Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUHAN
1.1 Latar Belakang
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut sampai
anus. fungsi utama system pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient
seperti air dan elektrolit dari makanan yang dimakan kedalam lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan merupakan masalah yang sering dihadapi.
manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan massif yang mengancam jiwa hingga
perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan
lokasih perdarahan saluran pencernaan adalah menentukan beratnya perdarahan dan lokasih
perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat menyerang semua orang dan semua golongan.
Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis dengan jumlah
penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang pertahun di skotlandia. Berdasarkan laporan
penelitian di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat perdarahan saluran percernaan akut
mencapai 7%. Sedangkan insidensi kejadian perdarahan saluran pencernaan akut di
Skotlandia Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan angka mortalitas 8,2%
(SIGN,2008).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua,yaitu perdarahan saluran cerna bagian
atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah
perdarahan yang terjadi disaluran cerna yang dimulai dari mulut hinga ke 2/3 bagian
duodenum atau perdarahan saluran cerna merupakan masalah kegawatan dengan angka
mortalits dirumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan manajemen penangan
perdarahan signifikan sejak 50 tahun yang lalu (national institute for health and clinical
execellance, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus
disebelah distal ligamentum treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah
datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Berpengaruh pada tekanan
darah. Hanya 25% pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan pada tekanan darah
(Edelma, 2007). Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di AS mencapai 22
kasus/100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun sudah berkembang
pemeriksaan diagnostic yang canggi, namun 10% dari jumlah kasus perdarahan saluran cerna
bagian bawah, lokasih perdarahan tidak bisa teridentifikasi (Edelman 2007).
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna seharusnya
memperhatikan kebuthan pasien, hal yang disukai pasien. Serta memperhatikan aspek
spiritual dan dan kepercayaan pasien. Komonikasi yang baik dan efektif antara pasien dan
petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan keperawatan yang di berikan
harus mengacu pada aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien. (National institute for
health and clinical execellence, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Perdarahan Gastrointestinal ?
2. Apa saja Etiologi Perdarahan Gastrointestinal ?
3. Bagaimana Patofisiologi Perdarahan Gastrointestinal ?
4. Apa saja manifestasi klinis Perdarahan Gastrointestinal?
5. Bagaiman Pemeriksaan Diagnostic Perdarahan Gastrointestinal ?
6. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Perdarahan Gastrointestinal ?
1.3 Tujun
1. Untuk mengetahui apa itu Perdarahan Gastrointestinal .
2. Untuk mengetahui etiologi Perdarahan Gastrointestinal .
3. Untuk mengetahui patofisiologi Perdarahan Gastrointestinal.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis Perdarahan Gastrointestinal.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Perdarahan Gastrointestinal.
6. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Perdarahan Gastrointestinal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
1) Perdarahan saluran cerna bahagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di
sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan
saluran cerna bahagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic
ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi
non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan
gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang. (Dubey,
S., 2008) Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan perdarahan yang bersumber
dari proximal sampai ligamentum treitz. Pada kasuss perdarahan biasanya bersumber dari
esophagus, gaster, dan duodenum (SIGN, 2008)
2) Perdarahan Saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal
dari organ traktus gastrointestinal yang terletak dibagian distal dari ligamentum Treitz
yang menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan anemia simptomatis. Pada
umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar
peranal/perektal yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri (Edelman,2007).
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah
ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup.
Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi)
yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal
ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari
duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar
keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon).
Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian
proksimal (ileo-caecal). (Djojoningrat, D., 2006).

