Anda di halaman 1dari 19

Patanjala Vol. 3, No.

2, Juni 2011: 296-314 296

NGARUWAT SOLOKAN DI DESA CIHIDEUNG


KECAMATAN PARONGPONG
KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh Lina Herlinawati

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung
Email: lina.emul000@yahoo.co.id

Naskah diterima: 15 Maret 2011 Naskah disetujui: 29 Mei 2011

Abstrak
Pelaksanaan upacara tradisional suatu masyarakat pada umumnya sangat
menarik untuk diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral
yang terkandung di dalamnya. Hal itulah yang mendorong penulis untuk mengunjungi
masyarakat Cihideung di Kabupaten Bandung Barat, yang hingga kini setiap tahun
masih melaksanakan upacara tradisional yang berkaitan dengan pertanian, yaitu
Ngaruat Solokan atau Hajat Cai. Upacara yang merupakan sisa kepercayaan leluhur
dan masih diyakini mereka adalah tradisi ritual untuk memelihara mata air dan
selokan. Mereka memohon kepada Allah, karuhun, dan penunggu mata air, agar air
selalu dalam keadaan lancar. Mereka pun sangat bersyukur dengan limpahan air, yang
membuat mereka bisa bercocok tanam serta memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga
kini. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan metode kualitatif. Dari
pelaksanaan upacara tersebut terkandung berbagai macam norma serta nilai budaya
yang berguna untuk mengukuhkan rasa solidaritas atau kebersamaan antarsesama
warga masyarakat, yaitu nilai-nilai religius, sosial, ekonomi, pendidikan, dan
rekreatif.
Kata kunci: pertanian, mata air, Ngaruat Solokan.

Abstract
Traditional ceremonies are interesting things to study because they are unique,
sacred, and have moral values. Ngaruat solokan or hajat cai is a kind of ceremony
that is conducted every year by Cihideung people in Kabupaten Bandung Barat.
The ceremony is a remnant of ancestral beliefs and perceived as ritual tradition to
preserve springs and streams. The people request for the mercy of God, ancestors and
the spirit of the spring asking the water to be in abundance. They would be grateful for
the abundance of the water that makes them cultivate and fulfill their daily needs up

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


297 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

to this day. Solidarity can be built through this kind of ceremony, e.g. religious, social,
economical, educational and recreational values. This is a descriptive research with
qualitative method.
Keywords: agriculture, spring, Ngaruat Solokan

A. PENDAHULUAN untuk dijadikan pemukiman baru atau


Masyarakat Indonesia, khususnya pabrik (industri). Akibatnya, nilai-
masyarakat Jawa Barat adalah nilai atau norma yang berlaku dalam
masyarakat agraris, yang sebagian besar masyarakat tani pun turut tergusur.
masyarakatnya hidup dari hasil pertanian. Seperti halnya upacara-upacara yang
Kegiatan pertanian (bercocok tanam) berkaitan dengan pertanian akhirnya
merupakan salah satu mata pencaharian berkurang pendukungnya.
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan pemikiran tersebut,
Dalam sistem pertanian tersebut dikenal maka upacara tradisional yang berkaitan
dua jenis pertanian, yaitu pertanian dengan pertanian di suatu daerah - sebagai
dengan sistem bercocok tanam di ladang salah satu warisan kehidupan masyarakat
dan pertanian dengan sistem bercocok tani masa silam, perlu untuk diteliti dan
tanam di sawah. didokumentasikan sebelum terlindas
Sistem bercocok tanam di ladang, arus modernisasi. Aktivitas upacara
huma, atau sistem perladangan dilakukan tradisional tersebut berkaitan erat dengan
di areal ladang tanpa irigasi teknis. Sistem sistem kepercayaan masyarakat atau
perladangan ini di beberapa wilayah religi. Pada umumnya ditujukan untuk
di Jawa Barat masih bisa dijumpai, menghormati, mensyukuri, memuja, dan
terutama pada masyarakat tradisional meminta keselamatan kepada roh-roh
atau masyarakat adat. Pertanian ladang leluhur mereka yang berjasa dalam dunia
ini bagi mereka merupakan mata pertanian.
pencaharian pokok dan bagian integral Salah satunya adalah Upacara
dari budayanya. Sistem pertanian Ruwatan Solokan yang dilakukan
dengan bercocok tanam di sawah sendiri masyarakat Cihideung di Kabupaten
merupakan salah satu bentuk pertanian Bandung Barat. Dengan keunikan dan
yang relatif menetap, dan merupakan kekhasan upacara tradisional Ruwatan
mata pencaharian masyarakat Sunda Solokan, penulis merasa tertarik untuk
di Jawa Barat, khususnya di daerah mengkajinya lebih jauh. Adapun judul
pedesaan. Sistem bercocok tanam ini penelitian yang penulis ambil adalah
memerlukan sarana irigasi teknis untuk Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung
mengairi sawah, sehingga para petani Kecamatan Parongpong Kabupaten
dapat melakukan panen dua hingga tiga Bandung Barat. Dari pelaksanaan
kali dalam setahun. upacara tradisional tersebut akan
Perkembangan selanjutnya, diamati bagaimana makna dan arti dari
dapat dikatakan lahan pertanian kegiatan upacara, simbol-simbol dalam
semakin berkurang seiring dengan laju upacara, arti dan fungsi upacara terhadap
pembangunan yang semakin gencar kehidupan mereka, dan sebagainya.
menggusur lahan pertanian yang subur

