Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH KONSELING HIV TERHADAP PENGETAHUAN


SERODISKORDAN TENTANG HIV/AIDS DI RSUD
dr. AGOESDJAM KETAPANG

ITA ROSITA
NIM : 20185325038

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEBIDANAN PRODI KEBIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah kuman yang menginfeksi


sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan dan merusak fungsinya,
sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan
gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi kekebalan tubuh akibat dari
infeksi HIV (Spiritia, 2016). Sistem kekebalan tubuh diperlukan untuk
mempertahankan diri terhadap mikroorganisme dan produk toksik yang
dihasilkannya (Kresno, 2010).
Hingga tahun 2016 terdapat 36,7 juta penduduk di dunia mengidap
penyakit HIV/AIDS, dengan 34,5 juta jiwa orang dewasa dan anak usia < 15
tahun 2,1 juta jiwa, dengan jumlah infeksi baru HIV adalah 2,9 juta jiwa.
Adapun kematian akibat HIV/AIDS sampai dengan akhir tahun 2016 adalah
1,2 juta jiwa (UNAIDS, 2016). Di Indonesia kasus HIV/AIDS sebanyak
641.675 kasus, 46.372 infeksi baru dan 38.737 kematian akibat HIV/AIDS
(Kemenkes, 2018).
Berdasarkan laporan seksi pencegahan dan pengendalian penyakit
menular dinas kesehatan provinsi Kalimantan Barat, kasus HIV sebesar 440
kasus, sedang AIDS ada 467 kasus, terjadi pada usia produktif 25-49 tahun.

Gambar 1.1 Kasus HIV/AIDS menurut kelompok umur di Kalimantan


Barat tahun 2018 (Riskesdas, 2018)

1
2

Di Kabupaten Ketapang kasus HIV sebanyak 391 kasus, dengan 106


kasus ditularkan melalui pasangan risiko tinggi (pasangan Risti), yaitu
penularan dari suami ke istri atau sebaliknya. Kelompok pasangan risti
menempati urutan kedua, sedangkan faktor risiko pelanggan seks menempati
urutan pertama dengan 126 kasus.

Grafik Kasus HIV/AIDS Berdasarkan Faktor Risiko


2006-2018
WPS Pel Seks Psg Resti LSL IDU LAIN-LAIN
126
15 106
JUMLAH

010 67 45 43
0 9
0
50 Faktor Risiko
Gambar 1.2 Grafik kasus HIV berdasarkan faktor risiko di Kabupaten
Katapang (RSUD Agoesdjam, 2018)

Pesatnya epidemik kasus HIV/AIDS dikarenakan HIV/AIDS masih


belum dapat disembuhkan, belum ada vaksinasi, biaya pengobatan terlalu
mahal dan ketidaktahuan tentang cara penularan (UNESCO 2011). Selain itu,
tingginya jumlah populasi berisiko yang tidak konsistensi dalam
menggunakan kondom, penasun (pengguna narkoba suntik) masih berbagi
jarum, memicu peningkatan jumlah kasus HIV (Praptoraharjo, 2016).
80
70 Kasus HIV Berdasarkan Faktor Risiko
60
50
40 73.4
30
20
10 16.5
0 2.8 2.1 1.8 0.3 0.2 2.9

Gambar 1.3 Persentase kasus HIV/AIDS menurut faktor risiko


penularan di Indonesia tahun 2018 (Kemenkes, 2018)
3

Di Indonesia, secara umum HIV ditularkan melalui hubungan seksual


tanpa kondom pada kelompok heteroseksual, penggunaan jarum suntik tidak
steril dan penularan dari ibu HIV positif kepada bayi yang dikandungnya
(KPAN, 2014). Adapun faktor risiko penularan tertinggi melalui hubungan
heteroseksual yaitu 82,8% pada tahun 2016 (Kemenkes, 2016) dan turun
menjadi 73,4% pada tahun 2018.
Peningkatan kasus baru HIV/AIDS pada kelompok populasi pelanggan
seks akan mengakibatkan peningkatan pula pada kelompok pasangan risti.
Kasus penularan HIV baru karena tertular dari pasangan seksual (pasangan
resti) kemungkinan dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai
HIV/AIDS terutama cara penularannya. Akan tetapi ada juga pasangan
seksual penderita HIV/AIDS yang tidak tertular, mereka disebut
serodiskordan. Pasangan ODHA serodiskordan adalah jalinan hubungan
pasangan ODHA (suami atau istri) dengan status salah satu pasangan
terinfeksi HIV (HIV positif) dan pasangan lainnya tidak terinfeksi HIV (HIV
negatif) (Astuti, 2017).
Penggunaan kondom merupakan salah satu cara mencegah penularan
HIV, meskipun tidak 100%, namun bila digunakan dengan tepat akan sangat
mengurangi risiko terinfeksi HIV (Kemenkes, 2012). Faktor lain yang
mempengaruhi pencegahan penularan HIV antara lain pengetahuan, sikap dan
dukungan keluarga. Peningkatan pengetahuan ODHA harus terus
dilaksanakan melalui konseling (Lestary, 2016).Selain itu, bagi
serodiskordan, penggunaan ARV (Anti Retro Viral) oleh pasangan
seropositive akan meningkatkan kesehatannya dan menurunkan kekhawatiran
terhadap penularan HIV (Kemenkes, 2013).
Berbagai upaya pencegahan penularan HIV telah dilakukan, hal ini
tercantum dalam MDG’s tahun 2015 (Millenium Develovment Goals) bagian
ketujuh yaitu memerangi HIV/AIDS (Ratnaningsih, 2015). Upaya ini terfokus
pada kelompok berisiko seperti Penasun, yaitu program Layanan Alat Suntik
Steril (LASS), promosi kondom, layanan infeksi menular seksual (IMS) pada

penjaja seks komersial serta perawatan dukungan dan pengobatan bagi


4

penderita HIV/AIDS (KPAN, 2010).


