Bab
TINJAUAN KEBIJAKAN DAN TEORITIS 2
Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintan No. 17 Tahun 2007 tentang
RPJPN Tahun 2005 – 2025 adalah untuk: (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan
dalam pencapaian tujuan nasional, (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik
antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (c)
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan
dan berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
Visi merupakan penjabaran cita-cita berbangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terciptanya masyarakat yang
terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan.
Visi pembangunan nasional tahun 2005– 2025 adalah: INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL
DAN MAKMUR
Visi pembangunan RPJPN 2005-2025 tersebut memberikan arah pencapaiannya melalui delapan (8)
misi pembangunannya, yaitu: (1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila, (2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-
saing, (3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, (4) Mewujudkan Indonesia
aman, damai dan bersatu, (5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, (6)
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari, (7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, (8) Mewujudkan Indonesia berperan
penting dalam pergaulan dunia internasional.
Arah pembangunan jangka panjang nasional Tahun 2005 – 2025 terkait penataan ruang di daerah
dan mewujudkan Misi (5) yang terkait langsung dengan tujuan penataan ruang di Kecamatan
Tanimbar Utara, diantaranya adalah sebagai berikut :
e. Percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah ditingkatkan, terutama di luar Pulau
Jawa dengan memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota
masing-masing.
g. Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap
sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan
berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam rangka
mengoptimalkan penataan ruang perlu ditingkatkan (a) kompetensi sumber daya manusia dan
kelembagaan di bidang penataan ruang, (b) kualitas rencana tata ruang, dan (c) efektivitas
penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian
pemanfaatan ruang.
i. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada
(1) peningkatan kualitas pengelolaan asset (asset management) dalam penyediaan air minum
dan sanitasi; (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat;
(3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional; dan (4)
penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.
Sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional menyatakan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah ke-2 Tahun 2010-
2014 diarahkan untuk memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang, dengan
menekankan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia termasuk pengembangan
kemampuan ilmu dan teknologi, serta penguatan daya saing perekonomian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mendukung pengembangan perekonomian nasional.
Usaha-usaha Perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi pemerintah Tahun 2010-
2014 sebagai berikut :
Kerangka pembangunan yang berkelanjutan salah satunya adalah didukung dengan meningkatnya
kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya
ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang.
Terkait dengan RDTR Kecamatan Tanimbar Utara dan Pembangunan Kecamatan Tanimbar Utara,
maka disusun dengan rujukan beberapa permasalahan mengenai penataan ruang agar dapat
menjadi acuan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, secara nasional, sasaran dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam bidang penataan ruang diantaranya adalah :
2. Terlaksananya pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan teknis sebagai suatu sasaran
dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang membuat kegiatan penyelenggaraan penatan
ruang sesuai dengan yang direncanakan.
Dalam RPJMN ke-2, maka Misi (3) merupakan salah satu arah pembangunan bagi semua daerah di
pelosok Indonesia, dimana pada misi ini dilakukannya sinergi antarbidang pembangunan, salah
satunya adalah dengan bidang Wilayah dan Tata Ruang, dimana dalam UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yang mengamanatkan pentingnya integrasi dan keterpaduan antara
Rencana Pembangunan dengan Rencana Tata Ruang di semua tingkatan pemerintahan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) dalam Pembangunan Bidang Wilayah dan Tata
Ruang pada tahun 2010 - 2014, dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan wilayah,
yang dilaksanakan melalui 3 (tiga) arah kebijakan dan strategi utama, yaitu (1) pelaksanaan
pengendalian dan pelaksanaan penataan ruang, (2) koordinasi dan integrasi pembangunan wilayah,
baik dalam lingkup perkotaan dan perdesaan, maupun dalam lingkup kawasan-kawasan prioritas
(kawasan-kawasan strategis, kawasan tertinggal, kawasan perbatasan, dan daerah rawan bencana),
yang diperkuat dengan (3) penyelenggaraan desentralisasi dan pemerintahan daerah, dan
dilaksanakan melalui 12 prioritas bidang.
