Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KOMUNIKASI MASSA

“TEORI NORMATIF MEDIA


DAN MASYARAKAT”

Dosen Pengampu:
Dra. Ekapti Wahjuni DJ, M.Si

Disusun Oleh :
Rifha Susilowati : 17240603
Muhammad Zuhdi : 17240595
Dicky Zuhan M. : 17240590
Akbar Hayyuna N.H : 16240456

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Ponorogo, 19 Juni 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1 Latar belakang...................................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah..............................................................................................................1

1.3 Tujuan................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2

2.1 Sumber Kewajiban Normatif Terhadap Media................................................................2

2.1.1 Media & Kepentingan publik....................................................................................2

2.1.2 Isu-Isu Utama Bagi Teori Media Sosial.....................................................................3

2.2 Teori Pers Sebagai Pilar Ke Empat...................................................................................4

2.2.1 Kebebasan Pers...........................................................................................................4

2.2.2 Tanggung Jawab Sosial..............................................................................................5

2.3 Profesionalisme & Etika Media........................................................................................6

2.3.1 Prinsip- Prinsip Dalam Kode Jurnalistik....................................................................6

2.3.2 Alternatif Penyiaran Layanan Publik.........................................................................7

2.4 Media Massa Masyarakat Sipil & Ranah Publik..............................................................9

2.4.1 Cara-Cara Media Massa Dalam Mendukung Ranah Publik......................................9

2.4.2 Respon Terhadap Ketidakpuasan Atas Ranah Publik................................................9

BAB III PENUTUP..................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................11

3.2 Saran................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Media massa diyakini tidak hanya memiliki efek objektif tertentu pada masyarakat,
tetapi juga memiliki tujuan sosial. Hal ini berarti bahwa beberapa efek yang telah diamati
adalah sengaja dan dinilai secara positif. Ini termasuk efek penyebaran informasi,
mengungkapkan suara dan pandangan yang berbeda, membantu pembentukan opini
publik atas suatu isu, dan memberikan sarana debat. Aktivitas hiburan dan budaya di
media juga dapat dihitung sebagai tujuan yang disetujui, dimana terdapat efek yang
disengaja yang biasaya dapat kita ketahui siapa yang ada dibelakangnya. Dalam hal ini
utamanya adalah mereka yang memiliki atau mengendalikan media dan bekerja di
dalamnya, sebagaimana juga pihak-pihak yang diberikan saluran komunikasi oleh media,
termasuk pemerintah, penguasa, dan komunikator individual. Tidak mengherankan bila
tedapat banyak opini yang berbeda (publik, swasta dan institusi) mengenai apa yang
seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan media dan seberapa baik kinerja mereka, tetapi
tidak diragukan kalau banyak hal yang diharapkan. Ketika kita berbicara mengenai teori
normative (normative theory), kita merujuk pada gagasan hak dan tanggung jawab yang
mendasari pengharapan akan keuntungan media bagi individu dan masyarakat.
Pada bab ini, kita akan membahas gagasan mengenai bagaimana peraturan media
seharusnya atau sebenarnya yang diterapkan, dan bertindak bagi kepentingan publik
(public interest) yang luas atau demi kebaikan masyarakat sebagai sebuah kesatuan.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud sumber kewajiban normatif terhadap media itu?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan teori pers sebagai pilar ke empat?
3. Bagaimana yang dimaksud dengan profesionalisme & etika media?
4. Bagaimana yang dimaksud dengan media massa masyarakat sipil & ranah publik?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sumber kewajiban normatif terhadap media
2. Untuk mengetahui teori pers sebagai pilar ke empat
3. Untuk mengetahui profesionalisme & etika media
4. Untuk mengetahui media massa masyarakat sipil & ranah public
1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sumber Kewajiban Normatif Terhadap Media