2.2 Etiologi
1) Secara umum penyebab perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua, yaitu penyebab
mayor dan minor. Penyebab mayor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah
(Cappel, 2008) :
a. Peptic ulcer
Tukak ini berkaitan dengan infeksi H. pylori (80%) dan bisa juga dengan dengan
aspirin/OAINS. Tukak peptic terdapat di lambung , duodenum, esophagus, dan
diverticulum Meckel, dan hebat tidaknya perdarahan tergantung dari caliber
pembuluh darah yang terluka
b. Varises esophagus dan gaster
Perdarahan saluran cerna bagian atas karena varises terjadi pada 25-30% pasien
sirosis hati, dengan angka kematian dari tahun 1971 sampai 1981 diberbagai
penelitian di Indonesia 30-60%. Harapan hidup selama 1 tahun sesudah perdarahan
pertama sekitar 32-80%. Varices esophagus dan gaster disebabkan karena
peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral dari aliran dara porta melalui
vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal. Perdarahan varises ini terjadi bila
hepatic venous gradient melebihi 12 mmhg. Pasien dengan gastropati hipertensi
portal tidak selalu disertai dengan varises gastroesofageal yang nyata. Bila terjadi
perdarahan pada pasien kelompok gastropati ini, biasanya lebih banyak kronik dan
tersamar (utama, 2012).
c. Perdarahan pada gastritis
Gastritis merupakan inflamasi atau iritasi pada lapisan gaster. Gastritis merupakan
penyakit dengan banyak penyebab. Sebagian besar penderita gastritis akan merasa
nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Helicobacter pylori merupakan
bakteri yang sering menginfeksi lambung. Infeksi akibat bakteri ini bisa
menyebabkan gastritis kronik. Gastritis merupakan masalah medis yang sering
terjadi. Sepuluh persen dari pasien yang datang ke unit emergensi mengeluh nyeri
pada perut sebelum akhirnya didiagnosa gastritis (Balentine, 2012).
d. Esophagitis dan gastropati
Esophagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esophagus dan lambung
disebabkan biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada obat-obat
OAINS/NSAIDS. Gastropati bisa juga terjadi pada pasien dengan sakit berat
miasalnya pasien dengan ventilator, sepsis/multi organs failure (MOF).
e. Duodenitis
Duodenitis merupakan inflamasi pada duodenum. Penyebabnya adalah helicobacter
pylori. Duodenitis dapat menyebabkan nyeri pada perut, perdarahan, serta gejalah
gastrointestinal lain. Banyak orang terinfeksi Helicobacter pylori sejak usia mudah,
tetapi tanda dan gejalah akan muncul saat usia dewasa.
f. Mallory-Weiss tear
Sindroma Mallory- Weiss merupakan bentuk perdarahan dari lapisan lendir diantara
lambung dan esophagus. Adapun gejalah utama yang sering di timbulkan akibat
sindroma ini adalah suatu sensasi mual muntah yang hebat. Robekan ini bisa
disebabkan akibat batuk-batuk yang hebat, kejang hebat pada epilepsy, gangguan pola
makan, hernia hiatal, dan kebiasaan mengonsumsi alcohol dalam jumlah yang
banyak, atau pada beberapa kasus sindroma morning sickness akibat frekuensi mual
muntah yang sangat tinggi juga berpotensi menyebabkan robekan Mallory-Weiss.
Tidak selamanya muntah-muntah adalah suatu bentuk gejalah dari Mallory-Weiss itu
sendiri, melainkan gejalah yang nyata bisa disertai dengan muntah yang disertai
dengan darah, atau warna feses yang kehitaman atau melena sebagai akibat
penguraian darah oleh asam lambung yang membentuk hematin. Pengobatan utama
biasanya dengan obat-obatan dan operasi penghentian perdarahan, dan adalah suatu
kejadian yang sangat langka sindroma ini berkelanjutan pada tingkat kematian.
Diagnosis untuk menegakan sindroma ini adalah hanya dengan melalui pemeriksaan
endoskopi
g. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan lesi vascular pada saluran percernaan, dan biasanya
bersifat asymptomatic sehingga bisa menyebabkan perdarahan saluran pencernaan.
Dinding pembuluh darah tipis dengan otot polos atau tidak dengan pembuluh darah
yang tipis. Angiodisplasia paling sering terjadi pada caecum dan juga kolon asenden
proximal. 77% kejadian angiodisplasia terjadi di kolon asenden dan caecum, 15%
terjadi di jejenum dan ileum, sisanya terjadi di sepanjang saluran pencernaan. Typical
lesi pada angiodisplasia adalah kecil (<5mm).
Angiodisplasia merupakan penyebab kedua terjadinya perdarahan saluran pencernaan
setelah diverticulosis selama kurun waktu 60 tahun ini. Prevalensi angiodisplasia
pada saluran cerna bagian atas sekitar satu –dua persen, sedangkan pada saluran cerna
bagian bawah dan bisa berdampak pada perdarahan saluran cerna bagian bawah
adalah enam persen. Angiodisplasia pada usus kecil, 30-40% merupakan penyebab
kasus perdarahan saluran pencernaan. Hasil analisis kolonoscopy retrospectif
menunjukan bawah 12, 1% dari 642 orang tanpa gejalahi irritable bowel syndrome
(IBS) dan 11,9% dari orang dengan gejalah irritable bowel syndrome (IBS) memiliki
angiodisplasia kolon (Thomson, 2011).
h. Tumor saluran cerna bagian atas
i. Dieulafoy lesion
Dieulafoy ulcer adalah suatu keadaan arteri submukosa yang dilatasi dan rupture
sehingga timbul perdarahan saluran cerna. Biasanya terdapat pada cardiac lambung
namun bisa juga terjadi di sepanjang saluran cerna. Sumber perdarahan sukar terlihat
dengan endoscopi bila tidak sedang berdarah karena lesi ini dikelilingi mukosa yang
normal. Pengobatan dengan endoscopi atau angiografi.
Sedangkan penyebab minor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah
(Cappel, 2008) :
a. Cameron lesion
Cameron lesion merupakan erosi pada lipatan mukosa pada kesan diafragma pada
pasien dengan hernia hiatus yang besar. Relevansi klinis dari Cameron lesion
adalah komplikasih potensial yang bisa berdampak pada perdarahan saluran
pencernaan, dan anemia. Diagnosis Cameron lesion biasanya ditegakkan dengan
melakukan endoscopi (Maganty, 2008).
b. Gastric antral vascular ectasia (Watermelon stomach)
Gastric antral vascular ectasia (GAVE) atau Watermelon stomach merupakan
penyebab signifikan kehilangan darah akut pada lansia. GAVE ditandai dengan
adanya gambaran corak semangka pada pemeriksaan endoscopy. Walaupun hal
ini terkait dengan kondisi medis yang heterogen, termasuk hepar, kidnay, dan
penyakit jantung, namun patofisiologi belum diketahui.
c. Portal hypertensive gastrophaty
Portal hypertensive gastrophaty memiliki karakteristik adanya penampilan
mosaic seperti pola dengan atau tanpa bintik-bintik merah dari mukosa lambung
pada gambaran endoscopy pasien dengan sirosis atau tanpa sirosis portal
hypertension. Portal hypertensive gastrophaty biasanya terjadi pada fundus
lambung. Temuan histologi pada Portal hypertensive gastrophaty adalah adanya
dilatasi pada kapiler serta vena di mukosa dan submukosa tanpa erosi, inflamasi
dan thrombus fibrinous.
d. Post kemoterapi atau radiasi
Terapi radiasi dapat menyebabkan perubahan lapisan mukosa pada usus. Ketika
terapi radiasi dilakukan pada pasien dengan kanker abdomen dan pelvis,
perdarahan karena kerusakan mukosa dinding kolon dapat terjadi. Komplikasi
dapat terjadi secara cepat maupun lambat dengan rentang waktu rata-rata 9-15
bulan.
e. Polip gastric
Polip gastric merupakan pertumbuhan jinak yang berbentuk bulat yang tumbuh
kedalam rongga lambung. Polip gastric berasal dari epitel lambung atau
submukosa dan menonjol kedalam lumen lambung. Polip gastric berpotensi
menimbulkan malignansi. Jika Polip gastric tidak segera dilakukan intervensi,
maka kanker lambung mungkin dapat terjadi (Goddard, 2010).
f. Aortoenteric fistula
Aortoenteric fistula merupakan penyebab jarang pada perdarahan saluran
pencernaan. Angka kematian yang relative tinggi, dengan angka kejadian yang
rendah membuat tantangan diagnostic dan manajemen. Aortoenteric fistula
merupakan komunikasi antara aorta dan saluran pencernaan. Diagnosis
Aortoenteric fistula harus dipertimbangkan dalam setiap pasien dengan
perdarahan saluran pencernaan dan sejarah masa lalu dari operasi aorta
(MacDougall, 2010).
g. Connective tissue disease
Connective tissue disease merupakan penyakit yang memiliki jaringan ikat di
tubuh sebagai sebagai target utama patologi. Jaringan ikat merupakan bagian
structural tubuh yang pada dasarnya memegang sel-sel tubuh secara bersama-
sama. Bentuk jaringan ikat seperti kerangka, atau matric pada tubuh. Jaringan ikat
terdiri dari dua molekul utama protein yaitu kolagen dan elastin. Kebanyak
Connective tissue disease diakibatkan aktivitas system imun tubuh yang abnormal
dengan inflamasi di jaringan sebagai akibat dari system imun yang menyerang
jaringan tubuh itu sendiri (autoimun) (Sheil, 2012).
h. Hemosuccus pancreaticus
Hemosuccus pancreaticus merupakan perdarahan dari papilla vater melalui
kelenjar pancreas. Hemosuccus pancreaticus jarang menyebabkan perdarahan
pada saluran cerna bagian atas. Kesulitan dalam menentukan lokasi perdarahan
kadang-kadang menyebabkan keterlambatan pengobatan dan kondisi kritis
(Toyoki, 2008).
i. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh virus human herves virus 8
(HHV8). Sarcoma Kaposi pertama kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi.
Seorang ahli ilmu penyakit kulit Hongaria di Universitas Wina tahun 1872.
Sarcoma Kaposi secara luas di ketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul
akibat dari AIDS pada tahun 1980-an. Sarcoma Kaposi dapat ditemui pada
kulit,tetapi biasanya bisa menyebar kemanapun, terutama pada saluran
pencernaan dan saluran pernapasan. Perkembangan sarcoma dapat terjadi lambat
sampai sangat cepat, dan berhubungan mortalitas dan morbiditas yang penting.
Sarcoma Kaposi pada saluran pencernaan biasanya terjadi pada Sarcoma Kaposi
dengan yang berhubungan dengan transplantasi atau yang berhungan dengan
AIDS, dan dapat muncul dengan tidak adanya gangguan sarcoma Kaposi pada
kulit. Lesi saluran pencernaan menyebabkan turunnya berat badan, muntah, diare,
berdarah, malabsorpsi, atau gangguan perut.
2) Penyebab dari perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah (Edelman,2007).
a. Diveriticulosis
Perdarahan dari diverticulosis biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3% pasien
Diverticulosis. feces biasanya berwarna merah marun, kadang kadang bisa juga
menjadi merah. Meskipun diverticulosis kebanyakan ditemukan di colon sigmoid,
namun pendarahan diverticulosis biasanya terletak disebelah kanan. Umumnya
terhenti secara spontan dan tidak berulang. Oleh karena itu tidak ada pengobatan
khusus yang dibutuhkan oleh para pasien.
b. Hemorrhoids
Penyakit perianal contohnya: hemorrhoids dan fisura ani biasanya menimbulkan
perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan feces. berbeda
dengan perdarahan dari farises rectum pada pasien dengan hipertensi portal kadang-
kadang bisa mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan
perdarahan yang mirip dengan yang disebabkan oleh hemorrhoids, oleh karena itu
pada perdarahan yang di duga dari hemorrhoids perlu dilakukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma colon.
c. Kanker
Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat pada pasien usia lanjut
dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahan berulang atau darah
samar. Kelainan neoplasma di usus halus relatif jarang namun meningkat pada pasien
inflammatory bowel disease seperti crohn`s disease atau celiac spure.
d. Inflammatory bowel disease
Macam-macam kondisi peradangan dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna
bagian bawah yang akut. perdarahan jarang muncul menjadi tanda, melainkan
berkembang dalam perjalanan penyakitnya, dan penyebabnya di duga berdasarkan
riwayat pasien kebanyakan perdarahan berhenti secara spontan atau dengan terapi
spesifik pada penyebabnya. Penyebab infeksi meliputi escherichia coli, tifus,
sitomegalovirus, dan klostridium difficile. Cidera radiasi paling umu terjadi pada
rectum setelah radioterapi panggul untuk prostat atau keganasan ginekologi.
Perdarahan biasanya terjadi satu tahun setelah pengobatan radiasi,tetapi dapat juga
terjadi hingga 4 tahun kemudian.
e. Kolitis iskemia
Kebanyakan kasus klitis iskemia di tandai dengan penurunan aliran darah visceral dan
tidak ada kaitannya denga penyempitan pembuluh darah mesenteik. kolitis iskemia,
merupakan bentuk yang paling umum dari cidera iskemik pada system pencernaan,
sering melibatkan daerah batas air, termaksud fleksuralienalis dan rektosigmoid
junction. Umumnya pasien kolitis iskemia berusia tua dan kadang-kadang
dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat lain, dan dehidrasi.
Iskemia menyebabkan peluruhan mukosa dan peluruhan ketebalan parial dinding
colon, edema, dan perdarahan. Kolitis iskemia tidak berhubungan dengan kehilangan
darah yang signifikan atau hemato chezia, walapun sakit perut dan diare berdarah
adalah manifestasi klinis yang sama.
f. Angiodisplasia
Angio displasia merupakan penyebab 10-40% perdarahan aluran cerna bagian bawah.
angio displasia merupakan salah satu penyebab kehilagan darah yang kronik. angion
displasia colon biasanya multipel, ukuran kecil dengan diameter kurang dari lima
meter dan biasa terlokalisir di daerah caecum dan colon sebelah kanan. sebagaimana
halnya dengan vascular ektasia di saluran cerna, jejas di colon umumnya
berhubungan dengan usia lanjut, insufisiensi ginjal, dan riwayat radiasi.
g. Solitary rectal ulcer syndrome
Solitary rectal ulcer syndrome merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika terdapat
ulcer yang berkembang pada rectum. Rectum merupakan sebuah saluran yang di
hubungkan sampai pada akhir colon. Solitary rectal ulcer syndrome jarang terjadi dan
juga jarang terdeteksi pada penderita dengan konstipasi kronik. Solitary rectal ulcer
syndrome dapat menyebabkan perdarahan pada recktal saat aktifitas mengejan pada
waktu BAB.

