Anda di halaman 1dari 41

MK ANALISIS KEWILAYAHAN

DAN GEOSPASIAL

Pembangunan
berbasis wilayah

PERTEMUAN KE 6
Penataan Ruang di Indonesia
Untuk mewujudkan Konsep pengembangan wilayah yang memuat tujuan, sasaran, yang bersifat kewilayahan,
dapat ditempuh melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 proses, yakni :

1. Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Disamping sebagai
“guidance of future actions” RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi
manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya
kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development
sustainability).
2. Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan
pembangunan itu sendiri,
3. Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan
pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya
Penataan Ruang di Era Otonomi
Daerah
Privatisasi, yang merupakan pengalihan kewenangan dari pemerintah kepada organisasi non-pemerintah baik yang
berorientasi profit maupun non-profit. Dengan berlakunya UU tentang Otonomi Daerah, pelaksanaan kegiatan
pengembangan wilayah dan pembangunan perkotaan dilaksanakan dengan pendekatan bottom-up dan melibatkan
semua pelaku pembangunan pada setiap tahap pembangunan. Pengembangan wilayah dan pembangunan
perkotaan secara realistis memperhatikan tuntutan dunia usaha dan masyarakat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana sehingga aktivitas perekonomian dalam wilayah atau kawasan dapat berjalan
dengan baik, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus untuk menjaga dan
meningkatkan mutu lingkungan.
Pertama, adalah dengan memfasilitasi peningkatan
kemampuan pemerintah daerah.
1. Pemerintah memfasilitasi dengan cara pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi. Salah satu
contoh penting untuk tersebut adalah adanya pedoman standar pelayanan minimal untuk bidang penataan ruang dan
permukiman yang dikeluarkan oleh instasi kementerian terkait. Namun demikian, fasilitasi tersebut secara konsisten
tetap memperhatikan ide dan gagasan asli yang bersumber dari masyarakat dan pelaku pembangunan
perkotaan. Pemerintah pusat merupakan “penjaga” kepentingan nasional.
2. Pemerintah pusat juga mengeluarkan kerangka perencanaan makro seperti struktur tata ruang nasional. Dalam konteks
pengembangan wilayah, Pemerintah Kabupaten/Kota harus memposisikan dirinya sebagai “pengemban amanat” di
wilayahnya. Terkait dengan prinsip dasar di atas, pemerintah harus mengupayakan bentukbentuk partisipasi yang
efektif dan produktif. Pemerintah pusat dalam hal ini adalah fasilitator untuk pencapaian community driven planning
tersebut.
Dengan demikian proses pelaksanaan
pengembangan wilayah dan kota diharapkan akan
mencapai hasil secara efektif dengan
memanfaatkan sumber daya secara efisien dan
ditangani melalui kegiatan penataan ruang.
Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Penataan Ruang
Dalam merespons berbagai isu dan tantangan pembangunan yang aktual dalam era otonomi daerah, maka keberadaan visi
penyelenggaraan penataan ruang yang tegas menjadi sangat penting. Dalam RAKERNAS – BKTRN di Surabaya yang
lalu, Menko Perekonomian selaku Ketua BKTRN telah menjabarkan keywords yang menjadi jiwa daripada visi tata ruang
ke depan. Adapun keywords dimaksud adalah : “integrasi tata ruang darat, laut dan udara”, “pengelolaan pusat
pertumbuhan baru”, “pengembangan kawasan perbatasan”, “pengendalian dalam pengelolaan tata ruang” dan “peningkatan
aspek pertahanan dan keamanan dalam penataan ruang” Adalah menjadi tugas Ditjen Penataan Ruang – Depkimpraswil
untuk menjabarkan jiwa dari visi tata ruang ke depan tersebut ke dalam bentuk kebijakan dan strategi penyelenggaraan
penataan ruang. Selain itu perumusan kebijakan dan strategi tersebut tidak dapat pula dilepaskan dari 2 pokok kesepakatan
yang dicapai dalam RAKERNAS – BKTRN, yaitu : pengaturan penataan ruang nasional dan penguatan eran daerah dalam
penataan ruang.
Berpijak pada jiwa daripada visi tata ruang ke depan dan kesepakatan
RAKERNAS – BKTRN tersebut, maka telah dihasilkan rumusan kebijakan dan
strategi pokok penataan ruang tahun 2004 dan pasca 2004, yakni :