2.1.1 Media & Kepentingan publik


Satu cara untuk merangkum situasi yang muncul dari banyaknya
tekanan terhadap media yang membawa keuntungan tertentu adalah dengan
mengatakan adanya ‘kepentingan publik’ dalam bagaimana perilaku media itu
sendiri. Konsep ini sederhana, namun juga sangat ditantang dalam teori sosial
politik. Gagasan mengenai kepentingan publik memiliki akar sejarah dalam
mengidentifikasi masalah-masalah ini yang memerlukan beberapa kontrol
publik secara kolektif dan arah bagi kebaikan masyarakat dan Negara,
misalnya pembangunan dan pemeliharaan jalan dan saluran air, peraturan
mengenai berat, ukuran, dan mata uang, penyediaan kebijakan, dan keamanan.
Di masa yang lebih modern, istilah tersebut digunakan terhadap manajemen
dan kepemilikan sarana publik, seperti air, bahan bakar, listrik dan telepon.
Hal-hal ini tidak dapat dengan mudah dibiarkan jatuh ke tangan swasta atau
terserah aturan pasar (Held, 1970; Napoli, 2001).
Jika diterapkan kepada media massa, makna sederhanannya bahwa
media membawa sejumlah tugas penting dan pokok dalam masyarakat
kontemporer dan menjadi kepentingan umum agar tugas-tugas tersebut
dijalankan dengan baik. Kesulitan dalam menangani konsep kepentingan
publik selalu berkaitan dengan signifikansinya yang tinggi. Dalam hal ini,
Blumler (1998: 54-5) membuat tiga poin kunci. Pertama, sebagaimana dalam
hal pemerintah, terdapat pertanyaan mengenai kekuasaan juga kekuatan: ‘
dalam komunikasi, media diletakkan secara serupa. Pembenaran atas
kebebasan mereka, peranan mereka yang luas dalam masyarakat, politik, dan
budaya, serta tempat mereka dalam tatanan peraturan tergantung pada
kepentingan publik yang seharusnya mereka layani. Secara singkat, kekuatan
media, seperti juga pemerintah, harus digunakan dengan cara yang sah yang
tidak jauh dari gagasan mengenai tanggung jawab. Kedua, Blumler
bependapat bahwa kualitas hebat tetentu terlekat pada gagasan mengenai

2
kepentingan publik. Ketiga, gagasan mengenai kepentingan publik harus
bekerja dalam dunia yang tidak sempurna dan tidak murni.
 Tedapat kriteria utama kepentingan publik bagi media :

Struktur
 Kebebasan publikasi
 Pluralitas kepemilikan
 Jangkauan yang luas (hampir universal)
 Keberagaman saluran dan bentuk

Konten
 Keberagaman infomasi, opini dan budaya
 Mendukung tatanan publik dan hukum
 Informasi dan budaya yang berkualitas tinggi
 Mendukung sistem politik
 Menghormati kewajiban internasional dan Hak Asasi Manusia
 Menghindari hal-hal yang berbahaya bagi masyarakat dan individu

2.1.2 Isu-Isu Utama Bagi Teori Media Sosial


Wilayah teori normatif dapat dipetakan dalam kaitannya dengan isu yang
muncul mengenai struktur, perilaku, atau kinerja media. Pertama tedapat, isu-isu yang
berkaitan dengan bagaimana sistem media disusun dan kondisi cara kerjanya:
 Kebebasan publikasi. Secara luas disetujui bahwa media harusnya
bebas dari kontrol pemerintah dan kepentingan penguasa lainnya.
 Pluralitas kepemilikan. Di sini, norma yang ada melarang konsentrasi
kepemilikan dan monopoli kontrol, baik oleh pemerintah maupun
industri media swasta.
 Pasokan universal. Dalam model kegunaan publik, jaringan
komunikasi masyarakat harus menjangkau semua warga Negara dengan
ongkos yang sama kepada konsumen, kewajiban untuk menyediakan
jangkauan penyiaran jatuh ke tangan Negara.
 Keberagaman saluran dan bentuk. Idealnya, struktur media juga
memiliki banyak jenis media yang berbeda dan saluran-saluran yang
terpisah untuk memaksimalkan kesempatan untuk memenuhi
kebutuhan komunikasi publik yang luas.

3
 Keragaman konten informasi,opini dan budaya. Diharapkan bahwa
sistem media secara keseluruhan harus memperlihatkan serangkaian
keluaran yang mencerminkan keragaman masyarakat, teutama dalam
dimensi wilayah, politik, etnik, kebudayaan dan seterrusnya.

