Anda di halaman 1dari 17

HAK, KEWAJIBAN, DAN KEUTAMAAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Akhlak Tasawuf

yang diampu oleh Bapak Moch. Cholid Wardi, M.HI

Disusun oleh : Kelompok 2


Moh. Toriqul Ihsan
Moh. Iqbal Arif Pradana
Moh. Riski Aminullah
Mohammad Ferdi Darmawan
Lutfi Thohir
Joni Iskandar

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH

JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................………………..


Daftar Isi .................................................................................................…………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................…………………
B. Rumusan Masalah ................................................................…………………
C. Tujuan ...................................................................................…………………
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak ………………………………………………………………….
B. Macam-macam Hak…………………………………………………………….
C. Pengertian kewajiban…………………………………………………………….
D. Pelaksanaan kewajiban…………………………………………………………..
E. Pengertian keutamaan…………………………………………………………….
F. Etika Keutamaan kaitannya dengan etika kewajiban……………………………..
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………….
B. Saran......................................................................................…………………….
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................…………………….

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan
kepada saya, karena berkat hidayahNya saya bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Hak, Kewajiban, dan Keutamaan”.

Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah limpahkan bagi junjungan kita Nabi dan
Rasul terakhir Muhammad SAW, seluruh keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir
zaman.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari susunan kalimat
ataupun tata bahasanya. Oleh karena itu saran dan kritik yang kami harapkan membangun kami
agar dapat memperbaiki demi kebaikan untuk kedepannya.

Semoga makalah yang berjudul “Hak, Kewajiban, dan Keutamaan” ini bisa membantu
pengetahuan, pembelajaran, dan manfaat lainnya bagi pembaca.

Pamekasan, 22 September 2018

Kelompok Penyusun

i
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik seorang individu dan penggunaannya
tergantung kepada individu tersebut. Hak ini memiliki kaitan dengan Hak Asasi Manusia
(HAM), yang merupakan hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu manusia
sebagai anugerah dari Tuhan. Hak ini tidak dapat diganggu gugat oleh manusia lain, dan
jika diganggu atau dirusak maka akan mendapatkan sanksi/hukuman sesuai norma
hukum yang berlaku.
Kewajiban adalah sesuatu perbuatan yang harus dilakukan dengan penuh
rasa tanggung jawab. Kewajiban ini merupakan bentuk pembatasan atas hak (HAM) yang
dapat sebagai sumber munculnya sifat egoisme individu. Selain mempunyai hak, manusia
juga memiliki kewajiban. Sering kali manusia hanya menuntut haknya namun lupa bahwa
manusia juga memiliki kewajiban untuk menghormati hak manusia lainnya.
Keutamaan adalah akhlak yang baik dan dilakukan dengan keinginan dan menjadi
kebiasaan. Keutamaan juga merupakan segala hal yang baik serta menjadi kebiasaan
sehari-hari.
.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan macam-macam hak-hak manusia?
2. Bagaimana pengertian dan pelaksanaan kewajiban manusia?
3. Bagaimana pengertian dan manfaat keutamaan bagi manusia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan macam-macam hak-hak manusia.
2. Untuk mengetahui pengertian dan pelaksanaan kewajiban manusia.
3. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi keutamaan.
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak Tasawuf

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak

Hak adalah sesuatu yang mutlak dimiliki seorang individu manusia dan
penggunaannya tergantung pada individu tersebut. Hak ini juga berkaitan
dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu hak-hak dasar yang melekat pada
diri manusia yang ada sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan Yang
Maha Esa.
Hak tersebut tidak boleh diganggu, dirusak, dan dijauhkan dari
diri manusia. Hak juga tidak dapat dilepas atau dipisahkan oleh seorang diri
manusia meskipun ditukar ataupun dibayar dengan materi duniawi, hal ini
akan berdampak pada diri manusia tersebut yaitu akan kehilangan martabat
dan akan merusak nilai kemanusiaan.

Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang hak dalam surat An-Nisa:93

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka


balasannya ialah Jahannam, kekal ia didalamnya dan Allah murka
kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan azab besar baginya.”