1. Memfungsikan kembali (revitalisasi) penataan ruang yang mampu menangani agenda-


agenda aktual, terbuka, akuntabel dan mengaktifkan peran masyarakat.
2. Memantapkan RTRWN sebagai acuan pengembangan wilayah
3. Meningkatkan pembinaan pengelolaan KAPET (sebagai pusat pertumbuhan baru) dan
Kawasan Tertentu (sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis nasional, seperti
kawasan perbatasan negara, kawasan kritis lingkungan, kawasan metropolitan, dsb).
4. Meningkatkan kapasitas penyelenggaraan penataan ruang di daerah dalam rangka
mempercepat pelaksanaan otonomi daerah.
5. Terkait dengan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan kapasitas penyelenggaraan
penataan ruang di daerah
Program–Program Pengembangan Wilayah
 KAWASAN AGROPOLITAN

Agropolitan adalah pendekatan pembangunan kawasan perdesaan (rural development) yang


menekankan pembangunan perkotaan (urban development) pada tingkat lokal perdesaan.

Tiga isu utama mendapat perhatian penting dalam konsep ini:


1. akses terhadap lahan pertanian dan air,
2. devolusi politik dan wewenang administratif dari tingkat pusat ke tingkat lokal, dan
3. perubahan paradigma atau kebijakan pembangunan nasional untuk lebih mendukung
diversifikasi produk pertanian.
Pembangunan, pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya mempercepat
pembangunan perdesaan dan pertanian, dimana kota sebagai pusat kawasan dengan ketersediaan
sumberdayanya, tumbuh dan berkembang dengan membuka kemudahan dalam melayani,
mendorong dan menghela usaha agribisnis di desa-desa hinterland dan desa-desa sekitarnya.
Keterkaitan dalam sistem dan usaha agribisnis antara kota dan desa tersebut juga dimaksudkan
untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah dan mengurangi kesenjangan pendapatan antar
masyarakat di kawasan agropolitan. Sebaiknya kawasan pertanian yang dipilih adalah kawasan
pertanian yang sudah ditumbuhkembangkan oleh pemerintah daerah dan Departemen Pertanian.
Kawasan tersebut antara lain Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan, Kawasan Peternakan,
Kawasan Hortikultura atau Kawasan Tanaman Pangan. Program untuk kawasan yang akan
dikembangkan menjadi kawasan agropolitan dilakukan melalui kerjasama dengan masyarakat,
swasta serta kerjasama lintas sektoral dan lintas pusat dan daerah yang diorganisasikan oleh
manajemen yang efisien, dan harus menjadi komitmen dari pemerintah daerah . Pada kawasan ini
peranan masyarakat cukup dominan dan berperan aktif dalam pembangunan kesejahteraannya,
sedangkan peranan pemerintah bersifat memberikan fasilitasi, memberikan dukungan iklim
kondusif dan pembuatan peraturan perundangundangan untuk berkembangnya dinamika
pembangunan dan melindungi eksistensi program.
Secara ilustratif kawasan agropolitan
digambarkan oleh batasan teknik berikut
a. Adalah kawasan pertanian yang meliputi distrik-distrik agropolitan;
b. Memiliki kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa per km2;
c. Berbatas radius maksimal 10 km, sehingga ;
d. Merupakan kawasan yang berpenduduk antara 50.000 – 150.000 jiwa;\
e. Selain memfokuskan kegiatan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (untuk menjamin tercapainya
keamanan pangan, sandang, kesehatan dan pendidikan), pengembangan kawasan agropolitan juga mengarah pada
terbentuknya kemampuan agribisnis untuk memenuhi permintaan pasar internasional. Sehingga produk yang
dikembangkan harus mempunyai kemampuan daya saing yang kuat.
KAPET
Kawasan Pembagunan Ekonomi Terpadu
Sejarah singkat
Program pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas pada tahun 1970 lalu,
pengembangan Kawasan Berikat pada tahun 1972, Kawasan Industri Berlanjut pada tahun 1989, dan
