Anda di halaman 1dari 22

Keperawatan medikal bedah I

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN SIROSIS HEPATIS


DIRUANG MAWAR RS.PLEUMONIA MAKASSAR

Disusun Oleh :
ASPAR
NIM:14420192173

CI INSTITUSI CI LAHAN

(..............................) (...............................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
T.A 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan difus
dan regenerasi fibrotik sel hati. Jaringan nekrosis akan membentuk jaringan parut, sehingga
akan mengubah struktur hati dan vaskularisasi normal, mengganggu aliran darah dan limfe,
dan akhirnya menyebabkan insufisiensi hepatik (Saputra.L, 2017). Sirosis hepatis beresiko
mengancam nyawa manusia karena sirosis hepatis mempunyai beragam penyulit dan
manifestasi klinis. Pada tahun 2016 sirosis hepatis menjadi penyebab kematian ketiga
didunia setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanker dengan angka kematian 150
ribu orang (Longo, 2017).
Hal ini menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan masalah kesehatan yang sulit
dikendalikan dimana menurut studi Global Burden Disease(2015), sirosis hepatis
merupakan salah satu penyebab utama beban kesehatan di dunia, dimana menyebabkan 31
juta kecacatan sesuai tahun kehidupan atau Disability Adjusted Life Years (DALYs), atau
1,2% dari DALYs dunia dan 2% dari seluruh kematian didunia pada tahun 2015 (Mokdad et
al., 2017). Sirosis hepatis juga merupakan penyebabkan kematian ke 18 di dunia, dengan
jumlah kematian 6.647.555 juta kasus di dunia. Dengan jumlah kematian yang paling
banyak pada usia antara 45-59 tahun dan 65- 74 tahun yaitu sebanyak 261.132 kasus
(WHO, 2008).
Berdasarkan World Health Organization (WHO) (2017), sirosis hepatis termasuk
kedalam dua puluh penyebab kematian terbanyak di dunia dengan prevalensi 1,3%.
Selain hal tersebut, sirosis hepatis menyebabkan sekitar 170.000 kematian per tahun di
Eropa dan 33.539 kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis hepatis merupakan alasan
utama dilakukannya tindakan transplantasi hati pada 58.357 orang dewasa di Eropa yang
dilakukan pada tahun 1988 – 2013 dan mengakibatkan 170.000 kematian yang terjadi di
Eropa setiap tahunnya.
Tingginya angka kejadian sirosis hepatis disebabkan oleh alkohol, infeksi virus
hepatitis B atau C dan beberapa kondisi metabolik yang memicu proses kerusakan hati
(Saputra.L, 2017). Berdasarkan data dari South East Asia Regional Office (SEARO) (2015),
melaporkan sekitar 5,7 juta orang di Asia Tenggara memiliki virus hepatitis B dan sekitar
480 ribu orang Asia memiliki virus hepatitis C dan penyakit lainnya (Widjaja, 2015).
Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia,
yang terdiri dari hepatitis A,B,C, D dan E. Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2
milyar orang didunia, sekitar 240 juta orang diantaranya menjadi pengidap hepatitis kronik,
sedangkan untuk penderita hepatitis C didunia diperkirakan sebesar 170 juta orang.
Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya karena hepatitis (Pusdatin,
2018).
Berdasarkan hasil Riskesdas (2017), secara nasional diperkirakan pada tahun 2017
terdapat 1,2% penduduk Indonesia mengidap penyakit hepatitis dan kondisi ini meningkat 2
kali lipat dibandingkan tahun 2007 yaitu sekitar 0,6%. Apabila dikonversikan kedalam
jumlah absolut penduduk Indonesia tahun 2015 sekitar 248.422.956 jiwa, maka bisa
dikatakan bahwa 2.981.075 jiwa penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis. Berdasarakan
hasil Riskesdas (2017), sebanyak 7.1% penduduk Indonesia mengidap hepatitis B, ini
menunjukkan terjadinya peningkatan resiko terjadinya sirosis hepatis akibat infeksi virus
hepatitis B.

B. TUJUAN
1. Memahami pengertian sirosis hepatis
2. Memahami etiologi sirosis hepatis
3. Memahami patofisiologi sirosis hepatitis
4. Memahami patway / penyimpangan KDM sirosis hepatitis
5. Memahami manifestasi klinis sirosis hepatis
6. Memahami komplikasi sirosis hepatis
7. Memahami pemeriksaan penunjang sirosis hepatis
8. Memahami bagaimana penatalaksanaan sirosis hepatis
9. Memahami prognosis sirosis hepatis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H,
2015).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2015).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2015).

2. Etiologi
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada  dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
a. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
b. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis
hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh
karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang  bertahun-tahun mungkin
dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
c. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1) Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2) Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

3. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik
dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian
dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya
terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi
ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan
parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis
dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada
sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif
ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

4.  Patoflowdiagram / penyimpangan KDM


Kecemasan

Infeksi skistosomiasus Infeksi virus toksin Tidak adekuat


Kurang pengetahuan
informasi

Inflamasi pada
Resiko infeksi Proses inflamasi Infeksi virus, toksin Gangguan fungsi hepar
kejaringan hati metabolisme

Merangsang susunan
Produksi garam
saraf otonom Terjadi peradangan
Penurunan produksi empedu
dan nefrosipd sel-sel
zat-zat metabolik
hati
Saraf simpatis dan energi
terangsang untuk Perubahan struktur Infuls iritatik ke
merangsang RAS seluler pada hati otak
Asupan nutrisi kel
sel tubuh menurun
REM Menurun Rangsangan
Peradangan kapsul
medula
hati Kelemahan fisik oblingata
Klien terjaga
Ujung-ujung saraf Intoleransi aktivitas
perifer teraktivitasi Mual muntah
Gangguan istrahat
tidur
Merangsang reseptor Ketidakseimban
Alkohol nyeri di medula gan nutrisi
oblangata kurang dari
kebutuhan
Toxic langsung pada tubuh
sel hati Nyeri dipersepsikan Nyeri

Infeksi skistosomiasus

Terbentunya jaringan Reaksi radang pada Disfungsi hati Kelebihan volume cairan
kolagen hati
5. Manifestasi klinis
a. Pembesaran Hati ( hepatomegali ):
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi
oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan
jaringan hati.
b. Obstruksi Portal dan Asites:
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis
dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ
digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya
protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini
ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan.
Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring
berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap
wajah dan seluruh tubuh.
c. Varises Gastroinstestinal:
aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d. Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia:
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang
tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi
hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan
kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin
sehari-hari.
f. Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis
hepatis yang mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

6. Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
a) Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu
mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang
ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan
massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna
kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan
asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono
Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya
disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED
pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan
perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18%
karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
b) Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati
sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula
koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan
elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
c) Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan.
d) Karsinoma hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang
multiplel
e) Infeksi
Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi
yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi
(Sujono, 2010).

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1)  Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
2)  Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang
menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
3)  Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan
vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga
dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
4)  Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita
yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,
sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-
16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9
gr per hari.  Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin
dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut
elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah
2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal
hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
b. Sarana Penunjang Diagnostik
1)   Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
2)  Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di
hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas
nomal.
3)   Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan
jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang
besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya
tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
8.  Penatalaksanaan
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai
contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan
kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan
meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status
gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton)
mungkin diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan
serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah,
2017).
a) Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1)   Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2)   Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000
kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-
3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).
b) Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:
1)   Istirahat dan diet rendah garam.
2)   Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan
pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat
perubahan.
3)  Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
4)  Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2
hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan
terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati
hepatic.

9. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Prognosis
sirosis hati dapat diukur dengan kriteria ChildTurcotte-Pugh. Kriteria Child-Turcotte-
Pugh Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari kriteria ChildPugh,
banyak digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini. Kriteria ini digunakan untuk
mengukur derajat kerusakan hati dalam menegakkan prognosis kasus-kasus kegagalan
hati kronik.
Pada klasifikasi Child-Pugh kelas A, angka kelangsungan hidup adalah 100%. Pada
klasifikasi Child-Pugh kelas B angka kelangsungan hidup 80%, dan pada kelas C
adalah sebesar 45%. Selain skor Child-Pugh, MELD juga digunakan sebagai
perhitungan mortalitas dalam 3 bulan. MELD memiliki interpretasi sebagai berikut:

 >40 : mortalitas 71.3%

 30-39 : mortalitas 52.6%

 20-29 : mortalitas 19.6%

 10-19 : mortalitas 6.0%

 <9 : mortalitas 1.9%

Pasien dengan sirosis hepatis yang masih meminum alkohol memiliki sintasan 5 tahun
kurang dari 50%. Sedangkan, pasien yang tidak meminum alkohol lagi memiliki
prognosis yang jauh lebih baik dan dapat dilakukan transplantasi hepar.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
d. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain
yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis
hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
pasien. Selain itu apakah pasien memiliki penyakit hepatitis, obstruksi empedu,
atau bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak
berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit
DM, hipertensi,ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada
gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
f. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah
mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya
mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan
lingkungan sekitar yang tidak
g. Pemeriksaan Fisik 
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kakiTD, Nadi, Respirasi,
Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien / kondisi
pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebihfocus pada
pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-
prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan
BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya
penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga
untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung
kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
(1) Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya
cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi
biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan
hati.
(2) Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-Schuffner, hati
membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari
umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)-Hacket, bila limpa membesar ke arah
bawah saja.
(3) Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral
dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh
bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian
bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastiadan
atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid 
(4) Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
 B1 (Breathing) : sesak, keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks
dan asites.
 B2 (Blood)      : pendarahan, anemia, menstruari menghilang.
Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi lemak
menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya, factor-
faktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan pendarahan.
Produksi pembekuan darah menurun yang mengakibatkan gangguan
pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan
mengakibatkan anemia. produksi albumin menurun mengakibatkan
penurunan tekanan osmotic koloid, yang akhirnya menimbulkan edema
dan asites. Gangguan system imun : sistesis protein secara umum
menurun, sehingga menggangu system imun, akhirnya penyembuhan
melambat.
 B3 (Brain)       : Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji
tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis
– coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien,
kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak
langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya
anemia menyebabkan pasokanO2 ke jaringan kurang termasuk pada
otak.
 B4 (Bladder)     : urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin tak-
terkonjugasi meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta pruritus
 B5 (Bowel)       : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-vena
gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi
gastrointestinal terganggu. Sintetisb asam lemak dan trigliserida
meningkat yang mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi
hepatomegali : oksidasi asam lemak menurun yang menyebabkan
penurunan produksi tenaga. Akibatnya, berat badan menurun.
 B6 (Bone)         : keletihan, metabolism tubuh meningkat produksi
energy kurang. Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan
glikoneogenesis meningkat yang menyebabkan gangguan metabolisme
glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
b. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
sirosis
c. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang
terganggu
e. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
f. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta
nyeri tekan dan asites)

3. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
Intoleransi Tujuan: Peningkatan 1) Tawarkan diet 1) Memberikan
aktivitas energi dan partisipasi tinggi kalori, kalori bagi tenaga
berhubungan dalam aktivitas tinggi protein dan protein bagi
dengan Kriteria Hasil: (TKTP). proses
kelelahan dan  Melaporkan 2) Berikan penyembuhan.
penurunan berat peningkatan kekuatan suplemen 2) Memberikan
badan dan kesehatan pasien. vitamin (A, B nutrien tambahan.
 Merencanakan kompleks, C dan 3) Menghemat
aktivitas untuk K) tenaga pasien
memberikan 3) Motivasi pasien sambil
kesempatan istirahat untuk melakukan mendorong pasien
yang cukup. latihan yang untuk melakukan
 Meningkatkan diselingi istirahat latihan dalam
aktivitas dan latihan 4) Motivasi dan batas toleransi
bersamaan dengan bantu pasien pasien.
bertambahnya untuk melakukan 4) Memperbaiki
kekuatan. latihan dengan perasaan sehat
 Memperlihatkan periode waktu secara umum dan
asupan nutrien yang yang percaya diri
adekuat dan ditingkatkan
menghilangkan secara bertahap
alkohol dari diet.
Perubahan suhu Tujuan: Pemeliharaan 1) Catat suhu 1) Memberikan
tubuh: suhu tubuh yang normal tubuh secara dasar untuk
hipertermia Kriteria Hasil: teratur. deteksi hati dan
berhubungan o Melaporkan suhu 2) Motivasi evaluasi
dengan proses tubuh yang normal asupan cairan intervensi.
inflamasi pada dan tidak terdapatnya 3) Lakukan 2) Memperbaiki
sirosis gejala menggigil atau kompres dingin kehilangan cairan
perspirasi. atau kantong es akibat perspirasi
o Memperlihatkan untuk serta febris dan
asupan cairan yang menurunkan meningkatkan
adekuat. kenaikan suhu tingkat
tubuh. kenyamanan
4) Berikan pasien.
antibiotik 3) Menurunkan
seperti yang panas melalui
diresepkan. proses konduksi
5) Hindari kontak serta evaporasi,
dengan infeksi. dan meningkatkan
6)  Jaga agar tingkat kenyaman
pasien dapat pasien.
beristirahat 4) Meningkatkan
sementara suhu konsentrasi
tubuhnya antibiotik serum
tinggi. yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5) Meminimalkan
resiko
peningkatan
infeksi, suhu
tubuh serta laju
metabolik.
6) Mengurangi laju
metabolik.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1) Batasi natrium 1) Meminimalkan
integritas kulit integritas kulit dan seperti yang pembentukan
yang proteksi jaringan yang diresepkan. edema.
berhubungan mengalami edema. 2) Berikan 2) Jaringan dan kulit
dengan Kriteria Hasil: perhatian dan yang edematus
pembentukan o Memperlihatkan perawatan yang mengganggu
edema. turgor kulit yang cermat pada suplai nutrien dan
normal pada kulit. sangat rentan
ekstremitas dan 3) Balik dan ubah terhadap tekanan
batang tubun. posisi pasien serta trauma.
o Tidak dengan sering. 3) Meminimalkan
memperlihatkan 4) Timbang berat tekanan yang
luka pada kulit. badan dan catat lama dan
o Memperlihatkan asupan serta meningkatkan
jaringan yang haluaran cairan mobilisasi edema.
normal tanpa gejala setiap hari. 4) Memungkinkan
eritema, perubahan 5) Lakukan latihan perkiraan status
warna atau gerak secara cairan dan
peningkatan suhu di pasif, tinggikan pemantauan
daerah tonjolan ekstremitas terhadap adanya
tulang. edematus. retensi serta
o Mengubah posisi 6) Letakkan kehilangan cairan

dengan sering. bantalan busa dengan cara yang


yang kecil paling baik.
dibawah tumit, 5) Meningkatkan
maleolus dan mobilisasi edema.
tonjolan tulang 6) Melindungi
lainnya. tonjolan tulang
dan
meminimalkan
trauma jika
dilakukan dengan
benar.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1) Observasi dan 1) Memberikan
integritas kulit integritas kulit dan catat derajat dasar untuk
berhubungan meminimalkan iritasi ikterus pada kulit deteksi
dengan ikterus kulit dan sklera. perubahan dan
dan status Kriteria Hasil: 2) Lakukan evaluasi
imunologi yang  Memperlihatkan kulit perawatan yang intervensi.
terganggu yang utuh tanpa sering pada kulit, 2) Mencegah
terlihat luka atau mandi tanpa kekeringan kulit
infeksi. menggunakan dan
 Melaporkan tidak sabun dan meminimalkan
adanya pruritus. melakukan pruritus.
 Memperlihatkan masase dengan 3) Mencegah
pengurangan gejala losion pelembut ekskoriasi kulit
ikterus pada kulit dan (emolien). akibat garukan.
sklera. 3) Jaga agar kuku
 Menggunakan pasien selalu
emolien dan pendek.
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-hari.
Perubahan status Tujuan: Perbaikan status 1) Motivasi pasien 1) Motivasi sangat
nutrisi, kurang nutrisi untuk makan penting bagi
dari kebutuhan Kriteria Hasil: makanan dan penderita
tubuh  Memperlihatkan suplemen anoreksia dan
berhubungan asupan makanan yang makanan. gangguan
dengan tinggi kalori, tinggi 2) Tawarkan gastrointestinal.
anoreksia dan protein dengan jumlah makan makanan 2) Makanan dengan
gangguan memadai. dengan porsi porsi kecil dan
gastrointestinal.  Mengenali makanan sedikit tapi sering lebih
dan minuman yang sering. ditolerir oleh
bergizi dan 3) Hidangkan penderita
diperbolehkan dalam makanan yang anoreksia.
diet. menimbulkan 3) Meningkatkan
 Bertambah berat tanpa selera dan selera makan dan
memperlihatkan menarik dalam rasa sehat.
penambahan edema penyajiannya. 4) Menghilangkan
dan pembentukan 4) Pantang alkohol. makanan dengan
asites. 5) Pelihara higiene “kalori kosong”
 Mengenali dasar oral sebelum dan menghindari
pemikiran mengapa makan. iritasi lambung
pasien harus makan 6) Pasang ice collar oleh alkohol.
sedikit-sedikit tapi untuk mengatasi 5) Mengurangi
sering. mual. citarasa yang
 Melaporkan 7) Berikan obat tidak enak dan
peningkatan selera yang diresepkan merangsang
makan dan rasa sehat. untuk mengatasi selera makan.
 Menyisihkan alkohol mual, muntah, 6) Dapat
dari dalam diet. diare atau mengurangi
 Turut serta dalam konstipasi. frekuensi mual.
upaya memelihara 8) Motivasi 7) Mengurangi
higiene oral sebelum peningkatan gejala
makan dan asupan cairan gastrointestinal
menghadapi mual. dan latihan jika dan perasaan
 Menggunakna obat pasien tidak enak pada
kelainan melaporkan perut yang
gastrointestinal seperti konstipasi. mengurangi
yang diresepkan. 9) Amati gejala selera makan dan
 Melaporkan fungsi yang keinginan
gastrointestinal yang membuktikan terhadap
normal dengan adanya makanan.
defekasi yang teratur. perdarahan 8) Meningkatkan
 Mengenali gejala yang gastrointestinal. pola defekasi
dapat dilaporkan: yang normal dan
melena, pendarahan mengurangi rasa
yang nyata. tidakenak serta
distensi pada
abdomen.
9) Mendeteksi
komplikasi
gastrointestinal yang
serius.
Nyeri kronis Tujuan: Peningkatan rasa 1) Pertahankan tirah 1. Mengurangi
berhubungan kenyamanan baring ketika kebutuhan
dengan agen Kriteria Hasil: pasien metabolik dan
injuri biologi o Mempertahankan tirah mengalami melindungi hati.
(hati yang baring dan gangguan rasa 2) Mengurangi
membesar serta mengurangi aktivitas nyaman pada iritabilitas traktus
nyeri tekan dan ketika nyeri terasa. abdomen. gastrointestinal
asites) o Menggunakan 2) Berikan dan nyeri serta
antipasmodik dan antipasmodik dan gangguan rasa
sedatif sesuai indikasi sedatif seperti nyaman pada
dan resep yang yang diresepkan. abdomen.
diberikan. 3) Kurangi asupan 3) Meminimalkan
o Melaporkan natrium dan pembentukan
pengurangan rasa cairan jika asites lebih
nyeri dan gangguan diinstruksikan. lanjut.
rasa nyaman pada
abdomen.
o Melaporkan rasa nyeri
dan gangguan rasa
nyaman jika terasa.
o Mengurangi asupan
natrium dan cairan
sesuai kebutuhan
hingga tingkat yang
diinstruksikan untuk
mengatasi asites.
o Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
o Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
o Memperlihatkan
pengurangan lingkar
perut dan perubahan
berat badan yang
sesuai.

4. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah dalam proses keperawatan evaluasi adalah kegiatan yang
disengaja dan terus-menerus dan melibatkan klien, perawat, dan anggota kesehatan lainnya.
Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan p, patofisiologi dan strategi evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah menilai apakah dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan
untuk melakukan pengkajian tulang.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, mary. 2017. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit buku kedocteran
egc. Jakarta.
Black & Hawks. 2015. Medical surgical nursing : Clinical management for positive
outcome. St.Louis : Elvier Saunders

Brunner & Suddarth. 2017. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition.


Philadelpia: Lippincott William & Wilkins

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana


asuhankeperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran (EGC)

Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby

McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). USA:


Mosby Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic encephalopahaty


and chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada tanggal 3 OKTOBER 2011
dari :http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestive-

Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 Oktober 2011.
Dari:http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU

Anda mungkin juga menyukai