Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi Indonesia sebagai Negara berkembang menuntut Indonesia untuk menuju
perubahan demi mengikuti perkembangan pada era globalisasi. Tuntutan perkembangan
di era globalisasi itulah yang membuat Indonesia untuk selalu melakukan pembangunan
dan memperbaiki infrastruktur, sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang kian meningkat. Salah satu kebutuhan yang meningkat dari tahun
ketahun selain sandang dan pangan adalah papan, dimana kebutuhan papan tersebut
adalah kebutuhan akan tempat tinggal yang merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan
manusia. Meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal serta pertumbuhan ekonomi yang
semakin pesat membuat banyak daerah terutama di kota-kota besar melakukan
pembangunan serta berbagai cara yang dilakukan untuk neningkatkan sumber daya
manusia guna memenuhi kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang.
Meningkatnya sumber daya manusia juga didorong oleh faktor migrasi penduduk di
daerah pedesaan ke daerah perkotaan.Meningkatnya pertubuhan ekomomi, sarana
prasarana infrastruktur dan lainnya juga harus dibarengi dengan luas lahan yang dapat
dialih fungsikan menjadi lahan untuk menbangun sektor perekonomian bagi masyarakat.
Lahan yang dimaksud adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi
penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara
alami maupun akibat pengaruh manusia. Menurut John Turner terdapat empat dimensi
yang harus diperhatikan dalam memahami dinamika permintaan perumahan dalam suatu
kota, salah satunya adalah dimensi lokasi. Dimensi ini mengacu pada tempat tertentu
yang dianggap cocok oleh seseorang/kelompok untuk tempat tinggal.Akibatnya lahan
pertanian sebagai solusinya untuk membangun perumahan dan beberapa sector ekonomi
pendukung, mengingat lahan pertanian mudah ditemui disetiap daerah dan bermedan
datar.

Salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul yang banyak terjadi alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian adalah Kecamatan Sewon. Maraknya alih fungsi lahan di
Kecamatan Sewon tersebut disebabkan karena daerah tersebut merupakan salah satu
wilayah aglomerasi di Bantul yang berbatasan dengan perkotaan (Kota Yogyakarta)
sehingga hal ini menjadi sasaran pengembang ekomomi baik dari insfrasktuktur serta
kependudukan dan lainnya oleh investor, karena di wilayah utara sudah padat serta
terdapatnya ring road yang berperan sebagai prasarana mobilitas utama kegiatan, koridor
jalan Parangtritis, dan rencana jalur jalan lintas selatan sebagai pendukung pendorong
kegiatan yang lambat laun juga mempengaruhi perubahan pemanfaatan lahan di
Kecamatan Sewon. Sepanjang pertegahan tahun 2015 menurut Kasi Pemerintahan
Kecamatan Sewon, Deni Ngajishartono terdapat dua titik area subur di Sewon yang
dibangun untuk aspek kependudukan, aspek fisik dasar, aspek ekonomi, dan aspek sarana
prasarana (infrastruktur) wilayah. Pertama di Dusun Tarudan, Desa Bangunharjo dan di
Dusun Sudimoro, Desa Timbulharjo. Total lahan pertanian yang telah diurug untuk
perumahan tersebut berjumlah sekitar empat hektar.
Banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan non pertanian telah
menjadi dilema dan konflik kepentingan yang dapat berakibat tidak konsisten terhadap
rencana tata ruang, seperti pendirian bangunan di kawasan pertanian yang diperbolehkan.
Inkonsistensi pemerintah daerah dimungkinkan karena adanya perbedaan kepentingan
dalam upaya pengembangan wilayahnya. Disisi lain, pemerintah daerah ingin
meningkatkan ekonomi dengan pembangunan yang dilakukan, tetapi dilain pihak
pemerintah daerah harus menegakkan berbagai aturan mengenai larangan alih fungsi
lahan agar tetap lestari.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang dicapai dalam penyusunan laporan ini yaitu tercapainya progres/kemajuan
perencanaan wilayah di Kapanewon Sewon yang berkaitan dengan aspek kependudukan,
aspek fisik dasar, aspek sosial budaya, aspek ekonomi, dan aspek sarana prasarana
(infrastruktur) wilayah.
Untuk dapat mencapai tujuan dari proses kegiatan studi Studio Proses Perencanaan
Wilayah tersebut maka perlu ditentukan beberapa sasaran yang akan dilakukan. Sasaran
tersebut antara lain:
1. Mengetahui wilayah hasil delineasi kawasan perkotaan strategis ekonomi di
daerah Kabupaten Bantul khususnya Kapanewon Sewon .
2. Mengetahui isu-isu yang berkembang di kawasan Kapanewon Sewon yang
mencakup beberapa aspek.
3. Hasil identifikasi permasalahan yang dihadapi dan potensi yang dapat
dikembangkan dalam perencanaan kawasan strategis di Daerah Kapanewon
Sewon dalam mengatasi isu serta dapat di jadikan sebagai bahan untuk
mengembangkan beberapa aspek-aspek fisik dasar, aspek sosial budaya, aspek
ekonomi, dan aspek sarana prasarana (infrastruktur) wilayah.
4. Menentukan wilayah perencanaan berdasarkan hasil analisis dan karakteristik
spesifik yang didapat di kawasan strategis percepatan ekonomi Kapanewon
Sewon
5. Rumusan konsep pengenbangan Kawasan strategis di daeran Kapanewon Sewon