Maksud dari arti ayat diatas adalah hak manusia tidak dapat diganggu gugat
dan juga tidak boleh dipisah bahkan dilarang untuk mengganggu hak setiap
individu manusia.1

Dalam Hadist juga disebutkan tentang hak, yaitu :

Dari Abu Hurairah r a. berkata Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Hak


seorang muslim atas muslim lainnya ada enam perkara: Apabila engkau
berjumpa dengannya, sampaikanlah salam; apabila ia mengundangmu, maka
penuhilah undangannya; apabila ia minta nasihat, berilah ia nasihat; apabila
ia bersin dan mengucapkan “al-Hamdulillah”, ‘ maka jawablah dengan
“Yarhamukallah”, apabila ia sakit, maka jenguklah; dan apabila ia mati,
antarkan jenazahnya.” (HR. Muslim)

Hadist tersebut memiliki kaitannya dengan kehidupan sosial di masyarakat


tentang hubungan bermasyarakat yang didalamnya terdapat kepedulian dan
saling tolong menolong serta menjunjung tinggi nilai-nilai hak manusia dalam
kehidupan bermasyarakat.2

B. Macam-macam Hak
1
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-93
2
http://darunnajah.com/hak-seorang-muslim-atas-muslim-lainnya/
Terdapat beberapa macam-macam hak manusia antara lain :
1. Hak untuk hidup
Hak asasi yang paling utama adalah hidup. Al-Qur’an
menegaskan sebagai berikut :

“Barangsiapa membunuh seorang manusia (tanpa alasan


pantas) tanpa direncanakan, atau bukan karena melakukan
perusakan di muka bumi maka seakan-akan ia dipandang telah
membunuh manusia seluruhnya” (5:32)

Perbuatan menghilangkan nyawa karena alasan dendam atau


untuk menebar kerusakan hanya dapat diputuskan oleh
lembaga pengadilan yang berwenang. Dalam setiap perbuatan
tersebut, tidak ada satu pun individu yang memiliki hak untuk
main hakim sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an :

“Janganlah kamu bunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah


membunuhnya kecuali karena sebab-sebab yang dibenarkan
oleh syari’ah.” (6:151)

Dengan demikian pembunuhan dibedakan dari menghilangkan


nyawa yang dilakukan demi melaksanakan tuntutan keadilan.
Rasulullah SAW. telah menyatakan pembunuhan sebagai dosa
paling besar setelah menyekutukan Allah. Hadist Rasul
menyatakan :

“Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah dan


membunuh sesama manusia.”

Oleh karena itu, hak untuk hidup diberikan oleh Allah kepada
seluruh umat manusia.3

2. Hak atas keselamatan hidup

3
Maulana Abul A’la Maududi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2014) hlm. 12-13
Setelah ayat dalam al-quran yang telah dikemukakan diatas
sehubungan dengan hak untuk hidup,tuhan menyatakan :

“Dan barang siapa menyelamatkan hidup seseorang


manusia maka dengan perbuatannya itu seakan-akan ia
menyelamatkan hidup seluruh umat manusia” (5:32)

Ada banyak cara untuk menyelamatkan hidup manusia


dari kematian. Apabila seseorang sedang sakit atau menderita
luka-luka maka menjadi kewajiban bagi kita untuk
menolongnya memperoleh bantuan medis. Apabila ia hampir
mati karena kelaparan, maka kewajiban kitalah untuk
memberinya makanan. Apabila ia tenggelam maka tugas kita
menyelamatkannya. Kita melihatnya sebagai ke wajiban untuk
menyelamatkan hidup setiap manusia, karena itulab yang
diperintahkan dalam Al-Qur'an.4

4
Maulana Abul A’la Maududi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2014) hlm. 13-14
3. Hak untuk Memperoleh Kebutuhan Hidup Pokok
Berbicara tentang hak-hak ekonomi, Al-Qur'an
memerintahkan pengikutnya :

“ Dan di antara harta benda mereka sesungguhnya terdapat


bagian dari kaum peminta-minta dan orang miskin “(51:19)

