Anda di halaman 1dari 10

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS UNTUK PERENCANAAN JALUR EVAKUASI TSUNAMI


DI KECAMATAN WATESKABUPATENKULONPROGO
Oleh:
Muhammad Hasnan Habibi
hasnan.habibi19@gmail.com

Nurul Khakim
nurulk@ugm.ac.id

ABSTRACT
Tsunami is a natural disaster which causes massive destruction. The method used in
this study is using Network Analyst to determine the rallying point as a prelude to the
evacuation point, then obtained the fastest path to the evacuation point. Route making also
consider the length of the road, the road class, and the presence or absence of a bridge. Run
up tsunami modeling used Berryman method based on surface roughness coefficient, the
slope, and height of the tsunami early on the shoreline. Social vulnerability consider in the
account of population density, sex ratio, the ratio of age groups and people with disabilities.
The results of landuse and roads interpretation amounted 97%.Tsunami catastrophe
modeling results obtained three classes, namely the low, medium, and high class. The results
of the vulnerability map obtained low and high vulnerability. For high vulnerability occupied
Wates village, while others in the category of low susceptibility when viewed from social
side. The evacuation point using government facilities suitable to be used as evacuation
shelters is the village office and the district office.

Keywords: Tsunami, Hazard, Vulnerability, Scenarios, and Evacuation

ABSTRAK
Bencana Tsunami merupakan bencana alam yang memiliki daya rusak yang sangat
tinggi. Metode yang digunakan dalam melakukan perencanaan jalur evakuasi tsunami ini
menggunakan metode Network Analyst dengan menentukan titik kumpul sebagai awal
menjuju titik evakuasi yang kemudian didapat jalur tercepat menuju titik evakuasi. Dalam
pembuatan jalurnya juga mempertimbangkan panjang jalan dan kelas jalan serta ada tidaknya
jembatan. Pemodelan run up tsunami menggunakan metode Berryman yang menggunakan
parameter koefisien kekasaran permukaan dan juga kemiringan lereng dan ketinggian awal
tsunami di garis pantai. Untuk pemetaan kerentanan sosial mempertimbangkan kepadatan
penduduk, sex ratio, rasio kelompok umur dan penyandang cacat. Hasil akurasi interpretasi
penggunaan lahan dan jalan adalah 97 %. Pemodelan bahaya tsunami didapat tiga kelas yaitu
rendah,sedang, dan tinggi. Kemudian untuk titik evakuasi yang digunakan merupakan
fasilitas pemerintah yang sesaui untuk dijadikan posko pengungsian seperti kantor kelurahan
dan kantor kecamatan. Penentuan rute evakuasi dibagi menjadi tiga zona yaitu zona barat,
tengah dan timur yang semuanya memiliki panjang jalan rata-rata 4,5 Km dengan waktu
tempuh 18 menit dengan berlari.

