Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA CIDERA OTAK


BERAT (COB)

DISUSUN OLEH :
RILLA AYU SUITARI
073STYJ19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2020

1
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Cidera otak berat atau COB adalah kerusakan neurologis yang terjadi
akibat adanya trauma pada otak secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (Riska Umaroh, 2017).
Cidera Otak Berat (COB) adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa perdarahan instertitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya
pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran (Dwi Rachmawati, 2018).
Cidera kepala sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di
seluruh negara dan lebih dari 2/3 dialami oleh negara berkembang. Indonesia
merupakan negara berkembang yang masih memiliki angka kejadian
kecelakaan yang tinggi (Dwi Rachmawati, 2018).

B. ETIOLOGI
1. Trauma tajam
Menyebabkan cidera setempat dan menimbulkan cidera lokal.
Kerusakan lokal merupakan: contusion serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran
otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma benda tumpul menyebabkan cidera menyeluruh (difusi)
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam bentuk: cidera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragik
kecil, multiple pada otak koma terjadi karena cidera menyebar pada
heimisfer, serebral, batang otak, atau kedua-duanya (Wijaya, 2016).
Cidera kepala paling sering akibat dari trauma. Mekanisme
terjadinya cidera kepala berdasarkan terjadinya benturan terbagi menjadi
beberapa yaitu sebagai berikut:

2
1. Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada
orang yang diam kemudian dipukul atau dilempari batu.
2. Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada
kepala yang terbentur benda padat.
3. Akselerasi-deselerasi
Terjadi pada kcelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh
dan kendaraan yang berjalan
4. Coup-counter coup
Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang
intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan
dengan yang terbentur dan area yang pertama terbentur
5. Rotasional
Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak,
yang mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan
neuron yang memfiksasi otak dengan bagian dalam tengkorak

C. KLASIFIKASI
Cidera Otak Berat (COB) dapat dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai
GCS (Gasglow Coma Scale) yaitu:
1. Cidera Otak Ringan (COR)
a) GCS 13 – 15
b) Tidak terdapat kelainan pada CT – Scan
c) Tidak memerlukan tindakan operasi
d) Lama dirawat di rumah sakit < 48 jam
2. Cidera Otak Sedang (COS)
a) GCS 9 – 12
b) Ditemukan kelainan pada CT – Scan
c) Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial
d) Dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam
3. Cidera Otak Berat (COB)

3
a) Nilai GCS < 8
b) Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial
c) Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS <8
(Dwi Rachmawati, 2018).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Pada cidera otak, kesadaran seringkali menurun.
2. Pola nafas menjadi abnormal secara progresif.
3. Respon pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami
deteriorasi.
4. Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama peningkatan
tekanan intrakranal.
5. Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial.
6. Perubahan perilaku, kognif, dan fisik pada gerakan motorik dan berbicara
dapat terjadi dengan kejadian segera atau secara lambat. Amnesia yang
berhubungan dengan kejadian ini biasa terjadi (Dwi Rachmawati, 2018).

E. PATOFISIOLOGI
Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda
tajam. Cidera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat
atau lokal dan cidera yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat
ringannya cidera tergantung pada lokasi benturan, penyerta cidera, kekuatan
benturan dan rotasi saat cidera (Dwi Rachmawati, 2018).
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses mekanik anaerob yang dapat menyebabkan
dilatasi pebuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolism anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood
Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / 100 gr jaringan otak, yang merupakan 15 %
dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung
sekuncup aktivitas myocardial.

4
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2
proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.Cedera otak
primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian
trauma dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan
lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi
alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh (Riska Umaroh, 2017).
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan
sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena
metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan
karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-
menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma mengenai
tulang kepala akan menyebabkanrobekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera
kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama
motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Riska
Umaroh, 2017).