Kalimat dalam perintah ini menunjukkan hal yang pasti dan


tidak ada kecualinya. Selanjutnya, perintah ini diberikan di
kota Mekah di mana saat itu tidak terdapat suatu masyarakat
Muslim dan di mana kaum Muslim lebih banyak berhubungan
dengan kaum kafir .
Arti yang jelas dari ayat ini adalah bahwa siapa pun yang
meminta pertolongan dan siapa pun yang menderita kesusahan
mempunyai hak atas bagian harta benda dan kekayaan seorang
Muslim; tanpa melihat apakah ia berasal dari bangsa ini atau
itu, dari negara mana pun dan dari ras apa pun ia berasal.
Apabila sese Jangano orang dapat memberikan bantuan dan
seorang miskin memohon bantuan atau apabila seseorang
mengetahui bahwa ada orang yang pka uatu ke kesucian ang
me kesusahan, maka menjadi kewajibannyalah untuk
memberikan Pertolongan terhadap orang itu.5

5
Maulana Abul A’la Maududi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2014) hlm. 15
4. Hak atas Keadilan
Ini adalah hak yang sangat penting dan bernilai yang diberikan
Islam kepada manusias Al-Qur'an telah menetapkan:

"Janganlah membiarkan kebencianmu terhadap suatu kaum


mendorongmu berbuat sewenang-wenang" (5:2).

"Dan janganlah sekali-kalíi kebencianmu terhadap uatu kaum


sampai mempengaruhi dirimu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa"
(5:8),
Dengan penekanan kepada hal ini, Al-Our'an sekali lagi
mengatakan :

"Hai orang orang secara beriman, jadilak kamu orang yang


benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi semata-
mata karena Allah" (4:135)

Hal itu menjelaskan bahwa kaum Muslim harus adil bukan


saja terhadap sahabat-sahabatnya melainkan juga terhadap
musuh- musuhnya/Dengan perkataan lain, keadilan yang
diperintahkan Islam kepada para penganutnya tidak dibatasi
kepada warga negaranya sendiri, atau kepada keseluruhan
masyarakat Muslim keadilan itu diberikan kepada segenap
umat manusia.6

5. Hak untuk Kerja Sama dan Tidak Bekerja Sama


6
Maulana Abul A’la Maududi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2014) hlm. 18-19
Islam telah menjelaskan dengan rinci prinsip umum yang
maha penting dan berlaku universal. Al-Qur'an mengatakan

"Tolong- menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan


takwa dan jangantolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran" (5:2).

Ini berarti bahwa orang yang melakukan perbuatan mulia dan


kebaikan, tanpa melihat apakah ia hidup di Kutub Utara atau
di Kutub Selatan, memiliki hak untuk mengharapkan dukungan
dan kerja sama aktif dari orang Muslim. Tetapi mereka yang
melakukan dosa dan kejahat an, meski ia adalah saudara dekat
atau tetangga, tidak memiliki hak memperoleh dukungan dan
pertolongan atas nama ras, negeri, bahasa atau kebangsaan,
juga ia tidak dapat mengharapkan untuk bekerja sama dengan
orang-orang Muslim. Orang jahat dan keji itu, mungkin saja
saudara kita sendiri, tetapi ia bukan merupakan bagian dari
kita, dan ia tidak dapat memperoleh bantuan atau dukungan
dari kita sepanjang ia tidak bertobat. Di lain pihak, seseorang
yang nelakukan perbuatan baik dan bijak mungkin saja tidak
memiliki hubungan kekeluargaan dengan orang-orang Muslim,
tetapi orang- orang Muslim akan menjadi sekutu dan
pendukungnya atau paling tidak menyokong niat baiknya.7

C. Pengertian Kewajiban

7
Maulana Abul A’la Maududi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2014) hlm. 20-21
Kewajiban adalah sesuatu yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Kewajiban manusia yaitu menghargai hak manusia juga menjalankan
tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan. Kewajiban juga membatasi
egoisme individu atas hak-hak manusia.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang contoh salah satu kewajiban,
yaitu :

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-
sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar”. (QS.ash-Shaffat:102)

Maksud dari arti ayat diatas adalah seorang Nabi Ibrahim mengajarkan
tanggung jawab sekaligus kewajiban patuh kepada perintah Allah terhadap
anaknya Nabi Ismail untuk menyembelih sesuai dengan perintah Allah
SWT.

