DISUSUN OLEH
Detryana Gitadewi (3018210326)
KELAS A
I. HUKUM TANAH POSITIF WARISAN PEMERINTAH
KOLONIAL HINDIA BELANDA
Hukum tanah lama (sebelum UUPA) ada yang bersumber dari:
a) Hukum (Tanah) Adat
Yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum agrarian yang bersumber pada hukum
adat dan berlaku terhadap tanah-tanah yang dipunyai dengan hak-hak atas
tanah yang diatur oleh hukum adat. Hukum (tanah) adat ini berkonsepsi
Komunalisti Religius. Merupakan hukum yang tidak tertulis dan sejak semula
berlaku di kalangan masyarakat asli Indonesia sebelum datangnya bgangsa-
bangsa Portugis, Belanda, Inggris dsb.
Ø Hukum (Tanah) Perdata Barat
Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum agraria yang bersumber
pada hukum perdata Barat, khususnya yang bersumber pada Boergelijk
Wetboek (BW). Dalam perkembangan selanjutnya bersamaan dengan
Belanda tentang tanah yang mula-mula masih merupakan hukum
Belanda Kuno yang didasarkan pada hukum kebiasaan yang tidak tertulis,
contohnya Baraviasche Grondhuur , Hk Tertulis Overschrijvings
Ordonantie Stb 1834-27.
• Motivasi yang mendorong timbulnya Hukum Tanah Barat tersebut
antara lain ialah banyaknya orang belanda yang memerlukan tanah,
contohnya untuk: perkebunan atau bangunan/rumah peristirahatan
(Bungalow) di luar kota dengan Hak Erpacht (Pasal 700) dan untuk
rumah tinggal atau tempat usaha di dalma kota , lalu menguasai tanah
dengan Hak Eigendom dan Hak Opstal
Awalnya kita mengenal 2 macam perangkat Hukum Tanah , yaitu Hukum
Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat. Oleh karena itu hukum tanah yang
berlaku pada waktu itu dikatakan bersifat “DUA LISTIS”. Hukum Tanah pada
masa itu dikatakan bersifat dualisme, karena status hukum atas tanah ada
yang dikuasai oleh hukum Eropa di satu pihak, dan yang dikuasai oleh
hukum adat, sehingga dua pengaturan hukum tersebut diterapkan pada
masing-masing objek. Hukum Adat dianggap tetap berlaku selain
penerapan hukum Eropa.
Selain kedua macam hukum tanah di atas yang merupakan ketentuan pokok
masih ada pula hukum tanah lainnya sebagai ketentuan pelengkap, yaitu Hukum
Tanah Antargolongan, Hukum Tanah swapraja, dan Hukum Tanah
Administratif.