Anda di halaman 1dari 15

SASARAN BELAJAR

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Hepar


LO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Hepar
LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikro Hepar

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi hepar


LO. 2.1 Sekresi, detoksifikasi, metabolism bilirubin

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Hepatitis A


LO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi
LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi
LO. 3.3. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
LO. 3.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi
LO. 3.5. Memahami dan menjelaskan Faktor Resiko
LO. 3.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis
LO. 3.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis & Diagnosis Banding
LO. 3.8. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
LO. 3.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
LO. 3.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis
LO. 3.11. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Hepar
LO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak fungsi.
Tiga fungsi dasar hepar:
a. membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam traktus intestinalis;
b. berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan karbohidrat,
lemak, dan protein;
c. menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing yang masuk ke dalam
darah dari lumen intestinum.

Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat
di bawah diafragma. Seluruh hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa, tetapi hanya
sebagian ditutupi oleh peritoneum.
Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dekstra, dan hemidiafragma
dekstra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, perikardium, dan cor. Hepar
terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiafragma sinistra. Permukaan atas
hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Facies visceralis, atau
posteroinferior, membentuk cetakan visera yang letaknya berdekatan sehingga
bentuknya menjadi tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars
abdominalis esofagus, gaster, duodenum, fleksura coli dekstra, ren dekstra dan
glandula suprarenalis dekstra, serta vesica biliaris.


Gambar 1-1. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari anterior

Gambar 1-2. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari posterior
Vaskularisasi appendix vermiformis

 Arteria hepatica propria, cabang truncus coeliacus, berakhir dengan bercabang


menjadi ramus dekster dan sinister yang masuk ke dalam porta hepatis.
 Vena porta hepatis bercabang dua menjadi cabang terminal, yaitu ramus dekster
dan sinister yang masuk porta hepatis di belakang arteri.

Persarafan appendix vermiformis


Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk pleksus coeliacus. Truncus vagalis
anterior mempercabangkan banyak rami hepatici yang berjalan langsung ke hepar.
LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikro Hepar
Merupakan kelenjar terbesar yang beratnya + 1500 g. Dibungkus oleh jaringan
penyambung padat fibrosa (capsula Glissoni). Capsula ini bercabang-cabang ke
dalam hati membentuk sekat-sekat interlobularis, ketebalan sekat berbeda pada
spesies yang berbeda, misalnya pada babi lebih tebal daripada pada manusia.
Terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jaringan
interlobular. Jika dilihat dari tiga dimensi, lobulus seperti prisma
hexagonal/polygonal disebut lobulus klasik, panjangnya 1-2 mm. Sel-sel hati/
hepatocyte berbentuk polygonal tersusun berderet radier, membentuk lempengan
yang saling berhubungan, dipisahkan oleh sinusoid yang juga saling berhubungan.
Lobulus hati

 Lobulus Klasik
Bagian jaringan hati dengan pembuluh-pembuluh darah yang mendarahinya yang
bermuara pada pusatnya vena centralis. Batas-batasnya adalah jaringan
penyambung interlobular.

 Lobulus Portal
Bagian jaringan hati dengan aliran empedu yang menuju ductus biliris didalam
segitiga Kiernan.
Unit fungsional hati (acinus hati)
Bagian jaringan hati yang mengalirkan empedu ke dalam satu ductus biliaris terkecil
di dalam jaringan interlobular dan juga daerah ini mendapat perdarahan dari cabang
terakhir vena porta dan arteri hepatica.
Sinusoid hati
Lebih lebar dari kapiler dengan bentuk tidak teratur. Dindingnya dibentuk oleh sel
endotel yang mempunyai fenestra. Pada dinding menempel:

 Pada dinding sebelah luar menempel fat storing cell (pericyte)


 Pada dinding sebelah dalam menempel sel Kupffer yang bersifat fagositik.


Gambar 1-2. Anatomi mikroskopis hepar babi, potongan
melintang. Dapat dilihat kapsula Glisson (GC), septum (S), area
portal (PA), lobulus (Lo) yang berbentuk hexagonal, dan vena
centralis (VC) yang terdapat di dalam lobulus
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi hepar
Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi:
a. fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah,
b. fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme
tubuh,
c. fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran
empedu ke saluran pencernaan.
Sekresi
 Hati memproduksi empedu dibentuk dalam sistem retikulo endothelium yang
dialirkan ke empedu yang berperan dalam emulfisikasi dan absotnsi lemak.
 Menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa menjadi glikogen.

Detoksifikasi
 Hati melakukan inaktivasi hormone dan detoksifikasi toksin dan obat dan
memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah.
 Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urin
(mendetoksifikasi)

Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur
dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan
bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.
Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal
bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian
akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma
hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin,
ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y),
mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas
pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap
pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang
larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan
kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui
feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung
dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi
oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin
dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.


Gambar 1-3. Metabolisme Bilirubin
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam
3 fase; prehepatik, intrahepatik, pascahepatik masih relevan. Pentahapan yang baru
menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase,
yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi
bilier. Jaundice disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme
bilirubin tersebut.

1. Fase Prahepatik
a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per
kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah
merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30%
b. datang dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan
hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama
peningkatan pembentukan bilirubin.
c. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat
melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

2. Fase Intrahepatik
a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati secara rinci
dan pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin
konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang
tidak laurut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan
molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu,
bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum
diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi
bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi
konjugasi terjadi dalam retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh
enzim bilirubin glukuronosil transferase dalam reaksi dua-tahap.

3. Fase Pascahepatik
Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama
bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang
kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin
menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang
memberi warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun
larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkojugasi dapat melewati barier darah-
otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi
mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan
larut dalam empedu cair.
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Hepatitis A
LO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi
Hepatitis berarti radang atau bengkak hati, dan dapat disebabkan oleh bahan kimia
atau obat, atau berbagai jenis infeksi virus. Salah satu penyebab umum hepatitis
berjangkit adalah virus hepatitis A.

LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi


Hepatitis A Virus (HAV) merupakan anggota family pikornavirus. HAV merupakan
partikel membulat berukuran 27 hingga 32-nm dan mempunyai simteri kubik. Partikel
ini mempunyai genom RNA beruntai tunggal dan linear dengan ukuran 7,8 kb.
Walaupun ketika pertama kali dikalsifikasikan sebagai enterovirus 72, urutan
nukleotida dan asam amino HAV cukup jelas untuk memasukkan virus ini menjadi
genus pikornavirus yang baru, Heparnavirus.Hanya dikenal satu serotype.Tidak
terdapat reaksi silang antigenic dengan HBV atau virus hepatitis lainnya.HAV
mempunyai sifat tahan terhadap panas dan asam. (Jawetz. 1996)
LO. 3.3. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
HAV merupakan jenis infeksi hepatitis virus yang paling sering di Amerika
Serikat.Namun, ksusu HAV di Negara ini telah menurun sejak tahhun 1970-an. HAV
lazim terjadi pada anak dan dewasa muda. Terdapat peningkatan insidensi pada musim
tertentu, yaitu pada musim gugur dan musim dingin.
HAV terutama ditularkan peroral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi
feses.Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak dengan
orang terinfeksi melalui kontaminasi feses pada makanan atau air minum, atau dengan
menelan kerang mengandung virus yang tidak dimasak dengan baik.Kasusu yang
timbul dapat berupa sporadic, sedangkan epidemic dapat timbul pada daerah yang
sangat padat seperti pada pusat perawatan dan rumah sakit jiwa.Wisatawan ke daerah
endemis seperti Asia Tenggara, Afrika Utara, dan Timur Tengah juga sangat berisko
tertular bila mereka melanggar aturan turis yang umum.Penularan ditunjang oleh
sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontakyang intim (tinggal
serumah atau seksual).Masa inkubasi rata-rata adalah 30 hari.Masa penularan tertinggi
adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya icterus.
LO. 3.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi

Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,kemudian masuk ke


aliran darah menuju hati(vena porta),lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel
parenkim hati virus mengalami replikasi yang menyebabkan sel parenkim hati menjadi
rusak. Setelah itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk
kedalam ductus biliaris yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah
rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi
makrofag,pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehinnga aliran
bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin ke usus.
Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin dari
sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi(direk) akan terus
menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux(aliran kembali keatas) ke
pembuluh darah sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama
pada sklera kadang disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel
bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan
melalui urin. Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan gangguan
dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak
terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup lama) yang
menyebabkan regangan pada lambung sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf
parasimpatis mengakibatkan teraktifasi nya pusat muntah yang berada di medula
oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah dan menurun nya nafsu
makan.(Kumar,Cotran,Robbins.Buku Ajar Patologi.Edisi 7.Jakarta:EGC,2007)

Gambar 1-5. Patofisologi Hepatitis A

LO. 3.5. Memahami dan Menjelaskan Faktor Resiko


1. Usia
2. Musim
3. lingkungan
LO. 3.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala:

1. Fase preikterus:
Gejala – gejala seperti influenza ( hilang nafsu makan, mual, lelah, dan rasa tidak
enak badan)
2. Hilang nafsu makan, mual, muntah, lelah, rasa tidak enak badan, demam , sakit
kepala, dan` nyeri abdomen bagian kanan atas
3. Fase ikterus:
Sclera dan kulit berwarna kuning, urin berwarna gelap, feses berwarna terang
(acholic), kulit gatal-gatal, dan gejala-gejala sistemis yang memburuk

Anak-anak yang berusia <6 tahun tidak menampakkan gejala, kalaupun ada, mereka
tidak mengalami jaundice (kuning).

1. inkubasi atau periode preklinik, 10 sampai 50 hari, di mana pasien


tetapasimtomatik meskipun terjadi replikasi aktif virus.
2. fase prodromal atau preicteric, mulai dari beberapa hari sampai lebih
dariseminggu, ditandai dengan munculnya gejala seperti kehilangan nafsu
makan,kelelahan, sakit perut, mual dan muntah, demam, diare, urin gelap dan
tinjayang pucat.
3. fase icteric, di mana penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin
totalmelebihi 20 - 40 mg/l. Pasien sering minta bantuan medis pada tahap penyakit
mereka. Fase icteric biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejalaawal. Demam
biasanya membaik setelah beberapa hari pertama penyakitkuning. Viremia
berakhir tak lama setelah mengembangkan hepatitis,meskipun tinja tetap menular
selama 1 - 2 minggu. Tingkat kematian rendah(0,2% dari kasus icteric) dan
penyakit akhirnya sembuh sendiri. Kadang-kadang, nekrosis hati meluas terjadi
selama 6 pertama - 8 minggu pada masasakit. Dalam hal ini, demam tinggi,
ditandai nyeri perut, muntah, penyakitkuning dan pengembangan ensefalopati hati
terkait dengan koma dan kejang,ini adalah tanda-tanda hepatitis fulminan,
menyebabkan kematian pada tahun70 - 90% dari pasien. Dalam kasus-kasus
kematian sangat tinggi berhubungandengan bertambahnya usia, dan kelangsungan
hidup ini jarang terjadi lebihdari 50 tahun.
4. masa penyembuhan, berjalan lambat, tetapi pemulihan pasien lancar danlengkap.
Kejadian kambuh hepatitis terjadi dalam 3 - 20% dari pasien, sekitar 4-15 minggu
setelah gejala awal telah sembuh (WHO, 2010).

LO. 3.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis & Diagnosis Banding


ANAMNESIS
 Sclera mata ikterik
 Urin seperti air teh
 Demam, mual, muntah
 Ditempat tinggal menderita penyakit serupa

PEMERIKSAAN FISIK
 Sclera mata ikterik
 Nyeri hipokondrium kanan
 Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costae
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Virus marker
IgM anti-HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Anti-
HAV yang positif tanpa IgM anti-HAV mengindikasikan infeksi lampau.

 Pemeriksaan fungsi hati, dilakukan melalui contoh darah.

▼Tabel 4-1. Hal-hal yang meliputi pemeriksaan fungsi hati


Pemeriksaan Untuk mengukur Hasilnya menunjukkan
 Alkalin fosfatase Enzim yang dihasilkan di Penyumbatan saluran
dalam hati, tulang, plasenta; empedu, cedera hepar,
yang dilepaskan ke hati bila beberapa kanker.
terjadi cedera/aktivitas normal
tertentu, contohnya :
kehamilan, pertumbuhan
tulang

 Alanin Luka pada hepatosit.


Transaminase Enzim yang dihasilkan oleh Contohnya : hepatitis
(ALT)/SGPT hati. Dilepaskan oleh hati bila
hati terluka (hepatosit).

 Aspartat Luka di hati, jantung, otot,


Transaminase Enzim yang dilepaskan ke otak.
(AST)/SGOT dalam darah bila hati, jantung,
otot, otak mengalami luka.

 Bilirubin Obstruksi aliran empedu,


Komponen dari cairan empedu kerusakan hati, pemecahan
yang dihasilkan oleh hati. sel darah merah yang
berlebihan.

 Gamma glutamil Kerusakan organ,


transpeptidase Enzim yang dihasilkan oleh keracunan obat,
(GGT) hati, pankreas, ginjal. penyalahgunaan alkohol,
Dilepaskan ke darah, jika penyakit pankreas.
jaringan-jaringan tesebut
mengalami luka.
 Laktat
Dehidrogenase Kerusakan hati jantung,
(LDH) Enzim yang dilepaskan ke paru-paru atau otak,
dalam darah jika organ pemecahan sel darah
tersebut mengalami luka. merah yang berlebihan.
 Nukleotidase
Obstruksi saluran empedu,
Enzim yang hanya tedapat di gangguan aliran empedu.
hati. Dilepaskan bila hati
 Albumin cedera.
Kerusakan hati.

Protein yang dihasilkan oleh


 α Fetoprotein hati dan secara normal
dilepaskan ke darah. Hepatitis berat, kanker hati
atau kanker testis.
Protein yang dihasilkan oleh
hati janin dan testis.
 Antibodi
mitokondria Sirosis bilier primer,
penyakit autoimun. Contoh
Antibodi untuk melawan : hepatitis menahun yang
mitokondria. Antibodi ini aktif.
 Protombin Time adalah komponen sel sebelah
dalam.

Waktu yang diperlukan untuk


pembekuan darah.
Membutuhkan vit K yang
dibuat oleh hati.

Nilai Normal
ALT . 7 - 55 unit per liter (U/L)
AST. 8 - 48 U/L
ALP. 45 - 115 U/L
Albumin. 3.5 - 5.0 gram per desiliter(g/dL)
Total Protein. 6.3 – 7.9 g/dL
Bilirubin. 0.1 – 1.0 mg/dL
GGT. 0 – 30 U/L
DIAGNOSIS BANDING
inveksi virus: mononukleus infeksiosa, sitomegalovirus, herpes simpleks, coxackie virus,
toxoplsmosis, drug-induced hepatitis; hepatitis aktif kronis; hepatitis alkoholik; kolesistitis
akut; kolestasis; gagal jantung kanan dengan kongesti hepar; kanker metastasis; dan penyakit
genetik/metabolik (penyakit Wilson, defisiensi alfa-1-antitripsin).
LO. 3.8. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
 Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar
SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal, perubahan prilaku atau penurunan kesadaran
akibat ensefalopati hepatitis fulminan dan prolong atau relapsing hepatitis.
 Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh sendiri (self
limiting disease). Pemeriksaan kadar SGOT-SGPT dan bilirubin terkonjugasi
diulang pada minggu ke 2 untuk melihat proses penyembuhan dan bulan ke 3 untuk
melihat kemungkinan prolonged atau relapsing hepatitis. Pembatasan aktivitas fisik
selama kadar SGOT SGPT masih >3 kali batas atas nilai normal.
Virus hepatitis A biasanya menghilang sendiri setelah beberapa minggu. Namun,
untuk mempercepat proses penyembuhan, diperlukan penatalaksanaan sebagai
berikut:
 Istirahat
Bed rest pada fase akut, untuk kembali bekerja perlu waktu berangsur-
angsur.
 Diet
1. Makanan disesuaikan dengan selera penderita
2. Diberikan sedikit-sedikit
3. Dihindari makanan yang mengandung alkohol atau hepatotoksik
 Medikamentosa (simtomatik)
A. Analgetik – antipiretik, bila demam, sakit kepala atau pusing
B. Antiemesis, bila terjadi mual/muntah
C. Vitamin, untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan
LO. 3.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
HAV tidak menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa (carrier) dan
hanya sekali-sekali menyebabkan hepatitis fulminan. Angka kematian akibat
HAV sangat rendah, sekitar 0,1% dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien
yang sudah mengidap penyakit hati akibat penyakit lain, misalnya virus hepatitis
B atau alkohol.
LO. 3.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien dengan
hepatitisA infeksi sembuh sendiri. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi
nekrosis hepatik akut fatal.

LO. 3.11. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan


Pencegahan dengan imunoprofilaksis

 Imunoprofilaksis sebelum paparan


a. Vaksin HAV yang dilemahkan
 Efektivitas tinggi (angka proteksi 93-100%)
 Sangat imunogenik (hampir 100% pada subjek sehat)
 Antibosi protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-90% subjek
 Aman, toleransi baik
 Efektivitas proteksi selama 20-50 tahun
 Efek samping utama adalah nyeri di tempat suntikan
b. Dosis dan jadwal vaksin HAV
 Usia >19 tahun, 2 dosis HAVRIX (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12
bulan
 Anak > 2 tahun, 3 dosis HAVRIX (360 Unit Elisa), 0, 1, dan 6-12 bulan
atau 2 dosis (720 Unit Elisa), 0, 6-12 bulan
c. Indikasi vaksinasi
 Pengunjungan ke daerah resiko
 Homoseksual dan biseksual
 IDVU
 Anak dewasa muda yang pernah mengalami kejadian luar biasa luas
 Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV labih tinggi dari angka
nasional
 Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
 Pekerja laboratorium yang menangani HAV
 Pramusaji
 Pekerja pada pembuangan limbah

 Profilaksis pasca paparan


a. Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
b. Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata tetapi tidak sempurna
c. Dosis dan jadwal pemberian imunoglobulin:
 Dosis 0,02 ml/kgBB, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin
setelah paparan
 Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
 Indikasi: kontak erat dan kontak rumah tangga dengan pasien HAV akut
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC

Guyton, AC. & Hall, JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC

Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI

Kumar,Cotran,Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi.Edisi 7. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi
6. Jakarta: EGC

Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC

Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC

http://panmedical.wordpress.com/2010/04/01/fungsi-hepar/ (diakses pada 22 mei 2013 :


20.00 WIB)

http://www.medscape.com/viewarticle/765040_3

http://emedicine.medscape.com/article/177484-overview#showall

Anda mungkin juga menyukai