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 298
Penelitian ini bertujuan untuk Sebagai tradisi, ruwatan sudah
menggali tentang upacara tradisional dikenal sejak jaman Hindu dan Budha,
pertanian yang masih dilakukan dari kata ruat yang artinya luwar atau
masyarakat Desa Cihideung di Kabupaten lepas. Ruwatan berarti melepaskan
Bandung Barat serta memperkaya segala bentuk malapetaka akibat
khazanah budaya, terutama budaya perbuatan manusia atau keberadaan
tradisional. Ruang lingkup penelitiannya manusia yang tidak pada tempat atau
meliputi ruang lingkup materi, yaitu kedudukannya, tataning ing ngaurip.
berbagai hal yang berkaitan dengan Ruwatan merupakan doa atau ikhtiar
upacara adat, seperti nama upacara, yang harus dibarengi dengan langkah-
maksud dan tujuan upacara, waktu dan langkah nyata menuju perbaikan (www.
tempat penyelenggaraan upacara, pihak- ratupelet.com/makna-ruwatan).
pihak yang terlibat upacara, persiapan Dalam Kamus Umum Basa Sunda
dan perlengkapan upacara, jalannya yang disusun LBSS (Lembaga Basa
upacara, pantangan-pantangan yang harus dan Sastra Sunda), ngaruat adalah
dipatuhi, serta makna yang terkandung mengadakan selamatan menolak bala.
dalam simbol upacara. Ruang lingkup Selanjutnya Ruwatan atau ngaruat dalam
wilayahnya sendiri adalah di Desa bahasa Sunda pun ternyata merupakan
Cihideung, Kecamatan Parongpong, kebiasaan yang bermakna sangat
Kabupaten Bandung Barat, Provinsi dalam. Ia juga bagian dari keyakinan
Jawa Barat. sebagian masyarakat Sunda. Meski
Penelitian yang digunakan bersifat secara fisik, tradisi ini sudah jarang
deskriptif dengan metode kualitatif, dipraktikkan. Ruwatan dianggap sakral
yaitu suatu cara yang digunakan untuk dalam kehidupan. Konon, itu berkait
menyelidiki dan memecahkan masalah dengan hidup matinya manusia, bahkan
yang tidak terbatas pada pengumpulan kesinambungan negeri dan alam semesta
dan penyusunan data saja, tetapi meliputi (ekorisanto.blogspot.com/2009/08/
analisis dan interpretasi data sampai ruwatan-dalam-budaya-sunda-1.html).
pada kesimpulan yang didasarkan atas Sementara itu ngaruat atau diruat
penelitian. menurut Sang Pujangga Sunda, R.H.
Terdapat beberapa konsep yang Hasan Mustofa, merupakan adat Sunda
perlu diuraikan berkaitan dengan yang biasa disebut juga dengan dilokat,
penelitian mengenai Ruwatan Solokan yang dilaksanakan jika ada seorang anak
di Desa Cihideung. Konsep-konsep yang sedang sakit. Kemudian dalam
tersebut adalah tentang upacara, ngaruat. tradisi Pantun, terdapat istilah ruatan
Menurut Rahmat Subagio dalam Ria taneuh, ngaruat hulu wotan, parit, danau,
Intani (2002:4), upacara khususnya ngaruat kampung yang baru dibangun.
upacara tradisional adalah kelakuan Tujuan ngaruat tersebut adalah untuk
simbol manusia yang mengharapkan memunculkan kembali kesucian
keselamatan, yang merupakan rangkaian sekaligus menolak unsur-unsur kejahatan.
tindakan yang diatur oleh adat yang Semua unsur negatif harus diruat
berlaku, serta hubungan dengan berbagai dengan melakukan ritual keselamatan
macam peristiwa tetap yang biasa terjadi (id-id.facebook.com/topic.php?uid
dalam masyarakat yang bersangkutan. =270577024309?topic=46066).