D. Pelaksanaan Kewajiban
Seandainya seluruh orang suka melaksanakan kewajiban yang telah dibebankan
kepada mereka, niscaya mereka itu seolah-olah sudah berada dalam jannatul
khuldi, yakni surga yang kekal. Tentu saja melaksanakannya bukan asal
melaksanakan, namun dengan penuh tanggung jawab dan dengan cara yang
sebaik- baiknya, sehingga mendapatkan hasil yang benar-benar dapat
dibanggakan.
Jadi, setiap orang untuk pertama kalinya wajib mengetahui apa saja yang
menjadi tugasnya dan kewajiban yang dibebankan di atas pundaknya, kemudian
melaksanakannya dengan baik. Mengetahui kewajiban adalah suatu persoalan
yang amat besar, namun melaksanakan kewajiban adalah persoalan yang lebih
besar. Jika di tengah-tengah suatu masyarakat banyak ditemui orang yang tidak
mengerti apa yang menjadi kewajiban mereka, maka hal itu masih bisa dianggap
relatif sedikit jumlahnya,apabila dibandingkan dengan jumlah orang yang
sebenarnya sudah mengerti apa yang menjadi kewajibannya, tetapi enggan
melaksanakannya Padahal suatu tugas yang telah dibebankan kepada seseorang
adalah ibarat suatu janji yang wajib ditepati. Jadi, barangsiapa tidak suka
melaksanakan kewajiban yang telah menjadi tugasnya, maka orang itu sama
halnya dengan orang yang tidak memelihara perjanjian yang diucapkan oleh
dirinya sendiri. Jadi hendaklah kalian melaksanakan kewajiban dan tugas yang
menjadi tanggung jawab kalian. Ingatlah bahwa hanya dengan mengerjakan itu
akan tercipta jiwa kehidupan sesuai dengan cita-cita kita di alam dunia ini.
Setelah kita melakukan kewajiban kita akan mendapatkan hak. Lebih penting
dari semua yang penting di atas ialah, bahwa melaksanakan kewajiban itu adalah
sakaguru dari segenap budi pekerti yang mulia, akhlak yang luhur dan kesopanan
yang tinggi. Sadarkanlah orang lain dengan melaksanakan tugas kalian sendiri.
Umat akan menginsafi dirinya masing-masing dengan mencontoh tingkah laku
kalian. Kerjakanlah kewajiban yang menjadi tanggung jawab kalian terhadap
orang lain, pasti orang lain pun akan melaksanakan kewajiban yang seharusnya
kepada kalian sebagai hak yang kalian miliki.8

8
Musthafa al ghalayini, menggapai keluhuran akhlak(Jakarta,pustaka amani-1996)halm.195 dan 205
E. Pengertian keutamaan
Apakah keutamaan itu? Secara etimologis kata “keutamaan” merupakan
terjemahan dari kata bahasa Inggris “virtue” , dari bahasa Latin “virtus” dan
pararel dengan istilah “arête” dalam bahasa Yunani. Kata sifat Inggris “virtuous”
biasa diterjemahkan dengan “saleh”, dan dalam bahasa-bahasa barat Virtue
sering dikaitkan dengan kesalehan. Jadi mempunyai arti moral kental.
Sebelumnya dalam budaya Yunani kuno kata “arête” mempunyai arti kekuatan
atau kemampuan, misalnya untuk berperang atau untuk menanami sawah atau
membuat kereta. Arête adalah kemampuan untuk melakukan perannya dengan
baik.
Aristoteles menyatakan bahwa keutamaan adalah sifat karakter yang nampak
dalam tindakan kebiasaan. Sifat “kebiasaan” ini menjadi amat penting sebab
perlu bahwa hal yang baik itu dijalankan terus menerus. Dengan kata lain
karakter itu bersifat kokoh dan orang itu berbuat hanya kadang-kadang saja atau
hanya muncul kalau hal itu menguntungkan dia. Lebih jauh menurut Pinocoffs,
keutamaan adalah sifat karakter yang ditampakkan dalam kegiatan sehari-hari,
yang baik untuk dimiliki oleh seseorang.
Menurut Magnis-Suseno, keutamaan merupakan terjemahan yang cocok untuk
kata “virtue”dalam arti sebagai kekuatan dan kemampuan. Kata “utama juga
menunjuk kepada kemampuan manusia untuk membawa diri sebagai manusia
utuh, jadi tidak dipersempit secara moralistik pada “kesalehan”. “Manusia
utama” adalah manusia yang luhur, kuat, kuasa untuk menjalankan apa yang
baik dan tepat, untuk melakukan tanggung jawabnya. 9
tak berubah. Kita tidak bisa mengatakan bahwa orang itu mempunyai keutamaan kalau
Etika keutamaan kaitannya dengan etika kewajiban
F. Etika Keutamaan kaitannya dengan etika kewajiban
Dalam penilaian etis pada taraf popular terdapat dua macam pendekatan yang
berbeda. Terkadang kita mengatakan perbuatan itu baik atau buruk, adil atautak
adil, jujur atau tidak jujur. kita juga bisa mengatakan bahwa penjelasan yang
diberikan oleh seseorang itu adalah cerita bohong. Di sini kita seolah-olah
mengukur suatu perbuatan dengan norma atau prinsip moral. Jika perbuatan itu
sesusi dengan norma tersebut, kita menyebutnya baik, adil, jujur dan
sebagainya. Sedang jika tiak sesuai norma itu, kita menyebutnya buruk, tidak
adil, tidak jujur dan sebagainya.. di samping itu ada penilaian etis lain yang tidak
begitu memandang perbuatan, melainkan justru keadaan pelaku itu sendiri ..
Disini kita menunjuk tidak pada prinsip atau norma, melainkan pada sifat watak
atau akhlak yang dimiliki orang itu atau justru tidak dimilikinya. Kita disini