Dalam upaya menuju paradigma getting 3 zeroes, yaitu Zero New
Infection, Zero AIDS-Related Death and Zero Discrimination, maka
dikembangkan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) melibatkan
peran aktif komunitas dengan Strategic Use of Antiretroviral (SUFA) untuk
mencegah dan mengobati infeksi HIV (Kemenkes, 2015). Penyuluhan
melalui konseling HIV akan membantu memaksimalkan program
penanggulangan HIV/AIDS (Anggina, 2018). Salah satu upaya konseling
tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui apakah seseorang menderita
HIV yaitu melalui konseling dan tes sukarela atau VCT (Vouluntery
Counselling and Testing).
VCT Bougenville RSUD dr. Agoesdjam merupakan pintu masuk
khususnya di wilayah Kabupaten Ketapang dan sekitarnya untuk
mendapatkan akses ke semua pelayanan baik informasi edukasi terapi atau
dukungan psiko sosial yang berkaitan dengan penanganan HIV/AIDS
(Fitasari, 2013). Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan informasi
yang akurat dan tepat dapat dicapai, sehingga proses pikir, perasaan dan
perilaku dapat diarahkan kepada perubahan perilaku yang lebih sehat.
Berdasarkan hal diatas, maka penelitian yang akan dilakukan adalah
mengenai pengaruh konseling HIV terhadap peningkatan pengetahuan
serodiskordan tentang HIV/AIDS. Harapannya dengan peningkatan
pengetahuan dan pemahaman tentang HIV, ODHA Serodiskordan dapat
merubah prilaku sehingga dapat meningkatkan kesehatannya dan
memproteksi pasangannya agar tetap tidak tertular HIV (Kambu, 2012).

B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti
merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
“Bagaimanakah pengaruh konseling HIV terhadap pengetahuan
serodiskordan tentang HIV/AIDS di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang ?”

C. Tujuan Penelitian
5

1. Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh konseling HIV terhadap pengetahuan
serodiskordan tentang HIV/AIDS di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan serodiskordan sebelum diberikan
konseling tentang HIV/AIDS.
b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan serodiskordan setelah diberikan
konseling tentang HIV/AIDS.
c. Menganalisis perbedaan pengetahuan serodiskordan tentang HIV/AIDS
sebelum dan sesudah diberikan konseling HIV.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan keilmuan, pembelajaran dan pengalaman
langsung peneliti dalam bidang penelitian kesehatan yang berkaitan
dengan tingkat pengetahuan pasangan serodiskordan tentang pencegahan
penularan HIV/AIDS.
2. Bagi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Pontianak
Sebagai referensi dan sumber bacaan serta sebagai bahan
pertimbangan peserta didik lainnya untuk melakukan penelitian lebih
lanjut yang berkaitan dengan pencegahan penularan HIV/AIDS pada
pasangan serodiskordan.
3. RSUD dr. Agoesdjam Kabupaten Ketapang
Sebagai salah satu sumber informasi, bahan masukan dan evaluasi
program kerja VCT untuk menentukan rencana tindak lanjut terkait
pelayanan penanggulangan HIV/AIDS, khususnya mencegah semakin
tingginya angka penularan penyakit HIV/AIDS, terutama dari kelompok
pasangan risiko tinggi.

E. Ruang Lingkup Penelitian


6

Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi pada Efektifitas Konseling


HIV Pada Pasangan Serodiskordan Terhadap Pengetahuan Pencegahan
Penularan HIV/AIDS di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang tahun 2020

F. Keaslian penelitian
Penelitian tentang Pengaruh Konseling Pada Pasangan Serodiskordan
Terhadap Peningkatan Pengetahuan Pencegahan Penularan HIV/AIDS di
RSUD dr. Agoesdjam Ketapang, sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh :
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
N Nama Judul Jenis Sampel Hasil
o Peneliti Penelitian Penelitian
1 Faradina, Faktor-faktor Diskriptif Accidental Terdapat hubungan
2013 yang analitik sampling, 39 antara lama
berhubungan dengan ODHA wanita menderita HIV dan
dengan prilaku pendekatan usia reproduksi mendapat ARV
pencegahan cross dengan prilaku
penularan sectional pencegahan
HIV/AIDS oleh penularan
ODHA wanita HIV/AIDS pada
usia reproduksi ODHA wanita usia
di Kota reproduksi dikota
Singkawang Singkawang