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) pada tahun 1996.
KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) merupakan program pemerintah yang
ditujukan untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi di wilayah Timur Indonesia. Program ini
diluncurkan pada periode pemerintahan Presiden Suharto pada tahun 1996 dan dimatangkan pada tahun
1998 melalui Keppres No 9 Tahun 1998 dan kemudian direvisi kembali melalui Keppres No. 150 Tahun
2000.
Kemudian aturan baru dengan nama Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) muncul di Indonesia telah
diatur sejak tahun 2009 lalu. Program ini digagas sebagai bentuk pengembangan dari berbagai jenis
kawasan ekonomi yang telah dilakukan pada periode-periode sebelumnya.
KEPPRES NO. 150 TAHUN 2000
TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN
EKONOMI TERPADU
PASAL 1 PASAL 2
(1) Penetapan kebijakan dan pelaksanaan koordinasi kegiatan
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang pembangunan di KAPET dilakukan oleh Badan Pengembangan
selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut KAPET.
KAPET, merupakan wilayah geografis dengan batas- (2) Susunan keanggotaan Badan Pengembangan KAPET sebagaimana
batas tertentu yang memenuhi persyaratan: dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari:
a. memiliki potensi untuk cepat tumbuh; dan atau Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
b. mempunyai sektor unggulan yang dapat Wakil Ketua : Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
menggerakan pertumbuhan ekonomi di wilayah Anggota :
sekitarnya; dan atau ○ Menteri Keuangan;
○ Menteri Pertanian dan Kehutanan;
c. memiliki potensi pengembalian investasi yang
○ Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
besar.
○ Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi;
Pasal 2 ○ Menteri Kelautan dan Perikanan;
Penetapan KAPET berikut batas-batasnya ○ Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
dilakukan dengan Keputusan Presiden tersendiri. ○ Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
○ Menteri Kebudayaan dan Pariwisata;
○ Menteri Muda Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan
Timur Indonesia;
○ Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sekretaris : Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
PASAL 3 PASAL 5
Badan Pengembangan KAPET sebagaimana dimaksud (1) Kegiatan pengelolaan KAPET dilakukan oleh Badan
dalam Pasal 2 mempunyai tugas sebagai berikut: Pengelola KAPET.
a. memberikan usulan kepada Presiden untuk kawasan (2) Badan Pengelola KAPET diketuai oleh Gubernur dari
yang akan ditetapkan sebagai KAPET setelah wilayah tempat KAPET yang bersangkutan.
memperhatikan usulan dari Gubernur yang (3) Dalam melaksanakan tugas sehari-hari Ketua Badan
bersangkutan; Pengelola KAPET dibantu olah Wakil Ketua Badan
b. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi Pengelola KAPET sebagai Pelaksana Harian, yang
nasional untuk mempercepat pembangunan KAPET; bertugas mengelola KAPET secara profesional.
c. Merumuskan kebijakan yang diperlukan untuk (4) Wakil ketua dan Anggota Badan Pengelola KAPET
mendorong dan mempercepat masuknya investasi dunia diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dari wilayah
usaha di KAPET. tempat KAPET yang bersangkutan.
d. mengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan (5) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pengelola dapat
rencana kegiatan pembangunan KAPET; menggunakan tenaga ahli profesional.
e. memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan (6) Badan Pengelola KAPET membantu Pemerintah
KAPET. Daerah memberi pertimbangan teknis bagi permohonan
perizinan kegiatan investasi pada KAPET.
PASAL 8 PASAL 9