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


299 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

B. HASIL DAN BAHASAN sekitar 10 menit dengan menggunakan


Cihideung - Parongpong, identik kendaraan bermotor. Kemudian jarak
dengan hamparan tanaman hias dengan ke ibu kota provinsi, Kota Bandung,
aneka warna bunga. Memang, Desa sekitar 15 km dengan lama jarak tempuh
Cihideung adalah salah satu desa di sekitar 1 jam menggunakan kendaraan
Kecamatan Parongpong yang dikenal bermotor.
sebagai salah satu sentra penjualan Kondisi jalan menuju Desa
tanaman hias di Kabupaten Bandung Cihideung beraspal baik. Kendaraan
Barat. umum berupa angkutan per desa/
Secara adminstrasi, Desa kecamatan tersedia sebanyak 11 unit
Cihideung merupakan salah satu dari yang melewati wilayah Kecamatan
tujuh desa di Kecamatan Parongpong. Parongpong. Dari Terminal Parongpong
Desa-desa lainnya adalah Desa Ciwaruga, yang tidak begitu jauh letaknya dari
Desa Cigugur Tengah, Desa Sariwangi, Desa Cihideung, tersedia angkutan desa/
Desa Cihanjuang, Desa Cihanjuang kecamatan jurusan Parongpong – Cimahi
Rahayu, dan Desa Karyawangi. Batas- dan Parongpong – Lembang. Ojek pun
batas wilayah Desa Cihideung adalah siap mengantar ke pelosok-pelosok dan
sebelah utara berbatasan dengan tersedia hingga 350 unit dengan jumlah
Perkebunan Teh Sukawana, Kecamatan pangkalan ojek sebanyak 13 tempat,
Parongpong; sebelah selatan berbatasan menyebar di wilayah Kecamatan
dengan Isola, Kecamatan Sukasari; Parongpong.
sebelah timur berbatasan dengan Desa Luas wilayah Desa Cihideung
Sukajaya dan Desa Gudang Kahuripan, 445,410 ha, dengan penggunaan sebagai
Kecamatan Lembang; dan sebelah barat berikut : luas pemukiman 201,000
berbatasan dengan Desa Karyawangi ha, pekuburan 2.000 ha, pekarangan
dan Desa Cigugurgirang, Kecamatan 40,249 ha perkantoran 0,155 ha, dan
Parongpong. luas prasarana umum lainnya 11,243 ha.
Desa Cihideung terletak cukup jauh Cihideung memiliki bentangan wilayah
dari ibukota Kabupaten Bandung Barat berupa dataran tinggi/pegunungan dengan
(yang sementara terletak di Kecamatan ketinggian 800 di atas permukaan laut
Batujajar), memiliki jarak sekitar 20 km (mdl) dan lereng gunung dengan tingkat
dari ibu kota kabupaten, dan ditempuh kemiringan tanah 15° s.d. 85°. Suhu
sekitar 1 jam dengan menggunakan udara rata-rata berkisar dari 17° C s.d.
kendaraan bermotor apabila keadaan 24° C. Curah hujan rata-rata antara 2.000
lalu lintas lancar. Dikatakan demikian, s.d. 5.000 mm/tahun dengan jumlah
karena dalam keseharian sepanjang jalan bulan hujan kelembaban selama 6 bulan.
ke arah Batujajar itu wilayahnya terdiri Dengan kondisi alam yang sejuk
atas puluhan pabrik yang menyangkut didukung tanah yang subur merupakan
ribuan karyawan. Hal itu berdampak pada anugrah bagi masyarakat Desa
kemacetan jalan yang dilalui aktivitas Cihideung. Hasil tanaman dari bumi
pabrik-pabrik tersebut. yang subur didukung suasana alam yang
Jarak Desa Cihideung ke ibu kota hijau dan sejuk membuat Cihideung
kecamatan sendiri terbilang dekat, yaitu dikenal sebagai sentra tanaman hias.
sekitar 2 km dengan lama jarak tempuh Begitu terkenalnya tanaman hias dari

