Anda di halaman 1dari 4

1.

Keadabenaran
Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi
harus ada benarnya (plausible). Keadabenaran atau plausibilitas (plausibility) suatu asersi
bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau penge tahuan yang mendasari
(the underlying knowledge) dan pada sumber asersi (the source). Pengetahuan yang
mendasari (termasuk pengalaman) biasanya menjamin kebenaran asersi. Oleh karena itu,
konsistensi suatu asersi dengan pengetahuan yang mendasari akan menentukan
plausibilitas asersi. Dalam hal sumber, autoritas sumber menentukan plausibilitas asersi.
Artinya, kalau sumber asersi diyakini dapat dipercaya dan ahli di bidangnya
(knowledgeable) tentang topik asersi, orang akan lebih bersedia meyakini asersi daripada
kalau sumbernya tidak dapat dipercaya dan tidak ahli. Oleh karena itu, kadang-kadang
orang menyerahkan penilaian plausibilitas asersi kepada ahli dengan pemeo “serahkan
saja pada ahlinya.” Dengan pikiran ini, keyakinan diperoleh karena keautoritatifan
sumber. Mengacu argumen pada autoritas sumber untuk mendukung kebenaran asersi
disebut dengan imbauan autoritas (appeal to authority).

2. Bukan pendapat
Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara
objektif apakah tia salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan
kesepakatan (agreement) oleh setiap orang yang mengevaluasinya atas dasar fakta
objektif. Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah
karena berkaitan dengan kesukaan (preferensi) atau selera. Berbeda dengan keyakinan,
plausibilitas pendapat tidak dapat ditentukan. Artinya, apa yang benar bagi seseorang
dapat salah bagi yang lain. Walaupun dalam kenyataannya kedua konsep tersebut tidak
dibedakan secara tegas, penalaran logis yang dibahas di sini lebih ditujukan pada
keyakinan daripada pendapat.

3. Bertingkat
Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi
mulai dari sangat maragukan sampai sangat meyakinkan (convincing). Tingkat keyakinan
ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung asersi. Orang yang objektif
dan berpikir logis tentunya akan bersedia untuk mengubah tingkat keyakinannya
manakala bukti baru mengenai plausibilitas suatu asersi diperoleh.

4. Berbias
Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi,
keinginan, dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan.
Idealnya, dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektif dengan
pikiran terbuka (open mind). Pada umumnya, bila orang mempunyai kepentingan, sangat
sulit baginya untuk bersikap objektif. Dengan bukti objektif yang sama, suatu asersi akan
dianggap sangat meyakinkan oleh orang yang mempunyai kepentingan pribadi yang
besar dan hanya dianggap agak atau kurang meyakinkan oleh orang yang netral.
Demikian pula sebaliknya.

5. Bermuatan nilai
Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalah
tingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan seseorang.
Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keyakinan mempunyai
implikasi serius terhadap filosofi, sistem nilai, martabat, pendapatan potensial, dan
perilaku orang tersebut.

6. Berkekuatan
Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada
kebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang terkandung
dalam asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat
dikatakan bahwa semua properitas keyakinan merupakan faktor yang menentukan tingkat
kekuatan keyakinan seseorang.

7. Veridikal
Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas.
Realitas yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi
yang diyakini.12 Dengan kata lain, veridikalitas adalah mudah tidaknya fakta ditemukan
dan ditunjukkan untuk mendukung keyakinan. Misalnya keyakinan bahwa besi yang
dipanasi akan memuai lebih mudah ditunjukkan (lebih veridikal) daripada keyakinan
bahwa sistem sosialis dapat mengurangi kemiskinan. Dalam banyak hal, penilaian apakah
benar suatu asersi sesuai dengan realitas merupakan hal yang sangat pelik dan bersifat
subjektif. Oleh karena itu, untuk tujuan ilmiah tingkat veridikalitas keyakinan dievaluasi
berdasarkan kaidah pengujian ilmiah (scientific rules of evidence).

8. Berketertempaan
Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah-
tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan. Berbeda
dengan veridikalitas, ketertempaan tidak memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau
tidak dengan realitas tetapi lebih memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi
dapat diubah oleh bukti. Kelentukan ini biasanya ditentukan oleh kesungguhan pemegang
keyakinan, lamanya keyakinan telah dipegang (baik secara pribadi maupun secara
sosial/umum), dan konsekuensi perubahan keyakinan bagi diri pemegang. Tujuan suatu
argumen adalah untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk
untuk berubah. Beberapa sifat keyakinan di atas perlu disadari mengingat bahwa tujuan
argumen adalah dalam rangka mencari kebenaran (the search of truth) dan bukan untuk
menyembunyikan kebenaran dengan cara pengelabuhan (deception) dan pengecohan.
Jadi, tujuan argumen adalah untuk merekonsiliasi ketidaksepakatan (disagreement) untuk
menemukan kebenaran. Hal inilah yang mendasari pemikiran ilmiah untuk
mengembangkan pengetahuan. Sifat-sifat keyakinan di atas menunjukkan bahwa
mengubah keyakinan melalui argumen dapat merupakan proses yang kompleks karena
pengubahan tersebut menyangkut dua hal yang berkaitan yaitu manusia yang meyakini
dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia
berargumen sementara itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara
objektif dan tuntas.

Argumen
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argumen sering digunakan secara keliru untuk menunjuk
ketidaksepakatan, perselisihan pendapat (dispute), atau bahkan pertengkaran mulut (Jawa: padu).
Dalam pengertian ini, argumen mempunyai konotasi negatif. Orang yang suka bertengkar dan
ingin menangnya sendiri akan menikmati dan memburunya tetapi orang yang ingin mencari
solusi atau alternatif pemecahan masalah yang terbaik akan menghindarinya. Dalam arti positif,
argumen dapat disamakan dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau mengajukan bukti
rasional tentang suatu asersi. Bila seseorang mengajukan alasan untuk mendukung suatu gagasan
atau pandangan, dia biasanya menawarkan suatu argumen. Argumen dalam arti positif selalu
dijumpai dalam bacaan, percakapan, dan dalam diskusi ilmiah. Argumen merupakan bagian
penting dalam pengembangan pengetahuan. Agar memberi keyakinan, argumen harus dievaluasi
kelayakan atau validitasnya.

Anatomi Argumen
Argumen terdiri atas serangkaian asersi. Asersi berkaitan dengan yang lain dalam bentuk
inferensi atau penyimpulan. Asersi dapat berfungsi sebagai premis atau konklusi (atau asersi
kunci) yang merupakan komponen argumen. Sebagai suatu argumen, asersi yang satu harus
mendukung asersi yang lain yang menjadi konklusi.
Dalam banyak hal, argumen tidak menunjukkan secara eksplisit kata-kata indikator sehingga
tidak dapat segera diidentifikasi mana premis dan mana konklusi. Akibatnya, sulit untuk
menentukan mana asersi yang mendukung dan mana asersi yang didukung sehingga dapat timbul
berbagai interpretasi terhadap argumen.

Jenis Argumen
Berbagai karakteristik dapat digunakan sebagai basis untuk mengklasifikasi argu- men. Misalnya
argumen dibedakan menjadi argumen langsung dan taklangsung, formal dan informal, serta
meragukan dan meyakinkan. Klasifikasi yang ditinjau dari bagaimana penalaran (reasoning)
diterapkan untuk menurunkan konklusi merupakan klasifikasi yang sangat penting dalam
pembahasan buku ini. Dalam hal ini, argumen dapat diklasifikasi menjadi argumen deduktif dan
induktif.

Anda mungkin juga menyukai