Arah kebijakan dalam prioritas bidang penyelenggaraan penataan ruang adalah mewujudkan
penyelenggaraan penataan ruang yang berkelanjutan dengan meningkatkan kualitas rencana tata
ruang, mengoptimalkan peran kelembagaan, dan diacunya rencana tata ruang dalam pelaksanaan
pembangunan.
1. Mempercepat penyusunan dan pengesahan Rencana Tata Ruang dan peraturan perundangan
pelaksanaan sebagai amanat UU No. 26 Tahun 2007.
2. Mewujudkan sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
3. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi peraturan perundangan tata ruang dan NSPK Penataan
Ruang kepada stakeholders terkait di tingkat pusat dan daerah.
4. Mempercepat penyelesaian sistem informasi penataan ruang terpadu, peta dasar dan tematik
serta memanfaatkan pendekatan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) sebagai salah satu
acuan dalam penyusunan rencana tata ruang dalam rangka peningkatan kualitas
penyelenggaraan penataan ruang.
5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan penataan ruang dengan meningkatkan kualitas SDM dan
koordinasi antar sektor dan wilayah, dan membangun kerjasama dan kesepakatan antar wilayah.
Sementara itu, didalam 11 prioritas nasional Kabiner Indonesia Bersatu II (2009-2014) dapat terlihat
keterkatan antara pembangunan nasional dengan pengembangan wilayah perbatasan, dimana
Pengelolaan batas wilayah negara & KWSN Perbatasan (PBWNKP) Dalam Kerangka Program
Prioritas Nasional, terdapat pada prioritas ke 10 yaitu daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca
konflik. Oleh karena itu, pada kawasan perbatasan perlu segera dilengkapi dengan perencanaan
yang berjenjang sepereti Grand Design, Rencana Induk dan Rencana Aksi.
Gambar 2.1
11 Prioritas Pembangunan Nasional Kebiner Indonesia Bersatu II Tahun 2009 - 2014
11 Prioritas Nasional
Kabinet Indonesia Bersatu II
2009-2014
Sesuai dengan Ketentuan umum UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, kawasan
perbatasan adalah bagian dari wilayah Negara yang Terletak pada sisi dalam sepanjang batas
wilayah Indonesia dengan Negara lain, dalam hal batas wilayah Negara di darat, kawasan perbatasan
berada di kecamatan.
Hasil identifikasi (2010), terdapat 187 kecamatan yang berada pada kawasan perbatasan Negara.
Untuk kawasan perbatasan laut, diperhitungkan dengan memposisikan kecamatan yang menjadi
lokasi pulau-pulau kecil terluar.
Dalam rangka pengembangan wilayah perbatasan perlu disusun Standar Pelayanan Minimal (SPM)
untuk mempermudah pelaksanaan pembangunan wilayah perbatasan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat dan daerah. SPM ini merupakan penjabaran dari rancangan peraturan
perundangan pelaksanaan kewenangan antar level pemerintah.
Gambar 2.2
Pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota harus memiliki kewenangan yang dapat menjamin
sinergi pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan. Kewenagan antar level pemerintah dalam
PBWNKP seperti yang tertuang dalam UU. No 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara
Tabel 2.1
Kewenangan Antar Level Pemerintah Dalam PBWNKP (pasal 9 & 10 UU 43/2008)
Tabel 2.2
Pelaksanaan Kewenangan Daerah Dalam PBWNKP
PROVINSI KAB/KOTA
Melaksanakan kebijakan Pembangunan & Melaksanakan kebijakan Pembangunan dan menetapkan
menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah & TP
otonomi daerah dan TP Menjaga & memelihara tanda batas
Melakukan koordinasi pembangunan di
Kawasan Perbatasan
Melakukan pembangunan Kawasan Melakukan Koordinasi dalam rangka pelaksanaan
Perbatasan antar Pemda dan/ atau antar pembangunan di Kawasan Perbatasan & di wilayah
pemda dengan pihak ketiga lainnya
Melakukan pengawasn pelaksanaan Melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar
pembangunan Kawasan Perbatasan yg Pemda & atau antara Pemda dengan pihak ketiga
dilaksanakan Pemkab/Kota
Wajib:
Menetapkan biaya pembangunan Kawasan
Perbatasan
Tugas Badan Pengelola sebagaimana yang tertuang dalam Amanat UU 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara ( Pasal 15 UU 43 ) dan pasal 3 Perpres 12/2010 tentang Tugas Badan Pengelola (di
Pusat dan daerah) adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3
Tugas Pokok Badan Pengelolan Perbatasan
Dalam rangka mewujudkan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan, BNPP disusun dalan
unit organisasi beradasrkan asas koordinasi, Keanggotaan BNPP menuruj pada Pasal 6, Perpres
12/2010 tentang BNPP sebagaimana dalam tabel berikut ini.
CONCU
Tabel 2.3
Organisasi Badan Nasional Pengembangan Perbatasan
Pusat,
JABATAN KEDUDUKAN brdsrkan
Menko Polhukam KETUA PENGARAH
Menko Perekonomian WK. KETUA PENGARAH
Menko Kesra WK. KETUA PENGARAH
Mendagri KEPALA BNPP
Menlu, Menhan, Menhukham, Menkeu, Menteri Pu, Menhut, ANGGOTA
Menteri Kkp, Menteri Ppn/Kepala Bappenas, Menteri PDT
Panglima Tni, Kapolri, Kepala Bin, Kepala Bakorsurtanal
Gubernur provinsi terkait
(nad, sumut, riau, kepri, kalbar, kaltim, sulut, ntt, maluku,
malut, papua barat, papua)
Semenatra itu, untuk pengembangan wilayah-wilayah perbatasan, terdapat lembaga yang diberikan
kewenangan mengelola wilayah perbatasan seperti Badan Pengembangan Perbatasan untuk daerah.
Koordinasi antara Badan Nasional Pengembangan Perbatasan (BNPP) dan Badan Pengembangan
Perbatasan (BPP) perlu dilakukan. Terdapat 14 kementerian, 4 lembaga dan 12 Gubernur/propinsi
yang bertugas mendukung pelaksanaan pengembangan wilayah perbatasan di Indonesia.
Gambar 2.4
Kedudukan Dan Peran Badan Pengelola
Pada umumnya terdapat 4 konsep dasar pengelolaan wilayah negara dan perbatasan, diantaranya
adalah alokasi, penetapan batas, penegasan batas dan manajemen. Alokasi adalah menetapkan
cakupan wilayah negara, termasuk dimana wilayah yang berbatasan dengan negara tetangganya.
Penetapan batas adalah mengidentikasi area-area yang overlaping dan harus ditentukan batasnya
dengan negara tetangga, penegasan batas adalah setelah garus batas ditetapkan didalam sebuah
perjanjian batas, dibuat penegasan dengan koordinat titik-titik batas dan dilampirkan pera ilustrasi
umum pada batasnya. Sedangkan manajemen adalah terdiri dari administrasi,
pengelolaan/pembangunan di garis batas, pembangunan kawasan perbatasan.
Gambar 2.5
Konsep Dasar Pengelolaan batas wilayah negara dan Kawasan Perbatasan
Gambar 2.6
Kebijakan PBWNKP
Stephen G.Jones
7 (tujuh) arah kebijakan pengelolaan batas wilayah negara dan Kawasan Perbatasan dalam GRAND
DESIGN (PBWNKP), diantaranya adalah:
1. Reorientasi Arah Kebijakan Pengelolaan Perbatasan
Mengubah arah kebijakan dari kecenderungan orientasi inward looking, ke orientasi outward
looking sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Elemen Strategi:
Pengembangan Pendekatan Komprehensif Tiga Dimensi (kesra, hankam, dan lingkungan)
Pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional sbg entry point pertumbuhan
Pengembangan Dukungan Kebijakan Lintas Sektoral
2. Reposisi Peran Strategis Kawasan Perbatasan
Mengubah posisi kawasan perbatasan sebagai “ halaman belakang negara” yang kurang
perhatian & terlantar, ke posisi sebagai “beranda depan negara” yang memiliki peran strategis
pemacu perkembangan ekonomi regional maupun nasional
Elemen Strategi:
Penyediaan Sarana dan Prasarana
Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah dan Masyarakat
Peningkatan Pengamanan dan Penegakan Hukum
3. Rekonsolidasi Daya Dukung Pengelolaan Perbatasan
Menata ulang daya dukung, kekuatan, dan peluang yang ada untuk dikonsolidasikan ulang agar
secara efektif dan efisien mampu dioptimalkan untuk kepentingan perbatasan, baik dalam
rangka percepatan penyelesaian batas wilayah negara maupun pembangunan perbatasan.
Elemen Strategi:
Pengembangan Sinergitas Pengelolaan Perbatasan
Optimalisasi pemanfaatan SDA dan SDM
Pengembangan Sistem Pelayanan Khusus
Pengembangan Wawasan Kebangsaan
4. Reformulasi Basis Pemikiran Dan Pengaturan Pengelolaan Perbatasan
Melakukan review dan merumuskan kembali pengaturan dan pedoman dalam penetapan
kebijakan program, penyusunan kebutuhan anggaran, koordinasi pelaksanaan, serta monev
dan pelaporan pengelolaan perbatasan agar lebih terfokus, responsif, dan terpadu
Elemen Strategi:
Pengembangan Basis Manajemen
AGENDA PRIORITAS
1. Percepatan penetapan dan penegasan batas wilayah negara
2. Penguatan Hankam dan penegakan hukum
3. Pengembangan ekonomi kawasan perbatasan, Sumber Daya Alam (SDA), dan lingkungan hidup
4. Peningkatan pelayanan sosial dasar dan budaya
5. Penguatan kapasitas kelembagaan pengelolaan perbatasan
Tabel 2.4
Komparasi Agenda Prioritas Dgn Program/Kegiatan
AGENDA PROGRAM
PRIORITAS
PENETAPAN & Penyusunan Cetak Biru (blueprint)
PENEGASAN BTS Perundingan batas negara pada segmen bermasalah.
WIL NEG Penataan struktur kelembagaan perundingan batas negara.
Pemasangan tanda batas negara di perbatasan.
Pembuatan peta batas negara.
Pemeliharaan tanda batas negara.
Sosialisasi batas negara kepada masyarakat.
dsb
PERTAHANAN, Penyusunan Cetak Biru (blueprint)
KEAMANAN, Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana prasarana Pos
PENEGAKAN Pengamanan perbatasan.
HUKUM Peningkatan cakupan pengawasan dan pengamanan pada Lokasi
Prioritas.
Peningkatan ketersediaan fasillitas dan kualitas pelayanan PLB dalam
mengawasi dan memfasilitasi arus barang dan manusia antar negara pada
exit/entry point di Lokasi Prioritas.
Penanganan pelanggaran lintas batas oleh instansi terkait di PLB.
dsb.
PERTUMBUHAN Penyusunan Cetak Biru (blueprint)
EKONOMI Penyusunan Sistem Informasi Potensi
Pengemb Pusat Pelayanan Satu Atap (one stop centre);
Pengembangan Dana/Modal Ventura
Pengemb Sistem Pemasaran Bersama
Pembangunan Pusat Inkubasi
Penyusunan Rencana dan Promosi Pariwisata
Pemb infrastruktur dan pasar
Pengembangan Kawasan/Klaster Usaha
PELAYANAN Penyusunan Cetak Biru (blueprint)
SOSIAL DASAR Pemb sarpras pendiidkan dasar & menengah
Pemb sarpras aparatur pendidikan
Penyusunan Sistem Pendidikan Berbasis Lokal
Penyediaan tenaga medis
Pemb Sarpras Pendukung Tenaga Medis
Pemb Sarpras Rawat Inap
Penyediaan Peralatan Medis
Pemb sarpras pasar
Pemb terminal produksi lokal
Pengemb Usaha Mikro dan Kecil
Pemb. jalan poros, jembatan & dermaga
Pengemb Moda Transportasi Darat dan Laut.
Pemb Sarpras Komunikasi dan Informasi
PENGUATAN Penyusunan Cetak Biru (blueprint).
KELEMBAGAAN Pengemb Sistem Perencanaan & Penganggaran Terpadu.
Pengemb Sistem Koordinasi Pembangunan KP
Penguatan Kapasitas Daerah Dalam Pelaksanaan Kewenangan
Penyusunan SPM & NSPK Pelaksanaan Urusan Pemerintahan
Pengemb Sarpras Pelayanan Pemerintahan
Tabel 2.6
Klusterisasi Kawasan Perbatasan Negara
Tabel 2.7
Arah Kebijakan Berdasarkan Kategori Lokpri
NO KATEGORI LOKPRI ARAH KEBIJAKAN
1. DARAT: Pembangunan Jalan Poros Membuka
Terpencil & Keterisolasian/Aksessibilitas).
Terisolasi Peningkatan Fungsi Infrastruktur Yang Ada (Existing).
Tertinggal pembangunan sarpras pendukung peningkata
Berkembang kapasitas sdm, kesehatan dan perekonomian lokal .
Maju Pebangunan Kawasan Pusat Pertumbuhan.
pengembangan sarpras pelayanan publik kawasan
terisolasi/terpencil (mobile public services)
2. LAUT: Pembangunan Sarpras Pelayaran Untuk Peningkatan
KLUSTER I Konnektifitas & Membuka Keterisolasian
KLUSTER II (Aksessibilitas Antar Pulau).
KLUSTER III Pembangunan Infrastruktur Pendukung Peningkatan
Potensi.
Pembangunan Pusat Pertumbuhan.
Pembangunan Lumbung Pangan (sebagai kawasan
yang sulit dijangkau).
4) Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, jalan rel dan bandar udara. Termasuk
didalamnya adalah lampu, sinyal, dan fasilitas kontrol;
5) Sistem transit publik;
6) Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusi;
7) Fasilitas pengolahan gas alam;
8) Fasilitas pengaturan banjir, drainase, dan irigasi;
9) Fasilitas navigasi dan lalu lintas/jalan air;
10) Bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi, fasilitas pemadam
kebakaran;
11) Fasilitas perumahan;
12) Taman, tempat bermain, dan fasilitas rekreasi, termasuk stadion.
Infrastruktur dasar dalam suatu wilayah atau kawasan dibutuhkan secara vital oleh
masyarakat. Dalam implementasinya kebutuhan tersebut harus dipenuhi baik secara
pribadi maupun kelompok masyarakat. Pemenuhan tersebut sudah seharusnya
menjadi kewajiban pemerintah mengingat ketersediaan infrastruktur dasar
memerlukan modal yang sangat besar dan program berkesinambungan yang tidak
bisa dipenuhi secara swadaya oleh masyarakat.
Berkaitan dengan itu maka dikenal istilah Standar Pelayanan Minimal yang harus
dipenuhi oleh pemerintah, terutama terkait dengan penyediaan infrastruktur dasar.
Untuk infrastruktur di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia maka dibedakan
menjadi dua kategori yaitu:
1. Infrastruktur wilayah.
Berdasarkan Permen PU No. 14 Tahun 2010 tentang SPM bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang, maka infrastruktur dasar wilayah terkait dengan
sistem jaringan antar wilayah, yang meliputi:
a. Air baku
b. Irigasi
c. Jaringan jalan
d. Air Minum
e. Drainase
f. Air limbah
g. Persampahan
Sedangkan untuk mendukung infrastruktur wilayah tersebut perlu didukung pula
jaringan sebagai berikut:
a. Telekomunikasi
b. Energi (kelistrikan dan bahan bakar)
c. Transportasi
2. Infrastruktur khusus wilayah perbatasan.
Infrastruktur khusus ini terkait dengan fasilitas umum dan sosial untuk kegiatan
sosial ekonomi dan pertahanan keamanan. Infrastruktur ini meliputi antara lain:
a. Fasilitas pendidikan, berupa taman kanak-kanak, sekola dasar, sekolah
menengah pertama, sekolah menengah atas, dll.
b. Fasilitas peribadatan, berupa masjid, gereja, vihara, klenteng, dll.
c. Fasilitas perekonomian, berupa pasar, ruko, gudang, pos dll.
d. Fasilitas kesehatan, berupa puskesmas, posyandu, dll.
e. Fasilitas pemerintahan, berupa kantor kecamatan, desa, KUA, dll.
f. Fasilitas perumahan/permukiman, berupa kelompok dan tipe
perumahan/permukiman.
g. Fasilitas pertahanan dan keamanan berupa kantor polsek, koramil, pos lintas
batas, dll.
h. Fasilitas keimigrasian, berupa kantor imigrasi dan bea cukai, dll.
c. Definisi Operasional
1) Bahwa kewajiban pemerintah berdasarkan target MDGs adalah
menyediakan air bersih secara kontinyu yang dapat diakses paling tidak
oleh 68.87 % (rata-rata) masyarakat Indonesia.
2) Kebutuhan minimal setiap orang akan air bersih per hari adalah 60 liter
atau 0,06 m3.
3) Sistem Jaringan penyediaan air baku terdiri dari bangunan penampungan
air , bangunan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan
pemantauan, sistem pemompaan, dan saluran pembawa/transmisi
beserta bangunan pelengkapnya yang membawa air dari sumbernya ke
Instalasi Pengolah Air.
4) Nilai SPM keandalan ketersediaan air baku merupakan rasio ketersediaan
air baku secara nasional yang merupakan kumulatif dari masing-masing
Instalasi Pengolah Air terhadap target MDGs kebutuhan air baku secara
nasional yang telahditetapkan.
d. Target
Persentase Target pencapaian Standar Pelayanan Minimal penyediaan air
baku untuk kebutuhan pokok minimal sehari-hari adalah 100% dari Minimal
Kebutuhan Air Baku pada Instalasi Pengolah Air di tiap kabupaten/kota.
pada daerah irigasi yang sudah ada berhak memperoleh dan memakai air
untuk kebutuhan pertanian;
2) Hak guna pakai air untuk irigasi diberikan kepada masyarakat petani
melalui perkumpulan petani pemakai air, dan bagi pertanian rakyat yang
berada dalam sistem irigasi yang sudah ada diperoleh tanpa izin;
3) Izin sebagaimana dimaksud pada butir 2) diberikan dalam bentuk
keputusan gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
4) Hak guna pakai air bagi petani yang tergabung dalam perkumpulan
petani pemakai air dan petani untuk pertanian rakyat sebagaimana
disebut pada butir 2) harus diwujudkan dalam Rencana Tata Tanam yang
ditetapkan oleh Gubernur/bupati/walikota;
5) Nilai SPM keandalan ketersediaan air irigasi merupakan rasio
ketersediaan air irigasi di petak-petak sawah dalam jumlah, waktu dan
tempat pada setiap musim tanam terhadap kebutuhan air irigasi
berdasarkan rencana tata tanam yang telah ditetapkan.
d. Target
Target pencapaian SPM adalah sebesar 70% (kinerja baik) pada tahun 2014.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 Tahun 2007 tentang
Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, Indeks Kinerja Sistem
Irigasi dengan nilai :
- 80-100 : kinerja sangat baik
- 70-79 : kinerja baik
- 55-69 : kinerja kurang dan perlu perhatian
- < 55 : kinerja jelek dan perlu perhatian
b) Aspek Mobilitas
1. Indikator pelayanan minimal
Tersedianya jalan yang memudahkan masyarakat per individu melakukan
perjalanan.
a. Definisi Operasional
1) SPM Mobilitas jaringan jalan dievaluasi dari keterhubungan
antarpusat kegiatan dalam wilayah yang dilayani oleh jaringan jalan
sesuai statusnya dan banyaknya penduduk yang harus dilayani oleh
jaringan jalan tersebut;
2) Angka mobilitas adalah rasio antara jumlah total panjang jalan yang
menghubungkan semua pusat-pusat kegiatan terhadap jumlah
total penduduk yang ada dalam wilayah yang harus dilayani
c) Aspek Keselamatan
1. Indikator pelayanan minimal
Tersedianya jalan yang menjamin pengguna jalan berkendara dengan
selamat.
2. Definisi Operasional
SPM Keselamatan untuk jaringan jalan adalah pemenuhan kondisi fisik
ruasruas jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan dalam
wilayah yang dilayani oleh jaringan jalan terhadap:
a. Parameter perencanaan teknis jalan sebagaimana termuat di dalam
dokumen rencana teknis dari ruas-ruas jalan yang bersangkutan
(jika dokumen rencana teknis tidak ada, gunakan Tabel 1).
b. Persyaratan teknis dan administrasi Laik Fungsi Jalan ruas-ruas jalan
yang bersangkutan, yang penetapannya diatur dalam Peraturan
Menteri nomor 11/PRT/M/2010 tentang Tatacara, Persyaratan, dan
Penetapan Laik Fungsi Jalan;
Nilai SPM Keselamatan adalah prosentase panjang ruas-ruas jalan
yang memenuhi semua kriteria keselamatan terhadap seluruh panjang
jalan yang menghubungkan semua PK.
3. Target
SPM Keselamatan adalah 60% pada tahun 2014.
d) Kondisi Jalan
1. Indikator pelayanan minimal
Tersedianya jalan yang menjamin kendaraan dapat berjalan dengan
selamat dan nyaman.
2. Definisi Operasional
SPM kondisi jalan adalah kondisi kerataan permukaan perkerasan
jalanyang harus dicapai sesuai dengan nilai kerataan perkerasan jalan
seperti tercantum dalam Tabel 1.
Kriteria kondisi jalan adalah bahwa setiap ruas jalan harus memiliki
kerataan permukaan jalan yang memadai bagi kendaraan untuk dapat
dilalui oleh kendaraan dengan cepat, aman, dan nyaman.
Nilai SPM Kondisi Jalan adalah prosentase panjang jalan yang
memenuhi kriteria kondisi jalan terhadap seluruh panjang jalan yang
menghubungkan seluruh pusat-pusat kegiatan dalam wilayah
kabupaten/kota.
Nilai kondisi jalan diukur menggunakan alat ukur kerataan permukaan
jalan (roughometer) atau diukur secara visual (Penilaian Kondisi Jalan).
3. Target
SPM Kondisi Jalan adalah 60% pada tahun 2014.
e) Kecepatan
1. Indikator pelayanan minimal
Tersedianya jalan yang menjamin perjalanan dapat dilakukan sesuai
dengan kecepatan rencana.
2. Definisi Operasional
Kriteria Kecepatan adalah bahwa setiap ruas jalan telah terbangun
sesuai dengan kecepatan rencananya.
Nilai SPM Kecepatan adalah prosentase panjang jalan yang memenuhi
kriteria kecepatan terhadap seluruh panjang jalan yang
menghubungakan pusat-pusat kegiatan dalam wilayah kabupaten/kota.
Nilai kecepatan diukur oleh kecepatan bebas ruas jalan tersebut.
3. Target
SPM Kecepatan adalah 60% pada tahun 2014.
4. SPM Bidang Air Minum AKSES AIR MINUM YANG AMAN
a. Indikator pelayanan minimal:
Tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air
Minum dengan Jaringan Perpipaan dan Bukan Jaringan Perpipaan.
b. Pengertian
- Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.
- Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang
sehat, bersih, dan produktif.
- Sistem penyediaan air minum dengan jaringan perpipaan yang selanjutnya
disebut SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik
dari prasarana dan sarana air minum yang unit distribusinya melalui
perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan sambungan
rumah/sambungan pekarangan, hidran umum, dan hidran kebakaran.
- Sistem penyediaan air minum bukan jaringan perpipaan yang selanjutnya
disebut SPAM BJP merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non
fisik dari prasarana dan sarana air minum baik bersifat individual, komunal,
maupun komunal khusus yang unit distribusinya dengan atau tanpa
perpipaan terbatas dan sederhana, dan tidak termasuk dalam SPAM.
- SPAM BJP terlindungi adalah SPAM BJP yang dibangun dengan mengacu
pada ketentuan teknis yang berlaku dan melalui ataupun tanpa proses
pengolahan serta memenuhi persyaratan kualitas air minum sesuai
persyaratan kualitas berdasarkan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
- SPAM BJP tidak terlindungi adalah SPAM BJP yang dibangun tanpa
mengacu pada ketentuan teknis yang berlaku dan belum memenuhi
persyaratan kualitas air minum sesuai persyaratan kualitas berdasarkan
yang memiliki kualitas efluen air limbah domestik tidak melampaui baku
mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan.
2. Nilai SPM tingkat pelayanan adalah jumlah masyarakat yang dilayani
dinyatakan dalam prosentase jumlah masyarakat yang memiliki tangki
septik pada tahun akhir SPM terhadap jumlah total masyarakat yang
memiliki tangki septik di seluruh kabupaten/kota.
3. Kriteria ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah
bahwa pada kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha diharapkan memiliki
sebuah sistem jaringan dan pengolahan air limbah skala
komunitas/kawasan/kota dengan kualitas efluen instalasi pengolahan air
limbah tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah
ditetapkan.
4. Nilai SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah
nilai tingkat pelayanan sistem jaringan dan pengolahan air limbah
dinyatakan dalam prosentase jumlah masyarakat yang terlayani sistem
jaringan dan pengolahan air limbah skala komunitas/kawasan/kota pada
tahun akhir SPM terhadap jumlah total penduduk di seluruh
kabupaten/kota tersebut.
d. Target
1. SPM tingkat pelayanan adalah 60% pada tahun 2014.
2. SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah 5%
pada tahun 2014.
limpasan air yang berasal dari daerah hulu sungai di luar kawasan/kota
yang membanjiri permukiman di daerah hilir.
d. Target
1. SPM sistem jaringan drainase skala kawasan dan kota ditargetkan
sebesar 50% pada tahun 2014.
2. Pencapaian 100% diharapkan bertahap mengingat saat ini banyak
Pemerintah Kota/Kabupaten yang belum mempunyai Rencana Induk
Sistem Drainase Perkotaan maupun penerapan O/P secara konsisten.
3. SPM ditargetkan sebesar 50% pada tahun 2014.
4. Pencapaian 100% dilakukan secara bertahap, mengingat
Kabupaten/Kota yang mempunyai wilayah yang sering tergenang akan
memerlukan kolam retensi (polder). Tidak semua daerah akan mampu
membangunnya, sehingga Memerlukan upaya dan waktu agar
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memberikan dana stimulan.
sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas secara
menyeluruh.
Jenis prasarana dan utilitas pada jaringan jalan yang harus disediakan ditetapkan
menurut klasifikasi jalan perumahan yang disusun berdasarkan hirarki jalan,
fungsi jalan dan kelas kawasan/lingkungan perumahan. Penjelasan dalam tabel
ini sekaligus menjelaskan keterkaitan jaringan prasarana utilitas lain, yaitu
drainase, sebagai unsur yang akan terkait dalam perencanaan jaringan jalan ini.