2 Permatasari, Pengaruh Quasy Pasien Adanya


Almasdy, Konseling eksperime HIV/AIDS peningkatan
Raveinal, Farmasis n one grup rawat jalan di pengetahuan dan
2016 Terhadap pretest- poli VCT kepatuhan yang
Pengetahuan posttest RSUP Dr. M. signifikan setelah
dan Kepatuhan Djamil Padang dilakukan konseling
pasien periode maret- farmasis
HIV/AIDS mei 2016,
sebanyak 124
orang

3 Astuti, Pengalaman Studi 6 orang Hasil penelitian


Rayasari, Seksual Fenomenol serodiskordan menunjukan bahwa
2017 Pasangan ogi dengan sebagai diperlukan
penderita HIV wawancara informan penggunaan
dalam mendalam kontrasepsi,
mempertahanka pemberian
n status HIV dukungan ARV
negatif peningkatan
pengetahuan
mengenai
HIV/AIDS dapat
mengurangi
terjadinya kasus
baru HIV/AIDS
4 Milayanti, Faktor-Faktor Analitik Sampel Hasil Penelitian
7

N Nama Judul Jenis Sampel Hasil


o Peneliti Penelitian Penelitian
2018 yang observasio diambil menunjukkan
Berhubungan nal dengan mengguna kan bahwa pencegahan
dengan Upaya desain metode penularan HIV dari
Ibu Hamil studi cross systematic ibu ke anak
dalam sectional sampling, berhubungan
Pencegahan dengan jumlah dengan sikap,
Penularan HIV 104 responden dukungan teman,
dari Ibu ke suami dan petugas
Anak di kesehatan
Wilayah Kerja
Puskesmas
Jumpandang
Baru Kota
Makasar

5 Mukti, 2018 Pengaruh Peer Quasy Sampel Hasil penelitian


Education eksperime berjumlah 42 menunjukkan ada
terhadap n pretest- responden perbedaan rerata
pengetahuan posttest yang dibagi yang bermakna
dan sikap with dalam dua Peer Education
remaja tentang control grup terhadap
HIV/AIDS di group pengetahuan dan
SMA N 1 sikap siswa tentang
Kretek Bantul HIV/AIDS
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. HIV-AIDS
1. Pengertian HIV dan AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat
menimbulkan AIDS. HIV hanya menular antar manusia serta menyerang
sistem kekebalan tubuh, yaitu sistem yang melindungi tubuh terhadap
infeksi (Spiritia, 2016).
Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquirel Immune Deficiency
Syndrome, yang muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan
tubuh. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penyakit akan muncul
(Spiritia, 2013).
2. Penyebab AIDS
Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV
merupakan retrovirus yang berarti virus dapat menggunakan sel tubuhnya
sendiri untuk memproduksi dirinya kembali. Virus HIV pertama kali
ditemukan oleh Barre Sinoussi, Montagnie, dkk pada tahun 1983 dengan
nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) (Spritia, 2016).
HIV yang masuk kedalam tubuh akan membajak sel CD4, yang
berfungsi sebagai pabrik produksi kekebalan tubuh. Kemudian virus HIV
akan menjadikan sel CD4 sebagai pabrik yang membuat milyaran tiruan
virus. Setelah itu sel CD4 akan rusak atau mati dan tidak dapat lagi
memproduksi kekebalan tubuh sehingga tubuh tidak lagi bisa melawan
serangan penyakit. Keadaan ini membuat kita mudah terserang berbagai
penyakit (Spiritia, 2013).
3. Tes HIV
Tidak ada ciri-ciri khusus bahwa seseorang telah terinfeksi HIV,
hanya dengan melihat penampilan fisiknya. Status HIV hanya dapat
diketahui dengan melakukan tes. Tes HIV dilakukan dengan cara
pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibody terhadap virus HIV
dalam tubuh seseorang ( Kemenkes, 2013). Umumnya antibodi terbentuk

8
9

didalam darah memerlukan waktu 6 minggu sampai 3 bulan. Jika


seseorang memiliki antibodi terhadap HIV didalam darahnya, berarti orang
tersebut telah terinfeksi HIV. Tes HIV yang umumnya digunakan adalah
Rapid Test, Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA), Western
Immunbolt Test.
Rapid test lebih banyak digunakan oleh institusi kesehatan, sesuai
dengan namanya hanya membutuhkan waktu pemeriksaan 10 menit.
Sementara ELISA dan Western Bolt biasanya digunakan sebagai tes
konfirmasi dan tersedia di RSU tingkat Propinsi (Kemenkes, 2013).

