedu cair.
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Hepatitis A
LO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi
Hepatitis berarti radang atau bengkak hati, dan dapat disebabkan oleh bahan kimia
atau obat, atau berbagai jenis infeksi virus. Salah satu penyebab umum hepatitis
berjangkit adalah virus hepatitis A.
1. Fase preikterus:
Gejala – gejala seperti influenza ( hilang nafsu makan, mual, lelah, dan rasa tidak
enak badan)
2. Hilang nafsu makan, mual, muntah, lelah, rasa tidak enak badan, demam , sakit
kepala, dan` nyeri abdomen bagian kanan atas
3. Fase ikterus:
Sclera dan kulit berwarna kuning, urin berwarna gelap, feses berwarna terang
(acholic), kulit gatal-gatal, dan gejala-gejala sistemis yang memburuk
Anak-anak yang berusia <6 tahun tidak menampakkan gejala, kalaupun ada, mereka
tidak mengalami jaundice (kuning).
PEMERIKSAAN FISIK
Sclera mata ikterik
Nyeri hipokondrium kanan
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costae
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Virus marker
IgM anti-HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Anti-
HAV yang positif tanpa IgM anti-HAV mengindikasikan infeksi lampau.
Nilai Normal
ALT . 7 - 55 unit per liter (U/L)
AST. 8 - 48 U/L
ALP. 45 - 115 U/L
Albumin. 3.5 - 5.0 gram per desiliter(g/dL)
Total Protein. 6.3 – 7.9 g/dL
Bilirubin. 0.1 – 1.0 mg/dL
GGT. 0 – 30 U/L
DIAGNOSIS BANDING
inveksi virus: mononukleus infeksiosa, sitomegalovirus, herpes simpleks, coxackie virus,
toxoplsmosis, drug-induced hepatitis; hepatitis aktif kronis; hepatitis alkoholik; kolesistitis
akut; kolestasis; gagal jantung kanan dengan kongesti hepar; kanker metastasis; dan penyakit
genetik/metabolik (penyakit Wilson, defisiensi alfa-1-antitripsin).
LO. 3.8. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar
SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal, perubahan prilaku atau penurunan kesadaran
akibat ensefalopati hepatitis fulminan dan prolong atau relapsing hepatitis.
Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh sendiri (self
limiting disease). Pemeriksaan kadar SGOT-SGPT dan bilirubin terkonjugasi
diulang pada minggu ke 2 untuk melihat proses penyembuhan dan bulan ke 3 untuk
melihat kemungkinan prolonged atau relapsing hepatitis. Pembatasan aktivitas fisik
selama kadar SGOT SGPT masih >3 kali batas atas nilai normal.
Virus hepatitis A biasanya menghilang sendiri setelah beberapa minggu. Namun,
untuk mempercepat proses penyembuhan, diperlukan penatalaksanaan sebagai
berikut:
Istirahat
Bed rest pada fase akut, untuk kembali bekerja perlu waktu berangsur-
angsur.
Diet
1. Makanan disesuaikan dengan selera penderita
2. Diberikan sedikit-sedikit
3. Dihindari makanan yang mengandung alkohol atau hepatotoksik
Medikamentosa (simtomatik)
A. Analgetik – antipiretik, bila demam, sakit kepala atau pusing
B. Antiemesis, bila terjadi mual/muntah
C. Vitamin, untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan
LO. 3.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
HAV tidak menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa (carrier) dan
hanya sekali-sekali menyebabkan hepatitis fulminan. Angka kematian akibat
HAV sangat rendah, sekitar 0,1% dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien
yang sudah mengidap penyakit hati akibat penyakit lain, misalnya virus hepatitis
B atau alkohol.
LO. 3.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien dengan
hepatitisA infeksi sembuh sendiri. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi
nekrosis hepatik akut fatal.
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Guyton, AC. & Hall, JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi
6. Jakarta: EGC
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC
Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC
http://www.medscape.com/viewarticle/765040_3
http://emedicine.medscape.com/article/177484-overview#showall