 Kelompok isu yang kedua berkaitan dengan jenis layanan (pasokan konten)
yang dapat diharapkan jika ‘kepentingan publik’ dilayani. Elemen-elemen
kuncinya termasuk :
 Dukungan untuk memelihara tatanan publik dan keamanan Negara
 Kualitas pasokan budaya
 Dukungan kepada proses demokratis
 Memenuhi tanggung jawab Hak Asasi Manusia Internasional.
 Tedapat kategori ketiga mengenai isu larangan, di mana media diharuskan
menghindari bebagai jenis bahaya, biasanya yang tidak disengaja. Persyaratan
tambahan yang utama sebagai berikut:
 Menghormati hak-hak individu
 Kerugian tehadap masyarakat
 Kerugian tehadap individu

Tentu saja, terdapat isu-isu lain di mana konten dapat dipuji atau dikitik
berdasakan kepentingan publik. Konten yang dikritik termasuk yang berkaitan
dengan isu kesehatan (misalnya iklan rokok), masalah hukum ( misalnya
penghinaan terhadap pengadilan), dan menyerang publik dengan menampilkan
konten yang bebau kekerasan, hujatan atau pornografi. Contoh-contoh ini
cukup untuk menekankan poin bahwa media, barangkali lebih dari lembaga
sosial lainnya yang bekerja dibawah tatapan publisitas dan diawasi oleh
seluruh masyarakat sebagaimana mereka mengawasi masyarakat.

2.2 Teori Pers Sebagai Pilar Ke Empat

2.2.1 Kebebasan Pers


Isu tersebut berupa:
a. Kebebasan publikasi, secara luasnya disetujui bahwa media seharusnya
bebas dari kontrol pemerintahan dan kepentingan lainnya, seperti
penyensoran, pluralitas kepemilikan, pasokan universal, kebebasan saluran
dan bentuk, keragaman konten informasi, opini, dan budaya.
4
b. Pers sebagai pilar keempat
Edmund Burke, mengemukakan istilah pilar keempat. Artinya
berupa 4 pilar yang terdapat di Inggris, antara lain:
a. Bangsawan,
b. Masyarakat biasa,
c. Gereja dan
d. Pers.
Dikarenakan pers memiliki kekuatan dan dampak yang besar, oleh karena
itu masuklah ia kedalam keempat pilar tersebut karena juga pers memiliki
kekuatan untuk memberikan publikasi. Namun, kekuatan ini sering
disalahgunakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan politik
mereka. Di Indonesia peraturan mengenai kebebasan pers diatur dalam
UUD Pasal 28 tahun 1945 dan juga dalam Undang-undang no 40 taun 1999
tentang Pers.

2.2.2 Tanggung Jawab Sosial


Henry Luce, pelopor kebebasan sosial, tujuan awalnya untuk meneliti
apakah pers sukses atau gagal, serta apakah kebebasan berkespresinya dibatasi
atau tidak. Komisi ini juga memunculkan gagasan tanggung jawab sosial,
antara lain: media memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat dan
kepemilikan media adalah kepercayaan dari publik antara lain media berita
harus jujur, akurat, berimbang, objektif, dan relevan, media harus bebas,
mengatur diri sendiri, media harus mengikuti kode etik yang disetujui dan
perilaku professional, di dalam situasi tertentu pemerintah mungkin perlu
campur tangan untuk mengamankan kepentingan publik.
Teori pers :
a. Teori Otoritarian
Dalam teori ini kekuatan pemerintah dalam mengontrol media
sangatlah besar, pembatasan opini diangap benar secara publik.
b. Teori Liberitarian
Dalam teori ini, terdapat kebebasan dalam mengutarakan pendapat.
Teori ini merupakan pengembangan teori otoritarian. Manusia dianggap
sebagai makhluk rasional yang dapat menentukan nasibnya sendiri. Namun
teori ii memicu monopoli oleh media.
c. Teori Komunisme/ Marxism

5
Dalam teori ini rakyat dianggap sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dimana pemerintah merupakan wakil dari rakyat. Pers merupakan
alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara serta memihak kepada
rakyat.
d. Teori Tanggung Jawab Sosial
Pers diberikan kebebasan yang bertanggung jawab dan media juga
meruoakan hak publik sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan
publik.

2.3 Profesionalisme & Etika Media

2.3.1 Prinsip- Prinsip Dalam Kode Jurnalistik


Sebuah kode etik jurnalistik mengacu pada serangkaian prinsip perilaku
professional yang dipungut dan dikendalikan oleh para jurnalis sendiri. Kajian
tentang kode jurnalis dapat memberikan kesan yang menyesatkan tentang apa
jurnalisme sesungguhnya, tetapi isinya menyediakan gagasan yang bagus tentang
apa yang sebaiknya dilakukan jurnalisme.
Studi komparatif mengenai kode jurnalistik di 31 negara Eropa yang dilakukan
oleh Laitila (1995) menunjukkan bahwa terdapat banyak prinsip yang berbeda, yaitu
kepada publik, kepada sumber dan bahan rujukan, kepada negara, kepada
perusahaan, untuk intregritas profesional, dan untuk perlindungan terhadap status
dan kesatuan profesi. Terdapat enam tingkatan relevansi, yaitu :
1. Kebenaran informasi
2. Kejernihan informasi
3. Perlindungan terhadap hak- hak politik
4. Tanggungjawab dalam pembentukan opini publik
5. Standar dalam mengumpulkan dan melaporkan informasi
6. Menghormati intregitas sumber
Walaupun isi dari kode jurnalisme sering kali mencerminkan sistem nilai barat,
beberapa elemen kunci juga diterjemahkan ke dalam konteks budaya lain. Hafez
(2002) membandingkan kode jurnalisme di Eropa dengan kode di Afrika Utara,
Timur Tengah, dan Muslim di Asia. Ia menyimpulkan bahwa terdapat konsensus
internasional dari standar kebenaran dan objektivitas harus menjadi nilai sentral
dalam nilai jurnalisme.
Untuk menghadapi kode jurnalis, sepertinya terdapat cukup banyak persamaan
dalam apa yang diterima secara formal oleh jurnalis- jurnalis di negara yang berbeda
6
sebagai standar yang layak.Dalam artian ini terdapat sesuatu, seperti badan teori
normative yang sama untuk diterapkan ke dalam kehidupan sehari- hari. Di sebagian
besar kode, terdapat lebih sedikit perhatian terhadap tujuan jurnalisme yang lebih
besar di masyarakat. Penekanan yang terdahulu hampir semua negara sama adalah
terhadap standar objektivitas (netral), jurnalisme independen, dan informative
(secara factual benar).
Mancini (1996) berpendapat bahwa teori jurnalisme liberal dengan praktik
yang sebenarnya dengan kode jurnalistik tidak layak dan tidak utuh sebagai teori,
dan barangkali juga terhadap pandangan bahwa mereka seharusnya dianggap
sebagai ideology tertentu dengan tujuan tertentu.
Cukup sedikit organisasi media, terutama dalam penyiaran televisi yang
memelihara kode praktik internal (terkadang dipublikasikan, terkadang tidak)
berkaitan dengan isu yang sama dan berbeda untuk memberikan panduan bagi editor
dan produser.Hal ini berbeda dari kode professional karena utamanya mereka
mengawasi kontrol internal dan akuntabilitas.
Di luar wilayah jurnalisme berita, terdapat bukti yang luas dari pengaturan diri
media dalam bentuk kode suka rela yang terutama dirancang untuk melindungi
publik dari keburukan atau melindungi industri dari tekanan luar. Penyiaran televisi
menjadi semakin dibatasi. Jenis- jenis kodifikasi ini hanya mengungkapkan
ketakutan terhadap pengaruh media dan ketakutan terhadap ketidaksetujuan publik.
Dalam lingkup jurnalisme terdapat sejumlah ketidakpastian mengenai batasan
antara bentuk jurnalistik lama dan baru (Matheson, 2004; Singer, 2005). Kode etik
yang baru untuk blogging telah diajukan untuk menambahkan komitmen tradisional
terhadap objektivitas dengan norma- norma transparansi, kebebasan, dan
interaktivitas (Kuhn, 2007).

2.3.2 Alternatif Penyiaran Layanan Publik


Di beberapa negara, penyiaran layanan publik (public service broadcasting)
merujuk pada sistem yang dibentuk oleh hukum dan umumnya dibiayai oleh dana
publik dan diberikan keluasan editorial dan kinerja yang mandiri.Untuk sistem
semacam ini adalah mereka harus melayani kepentingan publik dengan memenuhi
kebutuhan komunikasi yang penting bagi masyarakat, dan dinilai dengan cara sistem
politik demokratis.