Gambar 2.1 Alur pemeriksaaan diagnosis HIV (Kemenkes, 2013)


10

4. Epidemiologi HIV/AIDS
Di Indonesia kasus HIV bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah
lainnya, jumlah kasus HIV/AIDS menurut Ditjen Pengendalian Penyakit
dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan (PP & PL Depkes,
2015) sebanyak 735.256 orang dengan jumlah infeksi baru sebesar 85.532
orang dengan faktor risiko penularan tertinggi virus HIV adalah melalui
hubungan heteroseksual yaitu sebesar 82,8% (Kemenkes, 2016).
5. Patofisiologis dan Gejala Klinis HIV/AIDS
Seseoarang dinyatakan terinfeksi HIV, setelah dilakukan pemeriksaan,
mereka mengalami gejala seperti demam, sakit tenggorokan,
pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri otot, ruam merah di seluruh
tubuh. Perbedaan genetik setiap orang menyebabkan waktu yang berbeda
pula terinfeksi penyakit lainnya dan menjadi AIDS (Mulyanti, 2012).
Menurut Depkes RI (dalam Spritia 2016) menjelaskan bahwa perjalanan
HIV-AIDS dapat di bagi menjadi dalam empat stadium yaitu :
a. Stadium pertama : HIV
Infeksi di mulai dengan masuknya HIV ke dalam tubuh, rentang waktu
sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes anti-bodi terhadap
HIVmenjadi positif disebut window period. Lama window period antara
1 sampai 3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung 6 bulan.
b. Stadium kedua : Asimptomatik (tanpa gejala)
Asimptomatik, dimana dalam tubuh terdapat HIV tetapi tidak
menunjukkan gajala-gejala. Keadaan ini berlangsung 5-10 tahun,
namun cairan tubuh individu tersebut dapat menularkan HIV kepada
individu lain.
c. Stadium ketiga : Pembesaran kelenjar limfe
Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan
merata (lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan
dapat berlangsung lebih dari 1 bulan.
d. Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini disertai dengan adanya bermacam macam gejala seperti
demam, panas dingin, penurunan berat badan yang drastis,
11

membengkaknya kelenjar getah bening di ketiak atau pangkal paha,


bercak-bercak putih di rongga mulut, batuk kering dan sesak napas,
diare berkepanjangan, hilang nafsu makan serta gangguan pada susunan
saraf berupa lamban berfikir, pelupa, pemarah, sakit kepala, kejang
bahkan libido menurun. Proses selanjutnya akan bermunculan infeksi
ikutan, seperti infeksi jamur, infeksi saluran pernafasan (termasuk
TBC), infeksi saluran cerna dan lainnya.
6. Pengobatan HIV/AIDS
Pengobatan HIV yang paling manjur saat ini adalah Antiretroviral
(ARV). ARV dapat menekan jumlah virus HIV di dalam tubuh,
menghambat proses pembuatan HIV baru dalam sel CD4, sehingga sistem
kekebalan tubuh terlindungi dan berangsur pulih. Therapi ini harus dipakai
terus menerus agar tetap efektif, hasilnya akan ditunjukan dengan
peningkatan jumlah sel CD4. ARV tidak memberantas HIV dari tubuh
kita, jadi ARV tidak menyembuhkan dari HIV (Spiritia, 2016).
Untuk memulai pemberian therapy antiretroviral perlu dilakukan
pemeriksaan CD4 dan penentuan stadium klinis infeksi HIV serta
mempertimbangkan waktu memulai terapi dengan seksama karena ARV
akan diberikan dalam jangka panjang. Pedoman pemberian ARV (Spiritia,
2016) :
a. Stadium HIV 4
Mulai ART tanpa memperhatikan jumlah CD4
b. Stadium HIV 3
Mulai ART bila jumlah CD4 dibawah 350 atau tidak diketahui
c. Stadium HIV 2
Mulai ART bila jumlah CD4 dibawah 200
d. Stadium HIV 1
Hanya mulai ART bila jumlah CD4 ditentukan dibawah 200
7. Penularan HIV-AIDS
HIV yang terdapat di darah, air mani, cairan vagina, air susu individu
yang terinfeksi dapat menular melalui (UNAIDS, 2013):
12

a. Penularan secara seksual


Hubungan seksual secara vagina, anal dan oral dengan penderita HIV
tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Risiko penularan melalui
seks vaginal umumnya tinggi, namun penularan melalui seks anal
memiliki risiko 10 kali lebih tinggi dari seks vaginal (Fauziyah, 2012).
b. Penularan melalui darah atau produk darah
Penularan terjadi pada individu pengguna narkotika suntik,alat tindakan
medis, jarum tindik, tato yang mengandung darah dari individu yang
terinfeksi HIV. Risiko penularan HIV dapat juga melalui transfusi
darah yang mengabaikan tes penapisan HIV.
c. Penularan dari ibu ke anak
Penularan secara vertikal ke anak dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi
HIV, selama kehamilan sekitar 5-10%, persalinan 10-20% dan saat
pemberian ASI 10-20% (Spiritia, 2015).
HIV tidak ditularkan melalui aktifitas kegiatan sehari-hari seperti
berpelukan, berjabatan tangan, bersentuhan, penggunaan alat makan dan
minum, penggunaan kamar mandi, berenang di kolam renang yang sama
bahkan dari gigitan nyamuk (Spiritia , 2013).
8. Pencegahan Penularan HIV/AIDS
Cara pencegahan penularan HIV yang paling efektif adalah dengan
memutus rantai penularan, antara lain (Rubiah, 2011) :
A (abstinace) adalah tidak berhubungan seks diluar nikah.
B (be faithful) adalah bersikap saling setia pada pasangan.
C (condom) adalah menggunakan kondom saat berhubungan seksual,
penggunaan condom dinilai efektif untuk mencegah penularan HIV.
D (don’t use drugs) adalah tidak memakai narkoba.
E (Equipment) adalah menggunakan peralatan steril