Segala biaya yang diperlukan dalam rangka (1) Segala biaya untuk pengelolaan dan pembangunan
pelaksanaan tugas Badan Pengembangan KAPET di KAPET dibebankan kepada Anggaran
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran
Belanja Negara (APBN). Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi
dan Kabupaten/Kota serta sumber-sumber dana lain
yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Segala biaya penyelenggaraan Badan Pengelolaan
KAPET, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN).
(3) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
ditetapkan oleh Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah selaku Ketua Tim Teknis Badan
Pengembangan KAPET.
PETA SEBARAN KAPET
Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, kemudian dikeluarkan Keputusan Presiden
lainnya tentang penetapan lokasi KAPET, yaitu 14 KAPET, yang terdiri dari  12 KAPET di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan dua KAPET di Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Seiring dengan perkembangan otonomi daerah, kebijakan KAPET disempurnakan kembali
melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 150 Tahun 2000. Keempat belas KAPET
tersebut, yakni KAPET Biak, Batulicin, Sasamba, Sanggau (Khatulistiwa), Manado-Bitung,
Mbay, Parepare, Seram, Bima, Palapas (Batui), Bukari, DAS Kakab, Natuna dan Sabang.
NO NAMA KAPET KEP PRES CAKUPAN WILAYAH

1 KAPET Biak Keppres No. 10 Tahun 1998  KAPET Biak terdiri dari Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Yapen,
Prov Papua Barat Waropen, Nabire, Mimika, Manokwari, Bintunidan Teluk Wondama
dengan keseluruhan luas wilayah sebesar 101.748,56 Km2

2 KAPET Batulicin Keppres  No. 11 Tahun 1998 KAPET Batulicin meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten
Prov Kalimantan Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai luas wilayah
Selatan 13.644 Km2

3  KAPET Sasamba Keppres  No. 12 Tahun 1998  Provinsi Kalimantan Timur mencakup  Kawasan Kota Samarinda-
Prov Kalimantan Sangasanga- Muarajawa- Balikpapan dengan luas wilayah ± 4.413
Timur Km2

4 KAPET Sanggau - Keppres  No. 13 Tahun 1998 KAPET Khatulistiwa meliputi Kota Singkawang- Kabupaten
(Khatulistiwa) - Berdasarkan SK Gub No. Bengkayang- Kabupaten Sambas- Kabupaten Sanggau- Kabupaten
Prov Kalimantan 188 TH 2002 KAPET Sintang- Kabupaten Landak- Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas
Barat Sanggau dirubah menjadi wilayah 53.545 Km2.
KAPET Khatulistiwa

5 KAPET Manado- Keppres No. 14 Tahun 1998 KAPET Manado-Bitung meliputi wilayah Kotamadya Bitung, wilayah
Bitung Kotamadya Manado, dan sebagian wilayah Kabupaten Minahasa
Prov Sulawesi dengan luas wilayah 2.012,07 Km2
Utara
6 KAPET Mbay Keppres No. 15 Tahun 1998 KAPET Mbay meliputi satu Kabupaten, yaitu Kabupaten Ngada
Prov NTT dengan pusatnya di Mbay dengan luasan 3.040 Km2
NO NAMA KAPET KEP PRES CAKUPAN WILAYAH

7 KAPET Parepare Keppres No. 164 Tahun KAPET Parepare yang berada di dalam Provinsi Sulawesi Selatan
Prov Sulawesi 1998 meliputi Kota Parepare, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap),
Selatan Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, dan Kabupaten Barru
dengan luas wilayah 6.905,081 Km2
8 KAPET Seram Keppres No. 165 Tahun KAPET Seram yang berada di Provinsi Maluku meliputi Kecamatan
Prov Maluku 1998 Seram Barat, Tanwel, Kairatu, Teon Nila Serua (TNS), Kecamatan,
Seram Utara, Tehoru, Bula, Werinama, Seram Timur  dengan luas
wilayah 18.625 Km2
9 KAPET Bima Keppres No. 166 Tahun KAPET Bima terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang
Prov NTB 1998 meliputi Kabupaten Bima (Kecamatan Rasanae Timur, Rasanae
Barat, Belo, Woha, Monta, Bolo, Wawo, Wera, Sape, Donggo dan
Sanggar) dan Kabupaten Dompu (Kecamatan Dompu, Hu’u, Woja,
Kempo, Kilo dan Pekat) dengan luas wilayah 6.921, 45 Km2
10 KAPET Palapas Keppres No. 167 Tahun Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, Kabupaten
(Batui) 1998  Banggai dan Kabupaten Parigi Moutong. dengan luas wilayah
Prov Sulawesi Tengah 21.926,90 Km2
11 KAPET Bukari Keppres No. 168 Tahun KAPET Bukari meliputi Kabupaten Buton, Kabupaten Kolaka,
Prov Sulawesi 1998 Kabupaten Kendari dan Kabupaten Muna.
Tenggara Tahun 2009, KAPET Bukari mengalami perubahan nama, lokasi dan
cakupan wilayah. Saat ini KAPET Bukari bernama KAPET Bank
Sejahtera Sultra dengan cakupan wilayah Kota Kendari, Kabupaten
Kolaka, dan Kabupaten Konawe dengan luas wilayah 4.950 Km2
NO NAMA KAPET KEP PRES CAKUPAN WILAYAH