Kata Kunci: Tsunami,Bahaya,Kerentanan,Skenario, dan Evakuasi

1
PENDAHULUAN Kegiatan mengurangi risiko bencana yang
Indonesia adalah negara yang ada harus dilakukan dengan peningkatan
rawan bencana dilihat dari aspek geografis, kerentanan menjadi kapasitas didalam
klimatologis dan demografis. Letak masyarakat dengan mengelola lingkungan,
geografis Indonesia di antara dua benua mengenal ancaman, mengetahui dampak
dan dua samudera menyebabkan Indonesia yang dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor
mempunyai potensi yang cukup bagus yang mengakibatkan terjadinya bencana
dalam perekonomian sekaligus juga rawan alam (Marfai, 2011).
dengan bencana. Secara geologis, Pembuatan peta kerawanan bencana
Indonesia terletak pada tiga lempeng yaitu tsunami di Kulonprogo menjadi kebutuhan
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo - yang penting dalam upaya mitigasi
Australia dan Lempeng Pasifik yang bencana. Adanya peta kerawanan tsunami
membuat Indonesia kaya dengan cadangan diperlukan sebagai acuan dasar dan alat
mineral sekaligus mempunyai dinamika perencanaan yang paling penting untuk
geologis yang sangat dinamis yang mengembangkan startegi evakuasi. Peran
mengakibatkan potensi bencana gempa, peta kerawanan juga diperlukan
tsunami dan gerakan tanah/longsor(Perka- untukperencanaan penggunaan lahan dan
BNPB,2012). pengembangan langkah-langkah jangka
Potensi gempa tektonik di menengah untuk mengurangi
Indonesia khususnya di pulau Jawa ini kemungkinan dampak tsunami (BNPB,
terjadi akibat adanya penunjaman lempeng 2012).
antara Lempeng Australia ke Lempeng Tujuan yang ingin dicapai dalam
Eurasia yang menjadikan daerah tersebut penelitian ini antara lain:
sebagai zona subduksi. Zona subduksi ini 1. Pemanfaatan citra penginderaan jauh
memanjang pada bagian selatan dari Pulau untuk ekstraksi data penggunaan lahan
Jawa, Pulau Bali, hingga Pulau Lombok. dan data jalan.
Wilayah Jawa bagian selatan termasuk ke 2. Penggunaan Sistem Informasi
dalam kelompok pantai yang rawan Geografis untuk memodelkan run
terhadap bencana tsunami berdasarkan uptsunami berdasarkan luasan
tektonik penyebab gempa bumi genangan (inundasi) dalam berbagai
(Sudrajat,1997).Dalam kurun waktu variasi ketinggian gelombang tsunami
kurang lebih 18 tahun telah terjadi 2 kali (4 m, 8 m, dan 16 m) di Kecamatan
tsunami yang cukup besar di Selatan Jawa, WatesKabupatenKulonprogo.
yaitu tsunami Banyuwangi tahun 1994 dan 3. Menentukan tingkat kerentanan sosial
Pangandaran tahun 2006 (BMKG dalam daerah berdasarkan data penduduk di
BNPB, 2012). Kecamatan Wates.
Penduduk Indonesia meninggal 4. Menentukan jalur evakuasi tsunami
akibat bencana sudah sangat menuju lokasi pengungsian yang telah
banyakkhususnya bencana Tsunami. ditentukan di Kecamatan
Risiko bencana yang dihadapi Indonesia Wates,Kabupaten Kulonprogo,dengan
sangatlah tinggi. Menurut BNPB (2015) teknologi penginderaan jauh dan SIG.
untuk potensi bencana tsunami, Indonesia 5.
menempati peringkat pertama dari 265 METODE PENELITIAN
negara di dunia yang disurvei badan PBB. Alat yang digunakan dalam
Risiko ancaman tsunami di Indonesia penelitian ini antara lain:
bahkan lebih tinggi dibandingkan Jepang, 1. Seperangkat laptop Lenovo Intel
ada 5.402.239 orang yang berpotensi Core i3-U410, RAM 4GB, Intel
terkena dampaknya(BNPB, 2015).Risiko Graphic, HD 500GB
bencana ialah interaksi yang dihasilkan
antara kerentanan dan bahaya yang ada.

2
2. Global Positioning System (GPS) memperhatikan strata (tingkatan) didalam
untuk mengetahui populasi.Dalam stratified data sebelumnya
posisi/koordinat lokasi sampel dikelompokan kedalam tingkat-tingkatan
3. Waterpas untuk mengukur jarak tertentu, seperti tingkatan, tinggi, rendah,
jalan di lapangan sedang/baik, sample diambil dari tiap
4. Kamera digital untuk tingkatan tertentu.
dokumentasi gambar di lapangan Metode Stratified Sampling
5. Perangkat lunak (software) dilakukan pertama populasi dikelompokan
ArcGIS 10.1 untuk pembuatan menjadi sub-sub populasi berdasarkan
peta kriteria tertentu yang dimiliki unsur
6. Perangkat lunak (software) Envi populasi.Masing-masing subpopulasi
4.5 untuk mengolah citra diusahakan homogen. Setelah itu, dari
7. Perangkat lunak (software) masing-masing sub selanjutnya diambil
pengolah kata atau Microsoft sebagian anggota secara acak dengan
Word untuk mengetik naskah dan komposisi proporsional/disproporsional.
penyajian laporan Kemudian total anggota yang diambil
8. Perangkat lunak (software) ditetapkan sebagai jumlah anggota sample
Microsoft Excel untuk penelitian.
perhitungan statistik Tabel 1.Data dan sumber perolehannya
Bahan yang digunkan dalam
penelitian ini sebagai berikut: Tahap lapangan merupakan
1. Citra digital Worldview 2 tahun tahapan yang dikerjakan pada saat di
2014 lapangan seperti menguji tingkat ketelitian
2. Citra trasar interpretasi yang dilakukan sebelumnya
3. Peta Rupabumi Indonesia skala dalam interpretasi penggunaan lahan dan
1:25.000 lembar Wates jaringan jalan, selain itu pada tahap
4. Peta administrasi Kecamatan lapangan juga melihat lokasi yang dapat
Wates kabpaten Kulonprogo dijadikan tempat perlindungan sementara
5. Data garis pantai apabila tsunami terjadi kembali di
6. Data statistik Kulonprogo Dalam Kecamatan Wates, KabupatenKulonprogo.
Angka
Tahapan Penelitian
Tahap pra lapangan merupakan
tahapan persiapan data dan pengolahan
data sekunder yang dilakukan sebelum
pengambilan data di lapangan. Tahap pra
lapangan terbagi menjadi lima tahap yaitu
tahap identifikasi data yang dibutuhkan,
cara pengumpulan data, interpretasi,
pembuatan peta lereng, dan pembuatan
peta sampel.
Data dikumpulkan dari hasil studi
pustaka, interpretasi visual dan digital citra
satelit, dan cek lapangan. Data kepadatan
penduduk yang diperoleh dari BPS Uji akurasi interpretasi penggunaan
Kabupaten Kulonprogo. Cek lapangan lahan dilakukan guna mengetahui tingkat
dilakukan dengan metode ketelitian dalam interpretasi yang
stratifiedsampling.Stratified Sampling dilakukan pada tahap persiapan lapangan.
adalah cara mengambil sampel dengan Penggunaan lahan pada daerah kajian