B. Konseling
1. Pengertian
Konseling adalah proses dialog antara konselor dengan klien untuk
meningkatkan kemampuan klien dalam memahami HIV/AIDS beserta
13

risiko terhadap diri, pasangan, keluarga dan orang sekitar. Konseling


membantu klien merubah prilaku dan meingkatkan pengetahuan akan
HIV/AIDS sehingga dapat mencegah penularan (Kemenkes, 2015)
2. Tujuan Konseling
Tujuan konseling adalah menyediakan dukungan psikologis, informasi
dan pengetahuan untuk mencegah penularan, mempromosikan perubahan
perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan dan pemecahan masalah
terkait dengan HIV/AIDS. Melalui konseling diharapkan dapat
mengeksplorasi segala kemampuan dan kelemahan yang klien untuk
menghadapi permasalahan (Hendayani, 2017).
Sedangkan Konseling dan Tes Sukarela (KTS) bertujuan untuk
mengidentifikasi ODHA sedini mungkin dan segera memberi akses
layanan perawatan, pengobatan dan pencegahan penularan (Kemenkes,
2015).
3. Aturan dalam Konseling (Kemenristekdikti, 2018)
a. Menjaga Hubungan dengan menunjukan sikap perhatian dan kepedulian
b. Membantu klien mengenali Kebutuhan/permasalahannya sendiri.
c. Mengerti perasaan klien dengan menunjukan sikap empati
d. Menumbuhkan peran serta klien dalam pemecahan masalahnya.
e. Menjaga kerahasian klien dengan tidak membicarakannya pada orang
lain, kecuali atas izin dari klien.
f. Memberikan Informasi yang diperlukan klien agar klien dapat membuat
keputusan atas permasalahan yang dihadapinya
4. Prinsip dasar konseling HIV
Prinsip dasar dalam konseling, yaitu :
a. Informed Consent, adalah persetujuan pasien setelah mendapatkan dan
memahami penjelasan yang diberikan secara lengkap oleh petugas.
b. Confidentiality, adalah kerahasiaan semua informasi atau konseling
antara petugas dengan klien.
c. Counseling, adalah proses dialog antara konselor dengan klien,
bertujuan memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti oleh
klien. Layanan konseling HIV dilengkapi informasi tentang HIV/AIDS.
14

5. Alur Pelayanan Konseling dan Tes HIV

Gambar 2.2 Bagan alur pelayanan konseling, tes HIV (Kemenkes,


2013)

C. Serodiskordan
Pasangan ODHA serodiskordan adalah jalinan hubungan pasangan
ODHA (suami atau istri) dengan status salah satu pasangan terinfeksi HIV
(HIV positif) dan pasangan lainnya tidak terinfeksi HIV (HIV negatif).
Sedangkan Pasangan ODHA serokonkordan adalah keadaan dimana kedua
pasangan (suami dan istri) adalah HIV positif (Hariyati, 2017).
Pasangan serodiskordan mempunyai harapan untuk dapat hidup normal
15

layaknya pasangan lainnya yang tidak menderita HIV. Menurut Syafar


(2014), Serodiskordan memiliki sikap pasrah menghadapi risiko infeksi HIV,
karena keinginan memiliki anak dan kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual
berfungsi untuk pembuktian akan kesuburan, merasakan kesenangan,
mempererat ikatan suami istri, menegaskan maskulinitas atau feminimitas,
meningkatkan harga diri dan mengurangi ansietas atau ketegangan. Dalam
memenuhi kebutuhan biologisnya sebagian pasangan serodiskordan tetap
menggunakan kondom untuk pencegahan penularan (Pebody, 2015).
Di Negara-negara Asia (termasuk Indonesia) ada lebih dari 90%
perempuan terinfeksi HIV bukan karena perilaku seksualnya yang tidak aman
tetapi karena perilaku pasangan seksual laki-lakinya (Widihastuti, 2015).
Sukmaningrum (2015) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kebanyakan
respondennya tertular HIV melalui transmisi heteroseksual yaitu dari
suaminya bukan karena perilaku seksualnya yang tidak aman
Adapun orang yang hidup dengan HIV/AIDS sering disingkat ODHA,
adalah orang telah terinfeksi virus HIV dan AIDS (Kemenkes RI, 2014).

D. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba (Hendayani, 2015).
Pengetahuan adalah salah satu komponen perilaku, maka perbuatan
seseorang akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuannya,
bagaimana perasaannya dan penerimaannya. Peningkatan pengetahuan
tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat
diperoleh dari pendidikan non formal. Salah satu metode pendidikan non
formal bidang kesehatan yang diterapkan dalam penanggulangan
HIV/AIDS adalah dengan cara konseling. Konseling digunakan pada
pelayanan VCT, perawatan, pengobatan dan dukungan pada ODHA
(Hendayani, 2017)
16

Pengetahuan dalam hal ini adalah pengetahuan Serodiskordan tentang


HIV/AIDS yang didapat melalui panca indera yang mereka gunakan dan
pengetahuan tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga
pengetahuan yang dimiliki Serodiskordan tentang HIV/AIDS akan
mendukung tindakan Serodiskordan terhadap pencegahan penularan HIV
kepada pasangannya.
Distribusi tingkat pengetahuan masayarakat di Indonesia tentang
HIV/AIDS, dengan 24 pertanyaan yang terdiri dari 5 pertanyaan umum
tentang HIV/AIDS, 10 pertanyaan tentang cara penularan dan pencegahan
HIV dan 9 pertanyaan tentang cara pemeriksaan HIV/AIDS.

Gambar 2.3 Distribusi Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang


HIV/AIDS Tahun 2018 (Riskesdas, 2018)

2. Pengukuran Tingkat pengetahuan


Pengetahuan seseorang dapat ukur melalui wawancara atau kuesioner yang
menanyaakan tentang tentang materi yang akan diukur/dinilai
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
1. Baik : hasil prersentase 76% - 100%
2. Cukup : hasil prersentase 56% - 75%
3. Kurang : hasil prersentase < 56%
17

E. KERANGKA TEORI

Faktor Internal :
1 Pendidikan
2 Pengalaman
3 Usia

Faktor Eksternal : Pengetahuan

1 Informasi/konseling
2 Lingkungan
3 Sosial budaya

Gambar 2.4 Kerangka Teori Pengaruh Konseling HIV Terhadap


Pengetahuan Serodiskordan Tentang HIV/AIDS
(Kerangka teori modifikasi Notoatmodjo 2012, Neferi 2015)
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangaka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan uraian dan visualisasi hubungan atau ikatan
antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Kerangka konseptual berguna sebagai alat untuk
memperjelas tema dari penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah :
Variabel Bebas (Independen) Variabel Terikat (Dependen)

Konseling HIV Pengetahuan serodiskordan tentang


HIV/AIDS

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh


konseling HIV terhadap pengetahuan serodiskordan tentang HIV/AIDS

Dalam Penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu :


1. Variabel Bebas
Variabel bebas disebut juga dengan variabel independen atau variabel sebab,
adalah variabel yang karena keberadaannya bisa menyebabkan perubahan
pada variabel lainnya. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah
konseling HIV pada serodiskordan.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat disebut juga dengan variabel dependen atau variabel akibat
adalah variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas.
Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang
HIV/AIDS.

B. Hipotesis
Hipotesis adalah anggapan dasar atau jawaban sementara terhadap
perbandingan yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Hipotesis dalam
penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengetahuann serodiskordan tentang
HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan konseling HIV di RSUD dr.

18
19

Agoesdjam Ketapang.

C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah pengertian dari variabel-variabel yang akan diteliti.
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Penelitian Definisi Alat Ukur HasilUkur Skala
Operasional
Variabel Independen
Konseling HIV Proses dialog antara - - -
konselor dengan klien
untuk meningkatkan
kemampuan klien
dalam memahami
HIV/AIDS, dengan
menjelaskan tentang :
1. Serodiskordan
2. Pengobatan (ARV)
3. Resiko penularan
4. Pemeriksaan
Laboratorium
5. Memperoleh
Keturunan
Variabel Dependen
Pengetahuan Kemampuan responden Kuesioner Skor total Interval
Serodiskordan (serodiskordan)
tentang HIV/AIDS menjawab kuesioner
sebelum dan sesudah
konseling HIV, dengan
skor :
0 = salah
1 = Benar
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif
dengan desain eksperimen semu (quasy eksperiment) dengan rancangan one
group pre test-post test. Dalam Desain ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali
yaitu sebelum dan sesudah dilakukan eksperimen (Notoatmodjo, 2012). Bentuk
rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pretest Konseling HIV Posttest


P1 X P2

Gambar 4.1. Rancangan One group Pretest Post Test Design


Keterangan :
P1 : Pretest untuk menilai pengetahuan sebelum diberikan konseling HIV
X : Perlakuan (Konseling HIV)
P2 : Posttest untuk menilai pengetahuan sesudah diberikan konseling HIV

Dalam desain ini melibatkan satu kelompok yang diberi pre test (P1) lalu
diberi konseling (X) lalu diberikan post test (P2) Keberhasilan konseling akan
dibuktikan dengan membandingkan nilai pre test dan nilai post test. Jadi tujuan
dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar efektifitas konseling HIV
pada serodiskordan terhadap tingkat pengetahuannya dalam mencegah
penularan HIV kepada pasangannya.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Odha serodiskordan yang mendapatkan pelayanan dukungan pengobatan di
VCT Bougenville RSUD dr Agoesdjam Ketapang sejumlah 25 orang.

20
21

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili
karakteristik populasi (Notoatmodjo, 2012). Tehnik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah dengan total sampling, yaitu jumlah seluruh
populasi dijadikan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
populasi yang berjumlah 25 orang. Agar penelitian ini sesuai dan terfokus
pada tujuannya, maka peneliti menentukan kriteria sampel sebagai berikut :
a. Pasien pengobatan VCT Bougenville RSUD dr Agoesdjam Ketapang
b. Mempunyai pasangan dengan status HIV negatif
c. Bisa membaca dan menulis
d. Bersedia menjadi responden

C. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April
2020.
2. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di layanan poli VCT Bougenville RSUD dr.
Agoesdjam Ketapang tahun 2020.

D. Jenis Data Penelitian


Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer yang
didapat langsung oleh peneliti dari responden mengenai pengetahuan tentang
HIV/AIDS yang diisi sebelum dilakukan konseling HIV dan sesudah dilakukan
konseling HIV.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara
wawancara tidak langsung (mengisi kuesioner) untuk mengukur tingkat
pengetahuan responden tentang HIV/AIDS, dibagikan sebelum dan sesudah
dilakukan konseling HIV.
22

2. Instrumen Pengumpulan data


Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibuat
untuk menilai pengetahuan responden tentang HIV/AIDS tediri dari 20
pertanyaan tertutup seputar pengetahuan umum tentang HIV, penyebab,
cara penularan, mencegah penularan HIV serta pengobatan HIV/AIDS.
Jawaban yang benar akan diberikan skor 1, jawaban yang salah 0.
Tabel 4.1. Kisi-Kisi Kuesioner Penelitian
N Tema Pertanyaan No. Pertanyaan Jumlah
o
1 Serodiskordan 1,2,3,4 4
2 Pengobatan (ARV) 5,6,7,8 4
3 Risiko Penularan 9,10,11,12 4
4 Pemeriksaan Laboratorium 13,14,15,16 4
5 Memperoleh Keturunan 17,18,19,20 4
Total 20

F. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data


1. Teknik pengolahan data.
Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian kemudian diolah
melalui beberapa proses (Notoatmodjo, 2012), yaitu :
a. Editing (Penyuntingan data)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kelengkapan data, dilakukan pada
saat pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
b. Coding (Mengkode data)
Coding adalah kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data,
dengan tujuan untuk memudahkan pengolahan dan analisis data
menggunakan komputer. Pengkodean dilakukan terhadap variabel di
dalam penelitian.
c. Entry (Memasukan data)
Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel, kemudian dibuat distribusi frekuensi sederhana.
d. Tabulating (Tabulasi)
Tabulating adalah membuat tabel untuk memasukkan data berdasarkan
kategori masing-masing sesuai dengan tujuan penelitian.
23

2. Penyajian data
Data disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.

G. Analisa Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan
komputer, dengan cara :
1. Analisis Univariat
Analisis dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, analisis
ini menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel. Analisis
univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik tiap variabel
(Notoadmojo, 2012). Pengetahuan responden akan diketahui melalui
skoring hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden dan dipersentase,
dengan rumus :

P = F x 100%
N

Keterangan : P = Persentase
F = Jumlah pertanyaan benar
N = Total pertanyaan
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
Konseling HIV terhadap pengetahuan serodiskordan, dengan melihat
perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan konseling HIV.
Analisis dilakukan dengan menggunakan uji T-Test berpasangan yang
sebelumnya dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Saphirowilk
dengan nilai signifikan pretest dan posttest >0,05. Apabila data tersebut
berdistribusi tidak normal, maka analisis menggunakan uji Wilcoxon.
Dari hasil analisis data, diketahui nilai P yang berfungsi untuk
menguji signifikasi perbedaan antara kedua variabel. Dengan taraf
signifikansi sebesar 5%, maka variabel independen dikatakan efektif
terhadap variabel dependen bila P ≤ 0,05 (Ho diterima) sebaliknya, apabila
P > 0,05 (Ho ditolak).
24

H. Jadwal Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Jadwal penelitian
Bulan
Nov Des Jan Feb Mar Aprl Mei Juni
No Kegiatan
1 Penyusunan
Proposal
2 Konsultasi
dosen
pembimbing
3 Seminar
proposal
4 Revisi
Proposal
5 Izin penelitian
6 Pelaksanaan
penelitian
7 Pengolahan
Data
8 Penyusunan
Laporan
Penelitian
9 Sidang Skripsi
10 Revisi Skripsi
DAFTAR PUSTAKA

Anggina Y. 2018. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penanggulangan


HIV/AIDS di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Padang
pariyaman. Artikel Penelitian. http://jurnal.fk.unand.ac.id

Astuti, Rayasari. 2017. Pengalaman Sexual Pasangan Penderita HIV dalam


Mempertahankan Status HIV Negatif di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso.
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Muhammadiyah.

Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2016. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.


Jakarta. Kemenkes RI

__________. 2017. Laporan Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi


Menular Seksual (PIMS). Jakarta. Ditjen PP & PL Kementrian RI.

Faradina. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan


Penularan HIV/AIDS oleh ODHA Wanita Usia Reproduksi. Pontianak.
Fakultas Ilmu Keshatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah

Fauziyah, Shaluhiyah. 2016. Respon Remaja LSL dengan Status HIV Positif
terhadap pencegahan penularan HIV kepada Pasangan. Jurnal Promosi
Kesehatan vol 13. Universitas Diponegoro.

Fitasari, Iqvi. 2013. Kajian Sistem Manajemen Pelayanan Konseling dan Testing
HIV Secara Sukarela di Klinik VCT. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember.

Hariyati, Fitri. 2017. Determinan Sosial terhadap Kualitas Hidup Pasien


Serodiskordan dan Serokonkordan di Kabupaten Sikka NTT. Program
Studi Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin Makasar.

Hendayani, Siti. 2017. Efektivitas Konseling terhadap Pengetahuan Ibu Hamil


tentang Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT). Seminar
Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Program Studi Kebidanan.

Husaini, Saputra. 2016. Pengaruh Penyuluhan HIV/AIDS terhadap Pengetahuan


dan Sikap tentang HIV/AIDS Mahasiswi Akademi Kebidanan. Banjar
Baru: Fakultas Kedokteran Universitas Lambung

Kambu, Y. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan


Pencegahan Penularan HIV oleh Odha Sorong. Fakultas Ilmu
Keperawatan. Universitas Indonesia

Kemenkes RI. 2012. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak (PPIA.) Edisi Kedua.
__________. 2013. Pedoman Nasional Tes dan Konseling HIV. Ditjen PP & PL
Kementrian Kesehatan RI.

__________. 2014. Situasi dan Analisis HIV/AIDS. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.

__________. 2015. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di


Indonesia 2014

__________. 2016. Indonesia Tingkatkan Komitmen Penganggulangan HIV/ADS.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

__________. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta. Kementrian


Kesehatan Indonesia. 2018

Kemenristekdikti. 2018. Edukasi dan Konseling Kesehatan (Health Education).


Fakultas kedokteran. Universitas Sebelas Maret.

Kresno, S.B. 2010. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi


Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2010. Strategi dan Rencana Aksi


Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS. Komisi Penanggulangan
AIDS.

__________. 2014. Rangkuman Eksekutif Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS


di Indonesia. Laporan Tahunan KPAN.

Lestary, Heni. Sugiharti. 2016. Kesiapan Rumah Sakit Rujukan HIV/AIDS di


Provinsi Jawa Barat dalam Implementasi Layanan Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA).

Milayanti, Wilis. 2018. Faktor yang Berhubungan dengan Upaya Ibu Hamil
dalam Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Makasar. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin.

Mukti, G, Andini . 2018. Pengaruh Peer Education terhadap Pengetahuan dan


Sikap Remajatentang HIV/AIDS di SMA N 1 Kretek Bantul. Jurusan
Kebidanan. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Mulyanti S. 2012. Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada Perilaku Ibu Hamil


dalam Pemeriksaan HIV di Kota Pontianak. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia.

Neferi, Andria, 2016. Hubungan antara Pengetahuan tentang HIV dan AIDS
dengan Respon Masyarakat terhadap ODHA. Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik. Universitas Lampung.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.

Pebody, Roger. 2015. Awarnes of Treatments Impact on Transmission is


Transforming the Lives of Couple of Mixed HIV Status in Australia.
Sociology of Health and Illnes Australia.

Permatasari, Almasdy, Raveinal. 2016. Pengaruh Konseling Farmasis Terhadap


Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien HIV/AID di Poliklinik VCT RSUP
Dr. M. Djamil. Padang. Ikatan Apoteker Indonesia.

Ratnaningsih, Dwi. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku


Pencegahan HIV/AIDS Pada Wanita Pekerja Sex Komersil. Surakarta
Universitas Sebelas Maret.

Ramadana. Rohmawati dan Lestari. 2013. Pengetahuan Ibu Hamil tentang


Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

RSUD dr. Agoesdjam 2018. Laporan Tahunan VCT Bougenville RSUD dr


Agoesdjam. Ketapang. Pelayanan dan Penanggulangan HIV/AIDS
RSUD dr Agoesdjam Ketapang.

Rubiah, G. 2011. Gambaran Perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS pada


Bidan di Kamar Bersalain RSUD H.A.Suthan Daeng Radja. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Saluhiah, F. 2016. Respon Remaja LSL dengan Status HIV Positif terhadap
Pencegahan Penularan HIV kepada Pasangan. Jurnal Promosi
Kesehatan (13). Universitas Diponogoro

Sukmaningrum, E. 2015. HIV Disclosure Experience Among Women with


HIV/AIDS in Jakarta. Indonesia.

Syafar. 2014. Analisis Hambatan Prilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Pasangan


Serodiskordan. Makasar. Universitas Hasanudin.

UNAIDS. 2013. Global Report, UNAIDS report on the Global AIDS Epidemic.
Geneva : Joint United Nations Programme on HIV/AIDS

__________. 2016. AIDS Info People Living with HIV (All Ages): Joint United
Nations Programme on HIV/AIDS

UNESCO. 2011. Education for All Global Monitoring Report. 2011.

Widihastuti, A. Harjanti, K. 2015. Perlukah Promosi Test HIV pada Pasangan


Populasi Kunci dan Serodiskordan ?. Pusat Penelitian HIV/AIDS.
Yayasan Spiritia. 2013. Hidup dengan HIV/AIDS. Jakarta: Yayasan Spiritia.

__________. 2015. HIV, Kehamilan & Kesehatan Perempuan. Jakarta: Yayasan


Spiritia.

__________. 2016. Pengobatan Untuk AIDS : Ingin Mulai? Yogyakarta: Yayasan


Sarviva Paski.

__________. 2016. Pahami dan Dukunglah Kami (Panduan untuk Pengasuh)


Jakarta: Yayasan Spiritia.

Anda mungkin juga menyukai