12 KAPET DAS Kakab Keppres No. 170 Tahun 1998  (KAPET) DAS KAKAB atau Daerah Aliran Sungai Kahayan-
Prov Kalimantan Kapuas-Barito terletak di Provinsi Kalimantah Tengah meliputi
Tengah wilayah Kota Palangkaraya (Ibukota Provinsi), Kabupaten Barito
Selatan, Pulang Pisau dan Kapuas. dengan luas wilayah 236,73
Km2
13 KAPET Sabang - Keppres No. 171 Tahun 1998 KAPET Bandar Aceh Darussalam meliputi Kota Banda Aceh,
Prov Nanggroe Aceh - Berdasarkan Surat Gubernur Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Pidie
Darusslam Provinsi Nanggroe Aceh dengan hinterland Wilayah Tengah dan Barat/Selatan Aceh yang
Darussalam No. 193/30591 telah dihubungkan dengan berfungsinya jaringan jalan dari
tanggal 2 September 2001, pantai Barat/Selatan melalui Wilayah Tengah ke Pantai Timur
KAPET Sabang dirubah Aceh dengan luas wilayah 55.390 Km2
menjadi “KAPET Bandar Aceh
Darussalam”
14 KAPET Natuna Keppres No. 71 Tahun 1996 Luas Pulau Natuna 172.000 Ha
diperbarui dengan Keppres
No.17 Tahun 1999
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL)
LATAR BELAKANG PEL
• Keberagaman konsisi dan kemajuan daerah, bentang Indonesia yang luas, serta
pelaksanaan pembangunan yang top down dan seragam / sama maka akibatnya tidak
efektif.
• Keterbatasan pemerintah pusat dalam kendali sumberdaya.
• Akibat desentralisasi dan otonomi daerah tahun 2001 wewenang antara pemerintah
pusat dan daerah terbagi dalam :
• Pemerintah pusat : Pertahanan, Keamanan, Politik Luar Negeri, Moneter & Fiskal
Nasional, Agama, Yustisi.
• Pemerintah Daerah : Pertanian Perkebunan, Pertambangan Industri, Pariwisata
dan lainnya.
• Konsep pusat pusat pertumbuhan (growth poles) yang menutup peluang pengembangan
potensi lokal, sehingga usaha – usaha kecil di daerah pinggiran tidak diperhatikan.
• Oleh karena itu diperlakukan pembangunan yang tidak seragam dan memperhatikan
kekhasan lokal, perlu PEL = strategi dalam rangka desentralisasi ekonomi.
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL)
Pengertian menurut para ahli

Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan Menurut Blakely dalam Supriyadi (2007, h.103-
Ekonomi Lokal merupakan proses di mana pemerintah lokal dan 123) dalam keberhasilan pengembangan ekonomi lokal
organsisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu:
memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan
pekerjaan (Blakely and Bradshaw, 1994).
Selain itu, menurut (Munir, 2007) Pengembangan 1. Perluasan bagi masyarakat untuk meningkatkan
ekonomi lokal (PEL) adalah suatu proses yang mencoba pendapatan;
merumuskan kelembagaankelembagaan pembangunan di daerah, 2. Perluasan kesempatan bagi masyarakat kecil dalam
peningkatan kemampuan SDM untuk menciptakan produk- kesempatan kerja dan usaha;
produk yang lebih baik serta pembinaan industri dan kegiatan 3. Keberdayaan lembaga usaha mikro dan kecil dalam
usaha pada skala lokal. proses produksi dan pemasaran; dan
Jadi, pengembangan wilayah dilihat sebagai upaya
pemerintah daerah bersama masyarakat dalam membangun
4. Keberdayaan kelembagaan jaringan kerja kemitraan
kesempatan-kesempatan ekonomi yang cocok dengan SDM, dan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat lokal.
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan
kelembagaan secara lokal.
Pengertian menurut para ahli

Dalam kaitannya dengan teori pertumbuhan ekonomi, maka Krugman (1994)


mengatakan bahwa investasi sumber daya manusia menjadi lebih penting
peranannya dalam pembangunan. Sumber daya manusia yang berkualitas bagi
negara sedang berkembang merupakan faktor penting dalam upaya untuk mengejar
ketertinggalan pembangunan dengan negara lain.
Era informasi dan teknologi yang berkembang dewasa ini semakin
membuktikan bahwa penguasaan, tehnologi yang baik akan berdampak pada kualitas
maupun kuantitas pembangunan itu sendiri. Agar teknologi dapat dikuasi, maka
dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam konteks proses produksi,
maka adanya penguasaan tehnologi yang baik, maka akan mendorong terjadinya
inovasi tehnologi. Inovasi tehnologi tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan
penemuan produk produk baru dan cara produksi yang lebih efisien (Barro dalam
Romer, 1994, h.36).
PEL pada Hakekatnya Ciri utama pel