3
didapatkan melalui Citra Worldview-2. hal ini karena daerah itu cukup padat.
Hasil interpretasi penggunaan lahan di Manfaat mengetahui daerah rentan yaitu
laboratorium akan dibandingkan pada saat untuk menentukan titik rawan dan titik
cek lapangan dengan kondisi yang evakuasi.
sebenarnya. Pemilihan sampel untuk cek
lapangan menggunakan stratified Pembuatan dan pemilihan jalur, data
sampling. Adapun tabel uji yang digunakan adalah data jaringan jalan
ketelitian/akurasi Interpretasi penggunaa yang telah ditentukan titik kumpul dan
lahan sebagai berikut: titik evakuasinya. Daerah rentan yang
Tabel 2. Matriks uji ketelitian hasil didalamnya ada titik kumpul digunakan
interpretasi dan pemetaan sebagai titik awal dan titik evakuasi
digunakan sebagai tujuannya. Penentuan
jalur ini menggunakan bantuan sistem
informasi geografis dengan metode
network analystyang kemudian didapat
peta jalur evakuasi tsunami dengan
berbagai variasi ketinggian tsunami.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi wilayah penelitian
Tahap pasca lapangan pada
penelitian ini terdiri dari re-interpretasi Wates merupakan ibukota
peta penggunaan lahan dan jaringan jalan, kabupaten Kulonprogo, yang memiliki 7
pembuatan peta kekasaran permukaan, desa dan 1 kelurahan. 7 desa itu
pemodelan run up gelombang tsunami, diantaranya Desa Karangwuni, Desa
pembuatan peta kerentanan, penentuan Sogan, Desa Kulwaru, Desa Ngestiharjo,
daerah rawan dan gedung evakuasi, dan Desa Triharjo, Kecamatan Wates terletak
pembuatan peta jalur evakuasi tsunami disisi selatan dari Kabupaten Kulonprogo.
dalam berbagai seknario ketinggian Kecamatan Wates berbatasan dengan tiga
tsunami sebagai hasil akhir dari penelitian kecamatan, sisi utara berbatasan dengan
ini. Kecamatan Pengasih, sisi barat berbatasan
Pemetaan bahaya tsunami ini dibuat dengan Kecamatan Temon dan sisi timur
dengan memodelkan ketinggian genangan berbatasan dengan Kecamatan Panjatan
tsunami menjadi beberapa variasi model dan sisi selatan berbatasan langsung
ketinggian sehingga, diketahui luasan area dengan Samudra Hindia. Jumlah penduduk
yang tergenang dengan kota Wates tahun 2001 adalah 45.436 jiwa.
mempertimbangkan kekasaran permukaan Luas wilayahnya 3.200,2 Ha, dengan
dan kemiringan lereng sebagai faktor kepadatan penduduknya 15 Jiwa / Ha.
penghambat laju tsunami. Pembuatannya Berdasarkan kriteria BPS kota Wates dapat
menggunakan teknologi Sistem informasi digolongkan kepada Kelas Kota Kecil,
geografis dengan menggunakan (kota dengan jumlah penduduk antara
pemodelan numerikuntuk mengetahui 20.000 sampai 100.0000 jiwa).
ketinggian maksimum yang dapat dicapai
oleh ketinggian gelombang tsunami.
Variasi ketinggian yang digunakan adalah Interpretasi Penggunaan Lahan dan
4 m, 8 m, dan 16 m. Jaringan Jalan dari citra worldview-2
Penentuan daerah rentan Interpretasi penggunaan lahan dan
didasarkan oleh peta kerentanan dan peta jalan dilakukan melalui
run up tsunami. Kepadatan penduduk,
semakin banyak penduduknya maka di
daerah tersebut kerentanan sosialnya tinggi

4
ini karena pemodelan run up Barryman
cocok untuk skala sedang. sehingga dalam
melakukan interpretasi juga
memperhatikan indeks koefisien kekasaran
permukaan yang mana nilai penggunaan
lahan akan dikonversikan menjadi nilai
kekasaran permukaan.
Hasil interpretasi penggunaan
lahan di Kecamatan Wates, Kabupaten
Kulonprogo, ialah kebun, permukiman,
Citra Worldview-2 tahun 2014. tanah kosong, tubuh air, sawah, semak dan
Berdasarkan digitalglobe (2014) citra gedung. Interpretasi jalan terdiri atas jalan
worldview – 2 ini sudah terkoreksi secara kolektor dan jalan lokal. Penggunaan lahan
radiometrik dan geometrik sehingga citra yang mendominasi di kecamatan Wates
yang telah didapat hanya dilakukan adalah permukiman dan persawahan,
georeferencing untuk interpretasi permukimannya terdiri dari permukiman
penggunaan lahan dan jaringan jalan. Citra kepadatan rendah, sedang dan tinggi.
Worldview – 3 merupakan citra yang Kelurahan Wates merupakan kelurahn
memiliki resolusi spasial yang tinggi. terpadat di Kecamatan Wates.
Resolusi spasial yang tinggi kan sangat
membantu dalam interpretasi citra karena Penentuan Sampel dan Uji Ketelitian
kenampakan kedetailannya lebih jelas Interpretasi Penggunaan Lahan dan
dibandngkan citra resolusi sedang, Jaringan Jalan
sehingga untuk klasifiksi lebih mudah
pada penggunaan lahan dan jaringan jalan. Penetuan sampel dalam penelitian
Interpretasi yang digunkan dalam ini dilakukan pada penggunaan lahan,
melakukan penelitian ini adalah kemiringan lereng dan jaringan jalan.
interpretasi visual yang memperhatikan 8 Metode penentuan sampling dengan
unsur interpretasi. Delapan unsur itu menggunakan metode stratified
adalah rona/warna, bentuk, bayangan, proportional random sampling.
ukuran, tekstur, pola, situs dan asosiasi. Pengambilan sampling menggunakan
Akan tetapi ketika praktek interpretasi metode tersebut dengan cara mengambil
tidak semua unsur digunakan, hal ini seluruh jenis jeins penggunaan lahan dan
karena umumnya hanya dengan beberapa jaringan jalan yang terklasifikasi dan
unsur saja sudah bisa mengidentifikasi sampel tersebut ditentukan secara
objek yang ada di citra. Adanya seimbang dengan banyaknya setiap jenis
pengetahuan loka tentang lokasi penelitian penggunaan lahan dan jaringan jalan serta
juga sangat mempermudah dalam terdistribusi secara merata dalam masing
melakukan interpretasi penggunaan lahan masing penggunaan lahan dan tersebar
dan jaringan jalan. Contoh penggunaan secara merata. Pengamatan dilapangan
kunci interpretasi tekstur adalah saat digunakan untuk melakukan validasi
membedakan sawah dengan tanah kosong. terhadap data hasil interpretasi. Hal
Adapaun acuan untuk melakukan tersebut dikarenakan adanya perbedaan
interpretasi menggunakan acuan Standar tahun antara tahun perekaman citra yang
Nasional Indonesia skala 1: 50.000 digunakan dengan tahun dilakukannya
sehingga dalaam melakukan interpretasi penelitian sehinggan memungkinkan
penggunaan lahan tidak terlalu detail terjadinya perubahan penggunaan lahan.
karena yang ingin dihasilkan adalah nilai Perubahan penggunaan lahan tersebut akan
kekasaran permukaan agar pemodelan mempengaruhi besarnya akurasi
beryman bisa digunakan dengan baik. Hal interpretasi citra. Apabila akurasi sudah

5
memenuhi standar yaitu diatas 80% maka Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
hasil interpretasi dapat digunakan untuk bahwa penggunaan lahan yang paling
analisis lebih lanjut. dominan adalah sawah dan permukiman.
Hasil uji ketelitian pada interpretasi Hal ini karena Daerah Wates merupakan
penggunaan jalan dan jaringan jalan adalah daerah yang subur untuk ditanami padi
sebesar 97 %. Penggunaan lahan yang karena merupakan dataran fluvial dan
banyak berubah antara lain kebun menjadi mendapat pasokan air dari Sungai Serang,
permukiman dan sawah menjadi sehingga irigasi untuk persawahan selalu
permukiman serta sawah manjadi tanah ada meski di musim kemarau. Selain itu
kosong. Hal tersebut dikarenakan jeda permukiman juga mendominasi karena
perekaman citra yang digunakan dalam Wates merupakan ibukota dari Kabupaten
interpretasi dengan survei lapangan yang Kulonprogo sehingga banyak masyarakat
dilakukan cukup lama, sehingga banyak yang tinggal disana karena lokasi yang
objek penggunaan lahan yang tidak sesuai. dekat dengan fasilitas umum utamanya
Analisis Penggunaan Lahan, Koefisien pendidikan, pemerintahan dan aktivitas
Kekasaran Permukaan dan Kemiringan perekonomian. Luasan yang penggunaan
Lereng lahannya untuk sawah sebesar 2004 hektar
Informasi penggunaan lahan yang yang berarti 47% dari total luas lahan di
telah diuji ketelitiannya kemudian Wates digunakan untuk are persawahan.
dikonfersikan menjadi nilai kekasaran Permukiman menempati urutan kedua
permukaan, serta dihitung luasannya untuk dengan luas 1.471 Ha yang berarti 35%
mengetahui seberapa luas area yang dari luas total Kecamatan Wates
terliput. Gambaran lausan penggunaan digunakan untuk permukiman. Kelurahan
lahan akan ditampilkan pada tabel 5.3 paling padat penduduknya adalah
yang mana tabel berisis macam- macam Kelurahan Wates, sedangkan yang paling
penggunaan lahan beserta luasannya. rendah disekitar pesisir Kecamatan Wates.
Tabel 3. Penggunaan lahan di Kecamatan Umumnya permukiman disekitar pesisir
Wates berpola mengelompok mengikuti jalan
memanjang dari barat kearah timur sesuai
jalan. Penggunaan lahan kebun juga
banyak ditemukan di Wates. Umumnya
kebun berada disekitar permukiman. Rata-
rata kebun ditanami tanaman yang
heterogen seperti kelapa di selingi dengan
tanaman pisang. Luas pengggunaan lahan
kebun sebesar 525 Ha, dengan demikian
luas kebun 12% dari total luas lahan di
Kecamatan Wates. Kemudian sisanya
berupa lahan kosong, tubuh air dan
tambak.

Setelah penggunaan lahan


dikonversi kedalam nilai kekasaran
permukaan maka akan diketahui sebaran
nilai kekasaran berbasis piksel. Koefisien
kekasaran permukaan ini berfungsi sebagai
salah satu variabel untuk pemodelan run
up tsunami. Hal ini karena run up tsunami
dipengaruhi oleh besar kecilnya nilai
kekasaran permukaan sebagai salah satu