1.3 Ruang Lingkup Wilayah


 Ruang lingkup wilayah

Ruang lingkup wilayah kajian dalam perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kapenewon Kasihan terdiri dari 4 Desa di antaranya yaitu:

a. Timbulharjo
b. Pendowoharjo
c. Bangunharjo
d. Panggungharjo
 Ruang Lingkup Waktu

Sesuai dengan peraturan yang berlaku dama Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, periode perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan
Kasihan termasuk dalam peraturan jangka panjang dengan periode 20 tahun yaitu pada
tahun 2017-2037.

 Ruang Lingkup Substansi

Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan Kapanewon Sewon adalah sebuah perencanaan
yang komprehensif, sehingga prinsip dari perencanaan ini adalah harus mencakup semua
aspek-aspek perencanaan. Ruang lingkup substansi wilayah kajian mencakup semua
aspek perencanaan, yaitu:

a. Aspek Kependudukan
b. Aspek Fisik Dasar
c. Aspek Sosial
d. Aspek Ekonomi
e. Aspek Sarana dan Prasana
f. Aspek Prasana(infrastuktur)

BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKAN

Perencanaan pembangunan daerah secara khusus diatur dalam UU No. 25 tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mengatur tahapan perencanaan
mulai dari Rencana Pemerintah Jangka Panjang, Rencana Pemerintah Jangka Menengah
(RPJM daerah), Renstra Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renstra SKPD), Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renja
SKPD). Meskipun demikian, Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
mengatur kembali system perencanaan pembangunan daerah yang telah diatur dalam UU
25/2004 sebelumnya, sekaligus mengatur pula proses penganggaran. Walaupun UU 32/2004
tidak mengatur sedetail UU SPPN khususnya perencanaan dan proses penganggaran dalam
UU 17 dan 33, namun pengaturan kembali ini menimbulkan kerancuan terhadap
penafsirannya.
Sementara UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah mengatur perencanaan pembangunan
daerah, namun hanya terbatas pada perencanaan tahunan yang meliputi Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renja
SKPD), disamping mengatur penyusunan APBD. Perencanaan Pembangunan Daerah
Menurut UU 25 2004 Banyak pihak yang mensinyalir UU 25 2004, lahir lebih
mempertahankan eksistensi Bappenas. Perencanaan jangka panjang atau RPJP Daerah
dengan periode 20 tahunan memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah. Berangkat dari
pengalaman orde baru, perencanaan jangka panjang 25 tahunan telah gagal mencapai
targetnya. Tahapan pembangunan yang ditargetkan dengan teori pertumbuhan Rostow, tidak
pernah terwujud tahapan tinggal landas di negara kita.
Permasalahan kependudukan Indonesia di atas bila ditarik kesimpulan, padadasarnya
adalah bersumber pada pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi.Sensus penduduk tahun
2010, menunjukan jumlah penduduk Indonesia sebesar 237.641.326 jiwa. Dari sensus
tersebut menempatkan Indonesia di posisi empat besar negara berpenduduk paling banyak di
dunia, setelah China, Amerika Serikat, dan India. Padadasarnya penduduk merupakan modal
pembangunan apabila diikuti dengan kualitassumber daya manusia yang baik, namun apabila
tidak diimbangi dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik, penduduk dalam jumlah
yang besar justru akan menjadi beban pembangunan bagi pemerintah.
Pemerintah Kabupaten Bantul dalam upaya melaksanakan kewenangan di bidang
pengendalian laju pertumbuhan penduduk, membentuk Badan KesejahteraanKeluarga,
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, sebagaimana diatur dalamPeraturan
Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2007.Badan tersebut mempunyaitugas pokok
melaksanakan kewenangan pemerintah kabupaten di bidang KesejahteraanKeluarga,
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.Sensus penduduk tahun 2010,
menempatkan Kabupaten Bantul sebagai daerahdengan jumlah penduduk paling besar kedua
setelah Kabupaten Sleman, yaitu 911.503 jiwa. Hasil sensus penduduk tersebut, juga
menempatkan Bantul sebagai kabupatendengan laju pertumbuhan penduduk terbesar kedua
setelah Sleman, yaitu dengan presentase 1,57% pertahun. Angka tersebut mengalami
kenaikan bila dibandingkandengan empat tahun sebelumnya, dimana laju pertumbuhan
Kabupaten Bantul berada pada kisaran 1,3% - 1,4%. Selain hal tersebut, presentase laju
pertumbuhan pendudukKabupaten Bantul pada sensus penduduk 2010 juga tergolong tinggi
bila dibandingkandengan presentase laju pertumbuhan penduduk provinsi DIY yang hanya
sebesar 1,04% pertahun, dan juga presentase laju pertumbuhan penduduk nasional yang
hanya sebesar1,41% pertahun.Dari data diatas memang sungguh ironis, Kabupaten Bantul
sebagai salah satukabupaten maju dalam hal pembangunan infrastruktur ataupun dari segi
pendidikannya, justru menunjukan hasil yang sebaliknya dalam hal presentase laju
pertumbuhan penduduk pada sensus penduduk tahun 2010.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bantul 2006-
2025 yang memuat visi, misi dan arah kebijakan pembangunan daerah selama 20 tahun ke
depan merupakan pedoman bagi penyusunan RPJMD. Dokumen RPJMD Kabupaten Bantul
2016-2021 berpedoman pada arah kebijakan pembangunan tahap III RPJPD Kabupaten
Bantul 2006-2025.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) menjadi
pedoman bagi penyusunan Rencana Strategis Perangkat Daerah (Renstra PD).Renstra PD
merupakan rencana kerja lima tahunan yang dijabarkan ke dalam perencanaan kerja tahunan
PD (Renja PD) untuk menunjang pencapaian visi, misi dan sasaran pembangunan lima
tahunan sebagaimana termuat dalam RPJMD serta penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi kewenangan kabupaten.Penjabaran rencana tahunan RKPD termuat dalam Rencana
Kerja (Renja) PD.
RPJMD sebagai dokumen perencanaan pembangunan lima tahunan dijabarkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai perencanaan tahunan daerah.
Selanjutnya, RKPD menjadi acuan bagi setiap PD dalam menyusun rencana kerja (Renja PD)
tahunannya. Dalam pelaksanaan tahunannya, RPJMD melalui RKPD menjadi dasar
penyusunan Rancangan APBDsetiap tahun selama 5 (lima) tahun. Oleh karenanya, Dokumen
RPJMD Kabupaten Bantul Tahun 2016-2021 didasarkan pada KLHS (Kajian Lingkungan
Hidup Strategis) Kabupaten Bantul untuk memastikan bahwa pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dalam penyusunan perencanaan pembangunan di Kabupaten Bantul
BAB 3
PROFIL WILAYAH

Luas wilayah Kabupaten Bantul 508,85 Km2 (15,90 5 dari Luas wilayah Propinsi DIY)
dengan topografi sebagai dataran rendah 140% dan lebih dari separonya (60%) daerah
perbukitan yang kurang subur, secara garis besar terdiri dari
a) Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari
Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah).
b) Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian yang
subur seluas 210.94 km2 (41,62 %)
c) Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih
lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65%).
d) Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian Tengah
dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikir berlagun, terbentang di Pantai
Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek
PETA KACAMATAN KAPANEWON SEWON

3.1 Administrasi
Salah satu daerah di Kabupaten bantul yaitu kapanewon sewon yang memiliki
Jumlah keseluruhan penduduk adalah 75.327 0rang dengan jumlah penduduk laki-laki
37.795 orang dan penduduk perempuan 37.532 orang. Tingkat kepadatan penduduk di
Kecamatan Sewon adalah 2766 jiwa/Km2. Sebagian besar penduduk Kecamatan
Sewon adalah buruh. Dari data monografi Kecamatan tercatat 12.849 orang atau
17,05 % penduduk Kecamatan Sewon bekerja di sebagai pegawai/buruh di berbagai
perusahaan/ industri.

3.2 Fisik dasar


3.2.1 Topografi
Ketinggian dan kemiringan lereng merupakan bagian dari kondisi
topografi suatu wilayah yang sangat berpengaruh dalam kesesuaian lahan dan
banyak mempengaruhi penataan lingkungan alami. Kondisi topografi identik
terhadap ketinggian dan kemiringan lereng yang akan berpengaruh terhadap
kondisi alam yang akan dapat menyebabkan terjadinya longsor apa bila
konstruksi tanah sudah tidak mampu tahan oleh pepohonan makan akan dapat
menimbulkan bencana tanah longsor dan lain sebagainya.

3.2.1 Krimatologi
Kondisi krimatologi di daera kaoanewon sewon kabupaten bantul yaitu
beriklim tropis dengan curah hujan serta intersitas hujan
3.3 Pengunaan lahan
3.3.1 Luas lahan
Luas lahan adalah bentuk campur tangan manusia terhadap sumber daya lahan
baik yang sifatnya tetap atau permanen ataupun merupakan daur yang bertujuan
memenuhi kebutuhan masayarakat kapanewon sewon. Luas lahan di daerah
didominasi oleh lahan pertanian, berikut adalah tabel Luas lahan kapanewon sewon
tahun 2020 secara umum sebagai berikut:

Desa Luas (km²) Presentasi terhadap


luas kecamatan
Pendowoharjo 6,98 25,70
Timbulharjo 7,78 28,64
Bangunharjo 6,79 25,00
Panggungharjo 5,61 20,66

3.3.2 Sarana pendidikan


Sarana pendidikan adalah sarana yang memilki peran penting dalam suatu
wilayah karena dengan adanya sarana pendidikan ini dapat meningkatkan kualitas
dari sumber daya manusia yang ada sehingga dapat secara bijak dan mampu
mengelola sumber daya alam yang ada dalam rangka memnuhi kebutuhan sehari-hari.
Kapanewon sewon memiliki sarana pendidikan berupa paud, tk, sd, min dan mts milik
pemerintah. Berikut adalah tabel sarana Kapanewon sewon

Desa Negeri Swasta


Pendowoharjo - 8
Timbulharjo 1 8
Bangunharjo - 11
Panggungharjo - 13
Berdasarkan tabel di atas sarana pendidikan di daerah kapanewon sewon memiliki 1
sekolah negeri dan selebihnya swasta yang jumlahnya 40.

3.3.3 Kesehatan
Berdasarkan hasil survey, kapanewon sewon memiliki sarana kesehatan
berupa posyandu dan polindes, sehingga masyarakat desa dapat mengakses sarana
kesehatan lebih dekat. Berikut tabel sarana kesehatan kapanewon sewon

Desa Rumah sakit Puskesmas Poliklinik Apotek


Pendowoharjo 0 0 1 1
Timbulharjo 0 1 1 1
Bangunharjo 1 1 1 1
Panggungharjo 1 0 1 1

Berdasarkan tabel di atas rumah sakit terdapat di dua desa yaitu desa
bangunharjo dan desa panggungharjo, Terdapat dua puskesmas di desa timbulharjo
dan panggungharjo dan masing-masing memiliki poliklinik dan apoteker di setiap
desa
3.3.4 Peribadatan
Dengan adanya sarana peribadatan ini masyarakat dapat melakukan kegiatan
islami sesuai dengan agama dan kepercayaan yang di anut. Kapanewon sewon
memiliki sarana peribadatan berupa tiga masjid dan tujuh musholla yang tersebar di
Kapanewon sewon. Sarana peribadatan berada disepanjang jalan kolektor yang
menghubungkan desa dengan desa lainnya, sehingga tidak hanya masyarakat di
Kapanewon sewon yang menggunakan fasilitas peribadatan tersebut melainkan
masyarakat sekitar dusun pun dapat menggunakan fasilitas tersebut. Berikut adalah
tabel sarana peribadatan kapanewon sewon

Desa Masjid Mushola Gereja Gereja Pura


protestan khatolik
Pendowoharjo 39 15 - - 1
Timbulharjo 34 22 - - -
Bangunharjo 39 15 1 1 -
Panggungharj 42 12 - - -
o
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa di daerah kapanewon sewon
memiliki total mesjid sebanyak 148 di mana terdapat 39 mesjid di pendowoharjo, 34
di timbulharjo, 39 di bangunharjo,dan 42 di bangunharjo, begitu pula mushola yang
keseluruhannya 64 yang terbagi di beberapa daerah yaitu 15 di panggungharjo 22 di
timbulharjo, 15 di bangunharjo, dan 12 di panggungharjo. Kemudian terdapat 1 gereja
protestan, 1 gereja katholik dan satu pura
3.4 Pertanian

Desa Luas lahan sawah Luas lahan bukan Lahan non


sawah pertanian
Pendowoharjo 301,71 8,00 388,29
Timbulharjo 400,50 9,89 367,50
Bangunharjo 279,79 7,10 392,21
Panggungharjo 168,00 8,00 385,00

BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai penelitian yang telah kami lakukan, maka kami
dapat menarik kesimpulan yakiej kecamatan di Kabupaten, Band yang banyak terjadi alih
fungu lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sewon alih fungsi lahan di Kecamatan
Sewon tersebut disebabkan karena daerah tersebut merupakan salah satu wilayah aglomerasi
di Bantal yang berbatasan dengan perkotaan kota yogyakarta sehingga hal ini menjadi sasaran
pengembang ekomom baik dari sfiskruktur serta kependudukan dan lainnya karena di
wilayah t sudah padat serta terdapatnya ring road yang berperan sebagai prasarana mobilitas
utama kegiatan koridor jalan Parangtritis, dan rencana jalur jalan lintas selatan sebagai
pendukung pendorong kegiatan yang lambat lain juga mempengaruhi perubahan pemanfaatan
lahan da Kecamatan Sewon Banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan
non pertanian dapat berakibat tidak konsisten terhadap rencana tata mang, hangunan di
kawasan pertanian yang diperbolehkan pemerintah daerah karena adanya perbedaan dalam
upaya pengembangan wilayah Dikabupaten Sewon pemeriah daerah mgm mengkatkan
ekonoun dengan pembangunan yang dilakukan, tetaps pihak perermtah daerah harus
menegakkan berbagai alam mengenai mangan ahh fungs Inham agar tetap lestar

Anda mungkin juga menyukai