9
Iffan ahmad gufron,mahasiswa doctoral ilmu filsafat UGM Yogyakarta
berbicara tentang bobot moral (baik-buruk) orang itu, bukan salah satu
perbuatannya. Penilaian yang pertama disebut etika kewajiban sedangkan yang
kedua adalah etika keutamaan.
Etika keutamaan adalah teori etika yang berpendapat bahwa filsafat moral tidak
pertama-tama berurusan dengan benar atau salahnya tindakan manusia
menurut norma-norma atau prinsip-prinsip moral tertentu, melainkan dengan
baik burukya kelakuan atau watak manusia. Pertanyaan dasariah etika dalam
etika keutamaan bukan pertama-tama tindakan mana yang harus yang
seharusnya dilakukan, melainkan bagaimana manusia sebagai manusia hidup.
Alam realitas etika keutamaan biasanya dikontraskan dengan etika kewajiban
atau etika peraturan. kalau etika keutamaan bersifat teleologis, artinya menilai
baik-buruknya prilaku dengan mengacu pada sesuai tidaknya dengan proses dan
usaha untuk mencapai, atau lebih tepat dikatakan untuk mengambil bagian
dalam tujuan hidup sejati manusia, sedangkan etika kewajiban bersifat
deontologis, artinya mengacu kepada kewajiban moral yang mengikat manusia
secara mutlak. Pada etika kewajiban, baik-buruknya prilaku, atau lebih tepat
dikatakan benar-salahnya suatu tindakan secara moral diukur dari sesuai
tidaknya dengan prinsip atau aturan moral yang harus dipatuhi tanpa syarat.
Etika keutamaan mengarahkan focus pada ethics of being, sedangkan etika
kewajiban menekankan ethics of doing. Etika keutamaan ingin menjawab
pertanyaan “kita harus menjadi orang yang bagaimana?” sedangkan etika
kewajiban menanyakan “kita harus melakukan apa?”
Orang yang setia menjalankan kewajibannya saja belumlah cukup untuk
dijadikan ideal hidup orang yang bermoral.Bagi penganut etika keutamaan, etika
kewajiban yang menekankan kewajiban moral mengandung bahaya menjadikan
orang bersikap minimalis. Pembentukan sikap moral bagi etika keutamaan
merupakan usaha ke arah pembentukan watak yang berbudi pekerti luhur. Dari
pribadi manusia yang budi pekerti luhur akan mengalir suatu kebiasaan untuk
melakukan tindakan yang baik. Contohnya kejujuran atau keadilan, tidak
dimengerti sebagai sebagai jenis tindakan yang memenuhi kewajiban dalam
hubungan dengan sesama, melainkan sebagai suatu keutamaan suatu kualitas
keluhuran watak.
Sebagai contoh etika keutamaan misalnya kita ambil etika Aristoteles memahami
keutamaan sebagai suatu arête yaitu suatu keunggulan atau kesuksesan dalam
melaksanakan fungsi khas sesuatu (ergon). seorang pemahat diakatakan
mempunyai arête sebagai pemahat, kalau ia bisa memahat dengan bagus.
Sebagaimana keutamaan seorang pemahat terletak dalam kemampuannya
untuk melaksanakan fungsinya sebagai pemahat dengan baik, demikian
keutamaan manusia sebagai manusia terletak dalam pelaksaaan yang baik atau
keberhasilannya dalam menjalankan fungsi khas kemanusiaan. Dan fungsi khas
itu adalah akal budi. Maka bagi Aristoteles, keutamaan pokok manusia yang
sentral adalah kebijaksanaan. (phronesis), yaitu kemampuan untuk bertindak
berdasarkan pertimbangan dan keputusan akal budi yang benar (kata ton orthon
logon).Keutamaan pokok yang lain tidak bisa dilepaskan dari keutamaan
kebijaksanaan. Karena dalam kesemuanya diandalkan kemampuan akal budi
untuk menentukan yang selaras atau yang tepat ditengah (mesotes), yang satu
terlalu berlebihan dan yang lain terlalu kurang. kepemilikan keutamaan ini akan
menjamin keberhasilandalam mencapai tujuan akhir hidup manusia ke arah
mana secara kodrati menuju. Baginya tujuan akhir itu adalah kebahagiaan. 10

