280 649 1 SM PDF
280 649 1 SM PDF
Abstrak
Pelaksanaan upacara tradisional suatu masyarakat pada umumnya sangat
menarik untuk diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral
yang terkandung di dalamnya. Hal itulah yang mendorong penulis untuk mengunjungi
masyarakat Cihideung di Kabupaten Bandung Barat, yang hingga kini setiap tahun
masih melaksanakan upacara tradisional yang berkaitan dengan pertanian, yaitu
Ngaruat Solokan atau Hajat Cai. Upacara yang merupakan sisa kepercayaan leluhur
dan masih diyakini mereka adalah tradisi ritual untuk memelihara mata air dan
selokan. Mereka memohon kepada Allah, karuhun, dan penunggu mata air, agar air
selalu dalam keadaan lancar. Mereka pun sangat bersyukur dengan limpahan air, yang
membuat mereka bisa bercocok tanam serta memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga
kini. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan metode kualitatif. Dari
pelaksanaan upacara tersebut terkandung berbagai macam norma serta nilai budaya
yang berguna untuk mengukuhkan rasa solidaritas atau kebersamaan antarsesama
warga masyarakat, yaitu nilai-nilai religius, sosial, ekonomi, pendidikan, dan
rekreatif.
Kata kunci: pertanian, mata air, Ngaruat Solokan.
Abstract
Traditional ceremonies are interesting things to study because they are unique,
sacred, and have moral values. Ngaruat solokan or hajat cai is a kind of ceremony
that is conducted every year by Cihideung people in Kabupaten Bandung Barat.
The ceremony is a remnant of ancestral beliefs and perceived as ritual tradition to
preserve springs and streams. The people request for the mercy of God, ancestors and
the spirit of the spring asking the water to be in abundance. They would be grateful for
the abundance of the water that makes them cultivate and fulfill their daily needs up
to this day. Solidarity can be built through this kind of ceremony, e.g. religious, social,
economical, educational and recreational values. This is a descriptive research with
qualitative method.
Keywords: agriculture, spring, Ngaruat Solokan
lingkungan desa mereka maupun dari Itulah sebabnya, warga selalu memelihara
luar desa. hubungan mereka dengan ruh leluhur
Walau warga Desa Cihideung melalui berbagai ritual adat yang rutin
banyak yang beragama Islam, namun dilaksanakan.
dalam kehidupan sehari-harinya masih Kegiatan ritual dalam bentuk
diwarnai aturan-aturan adat yang upacara adat diadakan dalam waktu-
menjadi kekayaan spiritul mereka. Kedua waktu tertentu dan rutin dilaksanakan
keyakinan tersebut sama-sama dijalankan adalah demi terjaminnya kepatuhan
dan berjalan berdampingan. Sehingga para warga terhadap pranata-pranata
dalam suatu kegiatan ritual, bentuk yang sosial. Bentuk-bentuk upacara tersebut
mengemuka merupakan sinkretisasi dari tampak selain adanya keyakinan kepada
kedua unsur tadi. Maha Pencipta juga keyakinan akan
Warga Desa Cihideung yang adanya dunia gaib. Dunia gaib yang
memiliki sistem kepercayaan warisan dari sulit dijangkau akal manusia, yang
leluhur, memiliki pandangan tersendiri ditempati makhluk-makhluk halus
tentang konsep alam dan manusa. Alam, yang kekuatannya dapat berguna atau
dalam konsep kosmologi mereka dibagi menimbulkan bencana atau mala petaka.
menjadi dua, yaitu alam dunia dan alam Makhluk halus dapat berupa roh baik, roh
gaib. Alam dunia atau alam nyata dihuni jahat, hantu, jin. Roh yang baik antara
oleh makhluk hidup, seperti halnya lain adalah roh nenek moyang/leluhur
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau karuhun. Pelaksanaan upacara adat
termasuk benda-benda nyata yang dapat selain dimaksudkan untuk memohon
dilihat. Adapun alam gaib adalah alam berkah kepada yang gaib, juga untuk
yang dihuni oleh makhluk-makhluk menjalin hubungan baik sehingga tidak
halus seperti ruh para karuhun, jin, setan, mengganggu mereka.
dan para hantu atau dedemit. Selain Sebagaimana masyarakat agraris
itu mereka pun mempercayai adanya pada umumnya, masyarakat Desa
ruh-ruh suci yang menguasai tempat- Cihideung pun memiliki upacara adat
tempat maupun benda-benda tertentu yang terkait dengan kesuburan tanah.
