Anda di halaman 1dari 41

Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)

Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Bab
TINJAUAN KEBIJAKAN DAN TEORITIS 2

2.1 Tinjauan Kebijakan

2.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Nasional

Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintan No. 17 Tahun 2007 tentang
RPJPN Tahun 2005 – 2025 adalah untuk: (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan
dalam pencapaian tujuan nasional, (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik
antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (c)
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan
dan berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

Visi merupakan penjabaran cita-cita berbangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terciptanya masyarakat yang
terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan.

Visi pembangunan nasional tahun 2005– 2025 adalah: INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL
DAN MAKMUR

Visi pembangunan RPJPN 2005-2025 tersebut memberikan arah pencapaiannya melalui delapan (8)
misi pembangunannya, yaitu: (1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila, (2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-
saing, (3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, (4) Mewujudkan Indonesia
aman, damai dan bersatu, (5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, (6)
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari, (7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, (8) Mewujudkan Indonesia berperan
penting dalam pergaulan dunia internasional.

Laporan Pendahuluan 2-1


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Arah pembangunan jangka panjang nasional Tahun 2005 – 2025 terkait penataan ruang di daerah
dan mewujudkan Misi (5) yang terkait langsung dengan tujuan penataan ruang di Kecamatan
Tanimbar Utara, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memperhatikan potensi dan peluang


keunggulan sumberdaya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta memerhatikan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan. Pelaksanaan pengembangan wilayah
tersebut dilakukan secara terencana dan terinteg*rasi dengan semua rencana pembangunan
sektor dan bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronisasikan ke dalam rencana
tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya.

b. Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh


didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal disekitarnya dalam suatu
sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah
administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri
dan distribusi (pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya
koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja sama antarsektor, antarpemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah)

c. Mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut


dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan
pembangunannya dengan daerah lain.

d. Pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil diseimbangkan


pertumbuhannya dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional.

e. Percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah ditingkatkan, terutama di luar Pulau
Jawa dengan memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota
masing-masing.

f. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di


wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan
backward linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah
pengembangan ekonomi’.

g. Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap
sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan

Laporan Pendahuluan 2-2


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam rangka
mengoptimalkan penataan ruang perlu ditingkatkan (a) kompetensi sumber daya manusia dan
kelembagaan di bidang penataan ruang, (b) kualitas rencana tata ruang, dan (c) efektivitas
penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian
pemanfaatan ruang.

h. Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya.

i. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada
(1) peningkatan kualitas pengelolaan asset (asset management) dalam penyediaan air minum
dan sanitasi; (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat;
(3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional; dan (4)
penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.

Sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional menyatakan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah ke-2 Tahun 2010-
2014 diarahkan untuk memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang, dengan
menekankan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia termasuk pengembangan
kemampuan ilmu dan teknologi, serta penguatan daya saing perekonomian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mendukung pengembangan perekonomian nasional.

Kerangka Visi Indonesia 2014 adalah :

“TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN”

Usaha-usaha Perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi pemerintah Tahun 2010-
2014 sebagai berikut :

1. Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera.

2. Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi.

3. Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang, termasuk pengurangan kesenjangan


pendapatan, pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah (termasuk desa-kota), dan
kesenjangan jender.

Kerangka pembangunan yang berkelanjutan salah satunya adalah didukung dengan meningkatnya
kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya

Laporan Pendahuluan 2-3


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang.

Terkait dengan RDTR Kecamatan Tanimbar Utara dan Pembangunan Kecamatan Tanimbar Utara,
maka disusun dengan rujukan beberapa permasalahan mengenai penataan ruang agar dapat
menjadi acuan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, secara nasional, sasaran dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam bidang penataan ruang diantaranya adalah :

1. Terwujudnya sinkronisasi program pembangunan antarsektor dan antarwilayah yang mengacu


kepada RTRW menjadi sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan koordinasi baik lintas sektor
maupun wilayah. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pembangunan atau pemanfaatan
ruang suatu wilayah telah sesuai dengan indikasi program yang tercantum dalam RTRWN.

2. Terlaksananya pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan teknis sebagai suatu sasaran
dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang membuat kegiatan penyelenggaraan penatan
ruang sesuai dengan yang direncanakan.

3. Terwujudnya kesepakatan kerjasama pembangunan antarwilayah, yaitu antarwilayah


perbatasan, antara negara, dan antarkawasan metropolitan yang terwujud dalam pembentukan
badan kerjasama sehingga diharapkan terjadi peningkatan koordinasi dan keterpaduan
pelaksanaan pemanfaatan ruang lintas wilayah.

Dalam RPJMN ke-2, maka Misi (3) merupakan salah satu arah pembangunan bagi semua daerah di
pelosok Indonesia, dimana pada misi ini dilakukannya sinergi antarbidang pembangunan, salah
satunya adalah dengan bidang Wilayah dan Tata Ruang, dimana dalam UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yang mengamanatkan pentingnya integrasi dan keterpaduan antara
Rencana Pembangunan dengan Rencana Tata Ruang di semua tingkatan pemerintahan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) dalam Pembangunan Bidang Wilayah dan Tata
Ruang pada tahun 2010 - 2014, dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan wilayah,
yang dilaksanakan melalui 3 (tiga) arah kebijakan dan strategi utama, yaitu (1) pelaksanaan
pengendalian dan pelaksanaan penataan ruang, (2) koordinasi dan integrasi pembangunan wilayah,
baik dalam lingkup perkotaan dan perdesaan, maupun dalam lingkup kawasan-kawasan prioritas
(kawasan-kawasan strategis, kawasan tertinggal, kawasan perbatasan, dan daerah rawan bencana),
yang diperkuat dengan (3) penyelenggaraan desentralisasi dan pemerintahan daerah, dan
dilaksanakan melalui 12 prioritas bidang.

Laporan Pendahuluan 2-4


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Arah kebijakan dalam prioritas bidang penyelenggaraan penataan ruang adalah mewujudkan
penyelenggaraan penataan ruang yang berkelanjutan dengan meningkatkan kualitas rencana tata
ruang, mengoptimalkan peran kelembagaan, dan diacunya rencana tata ruang dalam pelaksanaan
pembangunan.

Untuk mencapai arah kebijakan tersebut, dirumuskan strategi, yaitu :

1. Mempercepat penyusunan dan pengesahan Rencana Tata Ruang dan peraturan perundangan
pelaksanaan sebagai amanat UU No. 26 Tahun 2007.

2. Mewujudkan sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

3. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi peraturan perundangan tata ruang dan NSPK Penataan
Ruang kepada stakeholders terkait di tingkat pusat dan daerah.

4. Mempercepat penyelesaian sistem informasi penataan ruang terpadu, peta dasar dan tematik
serta memanfaatkan pendekatan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) sebagai salah satu
acuan dalam penyusunan rencana tata ruang dalam rangka peningkatan kualitas
penyelenggaraan penataan ruang.

5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan penataan ruang dengan meningkatkan kualitas SDM dan
koordinasi antar sektor dan wilayah, dan membangun kerjasama dan kesepakatan antar wilayah.

6. Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang.

7. Mengoptimalkan pengawasan penyelenggaraan penataan ruang termasuk didalamnya melalui


pengendalian pemanfaatan ruang dan terbentuknya PPNS.

8. Fokus prioritas bidang penyelenggaraan penataan ruang adalah penyelesaian peraturan


perundangan sesuai amanat undang-undang penataan ruang.

9. Peningkatan kualitas produk rencana tata ruang.

10. Sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang.

11. Peningkatan kesesuaian pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang.

Sementara itu, didalam 11 prioritas nasional Kabiner Indonesia Bersatu II (2009-2014) dapat terlihat
keterkatan antara pembangunan nasional dengan pengembangan wilayah perbatasan, dimana
Pengelolaan batas wilayah negara & KWSN Perbatasan (PBWNKP) Dalam Kerangka Program
Prioritas Nasional, terdapat pada prioritas ke 10 yaitu daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca
konflik. Oleh karena itu, pada kawasan perbatasan perlu segera dilengkapi dengan perencanaan
yang berjenjang sepereti Grand Design, Rencana Induk dan Rencana Aksi.

Laporan Pendahuluan 2-5


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Gambar 2.1
11 Prioritas Pembangunan Nasional Kebiner Indonesia Bersatu II Tahun 2009 - 2014

11 Prioritas Nasional
Kabinet Indonesia Bersatu II
2009-2014

2.1.2 Kebijakan Pengembangan Wilayah Perbatasan Nasional

Sesuai dengan Ketentuan umum UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, kawasan
perbatasan adalah bagian dari wilayah Negara yang Terletak pada sisi dalam sepanjang batas
wilayah Indonesia dengan Negara lain, dalam hal batas wilayah Negara di darat, kawasan perbatasan
berada di kecamatan.

Hasil identifikasi (2010), terdapat 187 kecamatan yang berada pada kawasan perbatasan Negara.
Untuk kawasan perbatasan laut, diperhitungkan dengan memposisikan kecamatan yang menjadi
lokasi pulau-pulau kecil terluar.

Dalam rangka pengembangan wilayah perbatasan perlu disusun Standar Pelayanan Minimal (SPM)
untuk mempermudah pelaksanaan pembangunan wilayah perbatasan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat dan daerah. SPM ini merupakan penjabaran dari rancangan peraturan
perundangan pelaksanaan kewenangan antar level pemerintah.

Laporan Pendahuluan 2-6


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Gambar 2.2

Pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota harus memiliki kewenangan yang dapat menjamin
sinergi pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan. Kewenagan antar level pemerintah dalam
PBWNKP seperti yang tertuang dalam UU. No 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara

Tabel 2.1
Kewenangan Antar Level Pemerintah Dalam PBWNKP (pasal 9 & 10 UU 43/2008)

PUSAT PROVINSI KAB/KOTA


Menetapkan kebijakan pengelolaan & Melaksanakan kebijakan Melaksanakan kebij
pemanfaatan wilayah negara & Kawasan Pembangunan dan Pembangunan dan
Perbatasan menetapkan kebijakan menetapkan kebijakan
Mengadakan perundingan batas .. lainnya dalam rangka lainnya dalam rangka
Membangun tanda batas otonomi daerah & TP otonomi daerah & TP
Menjaga & memelihara
Mendata & menamai pulau/kep serta unsur Melakukan koordinasi tanda batas
geografis lainnya pembangunan di
Kawasan Perbatasan
Memberikan izin terbang … Melakukan Melakokan Koordinasi
Memberikan izin lintas damai… (laut) pembangunan Kawasan dalam rangka
Perbatasan antar Pemda pelaksanaan
dan/ atau antar pemda pembangunan di

Laporan Pendahuluan 2-7


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

dengan pihak ketiga Kawasan Perbatasan &


di wilayah lainny
Melaksanakan pengawasan di zona Melakukan pengawasn Melakukan
tambahan & gakkum bid CIQS pelaksanaan pembangunan Kawasan
Menetapkan wil udara yg dilarang (hankam) pembangunan Kawasan Perbatasan antar
Perbatasan yang Pemda & atau antara
dilaksanaankan Pemda degan pihak
Pemkab/Kota ketiga
Membuat & Memperbaharui peta wilayah Wajib:
negara … (1 x 5 thn), lapor DPR Menetapkan biaya pembangunan Kawasan
Menjaga keutuhan, kedaulatan & Keamanan Perbatasan
Wilayah negara & Kawasan Perbatasan

Tabel 2.2
Pelaksanaan Kewenangan Daerah Dalam PBWNKP

PROVINSI KAB/KOTA
Melaksanakan kebijakan Pembangunan & Melaksanakan kebijakan Pembangunan dan menetapkan
menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah & TP
otonomi daerah dan TP Menjaga & memelihara tanda batas
Melakukan koordinasi pembangunan di
Kawasan Perbatasan
Melakukan pembangunan Kawasan Melakukan Koordinasi dalam rangka pelaksanaan
Perbatasan antar Pemda dan/ atau antar pembangunan di Kawasan Perbatasan & di wilayah
pemda dengan pihak ketiga lainnya
Melakukan pengawasn pelaksanaan Melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar
pembangunan Kawasan Perbatasan yg Pemda & atau antara Pemda dengan pihak ketiga
dilaksanakan Pemkab/Kota
Wajib:
Menetapkan biaya pembangunan Kawasan
Perbatasan

Tugas Badan Pengelola sebagaimana yang tertuang dalam Amanat UU 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara ( Pasal 15 UU 43 ) dan pasal 3 Perpres 12/2010 tentang Tugas Badan Pengelola (di
Pusat dan daerah) adalah sebagai berikut:

 harus ditetapkan kebijakan & program.

 harus ada rencana kebutuhan anggaran.

 Pelaksanaan PBWNKP terkoordinasi

 haruss ada fasilitasi, monev.

 harus diawasi (utk akuntabilitas)

Laporan Pendahuluan 2-8


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Gambar 2.3
Tugas Pokok Badan Pengelolan Perbatasan

Dalam rangka mewujudkan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan, BNPP disusun dalan
unit organisasi beradasrkan asas koordinasi, Keanggotaan BNPP menuruj pada Pasal 6, Perpres
12/2010 tentang BNPP sebagaimana dalam tabel berikut ini.

CONCU
Tabel 2.3
Organisasi Badan Nasional Pengembangan Perbatasan
Pusat,
JABATAN KEDUDUKAN brdsrkan
Menko Polhukam KETUA PENGARAH
Menko Perekonomian WK. KETUA PENGARAH
Menko Kesra WK. KETUA PENGARAH
Mendagri KEPALA BNPP
Menlu, Menhan, Menhukham, Menkeu, Menteri Pu, Menhut, ANGGOTA
Menteri Kkp, Menteri Ppn/Kepala Bappenas, Menteri PDT
Panglima Tni, Kapolri, Kepala Bin, Kepala Bakorsurtanal
Gubernur provinsi terkait
(nad, sumut, riau, kepri, kalbar, kaltim, sulut, ntt, maluku,
malut, papua barat, papua)

Laporan Pendahuluan 2-9


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Semenatra itu, untuk pengembangan wilayah-wilayah perbatasan, terdapat lembaga yang diberikan
kewenangan mengelola wilayah perbatasan seperti Badan Pengembangan Perbatasan untuk daerah.
Koordinasi antara Badan Nasional Pengembangan Perbatasan (BNPP) dan Badan Pengembangan
Perbatasan (BPP) perlu dilakukan. Terdapat 14 kementerian, 4 lembaga dan 12 Gubernur/propinsi
yang bertugas mendukung pelaksanaan pengembangan wilayah perbatasan di Indonesia.

Gambar 2.4
Kedudukan Dan Peran Badan Pengelola

Pada umumnya terdapat 4 konsep dasar pengelolaan wilayah negara dan perbatasan, diantaranya
adalah alokasi, penetapan batas, penegasan batas dan manajemen. Alokasi adalah menetapkan
cakupan wilayah negara, termasuk dimana wilayah yang berbatasan dengan negara tetangganya.
Penetapan batas adalah mengidentikasi area-area yang overlaping dan harus ditentukan batasnya
dengan negara tetangga, penegasan batas adalah setelah garus batas ditetapkan didalam sebuah
perjanjian batas, dibuat penegasan dengan koordinat titik-titik batas dan dilampirkan pera ilustrasi
umum pada batasnya. Sedangkan manajemen adalah terdiri dari administrasi,
pengelolaan/pembangunan di garis batas, pembangunan kawasan perbatasan.

Laporan Pendahuluan 2-10


KISS
Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Gambar 2.5
Konsep Dasar Pengelolaan batas wilayah negara dan Kawasan Perbatasan

Gambar 2.6
Kebijakan PBWNKP

Stephen G.Jones

Laporan Pendahuluan 2-11


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

7 (tujuh) arah kebijakan pengelolaan batas wilayah negara dan Kawasan Perbatasan dalam GRAND
DESIGN (PBWNKP), diantaranya adalah:
1. Reorientasi Arah Kebijakan Pengelolaan Perbatasan
Mengubah arah kebijakan dari kecenderungan orientasi inward looking, ke orientasi outward
looking sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Elemen Strategi:
 Pengembangan Pendekatan Komprehensif Tiga Dimensi (kesra, hankam, dan lingkungan)
 Pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional sbg entry point pertumbuhan
 Pengembangan Dukungan Kebijakan Lintas Sektoral
2. Reposisi Peran Strategis Kawasan Perbatasan
Mengubah posisi kawasan perbatasan sebagai “ halaman belakang negara” yang kurang
perhatian & terlantar, ke posisi sebagai “beranda depan negara” yang memiliki peran strategis
pemacu perkembangan ekonomi regional maupun nasional
Elemen Strategi:
 Penyediaan Sarana dan Prasarana
 Pengembangan Pusat Pertumbuhan
 Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah dan Masyarakat
 Peningkatan Pengamanan dan Penegakan Hukum
3. Rekonsolidasi Daya Dukung Pengelolaan Perbatasan
Menata ulang daya dukung, kekuatan, dan peluang yang ada untuk dikonsolidasikan ulang agar
secara efektif dan efisien mampu dioptimalkan untuk kepentingan perbatasan, baik dalam
rangka percepatan penyelesaian batas wilayah negara maupun pembangunan perbatasan.
Elemen Strategi:
 Pengembangan Sinergitas Pengelolaan Perbatasan
 Optimalisasi pemanfaatan SDA dan SDM
 Pengembangan Sistem Pelayanan Khusus
 Pengembangan Wawasan Kebangsaan
4. Reformulasi Basis Pemikiran Dan Pengaturan Pengelolaan Perbatasan
Melakukan review dan merumuskan kembali pengaturan dan pedoman dalam penetapan
kebijakan program, penyusunan kebutuhan anggaran, koordinasi pelaksanaan, serta monev
dan pelaporan pengelolaan perbatasan agar lebih terfokus, responsif, dan terpadu
Elemen Strategi:
 Pengembangan Basis Manajemen

Laporan Pendahuluan 2-12


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

 Pengembangan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria


 Pengembangan Mekanisme dan Komitmen
5. Restrukturisasi Kewenangan Penanganan Perbatasan
Menata ulang kembali kewenangan penanganan perbatasan dari pola ad hoc, ke arah
pengelolaan penanganan perbatasan yang lebih bersifat khusus dan permanen dengan
terbentuknya struktur badan pengelola perbatasan di pusat maupun di Daerah perbatasan
Elemen Strategi:
 1. Penataan Ulang Struktur Penanganan Batas : dari “ad hoc” ke permanen
 Pembangian Kewenangan Pusat-Daerah dalam pengelolaan perbatasan
6. Revitalisasi Kemitraan Dan Kerjasama
Memperkuat jejaring kemitraan dan kerjasama percepatan penyelesaian permasalahan batas
wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan dengan memperhatikan aspek
lingkungan dan kaidah-kaidah hubungan antara negara
Elemen Strategi:
 Peningkatan Kerjasama Ekonomi Regional
 Peningkatan Ketahanan Regional
 Pengembangan Fasilitas Insentif
 Mengembangkan Kemitraan Pengelolaan Perbatasan
7. Reformasi Tata Laksana
Menata dan menerapkan sistem tata laksana pengelolaan perbatasan sesuai prinsip-prinsip
akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam upaya mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance)
Elemen Strategi:
 Pengembangan Prinsip-prinsip Good Governance : AKUNTABILITAS, TRANSPARANSI, DAN
PARTISIPASI
 Penataan ulang Manajemen Pengelolaan perbatasan YANG KOMPREHENSIF

AGENDA PRIORITAS
1. Percepatan penetapan dan penegasan batas wilayah negara
2. Penguatan Hankam dan penegakan hukum
3. Pengembangan ekonomi kawasan perbatasan, Sumber Daya Alam (SDA), dan lingkungan hidup
4. Peningkatan pelayanan sosial dasar dan budaya
5. Penguatan kapasitas kelembagaan pengelolaan perbatasan

Laporan Pendahuluan 2-13


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Tabel 2.4
Komparasi Agenda Prioritas Dgn Program/Kegiatan
AGENDA PROGRAM
PRIORITAS
PENETAPAN &  Penyusunan Cetak Biru (blueprint)
PENEGASAN BTS  Perundingan batas negara pada segmen bermasalah.
WIL NEG  Penataan struktur kelembagaan perundingan batas negara.
 Pemasangan tanda batas negara di perbatasan.
 Pembuatan peta batas negara.
 Pemeliharaan tanda batas negara.
 Sosialisasi batas negara kepada masyarakat.
 dsb
PERTAHANAN,  Penyusunan Cetak Biru (blueprint)
KEAMANAN,  Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana prasarana Pos
PENEGAKAN Pengamanan perbatasan.
HUKUM  Peningkatan cakupan pengawasan dan pengamanan pada Lokasi
Prioritas.
 Peningkatan ketersediaan fasillitas dan kualitas pelayanan PLB dalam
mengawasi dan memfasilitasi arus barang dan manusia antar negara pada
exit/entry point di Lokasi Prioritas.
 Penanganan pelanggaran lintas batas oleh instansi terkait di PLB.
 dsb.
PERTUMBUHAN  Penyusunan Cetak Biru (blueprint)
EKONOMI  Penyusunan Sistem Informasi Potensi
 Pengemb Pusat Pelayanan Satu Atap (one stop centre);
 Pengembangan Dana/Modal Ventura
 Pengemb Sistem Pemasaran Bersama
 Pembangunan Pusat Inkubasi
 Penyusunan Rencana dan Promosi Pariwisata
 Pemb infrastruktur dan pasar
 Pengembangan Kawasan/Klaster Usaha
PELAYANAN  Penyusunan Cetak Biru (blueprint)
SOSIAL DASAR  Pemb sarpras pendiidkan dasar & menengah
 Pemb sarpras aparatur pendidikan
 Penyusunan Sistem Pendidikan Berbasis Lokal
 Penyediaan tenaga medis
 Pemb Sarpras Pendukung Tenaga Medis
 Pemb Sarpras Rawat Inap
 Penyediaan Peralatan Medis
 Pemb sarpras pasar
 Pemb terminal produksi lokal
 Pengemb Usaha Mikro dan Kecil
 Pemb. jalan poros, jembatan & dermaga
 Pengemb Moda Transportasi Darat dan Laut.
 Pemb Sarpras Komunikasi dan Informasi
PENGUATAN  Penyusunan Cetak Biru (blueprint).
KELEMBAGAAN  Pengemb Sistem Perencanaan & Penganggaran Terpadu.
 Pengemb Sistem Koordinasi Pembangunan KP
 Penguatan Kapasitas Daerah Dalam Pelaksanaan Kewenangan
 Penyusunan SPM & NSPK Pelaksanaan Urusan Pemerintahan
 Pengemb Sarpras Pelayanan Pemerintahan

Laporan Pendahuluan 2-14


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

 Peningkatan Kapasitas Administrasi Pemerintahan dan


Pembangunan Desa.
 Penguatan Kapasitas Organisasi dan Tatalaksana Bdn Pengelola
Perbatasan.
 Pembangunan Sistem Informasi dan Database PBWNKP.
 Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Data dan Informasi.
 Penguatan Wawasan Kesatuan Bangsa
 Pemberdayaan Nilai-Nilai Sosial Budaya
Tabel 2.5
Uraian Kegiatan Dari Perspektif TUPOKSI Badan Pengelola (Pusat & Daerah)

NO TUPOKSI KEGIATAN SUB KEGIATAN


1. PENETAPAN  PENYUSUNAN  Penyusunan Rencana
KEBIJAKAN RENCANA INDUK & Kebutuhan Infrastruktur
PROGRAM PBWNKP RENCANA AKSI; Lokpri/Kawasan;
 JARING ASMARA PER LOKPRI
& KAWASAN (Optimalisasai
Peran Camat & Pemdes/Kel);
 Rakor Kawasan Perbatasan
Kab/Kota (Pramusrenbang
Perbatasan);
 Musrenbang Kab/Kota (Hsl
Rakor KP menjadi input);
 Rakor Perbatasan Prov
(Pramusrenbang Perbatasan);
 Musrenbang Prov;
 Rakornas Perbatasan
(Pramusrenbangnas);
 Musrenbangnas;
 Disseminasi (Pst & Daerah)
 Dst
PENETAPAN  PENYUSUNAN  Rakor Lintas K/L dan SKPD;
RENCANA PEDOMAN  Optimalisasai Kerja Sama
KEBUTUHAN PENETAPAN Antar Daerah, Antar Pusat dan
ANGGARAN ANGGARAN Daerah, dan Antar Pemerintah
TERPADU dan Swasta (Public Private)
PBWNKP;  Penetapan Regulasi
Penganggaran (Peraturan
BNPP, Permendagri ttg
Pedoman Penyusunan APBD,
PerKada).
 PENYUSUNAN  Koord & Supervisi Penyusunan
RENCANA KUA PPAS PBWNKP
KEBUTUHAN (Kebijakan Umum Anggaran &
ANGGARAN Penetapan Plafon Anggaran
PBWNKP PER Sementara);
LOKPRI/KAWASAN;  Optimalisasi Kerja Sama Antar
Daerah, Antar Pusat dan
Daerah, dan Antar Pemerintah
dan Swasta (Public Private)
 Penetapan Regulasi

Laporan Pendahuluan 2-15


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

NO TUPOKSI KEGIATAN SUB KEGIATAN


Penganggaran (Peraturan
BNPP, Permendagri ttg
Pedoman Penyusunan APBD
setiap tahun, dan Perkada).
3. KOORDINASI  PENYUSUNAN  Rakor Lintas K/L dan SKPD;
PEMBANGUNAN MEKANISME  FGD lintas pelaku (Pst dan
KAWASAN KOORDINASI; Daerah);
PERBATASAN  Penetapan Regulasi ttg
Mekanisme Koordinas
(Perpres, Peraturan BNPP,
PerKada).
 PELAKSANAAN  Disseminasi Kegiatan K/L &
KOORD Daerah (DAK, Dekon, TP, BLM
PEMBANGUNAN dsb);
INFRASTRUKTUR  Pilot Project Bersama di KP;
KP;  Koordinasi Pelaksanaan
Kegiatan Bersama
(Gerbangdutas, PNPM
Perbatasan dsb).
4. FASILITASI,  PENYUSUNAN  Fasilitasi FGD K/L & antar
PENGENDALIAN, PEDOMAN SKPD;
EVALUASI & PENGENDALIAN,  Fas. Penyusunan Instrumen
PENGAWASAN EVALUASI & Pengendalian;
PENGAWASAN  Fas. Penyusunan Instrumen
Evaluasi
 Fas. Penyusunan Instrumen
Pengawasan.
 PENGENDALIAN  Fasilitasi Monitoring Bersama
PEMBANGUNAN (lintas K/L & SKPD);
KP  Fas. Penyusunan Laporan Hasil
Monitoring;
 Disseminasi Hasil Monitoring.
 FASILITASI  Fasilitasi Penguatan Kapasitas
PENGUATAN Aparatur Bdn Pengelola &
KELEMBAGAAN Aparatur Pem KP dlm
Perencanaan, Pelaksanaan,
Pemanfaatan & Monev;
 Fas. Pelaksanaan Perencanaan
Partisipatip;
 Fas. Pengembangan Kegiatan
Stimulus berbasis Masy;
 Fas. Pengembangan
Kemitraan.
 Dsb
 EVALUASI  Fasilitasi FGD Lintas Pelaku di
PENGELOLAAN Lokpri/KP;
INFRASTRUKTUR  Fasilitasi FGD/Forum Lintas
KP SKPD;
 Fasilitasi Kunjungan Lapangan;
 Penyusunan Laporan Evaluasi.

Laporan Pendahuluan 2-16


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Laporan Pendahuluan 2-17


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Tabel 2.6
Klusterisasi Kawasan Perbatasan Negara

NO LOKPRI KATEGORI PRGRM PRIORITAS


1. DARAT  terpencil dan terisolasi: (belum ada  pembangunan jalan
jalan & sarpras pendukung, moda poros,dermaga dll.
transp.tradisional).  rehabilitasi &
 Tertinggal: (ada jalan, jembatan tapi revitalisasi, pengembangan
kondisi rusak berat, tidak ada moda moda transportasi
transportasi yang secararutin melayani)  Peningkatan sarpras &
 Berkembang: (ada jalan, jembatan moda transportasi.
tapi kondisi rusak berat, ada moda  Peningkatan dan
transportasi tapi tidak rutin namun sangat Pemliharaan.
memungkinkan untuk ditingkatkan
/feasible).
 Maju: (semua jenis sarpras dan
pendukung nya tersedia secara kuantitas
& kualitas)
2. LAUT  KLUSTER I: (PPKT tidak dapat dihuni  pembangunan sarpras
secara permanen, berkelanjutan dan pemeliharaan pulau sebagai
alamiah baik oleh masyarakat, penjaga titik terluar batas negara.
suar dan unsur TNI).  pembangunan sarpras
 KLUSTER II: (PPKT dapat dihuni hankam & gakum.
namun sampai saat ini hanya oleh unsur  pembangunan sarpras
TNI dan penjaga suar). Cat: Berhala. fisik, ekonomo, kesra &
 KLUSTER III: (PPKT dihuni oleh pemerintahan.
masyarakat, penjaga suar dan unsur TNI,  Pemeliharaan &
memiliki unsur-unsur /struktur pem’an Peningkatan Sarpras.
sederhana, termasuk pulau-pulau yg  Pengadaan Sarpras
dikelola pihak swasta).cat: miangas. Pendukung Oprasional.

Tabel 2.7
Arah Kebijakan Berdasarkan Kategori Lokpri
NO KATEGORI LOKPRI ARAH KEBIJAKAN
1. DARAT:  Pembangunan Jalan Poros Membuka
 Terpencil & Keterisolasian/Aksessibilitas).
Terisolasi  Peningkatan Fungsi Infrastruktur Yang Ada (Existing).
 Tertinggal  pembangunan sarpras pendukung peningkata
 Berkembang kapasitas sdm, kesehatan dan perekonomian lokal .
 Maju  Pebangunan Kawasan Pusat Pertumbuhan.
 pengembangan sarpras pelayanan publik kawasan
terisolasi/terpencil (mobile public services)
2. LAUT:  Pembangunan Sarpras Pelayaran Untuk Peningkatan
KLUSTER I Konnektifitas & Membuka Keterisolasian
KLUSTER II (Aksessibilitas Antar Pulau).
KLUSTER III  Pembangunan Infrastruktur Pendukung Peningkatan
Potensi.
 Pembangunan Pusat Pertumbuhan.
 Pembangunan Lumbung Pangan (sebagai kawasan
yang sulit dijangkau).

Laporan Pendahuluan 2-18


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

2.2. Landasan Teoritis


Infrastruktur diistilahkan mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi,
air, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia secara ekonomi dan sosial. Atau dengan kata lain merupakan
prasarana lingkungan

Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.378/1987 tentang Standar


Konstruksi Bangunan Indonesia, Lampiran 22 menyebutkan: ”Prasarana Lingkungan
adalah jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan
sampah, jaringan listrik”. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri
No.59/1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan PerMenDagri No.2/1987 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota menyebutkan bahwa ”Sistem utama jaringan
utilitas kota (pola jaringan fungsi primer dan sekunder) seperti air bersih, telepon,
listrik, gas, air kotor/drainase, air limbah”.

Enam kategori besar infrastruktur menurut Grigg meliputi:


1) Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan);
2) Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara);
3) Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air);
4) Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat);
5) Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar;
6) Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas);

Sedangkan kelompok fasilitas fisik menurut Grigg meliputi:


1) Sistem penyediaan air bersih, termasuk dam, reservoir, transmisi, treatment,
dan fasilitas distribusi;
2) Sistem manajemen air limbah, termasuk pengumpulan, treatment,
pembuangan, dan sistem pemakaian kembali;
3) Fasilitas manajemen limbah padat;

Laporan Pendahuluan 2-19


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

4) Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, jalan rel dan bandar udara. Termasuk
didalamnya adalah lampu, sinyal, dan fasilitas kontrol;
5) Sistem transit publik;
6) Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusi;
7) Fasilitas pengolahan gas alam;
8) Fasilitas pengaturan banjir, drainase, dan irigasi;
9) Fasilitas navigasi dan lalu lintas/jalan air;
10) Bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi, fasilitas pemadam
kebakaran;
11) Fasilitas perumahan;
12) Taman, tempat bermain, dan fasilitas rekreasi, termasuk stadion.

Infrastruktur dasar dalam suatu wilayah atau kawasan dibutuhkan secara vital oleh
masyarakat. Dalam implementasinya kebutuhan tersebut harus dipenuhi baik secara
pribadi maupun kelompok masyarakat. Pemenuhan tersebut sudah seharusnya
menjadi kewajiban pemerintah mengingat ketersediaan infrastruktur dasar
memerlukan modal yang sangat besar dan program berkesinambungan yang tidak
bisa dipenuhi secara swadaya oleh masyarakat.
Berkaitan dengan itu maka dikenal istilah Standar Pelayanan Minimal yang harus
dipenuhi oleh pemerintah, terutama terkait dengan penyediaan infrastruktur dasar.
Untuk infrastruktur di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia maka dibedakan
menjadi dua kategori yaitu:
1. Infrastruktur wilayah.
Berdasarkan Permen PU No. 14 Tahun 2010 tentang SPM bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang, maka infrastruktur dasar wilayah terkait dengan
sistem jaringan antar wilayah, yang meliputi:
a. Air baku
b. Irigasi
c. Jaringan jalan
d. Air Minum
e. Drainase

Laporan Pendahuluan 2-20


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

f. Air limbah
g. Persampahan
Sedangkan untuk mendukung infrastruktur wilayah tersebut perlu didukung pula
jaringan sebagai berikut:
a. Telekomunikasi
b. Energi (kelistrikan dan bahan bakar)
c. Transportasi
2. Infrastruktur khusus wilayah perbatasan.
Infrastruktur khusus ini terkait dengan fasilitas umum dan sosial untuk kegiatan
sosial ekonomi dan pertahanan keamanan. Infrastruktur ini meliputi antara lain:
a. Fasilitas pendidikan, berupa taman kanak-kanak, sekola dasar, sekolah
menengah pertama, sekolah menengah atas, dll.
b. Fasilitas peribadatan, berupa masjid, gereja, vihara, klenteng, dll.
c. Fasilitas perekonomian, berupa pasar, ruko, gudang, pos dll.
d. Fasilitas kesehatan, berupa puskesmas, posyandu, dll.
e. Fasilitas pemerintahan, berupa kantor kecamatan, desa, KUA, dll.
f. Fasilitas perumahan/permukiman, berupa kelompok dan tipe
perumahan/permukiman.
g. Fasilitas pertahanan dan keamanan berupa kantor polsek, koramil, pos lintas
batas, dll.
h. Fasilitas keimigrasian, berupa kantor imigrasi dan bea cukai, dll.

2.3. Standar Pelayanan Minimal Untuk Infrastruktur Wilayah


1. SPM Bidang Air Baku
a. Indikator Pelayanan Minimal
Tersedianya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari hari.
b. Pengertian:
Kinerja Sistem Jaringan Penyediaan Air Baku adalah kemampuan sistem
jaringan untuk membawa sejumlah air dari sumbernya ke Instalasi Pengolah
Air sesuai waktu dan tempat berdasarkan rencana pencapaian akses terhadap
air bersih yang ditetapkan dalam target MDGs bidang Air Minum.

Laporan Pendahuluan 2-21


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

c. Definisi Operasional
1) Bahwa kewajiban pemerintah berdasarkan target MDGs adalah
menyediakan air bersih secara kontinyu yang dapat diakses paling tidak
oleh 68.87 % (rata-rata) masyarakat Indonesia.
2) Kebutuhan minimal setiap orang akan air bersih per hari adalah 60 liter
atau 0,06 m3.
3) Sistem Jaringan penyediaan air baku terdiri dari bangunan penampungan
air , bangunan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan
pemantauan, sistem pemompaan, dan saluran pembawa/transmisi
beserta bangunan pelengkapnya yang membawa air dari sumbernya ke
Instalasi Pengolah Air.
4) Nilai SPM keandalan ketersediaan air baku merupakan rasio ketersediaan
air baku secara nasional yang merupakan kumulatif dari masing-masing
Instalasi Pengolah Air terhadap target MDGs kebutuhan air baku secara
nasional yang telahditetapkan.
d. Target
Persentase Target pencapaian Standar Pelayanan Minimal penyediaan air
baku untuk kebutuhan pokok minimal sehari-hari adalah 100% dari Minimal
Kebutuhan Air Baku pada Instalasi Pengolah Air di tiap kabupaten/kota.

2. SPM Bidang Irigasi


a. Indikator pelayanan minmal
tersedianya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah
ada.
b. Pengertian:
Kinerja jaringan irigasi adalah kemampuan jaringan untuk membawa
sejumlah air dari sumbernya ke petak petak sawah sesuai waktu dan tempat
berdasarkan rencana tata tanam yang telah ditetapkan.
c. Definisi Operasional
1) Kriterianya adalah bahwa masyarakat petani yang tergabung dalam
perkumpulan petani pemakai air dan petani pada sistem pertanian rakyat

Laporan Pendahuluan 2-22


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

pada daerah irigasi yang sudah ada berhak memperoleh dan memakai air
untuk kebutuhan pertanian;
2) Hak guna pakai air untuk irigasi diberikan kepada masyarakat petani
melalui perkumpulan petani pemakai air, dan bagi pertanian rakyat yang
berada dalam sistem irigasi yang sudah ada diperoleh tanpa izin;
3) Izin sebagaimana dimaksud pada butir 2) diberikan dalam bentuk
keputusan gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
4) Hak guna pakai air bagi petani yang tergabung dalam perkumpulan
petani pemakai air dan petani untuk pertanian rakyat sebagaimana
disebut pada butir 2) harus diwujudkan dalam Rencana Tata Tanam yang
ditetapkan oleh Gubernur/bupati/walikota;
5) Nilai SPM keandalan ketersediaan air irigasi merupakan rasio
ketersediaan air irigasi di petak-petak sawah dalam jumlah, waktu dan
tempat pada setiap musim tanam terhadap kebutuhan air irigasi
berdasarkan rencana tata tanam yang telah ditetapkan.
d. Target
Target pencapaian SPM adalah sebesar 70% (kinerja baik) pada tahun 2014.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 Tahun 2007 tentang
Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, Indeks Kinerja Sistem
Irigasi dengan nilai :
- 80-100 : kinerja sangat baik
- 70-79 : kinerja baik
- 55-69 : kinerja kurang dan perlu perhatian
- < 55 : kinerja jelek dan perlu perhatian

3. SPM Bidang Jaringan Jalan


a) Aspek Aksesibilitas
1. Indikator Pelayanan Minimal
Tersedianya jalan yang menghubungkan pusat – pusat kegiatan dalam
wilayah kabupaten/kota.
2. Definisi Operasional

Laporan Pendahuluan 2-23


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

 Kriteria aksesibilitas adalah bahwa setiap pusat kegiatan (PK) dalam


suatu wilayah terhubungkan oleh jaringan jalan sesuai statusnya
sehingga tidak ada satupun PK yang belum terhubungkan (terisolasi).
Jika masih ada PK yang belum terhubungkan, maka perlu diketahui
tentang rencana pembangunan jalan penghubung yang
menghubungkan PK yang terisolasi tersebut.
 Nilai SPM aksesibilitas adalah panjang jalan yang menghubungkan
seluruh PK, dinyatakan dalam prosentase panjang jalan yang terbangun
pada tahun akhir pencapaian SPM terhadap panjang total jalan yang
menghubungkan seluruh PK dalam wilayah sesuai statusnya.
3. Target
SPM Aksesibilitas adalah 100% pada tahun 2014. Target diberikan untuk
pemerintah daerah yang mempunyai rencana pengembangan infrastruktur
jalan. Apabila ada PK yang belum terhubungkan dengan infrastruktur jalan
namun dalam program Pemerintah Daerah sampai dengan 2014 PK
tersebut dihubungkan dengan moda transportasi lainnya, maka
pencapaian SPM Aksesibilitas dianggap tercapai.

b) Aspek Mobilitas
1. Indikator pelayanan minimal
Tersedianya jalan yang memudahkan masyarakat per individu melakukan
perjalanan.
a. Definisi Operasional
1) SPM Mobilitas jaringan jalan dievaluasi dari keterhubungan
antarpusat kegiatan dalam wilayah yang dilayani oleh jaringan jalan
sesuai statusnya dan banyaknya penduduk yang harus dilayani oleh
jaringan jalan tersebut;
2) Angka mobilitas adalah rasio antara jumlah total panjang jalan yang
menghubungkan semua pusat-pusat kegiatan terhadap jumlah
total penduduk yang ada dalam wilayah yang harus dilayani

Laporan Pendahuluan 2-24


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

jaringan jalan sesuai dengan statusnya, dinyatakan dalam satuan


Km/(10.000 jiwa);
3) Pencapaian nilai SPM mobilitas dinyatakan oleh persentase
pencapaian mobilitas pada akhir tahun pencapaian SPM terhadap
angka mobilitas yang ditentukan.
b. Target
SPM Mobilitas adalah 100% pada tahun 2014.

c) Aspek Keselamatan
1. Indikator pelayanan minimal
Tersedianya jalan yang menjamin pengguna jalan berkendara dengan
selamat.
2. Definisi Operasional
 SPM Keselamatan untuk jaringan jalan adalah pemenuhan kondisi fisik
ruasruas jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan dalam
wilayah yang dilayani oleh jaringan jalan terhadap:
a. Parameter perencanaan teknis jalan sebagaimana termuat di dalam
dokumen rencana teknis dari ruas-ruas jalan yang bersangkutan
(jika dokumen rencana teknis tidak ada, gunakan Tabel 1).
b. Persyaratan teknis dan administrasi Laik Fungsi Jalan ruas-ruas jalan
yang bersangkutan, yang penetapannya diatur dalam Peraturan
Menteri nomor 11/PRT/M/2010 tentang Tatacara, Persyaratan, dan
Penetapan Laik Fungsi Jalan;
 Nilai SPM Keselamatan adalah prosentase panjang ruas-ruas jalan
yang memenuhi semua kriteria keselamatan terhadap seluruh panjang
jalan yang menghubungkan semua PK.
3. Target
SPM Keselamatan adalah 60% pada tahun 2014.

Laporan Pendahuluan 2-25


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

d) Kondisi Jalan
1. Indikator pelayanan minimal
Tersedianya jalan yang menjamin kendaraan dapat berjalan dengan
selamat dan nyaman.
2. Definisi Operasional
 SPM kondisi jalan adalah kondisi kerataan permukaan perkerasan
jalanyang harus dicapai sesuai dengan nilai kerataan perkerasan jalan
seperti tercantum dalam Tabel 1.
 Kriteria kondisi jalan adalah bahwa setiap ruas jalan harus memiliki
kerataan permukaan jalan yang memadai bagi kendaraan untuk dapat
dilalui oleh kendaraan dengan cepat, aman, dan nyaman.
 Nilai SPM Kondisi Jalan adalah prosentase panjang jalan yang
memenuhi kriteria kondisi jalan terhadap seluruh panjang jalan yang
menghubungkan seluruh pusat-pusat kegiatan dalam wilayah
kabupaten/kota.
 Nilai kondisi jalan diukur menggunakan alat ukur kerataan permukaan
jalan (roughometer) atau diukur secara visual (Penilaian Kondisi Jalan).
3. Target
SPM Kondisi Jalan adalah 60% pada tahun 2014.

e) Kecepatan
1. Indikator pelayanan minimal
Tersedianya jalan yang menjamin perjalanan dapat dilakukan sesuai
dengan kecepatan rencana.
2. Definisi Operasional
 Kriteria Kecepatan adalah bahwa setiap ruas jalan telah terbangun
sesuai dengan kecepatan rencananya.
 Nilai SPM Kecepatan adalah prosentase panjang jalan yang memenuhi
kriteria kecepatan terhadap seluruh panjang jalan yang
menghubungakan pusat-pusat kegiatan dalam wilayah kabupaten/kota.
 Nilai kecepatan diukur oleh kecepatan bebas ruas jalan tersebut.

Laporan Pendahuluan 2-26


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

3. Target
SPM Kecepatan adalah 60% pada tahun 2014.
4. SPM Bidang Air Minum AKSES AIR MINUM YANG AMAN
a. Indikator pelayanan minimal:
Tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air
Minum dengan Jaringan Perpipaan dan Bukan Jaringan Perpipaan.
b. Pengertian
- Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.
- Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang
sehat, bersih, dan produktif.
- Sistem penyediaan air minum dengan jaringan perpipaan yang selanjutnya
disebut SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik
dari prasarana dan sarana air minum yang unit distribusinya melalui
perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan sambungan
rumah/sambungan pekarangan, hidran umum, dan hidran kebakaran.
- Sistem penyediaan air minum bukan jaringan perpipaan yang selanjutnya
disebut SPAM BJP merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non
fisik dari prasarana dan sarana air minum baik bersifat individual, komunal,
maupun komunal khusus yang unit distribusinya dengan atau tanpa
perpipaan terbatas dan sederhana, dan tidak termasuk dalam SPAM.
- SPAM BJP terlindungi adalah SPAM BJP yang dibangun dengan mengacu
pada ketentuan teknis yang berlaku dan melalui ataupun tanpa proses
pengolahan serta memenuhi persyaratan kualitas air minum sesuai
persyaratan kualitas berdasarkan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
- SPAM BJP tidak terlindungi adalah SPAM BJP yang dibangun tanpa
mengacu pada ketentuan teknis yang berlaku dan belum memenuhi
persyaratan kualitas air minum sesuai persyaratan kualitas berdasarkan

Laporan Pendahuluan 2-27


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

- peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di


bidang kesehatan.
- Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non-fisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum)
dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum
kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik.
- Skala individu adalah lingkup rumah tangga.
- Skala komunal adalah lingkup penyediaan air minum yang menggunakan
SPAM BJP, dan unit distribusinya dapat menggunakan perpipaan terbatas
dan sederhana (bukan berupa jaringan perpipaan yang memiliki jaringan
distribusi utama, pipa distribusi pembawa, dan jaringan distribusi
pembagi).
- Skala komunal khusus adalah lingkup penyediaan air minum di rumah
susun bertingkat, apartemen, hotel, dan perkantoran bertingkat, yang
dapat meliputi perpipaan dari sumber air atau instalasi pengolahan air
tersendiri dan tidak tersambung dengan SPAM ke masing-masing
bangunan bertingkat tersebut, serta tidak termasuk jaringan perpipaan
(plambing) di dalam bangunan tersebut.
c. Definisi Operasional
- Kriteria air minum yang aman melalui SPAM dengan jaringan perpipaan
dan bukan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60
liter/orang/hari adalah bahwa sebuah kabupaten/kota telah memiliki
SPAM dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan
terlindungi (sesuai dengan standar teknis berlaku) dengan penyelenggara
baik BUMN, BUMD, Badan Usaha Swasta, Koperasi, maupun kelompok
masyarakat, dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari dan
diharapkan dapat meningkatkan cakupan pelayanannya.
- Kebutuhan pokok minimal merupakan kebutuhan untuk mendapatkan
kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif, dengan penggunaan air

Laporan Pendahuluan 2-28


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

hanya untuk minum – masak, cuci pakaian, mandi (termasuk sanitasi),


bersih rumah, dan ibadah.
- Nilai SPM cakupan akses terhadap air minum yang aman melalui SPAM
dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi
adalah peningkatan jumlah unit pelayanan baik melalui Sambungan
Rumah, Hidran Umum, maupun Terminal Air yang dinyatakan dalam
persentase peningkatan jumlah masyarakat yang mendapatkan
pelayanan SPAM dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan terlindungi pada akhir tahun pencapaian SPM terhadap jumlah
total masyarakat di seluruh kabupaten/kota.
d. Target
1. Target pencapaian SPM air minum yang aman melalui SPAM dengan
jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan
kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari pada tahun 2014.
2. Akses aman terhadap air minum meliputi Sistem Penyediaan Air Minum
dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi.

5. SPM Bidang Air Limbah Permukiman


a. Indikator Pelayanan Minimal:
1. Tersedianya Sistem Air Limbah Setempat yang Memadai
2. Tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota
b. Pengertian
- Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau
kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen
dan asrama.
- Sistem pembuangan air limbah setempat adalah sistem permbuangan air
limbah secara individual yang diolah dan dibuang di tempat. Sistem ini
meliputi cubluk, tanki septik dan resapan, unit pengolahan setempat
lainnya, sarana pengangkutan, dan pengolahan akhir lumpur tinja.
- Unit pengolahan setempat lainnya yang dimaksud di atas adalah unit atau
paket lengkap pengolahan air limbah yang dikembangkan dan dipasarkan,

Laporan Pendahuluan 2-29


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

baik oleh lembaga-lembaga penelitian maupun oleh produsen-produsen


tertentu untuk digunakan oleh perumahan, gedung-gedung perkantoran,
fasilitas umum, fasilitas sosial, dan gedung-gedung komersial setelah
dinyatakan layak secara teknis oleh lembaga yang berwenang.
- Tangki septik adalah bak kedap air untuk mengolah air limbah, berbentuk
empat persegi panjang atau bundar yang dilengkapi tutup, penyekat, pipa
masuk/keluar dan ventilasi. Fungsinya untuk merubah sifat-sifat air
limbah, agar curahan ke luar dapat dibuang ke tanah melalui resapan
tanpa mengganggu lingkungan.
- Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja adalah Instalasi pengolahan air limbah
yang didesain hanya menerima lumpur tinja melalui mobil atau gerobak
tinja (tanpa perpipaan).
- Baku mutu air limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas
ke air permukaan.
- Sewerage Skala Komunitas adalah upaya pembuangan air limbah dari
rumah rumah langsung dimasukkan ke jaringan pipa yang dipasang di luar
pekarangan yang dialirkan kesatu tempat (pengolahan) untuk diolah
sampai air limbah tersebut layak dibuang ke perairan terbuka dan
diutamakan untuk kawasan permukiman kumuh dengan maksimum
pelayanan 200 KK. Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah rangkaian
unit-unit pengolahan pendahuluan, pengolahan utama, pengolahan kedua
dan pengolahan tersier bila diperlukan, beserta bangunan pelengkap
lainnya, yang dimaksudkan untuk mengolah air limbah agar bisa mencapai
standar kualitas baku mutu air limbah yang ditetapkan.
c. Definisi Operasional
1. Kriteria tingkat pelayanan adalah bahwa sebuah kabupaten/kota dengan
jumlah masyarakat minimal 50.000 jiwa yang telah memiliki tangki septik
(sesuai dengan standar teknis berlaku) diharapkan memiliki sebuah IPLT

Laporan Pendahuluan 2-30


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

yang memiliki kualitas efluen air limbah domestik tidak melampaui baku
mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan.
2. Nilai SPM tingkat pelayanan adalah jumlah masyarakat yang dilayani
dinyatakan dalam prosentase jumlah masyarakat yang memiliki tangki
septik pada tahun akhir SPM terhadap jumlah total masyarakat yang
memiliki tangki septik di seluruh kabupaten/kota.
3. Kriteria ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah
bahwa pada kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha diharapkan memiliki
sebuah sistem jaringan dan pengolahan air limbah skala
komunitas/kawasan/kota dengan kualitas efluen instalasi pengolahan air
limbah tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah
ditetapkan.
4. Nilai SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah
nilai tingkat pelayanan sistem jaringan dan pengolahan air limbah
dinyatakan dalam prosentase jumlah masyarakat yang terlayani sistem
jaringan dan pengolahan air limbah skala komunitas/kawasan/kota pada
tahun akhir SPM terhadap jumlah total penduduk di seluruh
kabupaten/kota tersebut.
d. Target
1. SPM tingkat pelayanan adalah 60% pada tahun 2014.
2. SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah 5%
pada tahun 2014.

6. SPM Bidang Pengelolaan Sampah


a. Indikator Pelayanan Minimal
1. Tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan.
2. Tersedianya sistem penanganan sampah di perkotaan.
b. Pengertian
- Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah,
pendaur ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah.

Laporan Pendahuluan 2-31


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

- Penanganan sampah terdiri dari kegiatan pemilahan,


pengumpulan,pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.
- Pemilahan sampah adalah pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
- Pengumpulan sampah adalah pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
- Pengangkutan sampah adalah membawa sampah dari sumber dan/atau
daritempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.
- Pengolahan sampah adalah bentuk mengubah karakteristik, komposisi,
dan jumlah sampah.
- Pemrosesan akhir sampah adalah proses pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan ke media lingkungan secara aman bagi manusia
dan lingkungan.
c. Definisi Operasional
1. Definisi pengurangan sampah;
- Setiap sampah dikumpulkan dari sumber ke tempat pengolahan
sampahperkotaan, yang selanjutnya dipilah sesuai jenisnya,
digunakan kembali, didaur ulang, dan diolah secara optimal,
sehingga pada akhirnya hanya residu yang dikirim ke Tempat
Pemrosesan Akhir.
- SPM fasilitas pengurangan sampah di perkotaan adalah volume
sampah diperkotaan yang melalui guna ulang, daur ulang,
pengolahan di tempat pengolahan sampah sebelum akhirnya masuk
ke TPA terhadap volume seluruh sampah kota, dinyatakan dalam
bentuk prosentase.
2. Definisi sistem penanganan sampah:
- Pelayanan minimal persampahan dilakukan melalui pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan sampah rumah tangga ke TPA secara

Laporan Pendahuluan 2-32


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

berkala minimal 2 (dua) kali seminggu, pengolahan dan pemrosesan


akhir sampah.
- Penyediaan lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang ramah
lingkungan adalah jumlah TPA yang memenuhi kriteria dan
dioperasikan secara layak (controlled landfill/sanitary landfill)/ramah
lingkungan terhadap jumlah TPA yang ada di perkotaan, dinyatakan
dalam bentuk prosentase.
3. Dalam rangka perlindungan lingkungan dan makhluk hidup, TPA harus:
- Dilengkapi dengan zona penyangga.
- Menggunakan metode lahan urug terkendali (controlled landfill) untuk
kota sedang dan kecil.
- Menggunakan metode lahan urug saniter (sanitary landfill) untuk kota
besar dan metropolitan.
- Tidak berlokasi di zona holocene fault.
- Tidak boleh di zona bahaya geologi.
- Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dan 3 meter (bila tidak
memenuhi maka harus diadakan masukan teknologi).
- Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dan 10-6cm/det (bila tidak
memenuhi maka harus diadakan masukan teknologi).
- Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dan 100 meter di
hilir aliran (bila tidak memenuhi maka harus diadakan masukan
teknologi).
- Kemiringan zona harus kurang dan20 %.
- Jarak dan lapangan terbang harus lebih besar dan 3.000 meter untuk
penerbangan turbo jet dan harus Iebih besar dan 1.500 meter untuk
jenis lain.
- Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir
dengan periode ulang 25 tahun.
- Memantau kualitas hasil pengolahan leachate yang dibuang ke
sumber air baku dan/atau tempat terbuka, dilakukan secara berkala
oleh instansi yang berwenang.

Laporan Pendahuluan 2-33


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

4. SPM pelayanan sampah adalah jumlah penduduk yang terlayani dalam


sistem penanganan sampah terhadap total jumlah penduduk di
Kabupaten/Kota tersebut, dinyatakan dalam bentuk prosentase.
d. Target
1. SPM Timbulan sampah yang berkurang ke TPA adalah 20% untuk 2014.
2. SPM Pengangkutan Sampah 70% untuk 2014.

7. SPM Bidang Drainase


a. Indikator Pelayanan Minimal
1. Tersedianya Sistem Jaringan Drainase Skala Kawasan dan Skala Kota.
2. Tidak Terjadinya Genangan > 2 Kali/Tahun.
b. Pengertian
1. Adalah sistem jaringan saluran-saluran air yang digunakan untuk
pematusan air hujan, yang berfungsi menghindarkan genangan
(inundation) yang berada dalam suatu kawasan atau dalam batas
administratif kota.
2. Yang disebut genangan (inundation) adalah terendamnya suatu
kawasan permukiman lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam.
Terjadinya genangan ini tidak boleh lebih dari 2 kali pertahun.
c. Definisi Operasional
1. Tersedianya sistem jaringan drainase adalah ukuran pencapaian
kegiatan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan penyediaan sistem
drainase diwilayahnya, baik bersifat struktural yaitu pencapaian
pembangunan fisik yang mengikuti pengembangan perkotaannya,
maupun bersifat non-struktural yaitu terselenggaranya pengelolaan dan
pelayanan drainase oleh Pemerintah Kota/Kabupaten yang berupa
fungsionalisasi institusi pengelola drainase dan penyediaan peraturan
yang mendukung penyediaan dan pengelolaannya.
2. Genangan (inundation) yang dimaksud adalah air hujan yang
terperangkap didaerah rendah/cekungan di suatu kawasan, yang tidak
bisa mengalir ke badan air terdekat. Jadi bukan banjir yang merupakan

Laporan Pendahuluan 2-34


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

limpasan air yang berasal dari daerah hulu sungai di luar kawasan/kota
yang membanjiri permukiman di daerah hilir.
d. Target
1. SPM sistem jaringan drainase skala kawasan dan kota ditargetkan
sebesar 50% pada tahun 2014.
2. Pencapaian 100% diharapkan bertahap mengingat saat ini banyak
Pemerintah Kota/Kabupaten yang belum mempunyai Rencana Induk
Sistem Drainase Perkotaan maupun penerapan O/P secara konsisten.
3. SPM ditargetkan sebesar 50% pada tahun 2014.
4. Pencapaian 100% dilakukan secara bertahap, mengingat
Kabupaten/Kota yang mempunyai wilayah yang sering tergenang akan
memerlukan kolam retensi (polder). Tidak semua daerah akan mampu
membangunnya, sehingga Memerlukan upaya dan waktu agar
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memberikan dana stimulan.

2.4 Standar Nasional Indonesia (SNI 03-1733-2004) mengenai Tata cara


perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Dalam menentukan besaran standar untuk perencanaan lingkungan perumahan kota
yang meliputi perencanaan sarana hunian, prasarana dan sarana lingkungan, menggunakan
pendekatan besaran kepadatan penduduk.

Dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana lingkungan, didasarkan pada


beberapa ketentuan khusus, yaitu:
1. besaran standar ini direncanakan untuk kawasan dengan kepadatan penduduk <200
jiwa/ha;
2. untuk mengatasi kesulitan mendapatkan lahan, beberapa sarana dapat dibangun secara
bergabung dalam satu lokasi atau bangunan dengan tidak mengurangi kualitas
lingkungan secara menyeluruh;
3. untuk kawasan yang berkepadatan >200 jiwa/ha diberikan reduksi 15-30% terhadap
persyaratan kebutuhan lahan; dan
4. perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan harus
direncanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan keberadaan prasarana dan

Laporan Pendahuluan 2-35


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas secara
menyeluruh.

a. Sarana pemerintahan dan pelayanan umum


Yang termasuk dalam sarana pemerintahan dan pelayanan umum adalah:
 kantor-kantor pelayanan / administrasi pemerintahan dan administrasi
kependudukan;
 kantor pelayanan utilitas umum dan jasa; seperti layanan air bersih (PAM),
listrik (PLN), telepon, dan pos; serta
 pos-pos pelayanan keamanan dan keselamatan; seperti pos keamanan dan
pos pemadam kebakaran.
Dasar penyediaan sarana pemerintahan dan pelayanan umum untuk melayani
setiap unit administrasi pemerintahan baik yang informal (RT dan RW) maupun
yang formal (Kelurahan dan Kecamatan), dan bukan didasarkan semata-mata
pada jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut.
Dasar penyediaan sarana ini juga mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat
terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai
konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan sarana
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan
dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

b. Prasarana/Utilitas – Jaringan jalan


Lingkungan perumahan harus disediakan jaringan jalan untuk pergerakan
manusia dan kendaraan, dan berfungsi sebagai akses untuk penyelamatan
dalam keadaan darurat. Dalam merencanakan jaringan jalan, harus mengacu
pada ketentuan teknis tentang pembangunan prasarana jalan perumahan,
jaringan jalan dan geometri jalan yang berlaku, terutama mengenai tata cara
perencanaan umum jaringan jalan pergerakan kendaraan dan manusia, dan
akses penyelamatan dalam keadaan darurat drainase pada lingkungan
perumahan di perkotaan. Salah satu pedoman teknis jaringan jalan diatur dalam

Laporan Pendahuluan 2-36


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Pedoman Teknis Prasarana Jalan Perumahan (Sistem Jaringan dan Geometri


Jalan), Dirjen Cipta Karya, 1998.

Jenis prasarana dan utilitas pada jaringan jalan yang harus disediakan ditetapkan
menurut klasifikasi jalan perumahan yang disusun berdasarkan hirarki jalan,
fungsi jalan dan kelas kawasan/lingkungan perumahan. Penjelasan dalam tabel
ini sekaligus menjelaskan keterkaitan jaringan prasarana utilitas lain, yaitu
drainase, sebagai unsur yang akan terkait dalam perencanaan jaringan jalan ini.

c. Prasarana/ Utilitas – Jaringan drainase


Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan drainase sesuai ketentuan dan
persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah
berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan drainase
lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satu ketentuan yang berlaku adalah
SNI 02-2406-1991 tentang Tata cara perencanaan umum drainase perkotaan.
Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan
ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan, yang harus
disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan. Bagian dari jaringan
drainase adalah:
 Badan penerima air
1. Sumber air di permukaan tanah (laut, sungai, danau)
2. Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer)
 Bangunan pelengkap
1. Gorong-gorong
2. Pertemuan saluran
3. Bangunan terjunan
4. Jembatan
5. Street inlet
6. Pompa
7. Pintu air

Laporan Pendahuluan 2-37


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

d. Prasarana/ Utilitas – Jaringan air bersih


Secara umum, setiap rumah harus dapat dilayani air bersih yang memenuhi
persyaratan untuk keperluan rumah tangga. Untuk itu, lingkungan perumahan
harus dilengkapi jaringan air limbah sesuai ketentuan dan persyaratan teknis
yang diatur dalam peraturan/perundangan yang telah berlaku, terutama
mengenai tata cara perencanaan umum jaringan air bersih lingkungan
perumahan di perkotaan.
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air bersih yang harus disediakan
pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:
 kebutuhan air bersih;
 jaringan air bersih;
 kran umum; dan
 hidran kebakaran

e. Prasarana/ Utilitas – Jaringan air limbah


Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan air limbah sesuai ketentuan
dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan / perundangan yang telah
berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan air limbah
lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satunya adalah SNI-03-2398-2002
tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan, serta
pedoman tentang pengelolaan air limbah secara komunal pada lingkungan
perumahan yang berlaku.
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air limbah yang harus disediakan
pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:
 septik tank;
 bidang resapan; dan
 jaringan pemipaan air limbah.

Laporan Pendahuluan 2-38


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

f. Prasarana/ Utilitas – Jaringan persampahan


Lingkungan perumahan harus dilayani sistem persampahan yang mengacu pada:
5. SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengolahan sampah
perkotaan;
6. SNI 03-3242-1994 tentang Tata cara pengelolaan sampah di permukiman; dan
7. SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi tempat pembuangan
akhir sampah.
Jenis-jenis elemen perencanaan yang harus disediakan adalah gerobak sampah;
bak sampah; tempat pembuangan sementara (TPS); dan tempat pembuangan
akhir (TPA).

g. Prasarana/ Utilitas – Jaringan listrik


ketentuan dan persyaratan teknis yang mengacu pada:
1. SNI 04-6267.601-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 601: Pembangkitan,
Penyaluran dan Pendistribusian Tenaga Listrik – Umum);
2. SNI 04-8287.602-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 602: Pembangkitan);
dan
3. SNI 04-8287.603-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 603: Pembangkitan,
Penyaluran dan Pendistribusian Tenaga Listrik – Perencanaan dan
Manajemen Sistem Tenaga Listrik);
Pemasangan seluruh instalasi di dalam lingkungan perumahan ataupun dalam
bangunan hunian juga harus direncanakan secara terintegrasi dengan
berdasarkan peraturanperaturan dan persyaratan tambahan yang berlaku,
seperti:
1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL);
2. peraturan yang berlaku di PLN wilayah setempat; dan
3. peraturan-peraturan lain yang masih juga dipakai seperti antara lain AVE.
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan listrik yang harus disediakan pada
lingkungan perumahan di perkotaan adalah:
 kebutuhan daya listrik; dan
 jaringan listrik.

Laporan Pendahuluan 2-39


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

h. Prasarana/ Utilitas – Jaringan telepon


Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
1) Penyediaan kebutuhan sambungan telepon
a) tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon
umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa atau dengan
menggunakan asumsi berdasarkan tipe rumah sebagai berikut:
- R-1, rumah tangga berpenghasilan tinggi : 2-3 sambungan/rumah
- R-2, rumah tangga berpenghasilan menengah : 1-2 sambungan/rumah
- R-3, rumah tangga berpenghasilan rendah : 0-1 sambungan/rumah
b) dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap 250
jiwa penduduk (unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan
lingkungan RT tersebut;
c) ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius
bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m;
d) penempatan pesawat telepon umum diutamakan di area-area publik seperti
ruang terbuka umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan dengan bangunan
sarana lingkungan; dan
e) penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca (hujan dan
panas matahari) yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kenyamanan
pemakai telepon umum tersebut.
2) Penyediaan jaringan telepon
a) tiap lingkungan rumah perlu dilayani jaringan telepon lingkungan dan jaringan
telepon ke hunian;
b) jaringan telepon ini dapat diintegrasikan dengan jaringan pergerakan (jaringan
jalan) dan jaringan prasarana / utilitas lain;
c) tiang listrik yang ditempatkan pada area Damija (≈daerah milik jalan, lihat
Gambar 1 mengenai bagian-bagian pada jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak
menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar; dan
d) stasiun telepon otomat (STO) untuk setiap 3.000 – 10.000 sambungan dengan
radius pelayanan 3 – 5 km dihitung dari copper center, yang berfungsi sebagai
pusat pengendali jaringan dan tempat pengaduan pelanggan.

Laporan Pendahuluan 2-40


Identifikasi Infrastruktur Ekonomi Di Lokasi Prioritas I Pada 5 (Lima)
Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat

Adapun data dan informasi yang diperlukan untuk merencanakan penyediaan


sambungan telepon rumah tangga adalah:
a) rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota dan perkembangan lokasi yang
direncanakan, berkaitan dengan kebutuhan sambungan telepon;
b) tingkat pendapatan keluarga dan kegiatan rumah tangga untuk mengasumsikan
kebutuhan sambungan telepon pada kawasan yang direncanakan;
c) jarak terjauh rumah yang direncanakan terhadap Stasiun Telepon Otomat (STO),
berkaitan dengan kebutuhan STO pada kawasan yang direncanakan;
d) kapasitas terpasang STO yang ada; dan
e) teknologi jaringan telepon yang diterapkan, berkaitan radius pelayanan.

i. Prasarana/ Utilitas – Jaringan transportasi lokal


Lingkungan perumahan direkomendasikan untuk dilalui sarana jaringan
transportasi local atau memiliki akses yang tidak terlampau jauh (maksimum 1
km) menuju sarana transportasi tersebut. Lingkungan perumahan harus
dilengkapi jaringan transportasi sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang
diatur dalam peraturan / perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai
tata cara perencanaan umum jaringan transportasi lingkungan perumahan di
perkotaan.
Perencanaan lingkungan permukiman dalam skala besar berpengaruh terhadap
peningkatan pergerakan penduduk/warga, sehingga harus diimbangi dengan
ketersediaan prasarana dan sarana jaringan transportasi umum lokal, jaringan
sirkulasi pedestrian yang mendukung pergerakan dari menuju pusat kegiatan
dan lingkungan hunian, serta jaringan parkir yang terintegrasi dalam daya
dukung lingkungan yang disesuaikan dengan pusat kegiatan yang ada.
Berbagai jenis elemen perencanaan terkait dengan penyediaan sarana dan
prasarana yang harus direncanakan dan disediakan pada jaringan transportasi
lokal adalah:
1. sistem jaringan sirkulasi kendaraan pribadi dan kendaraan umum berikut
terminal / perhentiannya;
2. sistem jaringan sirkulasi pedestrian; dan
3. sistem jaringan parkir.

Laporan Pendahuluan 2-41

Anda mungkin juga menyukai