Merupakan proses kemitraan antara Pada titik beratnya pada kebijakan


pemerintah daerah dengan para “endogenous development”
stakeholders termasuk sektor swasta dalam mendayagunakan potensi SDM,
mengelola SDA dan SDM maupun institusional & fisik setempat. Orientasi ini
kelembagaan secara lebih baik melalui mengarahkan kepada fokus dalam proses
pola kemitraan dengan tujuan mendorong pembangunan untuk menciptakan
pertumbuhan kegiatan ekonomi daerah dan lapangan kerja baru dan merangsang
menciptakan pekerjaan baru. pertumbuhan kegiatan ekonomi. (Blakely,
1989)
Definsi pel fokus kepada Dimensi / batasan pel
1. Peningkatan kandungan lokal 1. Pengertian lokal yang terdapat dalam definisi PEL tidak
2. Pelibatan stakeholders secara substansial dalam merujuk pada batasan wilayah administratif tetapi lebih
suatu kemitraaan strategis kepada peningkatan kandungan komponen lokal maupun
3. Peningkatan ketahanan dan kemandirian optimalisasi pemanfaatan suberdaya lokal.
ekonomi 2. PEL sebagai inisiatif daerah yang dilakukan secara
4. Pembanguan berkelanjutan partisipatif.
5. Pemanfaatan hasul pembangunan oleh sebagian 3. PEL menekankan pada pendekatan pengambangan bisnis,
besar masyrakat lokal bukan pada pendekatan bantuan sosial yang bersifat karikatif.
6. Pengembangan UKM 4. PEL bukan merupakan upaya penanggulangan kemiskinan
7. Pertumbuhan ekonomi yang dicapau secara secara langsung.
inklusif 5. PEL diarahkan untuk mengisi dan mengoptimalkan kegiatan
8. Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas ekonomi yang dilakukan berdasarkan pengembangan wilayah,
SDM pewilayahan komoditas, tata ruang atau regionalisasi ekonomi
9. Pengurangan kesenjangan .
10. Pengurangan dampak negatif dari kegiatan
ekonomi terhadap lingkungan
Tujuan dan sasaran pel
1. Terlaksananya upaya percepatan pengembangan ekonomi lokal melalui pelibatan pemerintah, dunia
usaha, masyarakat lokal dan organisasi masy madani dalam suatu proses yang partisipatif.
2. Terbangun dan berkembangnya kemitraan dan alianso strategis dalam upaya percepatan
pengembangan ekonomi lokal diantara stakeholders secara sinergis.
3. Terbangunnya sarana dan prasarana ekonomi yang mendukung upaya percepatan pengembangan
ekonomi lokal.
4. Terwujudnya pengembangan dan pertumbuhan UKM secara ekonomis dan berkelanjutan.
5. Terwujunya PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
6. Terwujudnya peningkatan pendapatan masyarakat, berkurangnya pengangguran, menurunnya
tingkat kemiskinan.
7. Terwujudnya peningkatan pemerataan antar kelompok masyarakat, antar sektor dan antar wilayah.
8. Terciptanya ketahanan dan kemandirian ekonomi masyarakat lokal.
Pengembangan daya saing
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang
direncanakan mulai berlaku pada tahun 2015. Dengan pencapaian tersebut, maka ASEAN
akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi
dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas.
Konsekuensinya kita bersaing dengan produk barang & jasa dari negara-negara
ASEAN di negara kita sendiri maupun pasar di negara negara ASEAN Lainnya.
Kata Kuncinya adalah Daya Saing.
Daya saing
• Competitiveness as the set of institutions, policies, and factors that determine the level of productivity
of a country (Schwab and Porter, 2007).
• Pendefinisian daya saing tergantung dimana lokasi daya saing tersebut didefinisikan, apakah di atas
mikro (perusahaan) atau di atas makro (nasional).
• Diantara kedua konsep daya saing tersebut, muncul konsep daya saing daerah, yang mendapatkan
perhatian yang besar pada beberapa tahun terakhir, hal ini disebabkan karena daerah merupakan kunci
dalam organisasi dan tata kelola pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesejahteraan .
• Meyer-Stamer (2003), daya saing daerah didefinisikan sebagai kemampuan suatu wilayah untuk
meningkatkan pendapatan yang tinggi dan penghidupan masyarakat yang ada dalam wilayah tersebut
pada standar kehidupan yang tinggi. Sedangkan Huggins (2003) menyatakan bahwa daya saing daerah
yang sejati hanya tejadi ketika pertumbuhan berkelanjutan dicapai pada tingkat tenaga kerja yang
meningkatkan standar kehidupan.
Pengembangan Business Cluster
Kluster industri sering disebut sebagai
mesin dari ekonomi lokal. Suatu kluster
mempunyai tiga dimensi yang
menyangkut: produsen pengekspor,
pemasok dan perantara, dan institusi
dasar yang memberikan input, seperti
ide, inovasi, modal dan prasarana.
Kluster industri dimaksudkan sebagai
lokomotif untuk mendorong
perkembangan sistem industri di
daerahnya melalui fokus pada dukungan
terhadap jenis-jenis industri setempat
yang potensial sebagai basis ekspor ke
luar daerah.
Pengembangan cluster
dilaksanakan dibawah strategi P E L akan menyangkut beberapa
pendekatan,antara lain:

1. Pengembangan network. Perhatian khusus diberikan untuk mendorong kerjasama penduduk setempat dalam cluster
yang sama untuk secara bersama untuk meningkatkan peluang pengembangan bisnis. Network ini dapat pemasaran
produk bersama dan kemudian memulai perdagangan antar perusahaan dalam satu cluster.
2. Mengembangkan upaya pemasaran bersama cluster. Identifikasi dan pengembangan cluster membentuk basis untuk
promosi investasi dan pemasaran, sebagai bagian dari program city marketing.
3. Menyediakan informasi yang spesifik untuk cluster. Kegiatan yang dapat segera dilakukan adalah
mengumpulkan dan menyebarkan informasi tentang kegiatan bisnis dan system pendukung kebijakan. Dengan
pertukaran informasi ini keterkaitan pembeli-pemasok dapat dikembangkan.
4. Mendukung riset bersama. Perguruan tinggi yang ada dapat dilibatkan dalam riset yang bermanfaat bagi kluster,
pengembangan inkubasi bisnis.
5. Mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan. Kunci untuk networking bisnis di dalam suatu inisiatif cluster
adalah apresiasi keterampilan di dalam sektor. Bila sejumlah bisnis mengekspresikan kebutuhan, sehingga pelatihan
yang sesuai akan dapat diberikan.
Pemerintah daerah dapat berkolaborasi secara regional, menjadi fasilitator dari
networking antar industri, dan katalis yang menjalin tiap pelaku ekonomi untuk
bekerjasama. Di samping itu, pemerintah daerah juga dapat berperan besar dalam
menumbuhkan permintaan (government expenditure=G), mengingat di kebanyakan
daerah belanja pemerintah masih dominan. Ini penting, karena biasanya sulit bagi unit
UKM setempat untuk bersaing mendapatkan kesempatan,

mengingat keterbatahan kelembagaan, biaya pemasaran serta akses ke sumber


dana.
Pengembangan Kelembagaan yang Menunjang P
EL
Pesan berikut dari Geddes adalah menyangkut community education. Ini dapat
dikaitkan dengan pendapat bahwa perencanaan dan pembangunan adalah proses
pembelajaran, yang bukan mengajari masyarakat, namun belajar bersama
masyarakat. Proses perencanaan adalah proses “belajar bersama", tidak memberi
tekanan pada pembuatan dokumen, tetapi pada dialog (Friedman, 1981).

1. Kemitraan. Proses perencanaan dan implementasi pengembangan ekonomi lokal dilaksanakan secara kolektif
antara ketiga unsur: pemerintah – swasta – masyarakat.