7
Pembangunan umum dari media audiovisual pada tahun belakangan
menciptakan krisis bagi lembaga yang beroperasi dalam cara yang konsensual
selama bertahun- tahun. Isu utama yang belum terselesaikan adalah jangkauan
dimana media layanan publik harus didorong dan diizinkan untuk memperluas
operasi online mereka (Trappel, 2008).
Maka tujuan tertentu yang diasumsikan hanya dapat diraih secara layak dengan
bentuk kepemilikan atau regulasi publik. Secara umum tujuan ini adalah cara meraih
kepatuhan dengan pengharapan akan melayani kepentingan publik. Tujuan utama
penyiaran layanan publik, yaitu :
1. Cakupan geografi yang universal (baik penerimaan maupun penyiaran).
2. Keragaman dalam menyediakan semua bentuk selera, kepentingan, dan
kebutuhan, sebagaimana juga mencocokkan serangkaian opini dan keyakinan.
3. Menyediakan layanan bagi minoritas khusus.
4. Perhatian terhadap budaya, bahasa, dan identitas nasional.
5. Melayani kebutuhan sistem politik.
6. Menyediakan informasi yang seimbang dan tidak memihak atas isu atau konflik.
7. Memiliki perhatian khusus terhadap kualitas, sebagaimana digambarkan dalam
beragam cara.
8. Menaruh kepentingan publik di atas tujuan financial.

Oleh karena itu teori juga berpendapat bahwa sistem efektif untuk melayani
kepentingan publik harus memenuhi kondisi struktural tertentu. Sistem penyiaran
publik harus memiliki :
1. Kontrak atau misi pembuatan
2. Pembiayaan publik hingga taraf tertentu
3. Kemandirian dari pemerintah
4. Mekanisme akuntabilitas terhadap masyarakat dan publik umum
5. Mekanisme akuntabilitas terhadap khalayak

Kelemahan utama dari teori penyiaran publik terletak pada dua sumber, yaitu :
1. Antara kemandirian yang diperlukan dengan akuntabilitas yang diperlukan untuk
uang yang diterima dan tujuan yang dicapai atau yang gagal.
2. Antara mencapai tujuan yang ditentukan oleh konsumen dalam pasar media (dan
khalayak) yang lebih luas.

8
Bila tanpa tujuan kepentingan publik, maka tidak ada alasan untuk dilanjutkan,
tetapi bila tanpa khalayak, tujuan pelayanan publik tidak dapat dicapai.
Layanan publik juga masih dikenali sebagai salah satu dari sedikit benteng melawan
kegagalan pasar media, sebagaimana yang dijamin oleh keragaman media dan juga
sebagai instrument kebudayaan publik dan kebijakan informasi.

2.4 Media Massa Masyarakat Sipil & Ranah Publik

2.4.1 Cara-Cara Media Massa Dalam Mendukung Ranah Publik


 Memperluas ruang untuk debat
 Mengedarkan informasi dan gagasan sebagai dasar untuk opini publik
 Saling menghubungkan warga dengan pemerintah
 Menantang monopoli pemerintah dalam hal politik
 Memperluas kebebasan dan keragaman publikasi

2.4.2 Respon Terhadap Ketidakpuasan Atas Ranah Publik


Public journalisme wajib meningkatkan kualitas kehidupan warga sipil
dengan turut berpartisipasi dan kontribusi. Jurnalisme juga perlu melakukan
pergeseran dari jurnalisme informasi menjadi jurnalisme dialog karena publik
tidak hanya menerima informasi tetapi juga saling berinteraksi. Pertama,
maraknya kasus korupsi yang melanda politikus partai politik selama tiga tahun
terakhir, menjadikan publik tidak pernah berhenti disuguhi parade praktik
korupsi yang dilakukan para politikus.
Akibatnya kepercayaan publik terhadap politikus semakin rendah, mayoritas
publik tidak yakin bahwa para politikus bebas dari korupsi. Hanya 15,8 persen
publik yang meyakini bahwa para politikus bebas dari korupsi, sedangkan 83,10
persen tidak meyakini politikus bebas dari korupsi,“ kata peneliti LSI Ardian
Sopa di kantor LSI, Jakarta, Minggu (26/5/2013).

 Alasan ketidakpuasan publik terhadap reformasi


 Kerukunan dan toleransi yang pada orde baru terpelihara justru kini
semakin memperhatinkan kemunduran. Konflik horizontal bebasis
primodial masih sering terjadi di bebeapa wilayah Indonesia.
 Mayoritas publik merasa kehidupan ekonomi semakin sulit. Publik
menyatakan bahwa jalannya reformasi yaitu harga kebutuhan pokok
yang murah dan terjangkau luas

9
 Reformasi dianggap gagal melahirkan pemimpin nasional yang kuat

Contoh Teori Normatif di Media


Dalam konteks Indonesia, banyak contoh yang menggambarkan bahwa sebagian
media sudah memiliki kearifan dan tanggung jawab dalam pemberitaan. Salah satu contohnya
adalah ketika terjadi konflik suku antara penduduk asli di Sambas, Kalimantan Barat dengan
penduduk pendatang dari Madura, Jawa timur. Konflik tersebut menyebabkan banyaknya
korban jiwa akibat tindakan kekerasan dan pembunuhan. Salah satu media televisi mendapat
gambar eksklusif, yakni penduduk lokal yang membunuh musuhnya dengan cara memenggal
kepala.
Proses pembunuhan itu terekam dengan jelas di kamera wartawan. Gambar tersebut
selanjutnya di kirim ke kantornya di Jakarta untuk segera di tayangkan. Namun, setelah
melalui proses rapat redaksi, diputuskan bahwa gambar tersebut tidak akan di tayangkan.
Meski exclusive, namun penayangan gambar tersebut dianggap dapat memperuncing konflik
yang terjadi. Tidak hanya itu, gambar tersebut dianggap juga bisa menimbulkan trauma bagi
keluarga korban dan menimbulkan kebencian terhadap satu kelompok masyarakat.
Dari gambar tersebut jika ditilik akan lebih banyak sisi negatif yang diperoleh,
sehingga sebagai bentuk tanggung jawa sosial, gambar tersebut akhirnya tidak di tayangkan.
Inilah yang kemudian membuat teori normatif erat kaitannya dengan media massa dan
komunikasi massa. Sebab teori ini akan mengontrol para awak media untuk lebih
mengedepankan aspek norma yang tentunya sangat lekat dengan kehidupan masyarakat
Indonesia. Terlebih lagi anda bisa membayangkan jika media massa tidak mengedepankan
teori ini maka tentu pemberitaan yang ada malah akan bisa memperkeruh suasana.
Namun, harus di akui, masih banyak pula media yang tidak menjalankan fungsi
tanggung jawab sosialnya sebagaimana menjadi contoh komunikasi tidak efektif . Meski
secara regulasi, sudah cukup banyak diatur tentang kehidupan industri media, khususnya
dalam memfungsikan peran tanggung jawab social, masih banyak persoalan yang harus di
benahi. Misalnya adalah pemahaman dan perlunya kesadaran terhadap pemilik media untuk
tidak terlalu mementingkan aspek ekonomi dan bisnis. Kepentingan ekonomi kerap kali
menyebabkan media melanggar nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dan bukan merupakan
cara berkomunikas yang baik

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tujuan dari bab ini adalah menjelaskan ide teoritis utama yang diungkapkan
berkaitan dengan apa yang seharusnya dilakukan media terhadap masyarakat, alih-alih
dari apa yang mereka sebenarnya lakukan. Disebut teori normatif karena menjelaskan
beberapa norma dan standar tertentu (kriteria baik buruk ) dan menerapkannya ke
dalam tindakan media, dan terutama untuk mejelaskan berbagai pengharapan yang
berkaitan dengan struktur, perilaku dan kinerja media. Menurut sifatnya normatif
adalah objektif dan hanya memiliki persetujuan tebatas antara perspektif berbeda yang
dijelaskan. Persetujuan biasanya hanya terhadap beberapa hal yang mana tidak
seharusnya dilakukan media, misalnya menyebarkan informasi yang sesat atau
mendorong kriminalitas dan kekerasan.

3.2 Saran
Inti dari penggunaan media massa itu untuk berkomunikasi dengan khalayak.
Seperti yang dikatakan oleh McQuail bahwa media massa sering dipahami sebagai
perangkat yang diorganisasikan untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi
yang berjarak pada khalayak luas dalam waktu yang singkat, dan juga sebagai alat
menyampaikan pesan atau informasi.
Manfaatkan media massa dengan baik dan benar. Media massa dapat
membawa kita ke hal-hal yang baik dan juga dapat membawa kita ke hal-hal yang
buruk. Tergantung bagaimana kita menanggapi media massa tersebut.

11
DAFTAR PUSTAKA

McQuail, Denis. Teori komunikasi massa McQuail. Salemba Humanika


https://pakarkomunikasi.com/teori-normatif-dalam-komunikasi-massa/

12

Anda mungkin juga menyukai