6
faktor penghambat laju run up tsunami. Kemiringan lereng juga
Semakin tinggi nilai kekasaran permukaan merupakan faktor penentu pemodelan run
maka semakin bisa menahan laju run up up tsunami. Kemiringan lereng juga
tsunami yang datang begitu juga berpengaruh karena lereng terjal dengan
sebaliknya semakin rendah nilai kekasaran lereng landai akan mempengaruhi laju
akan mempermudah aliran limpasan tsunami. Dari hasil pemetaan lereng
tsunami. berdasarkan klasifikasi Van Zuidam yang
Pada penelitian ini ada beberapa dibuat dari DEM terasar menghasilkan
tingkatan nilai kekasaran permukaan beberapa kelas lereng. Lereng di
sesuai dengan jenis penggunaan lahannya. Kecamatan Wates umunya datar sampai
Ada tiga tingakatan kekasaran permukaan landai hanya beberapa tempat saja yang
dalam penelitian ini yaitu tinggi sedang lerengnya terjal yaitu disekitar perbukitan
rendah. Kekaran yang termasuk tinggi daerah utara Wates. Akan tetapi dari
adalah yang berpenggunaan lahan berupa pemrosesan DEM tersebut ada beberapa
permukiman, gedung dan kebun. bagian yang terlihat terjal seperti dipinggir
Kemudian untuk tingkat sedang berupa sungai. Hal ini karena ukuran piksel dem
penggunaan lahan sawah dan yang yang kecil sehingga ketika merekam
memiliki nilai rendah adalah tubuh air. tanggul sungai lereng terlihat curam
Sehingga permukiman dan kebun sangat dibanding daerah sekitarnya. Survei
membantu dalam menghambat penjalaran lapangan dilakukan untuk memvalidasi
tsunami. Tingkatan kekasaran dalam nilai kemiringan lereng yang telah diproses
penelitian ini bisa dilihat pada tabel 4. sebelumnya. Pengukuran kemiringan
Tabel 1 Nilai kekasaran penggunaan lahan lereng dilapangan dilakukan dengan
menggunakan abney level. Lereng
berbepngaruh terhadap laju tsunami,
karena curam tidaknya lereng akan
menentukan aliran tsunami yang
terhempas ke daratan. Jika lerengnya
cukup terjal maka membantu dalam
mengambat laju tsunami.
Analisis Bahaya Tsunami
Analisis bahaya tsunami didapat
dari pembuatan run up tsunami yang
berdasarkan rumus Barryman. Dalam
pemodelan bahaya tsunami ini
menggunakan 2 variabel yaitu kekasaran
permukaan dan kemiringan lereng untuk
mengetahui limpasan tsunami sesuai
dengan ketinggian awal. Skenario yang
digunakan untuk run up tsunami yaitu 4
meter, 8 meter dan 16 meter. Ketiga

7
skenario ini dipakai berdasarkan peraturan Selain itu kerentanan sosial juga
kementrian PU dalam memodelkan memiliki objek pengamatan individu
tsunami. Jika ketinggian awal 4 meter maupun kelompok masyarakat berupa
kerusakan akibat tsunami masih tergolong parameter kerentanan yang meliputi
ringan, kemudian jika ketinggian awal 8 kepadatan penduduk, jenis kelamin, rasio
meter kerusakan yang diakibatkan tsunami orang cacat dan rasio kelompok umur,
tergolong sedang dan limpasannya juga sehingga dari parameter tersebut,
bertambah luas. Kemudian untuk diatas 16 kerentanan sosial menjadi parameter yang
meter sudah termasuk tsunami yang membutuhkan jalur evakuasi tsunami
mengakibatkan kerusakan berat dan luasan untuk menambah kapasitas masyarakat.
rup up juga semakin melebar.Dari hasil
pemodelan tersebut didapat tingkatan Analisis daerah rawan dan gedung
tsunami yaitu rendah sdang dan tinggi. evakuasi
Analisis bahaya ini juga mempergunakan
tools cost distanceyang mana perhitungan Analisis daerah rawan dugunakan
pengurangan ketinggian gelombang untuk menentukan titik kumpul dan juga
tsunami dilakukan setiap piksel secara untuk menentukan titik evakuasi. Data
seragam yang dimulai dari garis yang digunakan dalam analisis ini adalah
pantai.Berdasarkan hasil perhitungan data penggunaan lahan, data run up
diketahui sebaran dan luasan genangan di tsunami dan juga data kerentanan sosial
Kecamatan Wates. Dari skenario 4 meter yang telah dilakukan analisis. Data
luas yang tergenang sebesar 428 Ha penggunaan lahan, data run up tsunami
sehingga yang tergenang adalah 10% dari dan data kerentanan di tumpangsusunkan
total luas wilayah Kecamatan Wates. untuk mengetahui daerah rawan untuk
Kemudian untuk skenario 8 meter area dicari titik kumpulnya.
yang tergenang adalah 708 Ha, hal ini Penetuan daerah rawan ini
bearti 16% dari total luas Wates tergenang, memeprtimbangkan daerah genangan tsun
sedangkan untuk yang skenario 16 meter ami berdasarkan skenario tinggi
area yang tergenag seluas 2.273 Ha. gelombang. Keberadaan permukiman serta
gedung diasumsikan dengan banyak orang
yang beraktivitas ditempat tersebut
Analisis kerentanan tsunami
Pada penelitian ini peneliti hanya sehingga membutuhkan cara evakuasi
menggunkan kerentanan sosial saja untuk yang tepat agar resiko semakin kecil.
menentukan daerah rawan. Hal ini karena Semakinluas permukiman yang tergenang
berkaitan dengan jalur evakuasi yaitu maka daerah tersbut semakin rawan
penentuan titik kumpul dan titik evakuasi. terhadap tsunami.
Titik kumpul berada di wilayah
permukiman sehingga yang dijadikan Analisis Jalur Evakuasi
kerentanan adalah kerentanan sosial.
Tabel 5. Distribusi Nilai kerentanan total Pembuatan jalur evakuasi tsunami
merupakan hasil akhir dari penelitian ini.
Dalam perencanaan jalur evakuasi tsunami
ini mempertimbangkan daerah rawan yang
nantinya didapat titik kumpul dan gedung
evakuasi untuk titik pengungsian. Kedua
titik ini ditentukan berdasarkan dari hasil
pemodelan tsunami. Sehingga, daerah
yang tidak terkena tsunami bisa digunakan
untuk tempat evakuasi. Selain itu dalam
perencanaan jalur evakuasi ini juga

8
mempertimbangkan lebar jalan, kondisi Analisis yang diguanakan untuk
jalan, ada tidaknya jembatan. Kecamatan perencanaan jalur evakuasi tsunami ini
Wates memiliki wilayah yang terbagi dua adalah analisis jaringan (network analyst).
yaitu diselatan Sungai Serang dan diutara Dengan memanfaatkan tool pencarian rute
Sungai Serang sehingga jalur tercepat tercepat dari titik kumpul menuju titik
untuk evakuasi kedua lokasi melalui satu evakuasi. Titik kumpul sementara biasanya
jembatan besar yang ada di kecamatan berupa lahan kosong atau lapangan dan
tersebut serta hanya melewati satu jalan titik evakuasi umumnya berupa gedung
yaitu Jalan Jetis yang paling efektif untuk pemerintahan seperti kantor kelurahan atau
menuju ke tempat evakuasi. Jalur evakuasi kantor kecamatan. Fasilitas umum seperti
yang dibuat ada 3 jalur berdasarkan tempat kantor kelurahan dipilih karena beberapa
titik kumpul dan titik evakuasi. Jalur faktor diantaranya adalah sebuah barak
pertama dimulai dari titik kumpul sebelah pengungsian harus terdapat air bersih, mck
barat dengan melewati Jalan Jetis dan dan tempat berlindung. Karena biasanya
dengan panjang jalan 5 km sehingga dapat disetiap kelurahan ada gedung serba
ditempuh dalam kira – kira waktu 19 menit gunanya.
dengan berlari.Jalur kedua dimulai dari KESIMPULAN
titik kumpul daerah tengah dengan Berdasarkan apa yang telah dipaparkan
melewati Jalan Jetis dan dengan panjang peneliti dalam penelitian ini maka
jalan 4,6 km sehingga dapat ditempuh dihasilkan beberapa kesimupulan sebagai
dalam waktu 18 menit dengan berlari.Jalur berikut:
ketiga dimulai dari titik kumpul paling 1. Interpretasi Citra Worldview-
timur dengan melewati Jalan Jetis dan 3digunakan untuk ekstraksi data jalan
dengan panjang jalan 4,2 km sehingga dan data penggunaan lahan, dan
dapat ditempuh dalam waktu 16 menit menghasilkan ketelitian interpretasi
dengan berlari. Pembuatan jalur evakuasi penggunaan lahan dan jalan sebesar
ini terbagi dalam tiga zona yaitu zona 97 % .
barat, tengah dan timur.Dalam pembuatan 2. Pemodelan run up menggunakan
jalur evakuasi ini akhirnya kelas jalan skenario gelomabang 4 meter, 8 meter
tidak terlalu diperhatikan karena hanya ada dan 16 meter, menghasilkan
beberapa jalan di Wates yang bisa pengklasan berdasarkan ketinggian
digunakan untuk evakuasi tetapi memiliki kelas bahaya rendah, sedang dan
kelas jalan yang kecil. Hal ini dikarenakan tinggi dengan cakupan genangan jika
tidak ada jalan yang lain yang lebih efektif terjadi tsunami dengan ketinggian
menuju titik evakuasi. Oleh karena itu hal awal 16 meter adalah sebesar 2.273
pertama yang dipertimbangkan adalah Ha, sedangkan wilayah yang
tergenang tsunami antara lain Desa
Karangwuni, Kulwaru dan Sogan.
3. Hasil analisis kerentanan
menunjukkan daerah paling rentan
jika dilihat dari kerentanan sosial
adalah Kelurahan Wates.
4. Penentuan jalur evakuasi terbagi tiga
zona yaitu zona barat, tengah dan
timur dengan panjang jalan sekitar 5
km dengan waktu tempuh 19 menit
dengan berlari.

jalan itu bisa digunakan untuk berlari saat


evakuasi.

9
DAFTAR PUSTAKA DLR. (2010). Peta Bahaya Tsunami untuk
Kabupaten Cilacap. Cilacap :
Arfina, Paharuddin dan
GITWS.
Sakka.(2014).Analisis Spasial
Jensen, J.R. (2005). Introductory Digital
Untuk Menentukan Zona Risiko
Image Processing: A Remote
Bencana Banjir Bandang (Studi
Sensing Perspective (3rd
Kasus Kabupaten
edition).South California:Pearson.
Pangkep),Dalam:Prosiding seminar
Kusumowidagdo.(2006).Gempa Bumi
nasional geofisika 2014.Makasar:
Yogyakarta dan Sekitarnya adalah
Unhas
Pengalaman Yang Sangat
Berryman, K. (2006). Riview of tsunami
Berharga. ( 9 Juli 2006). BERITA
hazard and risk in new zealand.
INDERAJA Vol V no. 9
Lower hutt: institute of geological
Lillesand.M.T dan R.W. Kieffer, (1990),
and nuclear sciences.
Pengindraan Jauh dan Interpretasi
BNPB.(2012). Menuju Indonesia Tangguh
Citra. Yogyakarta : Gadjah Mada
Menghadapi Tsunami. Jakarta :
University Press.
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana
Marfai, Muh Aris. (2011). Modul Kuliah
Campbell, James B. (2002). Introduction
Manajemen Bencana. Yogyakarta:
to Remote Sensing Third edition.
Fakultas Geografi Universitas
New York:The Gilford Press,
Gadjah Mada.
Danoedoro, Projo. (2012). Pengantar
Triatmadja, Radianta.(2010). Tsunami
Penginderaan Jauh
Kejadian, Penjalaran, Daya Rusak,
Digital.Yogyakarta:ANDI
Dan Mitigasinya. Yogyakarta:
Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press.
Diposaputro, S dan
UU No. 24 tahun 2007 tentang
Budiman.(2006).Tsunami.Jakarta:
penanggulangan kebencanaan.
buku ilmiah populer
Dixon, C dan Leach, B. (2013). Metode
Wahyu. Totok.W. S.Si, M.Sc. (2015).
Pengambilan Sampel untuk
Petunjuk Praktium Pemetaan
Penelitian Geografi,
Kebencanaan. Fakultas Geografi.
(Diterjemahkan oleh Agus Dwi
UGM. Yogyakarta
Martono).Yogyakarta:Ombak
Islam, Subiyanto dan Fakultas Geografi Universitas
Sabri.(2014).Penentuan Resiko Gadjah Mada.
Dan Kerentanan Di Kebumen Triatmadja, Radianta.(2010). Tsunami
Dengan Citra Alos. (Januari 2014) Kejadian, Penjalaran, Daya Rusak,
Jurnal Geodesi Undip Vol. 3 No. 1 Dan Mitigasinya. Yogyakarta:
Jensen, J.R. (2005). Introductory Digital Gadjah Mada University Press.
Image Processing: A Remote UU No. 24 tahun 2007 tentang
Sensing Perspective (3rd penanggulangan kebencanaan.
edition).South California:Pearson. Wahyu. Totok.W. S.Si, M.Sc. (2015).
Kusumowidagdo.(2006).Gempa Bumi Petunjuk Praktium Pemetaan
Yogyakarta dan Sekitarnya adalah Kebencanaan. Fakultas Geografi.
Pengalaman Yang Sangat UGM. Yogyakarta
Berharga. ( 9 Juli 2006). BERITA Yang, Xiaojun. (2011). Urban Remote
INDERAJA Vol V no. 9 Sensing: Monitoring, Synthesis and
Marfai, Muh Aris. (2011). Modul Kuliah Modelling in the Urban
Manajemen Bencana. Yogyakarta: Environment. John Wiley&Son,
Inc., New York.

10

Anda mungkin juga menyukai