BAB III
PENUTUPAN

10
Iffan ahmad gufron,mahasiswa doctoral ilmu filsafat UGM Yogyakarta
A. KESIMPULAN

Hak adalah sesuatu yang mutlak dimiliki seorang individu manusia dan penggunaannya
tergantung pada individu tersebut. Hak ini juga berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM)
yaitu hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia yang ada sejak lahir dan merupakan
pemberian Tuhan Yang Maha Esa.
Hak tersebut tidak boleh diganggu, dirusak, dan dijauhkan dari diri manusia. Hak juga
tidak dapat dilepas atau dipisahkan oleh seorang diri manusia meskipun ditukar ataupun dibayar
dengan materi duniawi.
Macam-macam hak ada 5 yaitu: Hak untuk hidup, Hak atas keselamatan hidup, Hak untuk
Memperoleh Kebutuhan Hidup Pokok , Hak atas Keadilan, Hak untuk Kerja Sama dan Tidak
Bekerja Sama.

Kewajiban adalah sesuatu yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Kewajiban
manusia yaitu menghargai hak manusia juga menjalankan tugas atau pekerjaan yang harus
dilakukan. Kewajiban juga membatasi egoisme individu atas hak-hak manusia.

hendaklah kalian melaksanakan kewajiban dan tugas yang menjadi tanggung jawab kalian.
Ingatlah bahwa hanya dengan mengerjakan itu akan tercipta jiwa kehidupan sesuai dengan
cita-cita kita di alam dunia ini. Setelah kita melakukan kewajiban kita akan mendapatkan hak.

keutamaan adalah sifat karakter yang nampak dalam tindakan kebiasaan. Sifat “kebiasaan”
ini menjadi amat penting sebab perlu bahwa hal yang baik itu dijalankan terus menerus.

Dalam penilaian etis pada taraf popular terdapat dua macam pendekatan yang berbeda
Etika keutamaan mengarahkan focus pada ethics of being, sedangkan etika kewajiban
menekankan ethics of doing.

B. SARAN

Dengan adanya makalah ini diharapkan supaya pendidik bisa tau tentang Penilaian
Pencapaian Mahasiswa. Dan dengan adanya makalah ini diharapkan menjadi bahan bacaan serta
sumber referensi bagi yang membutuhkan. Makalah ini memang masih sangat jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan guna perbaikan pada makalah
selanjutnya
Daftar pustaka
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-93
http://darunnajah.com/hak-seorang-muslim-atas-muslim-lainnya/

Maulana Abul A’la Maududi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2014)

Musthafa al ghalayini, menggapai keluhuran akhlak(Jakarta,pustaka amani-1996)

Iffan ahmad gufron,mahasiswa doctoral ilmu filsafat UGM Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai