Anda di halaman 1dari 3

Aliran Khawarij

Khawarij termasuk aliran yang pertama kali muncul dalam teologi Islam. Sebutan khawarij -berasal dari
kharaja,' yang berarti "keluar"- ditujukan bagi setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah
disepakati para jamaah, baik ia keluar pada masa Al-khulafa Al-Rasyidun maupun masa tabi'in secara
baik- baik.? Khawarij, sebagai sebuah aliran, terdiri dari pengikut Ali yang meninggalkan barisannya
karena tidak setuju terhadap Ali yang menerima tawaran genjatan senjata lewat arbitrase atau tahkim
dari Muawiyah.

Mereka pada umumnya terdiri dari orang-orang Badui. Kehidupan mereka di padang pasir yang tandus
menyebabkan mereka bersifat sederhana, baik dalam cara hidup maupun pemikiran. Namun, mereka
keras hati, berani, bersikap merdeka tidak bergantung kepada orang lain, dan cenderung radikal
Perubahan yang dibawa agama ke dalam diri mereka tidak mampu mengubah sifat-sifat kebadwian
mereka. Karena kebadwian itu pula, mereka jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran Islam yang terdapat
dalam Al-Qur'an dan hadis, mereka pahami secara literal dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh
karena itu, dalam paham mereka, iman bercorak sederhana, sempit, fanatik, dan ekstrem. Kefanatikan
mereka membuat mereka tidak dapat mentolelir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut pema-
haman mereka. Ini pula yang menjadi sebab mereka mudah terpecah belah dan sering melakukan
perlawanan terhadap para penguasa Islam di masanya.

Walaupun pada mulanya merupakan golongan politik, dalam perkembangan selanjutnya, Khawarij
beralih menjadi aliran kalam. Berkenaan dengan masalah kepala negara (imam), mereka beranggapan
bahwa imam tidak harus berada di tangan orang Quraisy. Seorang imam boleh saja dari kalangan bukan
Quraisy selama ia bersifat adil, jujur, dan menjauhi segala sesuatu yang akan merusaknya. Seorang imam
yang menyimpang dari ajaran- ajaran Islam, seperti merusak keadilan dan kemaslahatan, wajib dibunuh
dan dijatuhkan.

Pada umumnya, Khawarij menyatakan wajib adanya khalifah (imam) dalam masyarakat Islam dan umat
Islam wajib tunduk kepadanya, selama khalifah berdiri di atas syariat Islam. Oleh karena itu, wajar jika
mereka tunduk dan patuh terhadap Abu Bakar dan Umar. Terhadap Utsman, mereka menolaknya sejak
tahun ketujuh masa kekhilafahannya. Ali mereka tolak karena, menurut mereka, Ali telah melaksanakan
tahkim.

Adapun dalam masalah iman dan kufur, pendapat Khawarij, setelah terpecah-pecah, memiliki pendapat
yang beragam. Dalam tulisan ini hanya dikemukakan pendapat dari sebagian sektenya saja, yakni Al-
Muhakkimah, Al-Azariqah, Al-Najdat, dan Al-Ajaridan.

1. Al-Muhakkimah

Menurut sekte Al-Muhakimah', Ali, Muawiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy'ari, dan semua orang
yang terlibat dalam arbitrase adalah kafir. Dosa-dosa besar, seperti zina, dipandang pelakunya sebagai
kafir pula. Demikian pula, orang yang melaku- kan pembunuhan tanpa alasan yang kuat, mereka
pandang kafir.
2. Al-Azariqah

Menurut aliran Al-Azariqah, yang termasuk kafir itu adalah orang Islam yang tidak sepaham dengan
mereka; mereka kekal selama- lamanya di dalam neraka, walaupun ia masih usia kanak-kanak. Jadi, yang
tergolong orang mukmin hanya mereka sendiri dan para pendukungnya. Selain mereka,
dikategorikannya sebagai musyrik dan wajib dibunuh. Dalam pandangan mereka, iman berarti peng-
akuan dan perbuatan. Secara spesifik, yang menentukan dalam keimanan seseorang adalah hijrah.
Golongan mereka sendiri yang tidak bersedia hijrah dalam rangka perjuangan, dianggapnya kafir
musyrik.

3. Al-Najdat

Berbeda dengan pendapat Al-Muhakkimah dan Al-Azariqah, Al- Najdat beranggapan bahwa pelaku dosa
besar yang menjadikannya kafir dan kekal di dalam neraka berlaku bagi orang Islam yang ti- dak
sepaham dengan golongannya. Sedangkan bagi pengikutnya, jika mengerjakan dosa besar, walaupun
akan mendapat siksa, tem- patnya bukan dalam neraka; mereka kemudian akan masuk surga.Mereka
juga berpendapat bahwa keimanan seseorang ditentu kan oleh kewajiban mengimani Allah dan Rasul-
Nya, mengetahui haramnya membunuh orang Islam, dan percaya kepada seluruh yang diwahyukan
Allah kepada Rasul-Nya. Orang yang tidak peduli terhadap hal tersebut dipandang tidak beriman. Lalu,
siapa yang beriman itu? Hanya mereka sendirilah yang benar-benar beriman Orang mukmin yang tidak
segolongan dengan mereka, tidak dipandang sebagai orang mukmin.

4. Al-Ajaridah

Mereka adalah pengikut dari 'Abd Al-Karîm Ibn Ajrad, salah seorang teman Athiah Al-Hanafi. Mereka
bersifat lebih lunak ketimbang golongan Khawarij sebelumnya, karena mereka berpendapat berhijrah
bagi mereka bukan merupakan kewajiban -sebagaimana yang diajarkan oleh Nafi' bin Al-Azraq- tetapi
hanya merupakan kebajikan. Dengan demikian, mereka boleh tinggal di luar daerah kekuasaan mereka
dengan tidak dianggap kafir. Mereka juga berpendapat bahwa anak kecil tidak berdosa, tidak musyrik;
mereka mengikuti orangtuanya. Pandangan Khawarij Al-Ajaridah terhadap perbuatan manusia berbeda-
beda. Sekte Maimuniah, yang berpaham Qadariah, menganggap perbuatan manusia, baik dan buruk,
timbul dari kemauan dan kekuasaan manusia sendiri. Sedangkan sekte Al- Syu'aibah dan sekte Al-
Hazimiah, yang berpaham jabariah, memandang perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari
kemauan dan kekuasaan Tuhan.

Aliran Murjiah

Aliran Murjiah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang mau terlibat (netral) dalam upaya kafir-
mengkafirkan terhadap orang Islam yang melakukan dosa besar seperti yang dilakukan Khawarij.
Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam arbitrase di hadapan Tuhan,
karena hanya Dia-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Orang mukmin yang melakukan dosa
besar, dalam pandangan mereka, masih mukmin selama ia bersyahadat.
Sikap seperti itu mereka ambil dengan tujuan agar tidak terlibat dalam pembersihan yang dilakukan Bani
Umayah. Mereka juga berpendirian seperti halnya Khawarij dan lainnya bahwa ada orang-orang Bani
Umayah yang menjadi fasiq atau kafir, tetapi mereka tidak secara terbuka menjadikan Bani Umayah
sebagai musuh, seperti yang dilakukan Syiah, atau memeranginya seperti yang dilakukan Khawarij.
Mereka menegaskan posisi politiknya dengan menyatakan bahwa mereka mengikuti Bani Umayah
karena Muawiyah sebagai khalifah yang sulit dipungkiri. Mereka juga tidak memusuhi Muawiyah karena
paham mereka menyata- kan bahwa setiap dosa, betapapun besarnya, tidak membuat pelakunya keluar
dari iman. Selama manusia beriman, ia tidak boleh dibunuh. Bagi mereka, yang diutamakan dalam
akidah adalah iman: masalah perbuatan dinomorduakan. Melakukan perbuatan setelah iman, memang
dosa besar, tetapi masih ada harapan untuk mendapat rahmat Tuhan dan akan masuk surga.

Sebagai sebuah aliran teologi, Murjiah mempunyai pendapat yang secara umum digolongkan kepada
dua bagian, yaitu Murijah moderat dan Murjiah ekstrem." Murjiah moderat berpendapat bahwa pelaku
dosa besar tidak menjadi kafir karenanya dan tidak kekal di dalam neraka. Orang seperti itu disiksa di
neraka sesuai dengan dosa yang diperbuatnya. Bahkan, apabila Tuhan mengam- puninya, ada
kemungkinan Tuhan tidak memasukkannya ke neraka. Jadi, pelaku dosa besar, menurut mereka, masih
tetap mukmin.

Tokoh-tokoh yang masuk dalam golongan ini adalah Al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali bin Abi Thalib, Abu
Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa Ahl Al-Hadits. Menurut golongan ini, orang Islam yang melakukan dosa
besar masih tetap mukmin. Dalam hal ini, Abu Hanifah memberi pengertian bahwa iman adalah
pengetahuan dan pengakuan adanya Tuhan, rasul-rasul-Nya, dan segala sesuatu yang datang dari
Tuhan; imam tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang; dan tidak ada perbedaan di antara
manusia dalam hal iman. Jadi dalam pandangan Abu Hanifah, perbuatan itu kurang penting dibanding
iman.

Adapun Murjiah ekstrem, yang dipimpin Jahm bin Shafwan, berpendapat bahwa orang Islam yang
percaya kepada Tuhan tetapi kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir,
karena kufur dan iman letaknya dalam hati, bukan dalam bagian tubuh manusia. Bahkan, orang yang
telah menyatakan iman, walaupun menyembah berhala, melaksanakan ajaran-ajaran agama Yahudi,
atau Kristen dengan menyembah salib, kemudian mati, tidaklah menjadi kafir; ia tetap mukmin dalam
pandangan Tuhan.

Pandangan di atas berpedoman hanya pada iman (di dalam hati; perbuatan tidak berpengaruh apa-apa.
Pandangan seperti ini akan melahirkan sikap permissive, yakni sikap mentolelir penyim pangan terhadap
norma akhlak dan moral.

Anda mungkin juga menyukai