2.3 patofisiologi
Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari perdarahan
gastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya mukosa sampai mencapai
mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya dikelilingi oleh sel-sel yang meradang yang akan
menjadi granulasi dan akhirnya jaringan parut. Sekresi asam yang berlebihan adalah penting
untuk pathogenesis penyakit ulkus. Kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus
sebagai pelindung juga telah diduga sebagai penyebab terjadinya ulkus. Faktor-faktor risiko
untuk terjadinya penyakit ulkus peptikum yang telah dikenal, termasuk aspirin dan obat anti
inflamasi nonsteroid, keduanya dapat mengakibatkan kerusakan mukosa. Merokok juga
berkaitan dengan penyakit ini dan selain itu, sangat merusak penyembuhan luka.
Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis dan ditandai
dengan erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien yang mengalami trauma hebat
secara terus-menerus, pasien yang mengalami sepsis, luka bakar yang parah, penyakit pada
system saraf pusat dan kranial, dan pasien yang menggunakan dukungan ventilator untuk
jangka lama. Rentang abnormalitas adalah haemoragi pada permukaaan yang kecil sampai
ulserasi dalam dengan haemoragi massif. Hipoperfusi mukosa lambung diduga sebagai
mekanisme utama. Penurunan perfusi diperkirakan memiliki andil dalam merusak sekresi
mucus, penurunan PH mukosa dan penurunan tingkat regenerasi sel mukosa. Semua factor
ini turut andil dalam terjadinya ulkus.
Dalam gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa
esophagus dan rectum serta pada dinding abdominal anterior untuk mengalikan darah dari
sirkulasi splanknik menjauh hepar dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena
tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini
disebut varises dan dapat dipecah, mengakibatkan haemoragi gastrointestinal massif.
Haemoragi gastrointestinal bagian atas mengakibatkan kehilangan volume darah tiba-
tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan
menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perpusi jaringan. Dalam berespons
terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan tanda-tanda dan gejalah utama yang
terlihat pada pasien saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan penurunan
perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolism
anaerobic, dan terbentuk asam laktat sehingga merangsang reseptor nyeri yaitu bradikinin
dan serotonin yang menyebabkan nyeri otot. Penurunan aliran darah akan memberikan efek
pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan
mengalami kegagalan (Hudak, 2010).
PATHWAY
Peptic ulcer, alcohol,rokok diveriticulosis, hemorrhoids,
Varises esophagus, aspirin, oains kanker, inflamatori bowei
dan gaster, gastriis, disease, colitis iskemia,
esophagitis, dan angiodisplasia, solitary rectal
gastro pati, duodenitis, ulcer syndrome
Mallory-weiss tear,
Angiodisplasia,
Tumor sal. cerna
bagian atas,
dielafoy lesion,
polip gasric

pembuluh darah sal. cerna pecah

perdarahan sal. pencernaan

arus balik vena ke jantung Hematochezia, hematemesis, melena berlanjut/masif


jika tdk ditangani
perfusi mual muntah anoreksia
kekurangan vol. cairan anemia
mekanisme kompensasi dan electrolit
MK: gangguan keb. Nutrisi Transport O2 menurun

Disfungsi seluler
kebutuhan

sel-metabolisme anaerob MK: Gangguan pertukaran gas O2 tdk terpenuhui

asam laktat
hipoksia

Merangsang pelepasan mediator nyeri MK: Gangguan perfusi jaringan

(hormone bradikinin dan seretonin)

Merangsang nyeri

Medulla spinalis Hipotalamus Otak Nyeri otot MK: Nyeri akut

2.4 Faktor risiko perdarahan saluran cerna bagian atas


Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis perdarahan
SCBA. Faktor risiko yang telah di ketahui adalah usia, jenis kelamin, penggunaan OAINS,
penggunaan obat antiplatelet, merokok, mengkonsumsi alkohol, riwayat ulkus, diabetes
melitus dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.
a. Usia
Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada usia >60
tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan studi retrospektif di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo terhadap 837 pasien yang memenuhi kriteria perdarahan SCBA
menunjukkan rata-rata usia pasien laki-laki adalah 52,7 ± 15,82 tahun dan rata-rata usia
pasien wanita adalah 54,46 ± 17,6.26 Usia ≥ 70 tahun dianggap sebagai faktor risiko
karena terjadi peningkatan frekuensi pemakaian OAINS dan interaksi penyakit komorbid
yang menyebabkan terjadinya berbagai macam komplikasi.
b. Jenis kelamin
Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami perdarahan SCBA berjenis
kelamin laki-laki.11 Dari penelitian yang sudah dilakukan mayoritas menggunakan
pendekatan epidemiologi dan belum ada penelitian yang secara spesifik menjelaskan
hubungan perdarahan SCBA dengan jenis kelamin.
c. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi pada orang
tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional terhadap individu yang
mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka waktu lama 35% hasil
endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya erosi atau petechiae, dan 5%-30%
menunjukkan adanya ulkus.27 Jenis-jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah
ibuprofen, naproxen, indomethacin, piroxicam, asam mefenamat, diklofenak.
d. Penggunaan obat-obat antiplatelet
Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat menyebabkan faktor perdarahan
naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis subterapi 10 mg per hari masih dapat
menghambat siklooksigenase. Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus
duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada perut dan lambung. Obat
antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan
komplikasi saluran cerna.
e. Merokok
Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko terjadinya ulkus
duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok menghambat proses penyembuhan
ulkus, memicu kekambuhan, dan meningkatkan risiko komplikasi.
f. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan mukosa lambung
terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan
perdarahan pada mukosa.
g. Diabetes mellitus (DM)
Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan penyakit komorbid yang sering
ditemui dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum ada
penelitian yang menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA yang
disebabkan oleh diabetes mellitus.
h. Infeksi bakteriHelicobacter pylori
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang hidup
dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Beberapa penelitian di
Amerika Serikat menunjukkan tingkat infeksi H.pylori <75% pada pasien ulkus
duodenum. Dari hasil penelitian di New York 61% dari ulkus duodenum dan 63% dari
ulkus gaster disebabkan oleh infeksi H.pylori.
i. Chronic Kidney Disease
Patogenesis perdarahan saluran cerna pada chronic kidney disease masih belum jelas,
diduga faktor yang berperan antara lain efek uremia terhadap mukosa saluran cerna,
disfungsi trombosit akibat uremia, hipergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan
antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialysis.
j. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah terkena jejas. Selain itu
hipertensi memperparah artherosklerosis karena plak mudah melekat sehingga pada
penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obat antiplatelet.
k. Chronic Heart Failure
Penelitian yang ada mengatakan bahwa chronic heart failure dapat meningkatkan faktor
risiko perdarahan SCBA sebanyak 2 kali lipat.

2.5 Manifestasi klinis


1). Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Secara
umum perdarahan saluran cerna diklasifikasikan sebagai perdaran akut (hematemesis,
melena, hematoschizia), atau kronik dengan manifestasi adanya darah samar difeses atau
anemia. Pendarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang
seolah ringan, misalnya pendarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam
hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar atau hematin yang merupakan indikasi
adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proximal liga mentum treitz.
perdarahan saluran cerna bagian atas (scba), terutama dari duodenum dapat pula
bermanifestasi dalam bentuk melena (Djojoningrat, 2006 ).
Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal sebagai
perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki pravalensi sekitar 75 % hingga 80% dari
seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. insidensi nya telah menurun, tetapi angka
kematian dari peran akut saluran cerna masih berkisar 3-10 %, dan belum ada perubahan
selama 50 tahun terakhir. dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80 %
sumber perdarahannya berasal dari esofagus, gaster, dan duodenum. gejala klinis pasien
dapat berupa:
1. Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang
berwarna coklat merah atau “coffee ground”. (Porter, R.S., et al., 2008)
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bahagian
bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang
sudah berat. (Porter, R.S., et al., 2008)
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi
sumber lainnya. (Porter, R.S., et al., 2008). Disertai gejala anemia, yaitu: pusing,
syncope, angina atau dyspnea. (Laine, L., 2008). Studi meta-analysis
mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis UGIB akut sebagai berikut:
Hematemesis - 40-50%, Melena - 70-80%, Hematochezia - 15-20%, Hematochezia
disertai melena - 90-98%, Syncope - 14.4%, Presyncope - 43.2%, Dyspepsia - 18%,
Nyeri epigastric - 41%, Heartburn - 21%, Diffuse nyeri abdominal - 10%, Dysphagia
- 5%, Berat badan turun - 12%, dan Jaundice - 5.2% (Caestecker, J.d.,
2). Secara umum manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian bawah sama dengan
manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas. Tetapi, ada beberapa perbedaan,
diantaranya Hemato schizia (darah segar keluar pada anus) biasanya berasal dari
perdarahan salura cerna bagian bawaah (colon). Maroon bagian stols (feces berwarna
merah hati) dapat berasal dari perdarahan colon bagian proksimal (ileocaecal).

2.6 Penatalaksanaan pada perdarahan saluran pencernaan


Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut adalah usaha koalboratif.
Mempertahankan saluran napas paten dan restorasi volume intravascular adalah tujuan tata
laksana awal. Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi.
Untuk esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau,
diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD.
Intervensi awal mencakup 4 langkah:
a) Kaji keparahan perdarahan
b) Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi untuk mengatasi syok.
Pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut membutuhkan akses intravenna segera
dengan intra kateter atau kanula berdiameter besar. Untuk mencegah perkembangan syok
hipovolemik,mulai lakukan penggantian cairan dengan larutan intravena seperti ringer
laktat dan normal salin. Tanda-tanda vital dikaji secara terus-menerus pada saat cairan di
ganti. kehilangan lebih dari 1500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan.
Golongan darah pasien di periksa di cocoksilangkan, dan sel darah merah diinfusikan
untuk membangkitkan kembali kapasitas angkut oksigen darah. Produk darah lainnya
seperti trombosit, factor-faktor pembekuan dan kalsium mungkin juga diperhatikankan
sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium dan kondisi yang mendasari pasien.
Kadang-kadang, obat-obat vasoaktif di gunakan sampai tercapi keseimbangan cairan
untuk mempertahankan keseimbangan cairan, untuk mempertahankan tekanan darah dan
perfusi pada organ-organ tubuh yang vital. dopamine, epineprin, dan nonepineprin adalah
obat-obat yang dapat digunakan untuk menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan
definitif.
c) Tegakkan diagnosis penyebab perdarahan
seperti yang telah di sebutkan sebelumnya, endoskopi fleksibel adalah pilihan prosedur
untuk menentukan penyebab perdarahan. dapat dipasang selang nasogastric untuk
mengkaji tingkat perdarahan, tetapi ini merupakan intervensi yang kontrolversial. Dapat
juga dilakukan pemeriksaan barium, meskipun seringkali tidak menentukan jika terdapat
bekuan dalam lambung, atau jika terdapat perdarahan supervisial. Angeografi digunakan
jika sumber perdarahan tidak dapat di kaji dengan endoskopi.
d) rencanakan dan laksanakan perawatan definitive.
1. Terapi Endoskofi
Skleroterapi, menggunakan pensklerosis: natrium morrhuate atau natrium tetradesil
sulfat. Agen ini melukai endotel menyebabkan nekrosis dan akhirnya mengakibatkan
sklerosis pembuluh yang berdarah. Endoskopi tamponade termal mencakup probe
pemanas, foto koagulasi laser dan elektrokoagulasi.
2. Bilas Lambung
Dilakukan selama periode perdarahan akut (kontroversial, karena mengganggu
mekanisme pembekuan normal. Sebagian lain meyakini lambung dapat membantu
membersihkan darah dalam lambung, membantu mendiagnosis penyebab perdarahan
selama endoskofi).
Jika dinstruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau normal salin steril
dalam suhu kamar dimasukan dengan menggunakan NGT. Kemudian dikeluarkan
kembali dengan spuit atau dipasang suction sampai sekresi lambung jernih. Bilas
lambung pakai es tidak dianjurkan mengakibatkan perdarahan Irigasi lambung
dengan cairan normal saline levarterenol agar menimbulkan vasokontriksi. Setelah
diabsorbsi lambung obat dikirim melalui sistem vena porta ke hepar dimana
metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat dicegah. Pengenceran biasanya
menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.
Pasien beresiko mengalami aspirasi lambung karena pemasangan NGT dan
peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang digunakan untuk
membilas. Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien dengan kepala
ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung. Bila posisi tsb
kontraindikasi, maka diganti posisi dekubitus lateral kanan memudahkan mengalirnya
isi lambung melewati pilorus.
3. Pemberian Pitresin
Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong, maka
diberikan vasopresin (Pitresin) intravena. Obat ini menurunkan tekanan vena porta
dan oleh karenanya menurunkan aliran darah pada tempat perdarahan. Dosis 0,2-0,6
unit permenit. Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran pusat.
Hati-hati karena dapat terjadi hipersensitif. Mempengaruhi output urine karena sifat
antidiuretiknya.
4. Mengurangi Asam Lambung
Turunkan keasaman sekresi lambung, dengan obat histamin (H2) antagonistik,
contoh: simetidin (tagamet), ranitidin hidrokloride (zantac) dan famotidin (pepcid).
Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampir 5 jam. Ranitidin iv: 50
mg dicairkan 50 ml D5W setiap 6 jam. Simetidin iv: 300 mg dicairkan dalam dosis
intermiten 300 mg dicairkan dalam 50 mg D5W setiap 6 jam atau sebagai infus
intravena kontinu 50 mg/jam. Hasil terbaik dicapai jika pH lambung 4 dapat
dipertahankan. Antasid juga biasanya diberikan.
5. Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aquaMephyton) 10 mg im atau iv
dengan lambat untuk mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Dapat pula
diberikan plasma segar beku.
6. Balon Tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade antara lain Tube Sangstaken-Blakemore,
Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan GI bagian atas
karena varises esophagus. Tube Sangstaken-Blakemore mengandung 3 lumen: (1)
balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara, (2) balon esopagus
yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg (menggunakan spigmomanometer) dan
lumen yang ke (3) untuk mengaspirasi isi lambung. Tube Minnesota, mempunyai
lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk menghisap sekresi paring. Sedangkan
tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu balon gaster yang dapat diinflasikan dengan
500-600 mL udara. Terdapat beberapa lubang/bagian yang terbuka baik pada bagian
esophagus maupun lambung untuk mengaspirasi sekresi dan darah. Tube/slenag
Sangstaken-Blakemore setelah dipasang didalam lambung dikembangkan dengan
udara tidak lebih dari 50 ml. Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon lambung
pas terkait pada kardia lambung. Setelah dipastikan letaknya tepat (menggunakan
pemeriksaan radiografi), balon lambung dpat dikembangkan dengan 100-200 mL
udara. Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi. Jika perdarahan berlanjut
balon esopagus dapat dikembangkan dengan tekanan 250 40 mm Hg (menggunakan
spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika lebih lama depat
menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi esopagus. Hal yang penting
dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi konstan dan perawatan
cermat, dengan mengidentifikasi ketiga ostium selang, diberi label dengan tepat dan
diperiksa kepatenannya sebelum dipasang.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Berbagai pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosa
abnormalitas sistem gastrointestinal dan abdomen. Adapun pemeriksaan penunjang atau tes
diagnostic yang dilakukan adalah :
a. Sinar X
Serangkaian pemeriksaan abdomen, atau gambaran abdomen dalam tiga cara, terdiri atas
film abdomen datar, film abdomen atas dan dada bagian atas dengan pasien berdiri tegak,
dan film dimana pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi (dekubitus). Radiografi
dapat membantu menggambarkan adanya udara bebas di dalam abdomen yang
disebabkan oleh masalah-masalah seperti perforasi viskus atau pecahnya abses. Obtruksi
usus, seperti yang ditunjukkan oleh dilatasi loop usus dengan tingkat cairan udara atau
volvulus intestine, dapat dilihat dari foto-foto tersebut. Posisi film dekubitus dapat
membantu adanya asites.
b. Endoskopi Gastrointestinal
Prosedur ini merupakan suatu tambahan penting pada pemeriksaan barium karena
prosedur itu memungkinkan untuk dilakukan pengamatan langsung tentang bagian-
bagian traktus intestinal. Instrumen yang digunakan adalah endoskop serat optic yang
lentur. Alat ini dirancang dengan ujung yang dapat digerakkan sehingga operator dapat
memanipulasi sepanjang saluran intestinal. Alat itu mempunyai saluran instrumen yang
memungkinkan untuk biopsy lesi, seperti tumor, ulser atau peradangan. Cairan dapat
diaspirasikan dari lumen saluran intestine dan udara dapat dihembuskan untuk
menggelembungkan saluran intestine sehingga mempermudah pengamatan. Apus sitologi
dan jerat elektrokauteri dapat juga dimasukkan melalui alat ini. Endoskopi dan
kolonoskopi dasar untuk intestinal bagian atas dirancang dalam bentuk yang hampir sama
dan hanya berbeda pada diameter dan panjangnya. Endoskop intestinal atas sebelah sisi
juga dirancang untuk pemeriksaan khusus pada duktus empedu  komunis dan duktus
pankreatik. Pengkajian ini disebut endoskopi retrograde kolangiopankreatografi (ERCP).
Indikasi untuk dilakukannya endoskopi intestinal bagian atas sangat banyak. Dalam
lingkup perawatan kritis, indikasi yang paling umum adalah perdarahan gastrointestinal,
yang dapat disebabkan oleh ulkus, gastritis  atau varises esophagus. Endoskopi sangat
bermanfaat untuk mendiagnosa neoplasma saluran intestinal bagian atas. Biopsi atau
penyayatan daera abnormal ini dapat dilakukan untuk mendapatkan bahan diagnose.
Terapi spesifik dapat dilakukan melalui endoskopi gastrointestinal bagian atas, termasuk
sklerosis varises esophagus. Pada prosedur ini agen penksklerosing, seperti natrium
morhuate, dimasukkan ke vena yang berdilatasi dalam esofagus dengan harapan akan
terjadi jaringan ikat di dalam vena untuk mencegah perdarahan spontan selanjutnya.
menyimpulkan bahwa angka untuk adenoma yang terlewati akan berkurang sehingga
mengurangi resiko terjadi kanker kolorektal (Stein, 2012). Pada prospektif, studi acak
membandingkan kolonoskopi dengan high-definition, kolonoskopi dengan sudut lebar
(n=193) dibandingkan dengan kolonoskopi standard (n=197) dalam mendeteksi polip.
Tribonias et al menunjukkan perbedaan yang signifikan 2 metode dari kedua prosedur
tersebut. Rata-rata dapat polip hiperplastik yang kecil (<5 mm, P= .003) tetapi tidak
ditemukan perbedaan antara kedua teknik dalam mendeteksi lesi dengan ukuran besar (10
mm atau lebih besar), medium (antara 5 mm dan 10 mm) dan polip yang kecil (<5mm).
Tribonians et al juga menemukan tidak perbedaan yang signifikan antara high-definition,
kolonoskopi dengan sudut lebar dan kolonoskopi standard untuk mendeteksi ukuran
adenoma dan polip hiperplastik baik ukuran yang kecil, medium, dan besar ( Stein,
2012).
c. Kolonoskopi
Kolonoskopi digunakan untuk mengevaluasi adanya tumor, peradangan atau oplip di
dalam kolon. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi daerah
anstomotik dari pembedahan dan mengkaji derajat striktura baik karena pembedahan atau
peradangan. Kolonoskop dapat dimasukkan melalui rektum menuju sepanjang kolon ke
dalam sekum. Dari sini katup ileosekal dapat dikaji begitu juga abnormalitas lainnya,
seperti adanya karsinoma awal atau polip di sebelah kanan kolon. Polip ini dapat
dikeluarkan melalui endoskopi, atau dapat difulgurasi dan dibakar. Letak perdarahan
khusus seperti yang terjadi pada colitis, polip, tumor, atau angiodisplasia (pengumpulan
pembuluh darah yang abanormal yang dapat menyebabkan perdarahan terus menerus)
dapat diobservasi. Karena pasien biasanya diberi sedatif sebelum dilakukan prosedur
endoskopi sangat penting mengawasi jalan napasnya untuk mencegah terjadinya depresi
pernapasan atau aspirasi dan untuk memantau tanda-tanda vital.
d. Pemeriksaan Barium Kontras
Pemeriksaan diagnostic ini sangat penting untuk menemukan abnormalitas di dalam
saluran intestinal. Penyinaran sinar X pada gastrointestinal bagian atas atau telan barium
dilakukan dengan meminta pasien minum minuman yang telah dicampur dengan barium
radioopak, sementara ahli radiologi mengamati penyalutan dari bahan ini di dalam
esofagus, lambung dan usus halus. Barium mampu memperlihatkan kelainan struktur
seperti tumor atau ulkus juga dapat menemukan adanya peradangan atau penyempitan.
Enema barium dilakukan dengan memasukkan barium melalui rektum dalam posisi
retrograde ke dalam seluruh kolon. Salutan tipis barium dapat membantu memperlihatkan
letak tumor, polip, diverticulitis atau perdangan seperti Penyakit Crohn atau Kolitis
ulcerative.
e. Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive ini menggunakan gelombang echo untuk mendeteksi adanya
abnormalitas dalam rongga abdomen. Dilatasi dari duktus empedu komunis, distensi
kandung empedu karena batu empedu, dan abnormalitas pancreas seperti tumor,
pseudokis, atau abses dapat ditemukan. Aneurisme aorta dapat diperhitungkan untuk
membantu memutuskan apakah diperlukan pembedahan eksisi. Penebalan kolon
desenden dan kolon sigmoid dengan abses perikolonik yang disebabkan oleh kondisi
seperti divertikolusis dapat diidentifikasikan. Prosedur ini biasanya dilakukan pada
bagian radiologi rumah sakit.
f. Computed Axial Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Tumor pada hati, pancreas, esofagus, lambung dan kolon dapat diidentifikasi
menggunakan pemeriksaan ini. Tumor retroperitoneal atau nodus limfe juga dapat dilihat.
Dengan menggunakan skan CT, dapat dilakukan biopsi jarum pada struktur ini untuk
menentukan tipe sel tumor. Jarum ditusukan melalui dinding abdomen dengan
menggunakan anestesi lokal. Jarum kemudian diarahkan ke struktur yang diinginkan
dengan bantuan skan CT. Cairan dapat diaspirasikan dan selanjutnya dievaluasi oleh ahli
patologi untuk melihat adanya sel nukleoplastik. Teknik pengobatan nuklir sering
digunakan untuk membantu mendiagnosa abnormalitas sistem hepatogastrointestinal.
Skan radionuclide hepar dapat membantu menentukan disfungsi sel hepatic. Skaning CT
dapat digunakan untuk menemukan  tumor atau abses di dalam hepar atau abdomen
bagian atas.
Cholesintogram dapat dilakukan untuk menentukan kapasitas fungsi sistem empedu dan
patensi duktus empedu dan pembuluh sistik. Pada perdarahan intestine berulang, jika
sumbernya tidak ditemukan, teknik skan teknetium dapat sangat membantu. Pada teknik
ini daerah yang berdarah diberi label dengan teknetium, dan jika pasien mengalami
perdarahan aktif maka tanda “titik panas” akan diperlihatkan dalam skan abdomen. Ini
merupakan tes yang sangat tidak khusus untuk menentukan letak perdarahan yang tepat,
tetapi dapat membantu dalam mengarahkan ahli bedah pada letak yang umum.
Angiodisplasia dan perdarahan divertikulum Meckel dapat didiagnosa dengan prosedur
ini.
g. Arteriografi
Prosedur ini sangat berguna untuk menentukan tempat perdarahan yang biasanya sulit
ditentukan. Kateter ditempatkan baik pada arteri mesenterika superior dan inferior, dan
disuntikan kontras. Arteriografi juga sangat membantu dalam menemukan aneurisme
aorta.
h. Parasentesis
Keran peritoneal dengan lavage rongga peritoneal akan sangat membantu dalam kasus
trauma dimana harus ditemukan adanya perdarahan intraabdomen. Prosedur ini juga
sangat membantu menentukan apakah terjadi pancreatitis dengan melakukan pengukuran
amilase dan lipase dalam cairan yang diaspirasi dan apakah terdapat tumor pada jaringan
dengan pemeriksaan sitologi.
i. Pemeriksaan laboratorium
Haemo globin, hematocrit, leukosit, analisis gas darah arteri
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan Perdarahan Gastrointestinal

3.1 PENGKAJIAN
Riwayat Kesehatan
Meliputi: keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatah dahulu.
Di luar kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan cepat untuk
menyelamatkan jiwa, suatu pengkajian sistem gastrointestinal diawali dengan
pengumpulan riwayat kesehatan. Pasien harus ditanyakan tentang semua masalah-
masalah yang lalu seperti anoreksia, salah cerna, disfagia, mual, muntah, nyeri, ikterik,
konstipasi, gas, diare, perdarahan atau hemoroid. Adalah penting untuk mengetahui
secara keseluruhan dan memperluas pada respons yang positif untuk menentukan kapan
masalah tersebut muncul, apakah telah mencari bantuan medis, apa yang yang menjadi
faktor pencetus timbulnya gejala, apa yang dapat meringankan gejala tersebut, dan apa
yang membuatnya lebih parah, serta apakah ada masalah lain yang sedang
dihadapi. Riwayat nutrisi adalah penting dan harus mencakup tentang  masukan diet,
alergi makanan, intoleransi makanan, diet khusus, kesulitan menelan (disfagia), dan
masukan alcohol serta kafein.  Pasien harus ditanyakan tentang perubahan berat badan
terakhir, kebiasaan BAB, operasi yang baru dialami (termasuk pemeriksaan gigi) dan
riwayat keluarga tentang ulkus, colitis, atau kanker. Nyeri yang berasal dari sistem
gastrointestinal (GI) bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari asalnya. Nyeri
harus dideskripsikan berdasarkan tipe, lokasi, kualitas, lama waktu, karakter dan awitan.
Tanda-tanda yang berhubungan (misalnya : hiperventilasi, menahan napas, dan
takikardia).
Pemeriksaan fisik perdarahan saluran pencernaan difokuskan pada lima gambaran
berikut:
1. Keadaan Umum: Aktivitas motorik, kesadaran, posisi tubuh, perubahan status nutrisi
yang terjadi belakangan ini dalam berat badan, kebiasaan makan, dan penampilan
status kesehatan.
2. Kulit: Warna (ikterik, sianosis, pucat), turgor, edema, tekstur (berminyak, kering),
dan kondisi dermatologis.
3. Mata: Warna skelera, mata cekung, warna konjung tiva
4. Abdomen: Ukuran, bentuk, perubahan warna kulit, tonjolan yang nampak, jaringan
parut, fistula, pengembangan respirasi yang terbatas, lipatan kulit yang berlebihan
(mengindikasikan otot yang lemah), bising usus
5. Mulut: warna bibir, kelembapan mukosa bibir, ada stomatitis tidak
6. Leher: JVP:  tidak ada peninggian JVP, Refleks menelan:  klien dapat menelan
dengan baik atau tidak
Kelenjar thyroid: tidak tampak pembesaran atau ada pembesaran

Pengkajian Fisik (Data Fokus)


1. Data Subyektif
a. Hematemesis
b. Melena
c. Cemas
d. Nyeri Perut
e. Mengeluh Sesak
2. Data Obyektif
a. Berat badan
b. Warna Kulit (ikterik, sianosis, pucat),  turgor, edema, tekstur (berminyak atau
kering) dan kondisi dermatologic lainnya. 
c. Hipertermia
d. Mata: Warna skelera, mata cekung, warna konjung tiva
e. Pucat.
f. Kegelisahan emosional, depresi dan ansietas.
g. Ttv: tekanan darah, nadi, suhu tubuh, respirate rate

Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X
Serangkaian pemeriksaan abdomen, atau gambaran abdomen dalam tiga cara, terdiri
atas film abdomen datar, film abdomen atas dan dada bagian atas dengan pasien
berdiri tegak, dan film dimana pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi
(dekubitus).
2. Endoskopi Gastrointestinal
Prosedur ini merupakan suatu tambahan penting pada pemeriksaan barium karena
prosedur itu memungkinkan untuk dilakukan pengamatan langsung tentang bagian-
bagian traktus intestinal. Instrumen yang digunakan adalah endoskop serat optic yang
lentur. Alat ini dirancang dengan ujung yang dapat digerakkan sehingga operator
dapat memanipulasi sepanjang saluran intestinal. Alat itu mempunyai saluran
instrumen yang memungkinkan untuk biopsy lesi, seperti tumor, ulser atau
peradangan. Cairan dapat diaspirasikan dari lumen saluran intestine dan udara dapat
dihembuskan untuk menggelembungkan saluran intestine sehingga mempermudah
pengamatan. Apus sitologi dan jerat elektrokauteri dapat juga dimasukkan melalui
alat ini.
3. Kolonoskopi
Kolonoskopi digunakan untuk mengevaluasi adanya tumor, peradangan atau oplip di
dalam kolon. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi daerah
anstomotik dari pembedahan dan mengkaji derajat striktura baik karena pembedahan
atau peradangan. Kolonoskop dapat dimasukkan melalui rektum menuju sepanjang
kolon ke dalam sekum.
4. Pemeriksaan Barium Kontras
Pemeriksaan diagnostic ini sangat penting untuk menemukan abnormalitas di dalam
saluran intestinal. Penyinaran sinar X pada gastrointestinal bagian atas atau telan
barium dilakukan dengan meminta pasien minum minuman yang telah dicampur
dengan barium radioopak, sementara ahli radiologi mengamati penyalutan dari bahan
ini di dalam esofagus, lambung dan usus halus
5. Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive ini menggunakan gelombang echo untuk mendeteksi
adanya abnormalitas dalam rongga abdomen. Dilatasi dari duktus empedu komunis,
distensi kandung empedu karena batu empedu, dan abnormalitas pancreas seperti
tumor, pseudokis, atau abses dapat ditemukan. Aneurisme aorta dapat diperhitungkan
untuk membantu memutuskan apakah diperlukan pembedahan eksisi. Penebalan
kolon desenden dan kolon sigmoid dengan abses perikolonik yang disebabkan oleh
kondisi seperti divertikolusis dapat diidentifikasikan. Prosedur ini biasanya dilakukan
pada bagian radiologi rumah sakit.
6. Computed Axial Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Tumor pada hati, pancreas, esofagus, lambung dan kolon dapat diidentifikasi
menggunakan pemeriksaan ini.
7. Arteriografi
Prosedur ini sangat berguna untuk menentukan tempat perdarahan yang biasanya sulit
ditentukan. Kateter ditempatkan baik pada arteri mesenterika superior dan inferior,
dan disuntikan kontras. Arteriografi juga sangat membantu dalam menemukan
aneurisme aorta.
8. Parasentesis
Keran peritoneal dengan lavage rongga peritoneal akan sangat membantu dalam
kasus trauma dimana harus ditemukan adanya perdarahan intraabdomen. Prosedur ini
juga sangat membantu menentukan apakah terjadi pancreatitis dengan melakukan
pengukuran amilase dan lipase dalam cairan yang diaspirasi dan apakah terdapat
tumor pada jaringan dengan pemeriksaan sitologi.
l. Pemeriksaan laboratorium
Haemo globin, hematocrit, leukosit, analisis gas darah arteri

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau pemasangan selang
nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah yang jelas terlihat; cairan bercampur
darah, atau “ampas kopi”’ Namun, aspirat perdarahan telah berhenti, intermiten, atau tidak
dapat dideteksi akibat spasme pilorik. (Dubey S., 2008). Pada semua pasien dengan
perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) perlu dimasukkan pipa nasogastrik dengan
melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini terutama penting apabila perdarahan tidak jelas.
Tujuan dari tindakan ini adalah:
1. Menentukan tempat perdarahan.
2. Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah berhenti. (Soeprapto, P.,
et al., 2010)
Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana perdarahan berat,
khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat ditentukan dengan menggunakan
endoskopi atas maupun bawah. (Savides, T.J., et al., 2010).
Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu dibutuhkan pada pasien
dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya dapat memberikan beberapa informasi
penting. Misalnya pada CT scan; CT Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi massa,
seperti tumor intra-abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat
menjadi sumber perdarahan. (Savides, T.J., et al., 2010)
1. Devisit volume cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif
2. Perfusi jaringan gastrointestinal tidak efektif b.d gangguan aliran arteri dan vena
3. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan
4. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
5. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
3.3 Intervensi keperawatan
1. Devisit volume cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif
NOC:
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…..defisit volume cairan
teratasi dengan kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
4. Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
5. Jumlah dan iramapernapasan dalam batas normal
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
7. pH urin dalam batas normal
8. Intake oral dan intravena adekuat
NIC:
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin, albumin, total protein )
4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1jam
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan oral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
2. Perfusi jaringan gastrointestinal tidak efektif b.d gangguan aliran arteri dan vena
NOC :
a. Bowl Elimination
b. Circulation status
c. Electrolite and Acid Base Balance
d. Fluid Balance
e. Hidration
f. Tissue perfusion
Tujuan: abdominal organs Setelah dilakukan asuhan selama……… ketidakefektifan
perfusi jaringan gastrointestinal teratasi dengan kriteria hasil:
1. Jumlah, warna, konsistensi dan bau feses dalam batas normal
2. Tidak ada nyeri perut
3. Bising usus normal
4. Tekana dan systole dan diastole dalam rentang normal
5. Distensi vena leher tidak ada
6. Gangguan mental, orientasi pengetahuan dan kekuatan otot normal
7. Na, K, Cl, Ca, Mg dan Biknat dalam batas normal
8. Tidak ada bunyi nafas tambahan
9. Intake output seimbang
10. Tidak ada oedem perifer dan asites
11. Tdak ada rasa haus yang abnormal
12. Membra dan mukosa lembab
13. Hematokrit dalam batas normal
NIC :
1. Monitor TTV
2. Monitor elektrolit
3. Monitor irama jantung
4. Catat intake dan output secara akurat
5. Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (membran mukosa
kering, sianosis, jaundice)
6. Kelola pemberian suplemen elektrolit sesuai order
7. Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah
8. kalori dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan
9. Pasang NGT jika perlu
10. Monitor output gaster
3. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan
NOC :
a. Pain Level,
b. pain control,
c. comfort level
tujuan: Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama ….Pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari Ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
4. Gangguan pertukaran gas gas b.d ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer
NOC:
a. Respiratory Status : Gasexchange
b. Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
c. Respiratory Status : ventilation
d. Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….Gangguan pertukaran pasien teratasi
dengan kriteria hasi:
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
3. Tanda tanda vital dalam rentang normal
4. AGD dalam batas normal
5. Status neurologis dalam batas normal
NIC :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
4. Monitor respirasi dan status O2
5. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
6. Monitor suara nafas, seperti dengkur
7. Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
8. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
9. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
10. Observasi sianosis khususnya membrane mukosa
11. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan
alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
12. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
NOC:
a. Nutritional status: Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status : food and Fluid Intake
c. Weight Control
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
1. Albumin serum
2. Pre albumin serum
3. Hematokrit
4. Hemoglobin
5. Jumlah limfosit
NIC:
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
5. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
6. Monitor lingkungan selama makan
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
16. Kelola pemberan anti emetic
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
3.4 Implementasi
1. Devisit volume cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (Hmt , osmolalitas urin, albumin,
total protein )
4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1jam
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan oral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
2. Perfusi jaringan gastrointestinal tidak efektif b.d gangguan aliran arteri dan vena
1. Monitor TTV
2. Monitor elektrolit
3. Monitor irama jantung
4. Catat intake dan output secara akurat
5. Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (membran mukosa
kering, sianosis, jaundice)
6. Kelola pemberian suplemen elektrolit sesuai order
7. Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah
8. kalori dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan
9. Pasang NGT jika perlu
10. Monitor output gaster
3. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari Ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
4. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
4. Monitor respirasi dan status O2
5. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
6. Monitor suara nafas, seperti dengkur
7. Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes
8. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
9. Monitor TTV, elektrolit dan stastus mental
10. Observasi sianosis khususnya membrane mukosa
11. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan
alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
12. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantun
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
5. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
6. Monitor lingkungan selama makan
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
16. Kelola pemberan anti emetic
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
6. Evaluasi
1. Defisit volume cairan dapat terpenuhi kembali
2. Perfusi jaringan gastrointestinal kembali efektif
3. Nyeri dapat teratasi
4. Gangguan pertukaran gas kembali normal
5. Ketidakseimbangan nutrisi kembali terpenuhi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua,yaitu perdarahan saluran cerna
bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian
atas adalah perdarahan yang terjadi disaluran cerna yang dimulai dari mulut hinga ke 2/3
bagian duodenum atau perdarahan saluran cerna merupakan masalah kegawatan dengan
angka mortalits dirumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan manajemen
penangan perdarahan signifikan sejak 50 tahun yang lalu (national institute for health and
clinical execellance, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus
disebelah distal ligamentum treitz. Beberapa penyebab perdarahan saluran cerna bagian
atas: Peptic ulcer, Varises esophagus dan gaster, Perdarahan pada gastritis, Esophagitis
dan gastropati, Duodenitis, Mallory-Weiss tear, Angiodisplasia, Tumor saluran cerna
bagian atas, Dieulafoy lesion, Cameron lesion, Gastric antral vascular ectasia
(Watermelon stomach), Portal hypertensive gastrophaty, Post kemoterapi atau radiasi,
Polip gastric, Aortoenteric fistula, Connective tissue disease, Hemosuccus pancreaticus,
Sarcoma Kaposi.
penyebab dari perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah(Edelman,2007):
Diveriticulosis, Hemorrhoids, Kanker, Inflammatory bowel disease, Kolitis iskemia,
Angiodisplasia, Solitary rectal ulcer syndrome.
4.2 Saran
Tugas dan peran utama perawat harus dilakukan dengan baik agar meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan keperawatan juga sangat perlu dilakukan oleh
seorang perawat. Pemberian asuhan keperawatan harus disesuaikan dengan kondisi
kebutuhan pasien, begitu pula dengan pasien stomatitis terutama pada anak. Maka
diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih memahami serta menambah pengetahuan
lebih dalam akan perkembangan penyakit stomatitis sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak serta kondisi kebutuhan anak
yang harus dipenuhi.
Daftar Pustaka

Harrison. (1995). Prisnsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison’s Principles of Internal


Medicine). (Volume 1, edisi 13). Jakarta: EGC
Hudak dan Galo. (1996). Keperawatan kritis: Pendekatan holistik.(Vol. II, edisi 6). Jakarta:
EGC.
Jay H. Stein, MD. (1994). Panduan Klinik ILMU PENYAKIT DALAM (Internal Medicine:
Diagnosis & Therapy. (Edisi 3). Jakarta: EGC
Lanros, N.E., dan Barber, J.M. (2000). Emergency nursing. (4th ed.). Stamford: Appleton &
Lange
Suparman. (1987). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I, edisi kedua). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
.

Anda mungkin juga menyukai