yang berkaitan erat dengan kehidupan Upacara tersebut merupakan sisa
manusia, seperti yang menghuni Sirah kepercayaan leluhur yang masih diyakini
Bangawan yaitu Ibu Inang Saketi, Ibu mereka, yaitu Ngaruat Solokan atau
Dayang Sumbi, Ibu Lametan, Eyang Hajat Cai. Ruatan Solokan adalah tradisi
Prabu Susuk Tunggal, Eyang Putih, dan ritual untuk memelihara mata air dan
lain-lain. selokan. Mereka memohon kepada Allah,
Menurut keyakinan mereka, karuhun, dan penunggu mata air agar air
manusia dapat melakukan kontak dan selalu dalam keadaan lancar.
menjalin komunikasi dengan makhluk- Upacara tradisional lainnya yang
makhluk halus di atas. Seperti halnya kerap dilaksanakan warga adalah upacara-
ruh para leluhur yang bisa diundang upacara yang berkaitan dengan daur
untuk dimintai bantuannya. Sebaliknya, hidup, seperti Upacara Tujuh Bulanan,
ruh para leluhur dapat mendatangkan Marhabaan (syukuran ketika bayi berusia
musibah berupa bencana dan malapetaka 40 hari), Gusaran, Saparan, Nyepitan
bagi mereka, bila larangannya dilanggar.
air dibuatkan tembok beton. Mata air kesulitan air. Tidak hanya kesulitan air
pun kemudian digunakan mereka untuk untuk lahan pertanian mereka, warga
kebutuhan perkebunan tehnya, yang pun kesulitan air untuk kebutuhan hidup
dikenal Kebun Teh Pangheotan. sehari-hari. Melalui musyawarah dengan
K e b u n Te h P a n g h e o t a n d i para sesepuh masyarakat, mereka pun
Sukawana terletak di Kampung meminta izin kepada pemilik wilayah
Kancah Desa Karyawangi, Kecamatan mata air guna memanfaatkan mata air
Parongpong, Bandung Barat. Jaraknya tersebut untuk memenuhi kebutuhan
34 kilometer dari Kota Bandung, ke arah pertanian dan hidup sehari-hari mereka.
barat laut. Kebun Pangheotan didirikan Keluarga keturunan pemilik lahan
pada tahun 1908 oleh Perusahaan Hindia mempersilakan, jika memang mata air
Belanda. Sampai dengan periode 1957, tersebut tidak digunakan oleh pengelola
kebun ini berada di bawah penguasaan perkebunan.
HIL Tiedeman & Van Kerchem yang Akhirnya, dengan biaya seadanya
berkedudukan di Bandung. Tercatat dua hasil pinjaman dari penyandang dana,
administratur Belanda yang bertugas di mata air disalurkan ke warga-warga
kebun itu, yakni Jan Willem Ruyssenaers dengan menggunakan paralon (yang
(1927 – 1941) dan Albert Johan paling murah) sepanjang 3 km. Setelah
Ruyssenaers (1941 – 1957). Pada 1958, tuntas membuat saluran, dana yang
Kebun Teh Pangheotan dinasionalisasi digunakan dari hasil pinjaman tersebut
menjadi milik Pemerintah RI dengan harus ditanggung oleh warga. Ditetapkan
nama Perusahaan Perkebunan Negara pada saat itu, beban per bulan setiap
(PPN) Lama. Berganti nama menjadi KK adalah Rp. 500,-. Dana yang telah
PPN Baru, PNP, dan pada 31 Juli 1971 digunakan adalah untuk pembelian
dengan akta notaris HGS Loemban paralon dan honor para tukang. Menurut
Tobing SH, berubah lagi menjadi sesepuh, pinjaman tersebut dapat
perusahaan perseroan PT Perkebunan terlunasi sekitar 2 tahun lamanya. Hingga
XII yang berkedudukan di Bandung. kini warga yang memanfaatkan mata
Sejak 11 Maret 1996, PTP XII dilebur air untuk memenuhi kebutuhan hidup
bersama PTP XI dan PTP XIII menjadi sehari-hari tersebut sebanyak 600 KK
PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN yang terbagi dalam 6 RT.