2. Kontrol. Pada sisi lain, proses dialog antar stakeholder tersebut juga mempunyai fungsi kontrol. Kebijakan PEL akan
dapat sukses kalau dilaksanakan sesuai dengan azas good governance, ada untuk kepercayaan, keterbukaan dan
akuntabilitas. Untuk itu lembaga self-control melalui forum PEL pada tingkat kota maupun komunitas akan
diperlukan.
Kerjasama
Pembangunan
Regional
1. JABODETABEKJUR

2. Gerbangkertosusilo
1. JABODETABEKJUR
Dalam upaya meningkatkan keserasian dan keterpaduan Ruang lingkup dari kegiatan kerja sama dari
pembangunan serta pemecahan masalah bersama di JABODETABEKJUR ini
wilayah JABOTABEK, Pemerintahan Provinsi DKI meliputi:
Jakarta dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah 1. Penataan Ruang.
sepakat untuk mengembangkan kerjasama dan 2. Permukiman, Sarana & Prasarana.
membentuk suatu wadah kerjasama. 3. Sumber Daya Air, Kebersihan dan LH.
4. Transportasi, Perhubungan dan Pariwisata.
Kerjasama ini bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan, 5. Agribisnis, Koperasi dan Usaha Kecil
keselarasan, keserasian dan keseimbangan pelaksanaan Menengah.
pembangunan JABODETABEKJUR yang saling terkait, 6. Industri, Perdagangan, Pertambangan dan
saling mempengaruhi, saling ketergantungan dan saling Investasi.
menguntungkan yang memberi manfaat kepada 7. Kependudukan, Ketentraman & Ketertiban.
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan 8. Kesehatan dan Pendidikan.
kepentingan bersama Daerah. 9. Sosial dan Tenaga Kerja.
Organisasi dan Tata Kerja Badan Kerjasama Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan
Cianjur (JABODETABEKJUR) di mana dalam rancangan tersebut Badan sebagai wadah kerjasama
antar Daerah, merupakan lembaga koordinasi yang mewakili kepentingan Pemerintah Daerah yang
dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Forum dan
disetarakan dengan Eselon II b.

Menegaskan untuk melanjutkan dan meningkatkan kerjasama pembangunan antar daerah di


wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten,
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten
Bekasi, Kota Bekasi dan Kabupaten Cianjur dengan ruang lingkup kerjasama meliputi bidang
penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom yang saling keterkaitan, saling
mempengaruhi dan saling ketergantungan yang memberi manfaat kepada
kesejahteraan masyarakat antara lain mengenai keselarasan, keserasian dan keseimbangan di dalam
pelaksanaan pembangunan.
2. Gerbangkertosusilo
Gerbangkertosusila adalah akronim dari Gresik,
Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan.
Kawasan ini dimaksudkan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Jawa Timur sebagai kawasan
perkembangan ekonomi dengan pusatnya di Surabaya.
Kawasan ini serupa dengan istilah Jabodetabek dengan
pusat di Jakarta. Dengan perkembangan yang sangat
pesat, yang meliputi jumlah penduduk dan ekonomi,
dari wilayah urban megapolitan Gerbangkertosusila,
maka kemungkinan adanya pengembangan wilayah
sendiri menjadi Daerah Khusus Metro Sutabaya,
setingkat dengan provinsi terpisah dari wilayah Provinsi
Jawa Timur, yang dipimpin oleh seorang gubernur.
Pemisahan ini untuk mengurangi beban Jawa Timur
sebagai provinsi paling besar jumlah penduduknya.
Dengan adanya Jembatan Suramadu yang menghubungkan
Surabaya dengan Bangkalan (Madura),
maka makin jelas arah dari wilayah megapolitan
Gerbangkertosusila sebagai wilayah provinsi tersendiri.
KESIMPULAN
Pembangunan wilayah ditujukan untuk :

a) kemakmuran wilayah;
b) menata, memberdayakan, melestarikan, dan menjaga sumber daya lingkungan dan alam agar memiliki nilai tambah
bagi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah;
c) memberdayakan kelembagaan di daerah agar mampu mandiri dalam melakukan pengambilan keputusan dan
berkinerja tinggi; dan d) mensejahterakan masyarakat di suatu lokasi.

Dalam melaksanakan pengembangan wilayah, setidaknya ada 3 teori yang bisa


dijadikan sandaran, yaitu teori lokasi; teori pusat pelayanan, dan teori kutub pertumbuhan.

Dalam implementasi di Indonesia, ada banyak program yang telah


dilakukan, yaitu pengembangan kawasan agropolitan, KAPET, PEL, dan Program
kerjasama pembangunan regional lainnya, misalnya JABODETABEKJUR dan
Gerbangkertosusilo.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai