1. Menurut Djoko Sujarto perencanaan kota merupakan suatu usaha pemikiran secara rasional
untuk mencapai kebutuhan baru di masa mendatang Pada definisi yang diberikan di atas
mengandung arti bahwa :
1. Adanya peramalan kebutuhan di masa datang.
2. Adanya keinginan pemenuhan kebutuhan yang rasional (dapat dilaksanakan) di masa
datang. Djoko Sujarto juga menyatakan bahwa dalam perencanaan wilayah lebih
menekankan pada perencanaan fisik dan perencanaan ekonomi, mesipun perencanaan social
juga tetap mendapat perhatian. Perencanaan fisik berkaitan dengan kegiatan fisik, seperti
perencanaan jaringan jalan regional, pusat-pusat pertumbuhan, penggunaan lahan secara
makro sesuai dengan kondisi geografis. Perencanaan ekonomi berkaitan dengan
pengembangan ekonomi pada suatu wilayah yang bertujuan meningkatkan pendapatan
daerah dan kesejahteraan penduduk dalam wilayah tersebut, dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada
2. 1. Transparansi
Trasparansi merupakan proses keterbukaan menyampaikan informasi atau aktivitas yang
dilakukan. Harapannya, agar pihak-pihak eksternal yag secara tidak langsung ikut
bertanggung jawab dapat ikut memberikan pengawasan. Memfasilitasi akses informasi
menjadi faktor penting terciptanya transparansi ini.
2. Partisipasi
Partisipasi merujuk pada keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam merencanakan
kebijakan. Masukan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan kebijakan dapat membantu
pembuat kebijakan mempertimbangkan berbagai persoalan, perspektif, dan opsi-opsi
alternatif dalam menyelesaikan suatu persoalan. Proses partisipasi membuka peluang bagi
pembuat kebijakan untuk mendapatkan pengetahuan baru, mengintegrasikan harapan publik
kedalam proses pengambilan kebijakan, sekaligus mengantisipasi terjadinya konflik sosial
yang mungkin muncul. Komponen yang menjamin akses partisipasi mencakup, tersedianya
ruang formal melalui forum-forum yang relevan, adanya mekanisme untuk memastikan
partisipasi publik, proses yang inklusif dan terbuka, dan adanya kepastian masukan dari
publik akan diakomodir di dalam penyusunan kebijakan.
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas didefinisikan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas peraturan yang telah
dibuat. Proses ini juga sekaligus menguji seberapa kredibel suatu kebijakan tidak berpihak
pada golongan tertentu. Akuntabilitas akan melewati beberapa proses pengujian tertentu.
Proses yang terstruktur ini diharapkan akan mampu membaca celah-celah kekeliruan, seperti
penyimpangan anggaran atau pelimpahan kekuasaan yang kurang tepat. Mekanisme
akuntabilitas juga memberikan kesempatan kepada para pemangku kebijakan untuk untuk
meminta penjelasan dan pertanggungjawaban apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai
dengan konsesus dalam pelaksanaan tata kelola di bidang tertentu.
4. Koordinasi
Koordinasi adalah sebuah mekanisme yang memastikan bahwa seluruh pemangku kebijakan
yang memiliki kepentingan bersama telah memiliki kesamaan pandangan. Kesamaan
pandangan ini dapat diwujudkan dengan mengintegrasikan visi dan misi pada masing-masing
lembaga. Koordinasi menjadi faktor yang sangat penting, karena kekacauan koordinasi dapat
menyebabkan efisiensi dan efektivitas kerja menjadi terganggu.
3. Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) merupakan bagian dari rencana rinci tata ruang. Di
Indonesia, terdapat dua jenis perencanaan utama yaitu Rencana Pembangunan dan Rencana
Tata Ruang (RTR) yang menjadi pedoman bagi pemerintah untuk mencapai target
pembangunan dalam jangka waktu dan lingkup tertentu. Rencana tata ruang terbagi menjadi
2, yakni rencana umum yang terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional,
RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota dan rencana rinci yang terdiri dari RTR Pulau,
RTR Kawasan Strategis Nasional dan RDTR Kabupaten dan Kota).
Penyusunan RDTR sendiri telah diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang serta
diatur lebih jauh di dalam peraturan menteri yang diterbitkan pada tahun 2011 dan
diperbaharui pada tahun 2018. Pada peraturan tersebut diatur mengenai hal-hal serta muatan
substansi yang harus dipenuhi dalam menyusun dokumen RDTR, yang terdiri dari dokumen
RDTR dan Peraturan Zonasi (PZ). Adapun yang menjadi muatan substansi dari RDTR
adalah tujuan penataan Bagian Wilayah Perkotaan (BWP); rencana struktur ruang; rencana
pola ruang; penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya; dan ketentuan
pemanfaatan ruang.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
menggantikan peraturan sebelumnya yang berkaitan dengan penyusunan substansi RDTR.
Pada peraturan baru, terdapat perubahan susunan materi substansi dari dokumen RDTR.
Pada peraturan yang baru, dokumen RDTR secara keseluruhan terdiri dari 7 bab, yang juga
mengubah sub bab ketentuan khusus dan standar teknis menjadi materi wajib yang harus ada
di dalam dokumen RDTR.
dan tertinggal. Pertumbuhan kota yang tidak seimbang ini di tambah dengan kesenjangan
pembangunan antar wilayah menimbulkan urbanisasi yang tidak terarah dan terkendali.
2.Kesenjangan Pembangunan
Kesenjangan Pembangunan Kondisi social ekonomi masyarakat yang tinggal di pedesaan
umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan, hal
ini merupakan konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses indrustrialisasi,
dimanaproses indrustrialisasi, dimana daerah investasi ekonomi oleh swasta maupun
pemerintah cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan Selain dari pada itu kegiatan
ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi
yang dikembangkan di wilayah pedesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat
mendorong perkembangan perdesaan(trickling down effects) justru memberi dampak yang
merugikan pertumbuhan (trickling down effects)
3.Belum berkembangnya Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh
Belum berkembangnya Wilayah Strategis dan Cepat TumbuhBanyak wilayah yang memiliki
produk Banyak wilayah yang memiliki produk unggulan atau lokasi strategis belumunggulan
atau lokasi strategis belumdikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan dikembangkan
secara optimal.