GAYA
A. PENDAHULUAN
Mekanika Rekayasa sebagian besar didasarkan atas hukum-hukum statika yang
antara lain sebagai berikut:
1. Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam
menjadi bergerak, atau sebaliknya.
2. Suatu gaya ditentukan oleh besarnya, arahnya dan titik tangkapnya.
3. Garis yang dilalui oleh gaya itu disebut garis kerja gaya.
4. Apabila pada suatu benda bekerja sebuah gaya, maka didalam benda tersebut
terjadilah gaya lawan yang besarnya sama dengan gaya tersebut (Aksi = Reaksi).
5. Titik tangkap suatu gaya yang bekerja pada suatu benda tertentu boleh
dipindahkan pada sepanjang garis kerja gaya.
6. M = F x S, dimana : M = Momen
F = Gaya
S = lengan (jarak gaya terhadap titik yang ditinjau)
F1
0 F1
F2
Gambar 1.1
Pada Gambar 1.1 gaya – gaya F 1 dan F2 dipindahkan titik – titik tangkapnya
ketitik 0. Dengan cara lukisan R (Resultante) sama dengan panjang diagonal
daripada jajaran genjang dengan sisi – sisi F1 dan F2.
2. Cara Analytis
Y1 F2
Y1
Y2 F1
X1
X2
X2
Pada Gambar. 1.2 Besarnya R diperoleh dengan cara hitungan. Setelah gaya –
gaya itu dipindahkan ke 0, kita mengambil salib sb. x dan y yang tegak lurus
sesamanya.
F x =F 1 cos ∝1 ; F x =F 2 cos ∝2
1 2
R x =F x + F x
1 2
R y =F y + F y
1 2
R=√ R x + R y 2 2
Ry
tgv ∝=
Rx
F1
F2
a F3
F2
F1
F3
O R Garis Penutup
b
gambar. 1.3
pada gambar 1.3 Penyusunan lebih dari 2 gaya dikerjakan secara berturut – turut
yaitu : F1 dan F2 menjadi R1, kemudian R1 dan F3 menjadi R (Gb. 1.3a)
selain cara tersebut dapat dilakukan juga dengan cara yang lebih sederhana jika
ujung F1 dilukiskan F2, kemudian pada ujung F2 ini dilukiskan F3 (gaya terakhir).
Hasilnya ialah merupakan garis yang ditarik dari titik tangkap 0 ketitik terakhir dari
titik tangkap 0 ketitik terakhir F 3 (sama dengan R / garis penutup) seperti pada gb.
1.3b
Contoh :
R1
R2
F1 F2
R3
F3
F4
F5
R=∑ F
а1
а2
а3
a4
Gambar. 1.4 R
Kita ambil titik A sembarang untuk pangkal perhitungan momen, garis kerja R
diumpamakan jaraknya x dari titik A, maka :
R❑ . x=F 1 .a 1−F2 . a2 + F3 . a3 + F 4 . a4
F . a −F 2 . a2 + F 3 . a3 + F 4 . a4
x= 1 1
F 1 .−F 2+ F 3 .+ F 4
ΣF.a.
x=
ΣF
F4
R2
F2
R1 F3
F1 F4
F1
F2
F3
0
Gb. 1.5
F3 F2
I F1 I
A V b
B D F2 II
II
C IV
c III 0
F1 III
F4
F3
E IV
d
V
R F4
Gb. 1.6 e
Langkah pertama dilukis segi banyak gayanya a b c d e. Kita ambil sembarang
titik 0 yang kita hubungkan dengan titik a, b, c, d, e. Titik 0 disebut kutub, dan
garis – garis penghubung tersebut disebut jari-jari kutub yaitu garis I, II, III, IV,
dan V. Setelah itu kita ambil sebuah titik A yang terletak pada garis kerja F 1
sebagai pangkal lukisan melalui titik A kita tarik garis I // jari-jari kutub I garis
ini disebut batang I, dan juga kita tarik batang II // jari-jari kutub II, yang
memotong garis kerja F2 di B, selanjutnya melalui B ditarik batang III // III yang
memotong garis kerja F3 dititik c. Kemudian melalui titik c ditarik batang IV // IV
yang memotong garis kerja F4 dititik D. Akhirnya melalui titik D ditarik batang V
// V yang memotong batang I dititik E. Titik E inilah yang dilalui garis kerja R.
F3
I F1 I
II IV F3 IV
III
II 0
F2
F1 V
F4 F2 III
F4
Gb. 1.7
BAB II
BEBAN
Definisi Beban :
Beratnya benda atau barang yang didukung oleh suatu konstruksi (Bangunan).
2. Beban Hidup :
Beban hidup bergerak, berubah-ubah tempatnya, atau berubah-ubah beratnya.
Adapun yang dimaksud dengan beban yang bergerak untuk suatu bangunan adalah
penghuninya, alat-alat rumah tangga dan lainnya yang sejenis.
Beban hidup pada lantai pada bangunan menurut PPIUG’ 83 misalnya :
Lantai rumah tinggal sederhana 125 kg / m2
Lantai rumah tinggal mewah 200 kg / m2
Lantai gedung sekolah, kantor,
toko, hotel, retoran 250 kg / m2
a. Beban terbagi adalah Beban yang terbagi pada sebuah bidang yang cukup luas.
(lihat Gb. 2.1)
1
2
a a
a
4
Q = a . A kg / m1
1m
l m
b. Beban Segitiga
Kita tinjau sebuah kolam yang berisi air, lihat desakan air yang besarnya adalah
sebanding dengan jarak dari permukaan air, jadi semakin dalam semakin besar
desakannya. Maka desakan air semacam itu merupakan Beban segitiga.
c. Selain penggolongan beban menutut sifatnya dan bentuk yaitu ada yang
menurut letak pembebanan yaitu :
1. Beban langsung
Beban yang bekerja diatas balok seperti gambar 2.1
Suatu konstruksi agar dapat memenuhi tugasnya dalam mendukung beban harus ditumpu
atau diletakkan pada perletakan tertentu. Konstruksi dapat ditumpu oleh tanah, pondasi
dari pas batu atau beton atau oleh sesuatu konstruksi tersendiri. Misalnya sebuah
jembatan, diletakkan diatas pangkal jembatan. Beban yang berupa kendaraan
menggerakkan jembatan ke bawah, tetapi gerakan itu dihalang-halangi oleh pangkal
jembatan. Ini berarti pangkal jembatan memberikan GAYA TUMPUAN disebut gaya
perletakan atau gaya reaksi, berarah keatas.
Karena konstruksi itu tetap ditempatnya, maka menurut hukum aksi-reaksi, gaya
tumpuan harus mempunyai garis kerja berimpitan dengan gaya yang bekerja pada
pangkal jembatan itu, besarnya sama arahnya berlawanan.
Untuk meneruskan gaya-gaya reaksi itu diberikan tumpuan atau perletakkan yang
bentuknya bermacam-macam menurut bentuk kosntruksinya yaitu:
A. SENDI
Gb. 3.1
Sifat-sifat :
Dapat menahan gaya-gaya horizontal dan vertikal .
Tidak dapat menahan momen
Pada sendi akan timbul dua bilangan yang tidak diketahui ( 2 anu )
B. ROL
Sifat-sifat:
Hanya dapat menahan gaya vertikal /
gaya ⊥ bid. Perletakan.
Mempunyai 1 anu.
C. Batang Tumpuan (Pendel)
Sifat-sifat:
Hanya dapat menahan gaya tarik dan
desak searah sb. Batang (1 anu)
D. Jepit
Sifat-sifat:
Dapat menahan gaya vertikal dan
horisontal.
Dapat menahan momen
Mempunyai 3 anu
Beban dan gaya reaksi itu saling meniadakan , maka beban dan gaya-gaya reaksi
merupakan kesetimbangan luar, dari soal kesetimbangan kita ketahui
bahwa agar susunan gaya itu dalam keadaan setimbang harus dipenuhi 3 syarat
yaitu:
∑ F H =0, ∑ Fv ❑=0, ∑ M =0
Gaya-gaya reaksi itu dapat ditentukan dengan 3 persamaan tersebut diatas.
Karena hanya ada 3 persamaan statika, maka reaksi-reaksi itu paling banyak
harus mempunyai 3 anu saja. Maka konstruksi itu perletakkannya harus dipilih
sedemikian agar hanya menghasilkan 3 anu saja. Konstruksi semacam ini disebut:
KONSTRUKSI STATIS TERTENTU.
3 anu 3 anu
E. Cara Hitungan
P
a b
∑ M B=0
A l B R A . l−P . b=0
P.b
RA=
RA RB
l
∑ M A =0
−R B . l+ P . a=0
P. a
R B=
l
F
∑ H =0
∑ F V =0
R A + R B −P=0
P.b P.a
+ −P=0
l l
P . ( a+ b )
−P=0
l
P–P =0 OK!
Contoh Soal :
4T
2T
Tentukan Reaksi perletakan RA dan RB pada
A 3 2 5 B (Gambar Konstruksi disamping)
Penyelesaian:
1.
∑ M B=0
2T 4T R A .10−2.7−4.5=0
2.7+ 4 .5
RA= = 3,4 T
A B 10
3 2 5
∑ M A =0
RA L = 10 RB −R B .10+ 4 . 5+2 .3=0
4 . 5+2 .3
R B= =2.6 T
10
∑ F H =0
∑ F V =0
R A + R B −2−4=0
3,4+ 2,6−6=0
6 =6 OK!
2.
4T 3T 3T
T
2 3 3
A 2 B
A A
P1 I
RA
1
A II
P2
B1
II 0
I
III
III
IV P3
RB
IV
C1
BAB IV
BALOK SEDERHANA
(SIMPLE BEAM)
Pada suatu konstruksi akibat beban atau gaya-gaya luar itu mengakibatkan terjadinya
gaya-gaya didalam konstruksi atau benda itu yang disebut GAYA DALAM. Gaya Dalam
yang terjadi didalam konstruksi itu kita bedakan menjadi 3 yaitu:
A. Gaya Normal (NFD = Normal Force Diagram)
Gaya normal yaitu gaya yang garis kerjanya sejajar dengan sumbu batang atau balok
yang ditinjau.
m
F F
N
F
N F
Gb. 4.1
Pada Gb. 1.4 apabila batang dipotong m-m maka batang sebelah kiri potongan akan
bergerak kekiri ditahan N, dan batang sebelah kanan potongan akan bergerak ke
kanan ditahan N, jadi N = F, Tarik.
Perjanjian Tanda :
F
F Tarik ⨁
F
F Desak ⊝
Gb. 4.2
Bila pada suatu potongan melintang m.m (Gb. 4.2) bagian disebelah kiri potongan
berkehendak bergerak ke atas, maka gaya lintang itu bertanda ⨁ sebaliknya bila
bagian di sebelah kiri potongan berkehendak bergerak ke bawah bertanda ⊝
+ +
- -
C. Momen ( BMD = Bending Moment Diagram)
Momen yaitu hasil kali gaya terhadap lengan / jarak yang ditinjau.
P
Bila sesuatu batang Gb. 4.3 bekerja suatu gaya
P mengakibatkan batang melengkung kebawah
m ⨁ tetapi apabila berakibat melengkung ke
atas m ⊝
-
- - -
- - - -
+ + +
+ + + + + +
+ + + +
+ + +
+ +
- - -
- -
- -
-
Gb. 4.3
A
RY =P csin θ B
a b R X =P cos θ
RAH
l
RA y
RB y
∑ M B=0
R A . L−P sin θ .b=0
P sin θ . b
RA=
L
∑ M A =0
RA ⨁ s∈θ . a −R B . L+ P sinθ . a=0
Psin θ . a
RB R B=
⊖ L
SFD
∑ F V =0
R A + R B −P sin θ=0
⨁ P sin θ . a . b P sin θ .( a+b)
=P sinθ (ok )
L L
P sin θ=P sin θ
BMD
Momen
M e =R A . a
P sin θ . b . a
¿
L
⊖ P cos θ . Gaya Normal (NFD)
NFD ❑ ∑ F H =0
R A −P cos θ=0
H
R A =P cos θ
H
Contoh:
10T
4T 3T
A 1
B
Suatu konstruksi dengan tumpuan sendi dan
C D 4 E
rol. Seperti Gb. Disamping.
3
3m 2m 3m 2m a. Tentukan RA & RB
b. Gambarkan
- SFD
- BMD
- NFD
-
Penyelesaian:
Py = 4/5 . 10 = 8 T
Px = 3/5 . 10 = 6 T
∑ M B=0
R A .10−4.7−8.5−3.2=0
4.7+8.5+ 3.2
RA= =7,4 T
10
∑ M A =0
7,4 ⨁ 3,4 −R B . 10+3.8+ 8.5+ 4.3=0
3.8+8.5+ 4.3
R B= =7,6 T
⊖ 10
−4,6
SFD −7,6
∑ F Y =0
R A + R B =4+ 8+3
15=15(ok )
⨁
15,2 Tm
22,2 Tm SFD
29 Tm Titik A → RA = 7,4 T
BMD C → RA – 4 = 3,4 T
D → C – 8 = - 4,6 T
E → D - 3 = -7,6 T
B → E + RB = 0
BMD
6T MA = MB = 0
MC = RA . 3 = 22,2 Tm
MD = RA . 5 – 4.2 = 29 Tm
NFD ME = RA . 8 – 4.5 – 8.3 = 15,2 Tm
NFD
∑ F H =0
R A −6=0
H
R A =6 T
H
2. B Terbagi rata
q T/m1
B
Reaksi perletakan:
X2
A
X1 X3
∑ M B=0
1
R A . L−q . L . L=0
2
1
q . L2
2 1
RA= = q. L
L 2
DX1 ∑ M A =0
DX 2 1
RA −R B . L+q . L . L=0
⨁ 2
⊖ RB 1 2
SFD q.L
2 1
X R B= = q. L
L 2
∑ F v =0
1 2 R A + R B −q . L=0
BMD qL
8 1 1
q . L+ q . L=q . L
2 2
q . L=q . L(OK )
* Untuk BMD
M A =M B=0
1
M X 1=R A . x 1−. q . x1 . x 1
2
1
¿ q L.x 1
2 1−¿. q . x ¿
2 1
2
1
M X 2=R A . x 2−q . x 2 . x 2
2
1 1
¿ q L x2− q x22
2 2
1 1 1
M 1 =R A . L−q . L. L
2
L 2 2 4
1 1 1
¿ q L2−q L . L
4 2 4
1
¿ q L2
8
Gb. Diagram Parabola
1
M x =R A . x− q x2
2
dM 1
=0 → q . L−qx=0
Dx 2
Dx=0
1 1
M x max = q L x − q . x 2
2 2
1 1 1 1 2
¿ q L . L− q L
2 2 2 2 ( )
1 2
¿ qL
8
* Untuk SFD
- Ditinjau pot. X1
D x1=R A−q . x 1
1
¿ qL−q . x 1
2
- ditinjau pot x2
D x2=R A−q . x 2
1
¿ qL−q . x 2
2
- Ditinjau pot x3 (tengah bentang)
1
D x3 =R A−q . L
2
1 1
¿ qL− qL
2 2
¿0
Gb. Diagram Linier grs. Lurus
Contoh :
T 5T 3T Gambarkan :
q=1 1
m a. SFD
A B b. BMD
5m 2.5 m2.5 m
Penyelesaian:
7 2 ∑ M B=0
⊕ R A .10−1.5.7,5−5.5−3.2,5=0
37,5+ 25+7,5
⊖ RA= =7 T
SFD 10
−3 −6
∑ M A =0
⊕ −R B .10+3.7,5+ 5.5+1.5.2,5=0
BMD 15
22.5
22,5+25+12,5
R B= =6 T
10
Kontrol
∑ F v =0
R A + R B =1.5+5+3
7+6=13
13=13(OK )
Momen (BMD)
M A =M B=0
M C =R A .5−1.5 .2,5=22,5 T m
M D =R A .7,5−1.5.5−5.2,5
¿ 52,5−25−12,5=15Tm
M D =R B x 2,5
¿ 6 x 2,5=15 Tm
E. Over Stek
1. B Titik
P
Reaksi Perletakan
∑ F V =0
L B R A −P=0
A R A =P
RA
P
RA ⨁ Gaya Lintang (SFD)
Titik A → RA
SFD B → RA – P
PL ⊖ Momen (BMD)
M A =−P. L
BMD
2. B. Terbagi rata
P
T Reaksi Perletakan
q
m1 ∑ F V =0
B L R A −q . L=0
A R A =q . L
⊖ Momen (BMD)
1
1 2 M A =−qL . L
qL 2
2 1 2
¿− q L
2
Contoh 1: 3T
T T 3T
q=2 1 q=1
m m1
C
2Am 5m D 5m B2 mE
2,55 3
⊕
⊖ ⊖
SFD −0,45
−4 −5.45
−6
−4
⊖ ⊖
BMD ⊕
15,3
Kontrol
Gambarkan : ∑ M A =0
- SFD −R B .10+3.12+1.5 .7,5+3.5−2.2.1=0
- BMD 36+37,5+15−4
Penyelesaian: R B= =8,45 T
10
∑ M B=0
R A .10−2.2.11−3.5−5.1.2,5+3.2=0
44+ 15+12,5−6
RA= =6,55T
10
∑ F v =0 M B =P. L
R A + R B =2.2+ 3+1.5+3 ¿−3.2=−6 Tm
15=15(OK )
Momen (BMD)
M C =0 Gaya Lintang (SFD)
−1 Titik C = 0
M A= q L2 A = C – 2.2 + RA
2
1 = 0 -4+6,55 = 2,55 T
¿− .2. 22=−4 Tm D = A -3 = -0,45 T
2
M D =R A .5−2.2.6 B = D – 1.5 + RB
= -0,45 – 5 + 8,45 = 3 T
¿ 6,55.5−2.2.6=15,3 Tm
E=B–3=0
1,5 m 2 m 1,5 m 3 m
5m
8T 6T 2T
T
4T q=2 1
m
C D E F G H
5m 3m
B 2m
R AH =¿4 T ¿
A RA RB
8,6
2
⊕
1,4 ⊖
⊕ x
9,4
15,4
4T
SFD
38 35,9
38,49
20
⊕ 17,1
20
⊕
−6
BMD
⊖
NFD
⊕
17,4
8,6
Gambarkan :
- SFD
- BMD
- NFD
Penyelesaian:
∑ M B=0
R A .10−2.5 .7,5−8.3,5−6.1,5+2.3+ 4.3+4.2=0
75+ 28+9−6−12−8 86
RA= = =8,6 T
10 10
∑ M A =0
−R B .10+ 2.13+ 6.8,5+8.6,5+2.5 .2,5+ 4.5=0
26+51+52+25+20 174
R B= = =17,4 T
10 10
Cek
∑ F v =0
R A + R B =2.5+8+6+ 2
8,6+17,4=26
26=26(OK )
Momen (BMD)
- Batang Horisontal
M C =4.5=20 Tm
M D =4.5+ R AY .5−2.5 .2,5=38 Tm
M E =4.5+ R AY .6,5−2.5 .4=35,9Tm
M F =R BY .1,5−2.4,5=17,1Tm
M G=−P . L=−2.3=−6 Tm
1 2
MX sebagai Mmax Mx = RAV . x− q x
2
dM x
Dicari x = …..? atau =0 → R Av−q . x=0
dx
8,6−2. x =0
x=4,3
x ( 5−x )
=
8,6 1,4
1,4 x=8,6 ( 5−x )
1,4 x=43−8,6 x
10 x=43
x=4,3
1
M max =4.5+ R Av . x− q x 2
2
1
¿ 20+8,6.4,3− 2. 4,32
2
¿ 38,49 Tm
- Batang Vertikal
M A =M B=0
M C =R AH .5=20 Tm