VIII). Kebun Teh Pangheotan dikenal Wa r g a b e n a r - b e n a r s a n g a t
sebagai penghasil teh hitam (www.potlot- bersyukur dengan limpahan air yang
adventure/2009/11/21/pilihan-baru- mereka terima sehingga bisa bercocok
kebun-teh-pangheotan). tanam palawija, sayuran, serta memenuhi
Pada tahun 1950-an, mata air kebutuhan lainnya. Sebagai ungkapan
diminta dari Belanda (Perkebunan Teh rasa syukur kepada Maha Pencipta serta
Sukawana) oleh para petani, terutama untuk mengenang dan menghormati
petani Cina untuk mengairi lahan para leluhur mereka yang telah berjasa
pertanian mereka. Kemudian pada mengelola mata air, warga mengadakan
tahun 1970-an, manakala para petani Syukuran Cai atau dikenal dengan sebutan
Cina sudah tak ada karena telah beralih Hajat Cai atau Ngaruwat Solokan setiap
profesi, tidak lagi menjadi seorang petani, tahun.
warga sekitar banyak yang mengeluh
warga masyarakat. Nilai-nilai budaya ini tampak dari sikap mereka yang
dimaksud antara lain: sangat antusias dalam menikmati
a. Nilai religius, tampak dalam ritual- hiburan rakyat bersama para petani
ritual yang senantiasa ditujukan atau warga lainnya.
untuk mengagungkan Tuhan Yang Mengingat saratnya nilai-nilai yang
Mahaesa dan menghormati para terkandung dalam upacara tersebut, maka
leluhurnya. sudah selayaknya upacara tersebut terus
b. Nilai sosial, tampak dalam dilestarikan, dibina, dan dikembangkan
keseluruhan upacara yang senantiasa demi terwujudnya kebudayaan nasional
dilakukan dengan cara gotong yang utuh. Selain itu juga, dengan adanya
royong, saling membantu, saling kegiatan upacara tradisional pada suatu
berbagi, serta mengokohkan ikatan daerah tertentu akan menjadi daya tarik
persaudaraan dan kekerabatan. tersendiri bagi daerah tersebut sebagai
c. Nilai ekonomi. Dengan adanya salah satu tujuan wisata. Sudah tentu
upacara ini berarti selalu terlebih dahulu harus ada pembinaan dan
mengingatkan warga untuk menjaga pembenahan, sehingga pada akhirnya
dan memelihara lingkungan alam, layak untuk dijadikan kalender kegiatan
terutama yang berhubungan dengan kepariwisataan.
keberadaan mata air. Air yang
melimpah dapat dikelola secara
baik sehingga masyarakat dapat
memperoleh nilai ekonomisnya.
d. N i l a i p e n d i d i k a n . D a l a m
prosesi upacara, Pawang selalu DAFTAR PUSTAKA
menerangkan maksud dan tujuan
serta makna dari sesajen yang ada
kepada peserta upacara. Makna dari Andayani S., Ria, dkk. 2005.
unsur-unsur upacara merupakan Budaya Spiritual Masyarakat
pedoman perilaku bagi warga dalam Sunda. Bandung: Depbudpar
kehidupan sehari-hari. Selain itu, BPSNT Bandung.
secara tidak langsung pelaksanaan
BPSNT Bandung. 2007.
upacara pun memberi pembelajaran
Jurnal Penelitian Edisi 38/
kepada generasi muda agar mereka
Setember 2007. Bandung:
senantiasa melestarikan budaya
Depbudpar.
warisan leluhurnya;
e. Nilai rekreatif, dalam rangkaian Kunto, Haryoto. 1985.
upacara tradisional tersebut, unsur Wajah Bandoeng Tempo Dulu.
hiburan merupakan salah satu nilai Bandung: PT Granesia.
yang bermanfaat bagi para petani
setelah kesehariannya mereka Lembaga Basa & Sastra Sunda. 1981
bergelut dengan kegiatan rutin yang K amus Umum Basa Sunda.
cukup keras dan melelahkan. Hal Bandung: Penerbit Tarate.
Laporan Penelitian
Intani, Ria. 2002.
Upacara Mapag Sri di
Kabupaten Majalengka.
Bandung: Disbudpar.
Rusnanto, dkk. 2010.
Upacara Tradisional Rahengan
di Desa Citatah Kecamatan
Cipatat dan Upacara Hajat Cai
di Desa Cihideung Kecamatan
Parongpong Kabupaten
Bandung Barat. Disbudpar
Kabupaten Bandung Barat.
Sumber Elektronik