5
F. PATHWAY/WOC

Trauma kepala

Terputusnya kontinuitas Kerusakan sel


jaringan tulang, jaringan kulit, otak
Gangguan
otot, dan laserasi pembuluh suplai darah
darah Meningkatkan
Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal
Iskemia rangsangan
simpatis
Cairan serebrospinal di lapisan subdural
Hipoksia Meningkatkan
Subdural hygroma tahanan vaskuler
Resiko perfusi sistemik dan
Edema serebri jaringan otak tekanan darah

Peningkatan TIK Menurunkan


tekanan pembuluh
darah pulmonal
Mesensefalon
tertekan

Peningkatan
Gangguan tekanan
kesadaran
hidrostatik
Kebocoran cairan
Imobilisasi kapiler

Penumpukan Oedem paru


sekret Gangguan
integritas kulit

Difusi O2
terhambat
Bersihan jalan
nafas Pola nafas tidak
efektif

6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium darah yang berguna pada kasus cedera
kepala yaitu :
a) Hemoglobin sebagai salah satu fungsi adanya perdarahan yang berat

b) Leukositosis untuk salah satu indikator berat ringannya cedera


kepala yang terjadi.
c) Golongan Darah persiapan bila diperlukan transfusi darah pada
kasus perdarahan yang berat.
d) GDS memonitor agar jangan sampai terjadi hipoglikemia maupun
hiperglikemia.
e) Fungsi Ginjal memeriksa fungsi ginjal, pemberian manitol tidak
boleh dilakukan pada fungsi ginjal yang tidak baik.
f) Analisa Gas Darah PCO2 yang tinggi dan PO2 yang rendah akan
memberikan prognosis yang kurang baik, oleh karenanya perlu
dikontrol PO2 tetap > 90 mmHg, SaO2 > 95 % dan PCO2 30-50
mmHg. Atau mengetahui adanya masalah ventilasi perfusi atau
oksigenisasi yang dapat meningkatkan TIK.
g) Elektrolit adanya gangguan elektrolit menyebabkan penurunan
kesadaran.
h) Toksikologi mendeteksi obat yang mungkin menimbulkan
penurunan kesadaran.
2. Pemeriksaan Radiologi
a) CT Scan adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan
kesadaran, mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran jaringan
otak.
b) Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti
pergeseran cairan otak akibat oedema, perdarahan, trauma.
c) EEG (Electro Encephalografi) memperlihatkan
keberadaan/perkembangan gelombang patologis.
d) MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi perfusi jaringan
otak, misalnya daerah infark, hemoragik.

7
e) Sinar X mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
f) Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG) untuk menentukan
apakah pasien trauma kepala sudah pulih daya ingatnya.

H. KOMPLIKASI
Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat
menyertai cidera kepala yang tertutup yang berat, atau lebih sering cidera
kepala terbuka. Pada pendarahan di otak, tekanan intracranial menigkat, dan
sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cidera otak sekunder. Pada
hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun
setelahnya ketika hematoma meluas dan edema interstitial memburuk (Dwi
Rachmawati, 2018).

I. PENATALAKSANAAN
Cidera Otak Ringan (COR) dan Cidera Otak Sedang (COS) biasanya
diterapi dengan observasi dan tirah baring atau bed rest. Mungkin diperlukan
ligasi pembuluh darah yang pecah melalui pembedahan (pengeluaran benda
asing dan sel yang mati), terutama pada cidera kepala terbuka. Dekompresi
melalui pengeboran lebam didalam otak, yang disebut borr hole, mungkin
diperlukan:
1. Mungkin juga dibutuhkan ventilasi mekanik.
2. Antibiotik diperlukan untuk cidera kepala terbuka guna untuk mencegah
infeksi. Metode untuk menurunkan tekan intracranial dapat mencangkup
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi (Dwi Rachmawati, 2018).

8
J. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat tangal lahir,
pekerjaan, status, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnosa medis.

b) Keluhan utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran.
c) Riwayat penyakit sekarang
Apakah ada riwayat trauma yang mengenahi kepala kerena kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan langsung trauma di kepala.
Biasanya mengalami penurunan kesadaran, konvulsi, muntah, sakit
kepala, lemah, serta dapat disertai koma.
d) Riwayat penyakit dahulu
Apakah ada riwayat hiperkapnea, riwayat cidera kepala sebelumya,
diabetes mellitus,anemia, penyakit jantung, penggunaan obat –obatan
anti koagulan, obat-obat adiktif, alkohol.
e) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada riwayat penyakit degeneratife hipertensi dan diabetes
mellitus.
f) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenahi perilaku, perasaan, dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi
Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap penyakitnya
tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita cidera otak berat
dengan perubahan perfusi jaringan serebral.
b) Pola nutrisi

9
Penderita cidera otak berat sering mengeluh dengan anoreksia, mual,
muntah. Sehingga terjadi penurunan berat badan.
c) Pola eliminasi
Terjadi perubahan pola berkemih (polyuria, nokturia, anuria) letih,
lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d) Pola aktivitas/istirahat
Klien tidak sadarkan diri (koma), lemah, sulit bergerak, tonus
ototmenurun.
e) Nilai dan keyakinan
Gambaran tentang cidera otak berat tentang penyakit yang di deritanya
Menurut agama dan kepercayaan, kecemasan, dan kesembuhan tujuan
dan harapan akan sakitnya.
3. Pemeriksaan fisik
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan
komunikasi bicara yaitu sulit dimengerti, tanda – tanda vital : tekanan
darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi, didapatkan klien lemah, sesak nafas dan peningkatan
frekuensi nafas. Saat auskultasi terdengar suara nafas tambahan yaitu
ronchi dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
2. B2 (Blood)
Pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan shock hipovolemik
yang sering terjadi pada klien cidera otak berat. Tekanan darah
biasanya mengalami peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah > 180 mmHg).
3. B3 (Brain)
Pasien koma, GCS: 1-X-X (verbal tidak bisa dikaji karena
menggunakan respirator). Sklera putih, pupildilatasis/midriasis kanan.
Terjadi cidera kepala bagian kanan dan ada epidural hematom kanan,
post trepanasi.
4. B4 (Bladder)

10
Pasien terpasang dower kateter dengan produksi urine ± 1.500 cc /
hari.
5. B5 (Bowel)
Klien untuk makan dan minum di bantu dengan susu lewat NGT dan
cairannya infus.
6. B6 (Bone)
Klien untuk bergerak sendi terbatas, hemiplegi kiri. Ekstremitas atas
dan bawah terdapat luka lecet. Akral hangat, turgor cukup, warna kulit
agak pucat.

4. Diagnosa (SDKI, 2018)


a) Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan edema otak.
b) Pola napas tidak efektif behubungan dengan depresi pada pusat nafas
di otak.
c) Bersihan jalan nafas tidak efektif behubungan dengan penumpukan
sputum.
d) Gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
5. Intervensi (SIKI, 2018)
a) Risiko Perfusi Serebral tidak efektif berhubungan dengan edema otak
Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi
motorik.
Kriteria hasil : Tingkat kesadaran meningkat, TIK menurun, TTV
membaik.
Rencana tindakan :
1) Identifikasi penyebab peningkatan TIK
2) Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
3) Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan tenang
4) Berikan posisi semi fowler
5) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar
(kolaborasi).

11
b) Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi : kapasitas vital meningkat, tekanan ekspirasi
inspirasi menngkat, penggunaan otot bantu napas menurun, frekuensi
napas membaik.
Rencana tindakan :
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas
3) Monitor adanya sumbatan jalan napas
c) Bersihan jalan napas tidak efektif sehubungan dengan penumpukan
sputum.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi : produksi sputum menurun, mengi wheezing
menurun, frekuensi napas membaik, pola napas membaik.
Rencana tindakan :

1) Monitor pola napas


2) Monitor buyi napas tambahan
3) Monitor sputum
4) Posisikan semi fowler/fowler
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
d) Gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan : elastisitas meningkat, hidrasi meningkat, perfusi
jaringan meningkat, kerusakan jaringan menururn,
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2) Ubah posisi tiap 2 jam
3) Anjurkan menggunakan pelembab
4) Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Implementasi

12
Implementasi adalah realisasi dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan alam pelaksana juga
meliputi pengumpulan data dan berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
(Asmadi, 2018).
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus – menerus dengan
melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal
ini di perlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi
evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (Asmadi, 2018).

13
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2018). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Dwi Rahmawati. 2018. KTI Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Otak Berat
(COB) Dengan Masalah Perubahan Perfusi Jaringan Serebral Di
Ruangan HCU RSUD Bangil Pasuruan. STIKES Insan Cendekia
Medika : Jombang.
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
Riska Umaroh. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cedera Otak
Berat (COB) Dan Intracerebral Hemorrage (ICH) Di Ruang Gardena
RSD. Soebandi Jember. Universitas Jember: Jember

Wijaya. (2016). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dasar Teori dan


Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

14

Anda mungkin juga menyukai