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 300

Cihideung, membuatnya menjadi Akan halnya nama Cihideung


tujuan wisata yang populer. Tak heran berasal dari kata caina hideung (bahasa
jika sebagian besar masyarakat Desa Sunda) yang berarti airnya hitam. Dulu
Cihideung mengandalkan tanaman hias orang-orang di daerah tersebur giginya
sebagai sumber penghasilan utama kuning karena caina peureu (caina
mereka. haseum, kesed) dari pusat airnya (di
Selain penghasil tanaman hias, Ciburial).
Desa Cihideung pun dikenal sebagai Tidak hanya kopi yang
daerah pertanian tanaman pangan, seperti dibudidayakan Pemerintahan Kolonial
jagung, ubi-ubian (ubi kayu, ubi jalar), Hindia Belanda, tetapi juga teh. Demikian
sayuran seperti cabe, tomat, sawi, buncis, perkebunan kopi pun di wilayah
brocoli, dan cabe siam; serta tanaman Parongpong sebagian berangsur-angsur
buah-buahan yang dibudidayakan, seperti menjadi lahan perkebunan teh, hingga
alpukat, pepaya, dan pisang. Tak hanya sekarang dapat dijumpai Perkebunan
terkenal dengan hasil pertaniannya, Teh Sukawana milik PT Perkebunan
Cihideung pun memiliki andalan dari Nusantara VIII. Selanjutnya peternakan
peternakan. Jenis populasi ternaknya sapi perah juga dikembangkan oleh
adalah sapi, ayam kampung, jenis ayam Pemerintahan Hindia Belanda. Bahkan
boiler, kuda, domba, kelinci, anjing, dan dalam tulisannya, Haryoto Kunto (1985)
kucing. Dari ternak sapi perah dihasilkan menyebutkan peternakan sapi perah,
susu, yang dijual ke KUD atau konsumen tepatnya di daerah Cisarua (di dekat
langsung. wilayah Parongpong) menjadi terkenal
karena merupakan salah satu “cikal bakal”
usaha peternakan sapi perah dari jenis
Pola Perkampungan unggul yang didatangkan dari Friensland,
Pada zaman pendudukan Belanda. Nama perusahaannya adalah
Kolonial Hindia Belanda dulu, wilayah “Generaal de Wet Hoeve” milik Tuan
Parongpong merupakan bagian kecil Hirschiand dan Van Zijll di Cisarua.
dari wilayah perkebunan kopi yang Perkembangan selanjutnya, dari
dibudidayakan oleh Belanda di tanah perkebunan kopi, teh, kemudian lahan-
Priangan. Pada masa itu, wilayah lahan yang tersisa dimanfaatkan untuk
Parongpong pun dijadikan tempat pertanian sayuran dan buah-buahan,
penyerahan kuda-kuda dari luar negeri, bahkan menjadi lahan-lahan untuk
yang akan digunakan para kontroler peternakan ayam, kelinci, dan sebagainya.
Belanda memeriksa tanaman kopi. Oleh Perkembangan penduduk pun semakin
karena banyaknya kuda, wilayah tersebut berkembang dengan pembukaan lahan
diumpamakan parungpung nyiruan untuk permukiman.
oleh pribumi. Parungpung dalam Pola perkampungan masyarakat
bahasa Sunda berarti tempat nyayang Desa Cihideung, umumnya Kecamatan
nyiruan ‘tempat bersarang lebah’. Kata Parongpong berderet atau berkelompok
parungpung dalam bahasa Belanda dengan sesama kerabatnya. Pola berderet
dituliskan paroongpoong. Penulisan adalah pola yang dipergunakan penduduk
tersebut lama kelamaan oleh masyarakat yang berdiam di perkampungan
setempat dibaca parongpong. di sepanjang jalan raya. Adapun

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


301 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

pola berkelompok biasanya dengan terutama untuk sekolah tingkat TK hingga


sesama kerabatnya. Rumah-rumahnya SMA/sederajat. Prasarana yang ada
menghadap ke jalan desa yang bercabang. adalah gedung SMA/sederajat 1 buah,
Bentuk rumah pada umumnya sudah SMP/sederajat 1 buah, SD/sederajat 8
permanen, yaitu sekitar 4.010 rumah buah, TK sebanyak 10 buah, gedung
dengan kelengkapan sudah memiliki TV tempat bermain anak-anak 5 buah, dan
dan barang elektronik lainnya. Lembaga Pendidikan sebanyak 17 buah.
Sebagai daerah berdataran tinggi/
pegunungan yang subur, potensi air dan
sumber daya air yang dimiliki adalah Kehidupan Sosial Budaya
sungai dan mata air dengan debit masing- Begitu terkenalnya tanaman hias
masing besar. Kedua sumber tersebut dari Cihideung hingga kemudian daerah
dimanfaatkan penduduk untuk memenuhi ini menjadi salah satu tujuan wisata yang
kebutuhan pertanian dan kehidupan populer di bilahan Kabupaten Bandung
sehari-hari mereka. Pemanfaatan sumber Barat; bagi masyarakat Desa Cihideung,
air bersih oleh penduduk didapatkan hal itu merupakan anugrah dari Sang
melalui sumur gali, PAM, dan mata air. Pencipta. Untuk mengucapkan rasa
Penduduk yang memanfaatkan sumur gali syukur atas anugrah tersebut, mereka
adalah sebanyak 285 KK, PAM sebanyak mewujudkannya dalam Cihideung
874 KK, dan mata air sebanyak 4.391 Festival yang digelar di Kampung
KK 9 (Data Tingkat Perkembangan Desa Kancah. Selain beberapa ritual untuk
dan Kelurahan Cihideung, 2009). Dari melestarikan alam, Cihideung Festival
data tersebut, terlihat bahwa mayoritas juga disemarakkan dengan berbagai
penduduk memanfaatkan mata air di lomba dan karnaval yang diikuti oleh
daerahnya untuk memenuhi kebutuhan RW-RW yang ada di desa tersebut.
hidupnya. Untuk mengenal sistem
kepercayaan yang dimiliki warga
masyarakat Desa Cihideung, dapat dilihat
Kependudukan pada keyakinan mereka dalam menjaga
Desa Cihideung berpenduduk hubungan yang harmonis dengan entitas
12.912 jiwa, yang terdiri atas 6.150 jiwa supranarural. Entitas supranatural
laki-laki dan 6.762 jiwa perempuan. menurut pandangan mereka terdiri atas
Semuanya terbagi dalam 4.258 KK. Tuhan dan para leluhur. Sistem keyakinan
Dari jumlah dan luas wilayah, dapatlah tersebut begitu lekat di hampir semua
diketahui kepadatan penduduk per km, aktivitas kehidupan warga, baik aktivitas
yaitu 344 orang. Sesuai dengan keadaan ekonomi, sosial, adat istiadat, maupun
lingkungan alamnya, mata pencaharian sistem kepemimpinan.
penduduk Desa Cihideung mayoritas Warga Desa Cihideung mayoritas
sebagai petani, sebanyak 1.187 orang beragama Islam. Aktivitas keagamaan
Keberagaman pendidikan banyak mengisi hidup keseharian
penduduk masyarakat di Cihideung mereka, seperti kegiatan pengajian yang
tentunya didukung oleh prasarana dan diikuti anak-anak dan para ibu. Pada
sarana pendidikan yang ada di lingkungan hari-hari besar Islam, seperti Rajaban dan
sekitar wilayah Kecamatan Parongpong, Maulud Nabi, mereka peringati dengan
menghadirkan penceramah agama dari

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 302

lingkungan desa mereka maupun dari Itulah sebabnya, warga selalu memelihara
luar desa. hubungan mereka dengan ruh leluhur
Walau warga Desa Cihideung melalui berbagai ritual adat yang rutin
banyak yang beragama Islam, namun dilaksanakan.
dalam kehidupan sehari-harinya masih Kegiatan ritual dalam bentuk
diwarnai aturan-aturan adat yang upacara adat diadakan dalam waktu-
menjadi kekayaan spiritul mereka. Kedua waktu tertentu dan rutin dilaksanakan
keyakinan tersebut sama-sama dijalankan adalah demi terjaminnya kepatuhan
dan berjalan berdampingan. Sehingga para warga terhadap pranata-pranata
dalam suatu kegiatan ritual, bentuk yang sosial. Bentuk-bentuk upacara tersebut
mengemuka merupakan sinkretisasi dari tampak selain adanya keyakinan kepada
kedua unsur tadi. Maha Pencipta juga keyakinan akan
Warga Desa Cihideung yang adanya dunia gaib. Dunia gaib yang
memiliki sistem kepercayaan warisan dari sulit dijangkau akal manusia, yang
leluhur, memiliki pandangan tersendiri ditempati makhluk-makhluk halus
tentang konsep alam dan manusa. Alam, yang kekuatannya dapat berguna atau
dalam konsep kosmologi mereka dibagi menimbulkan bencana atau mala petaka.
menjadi dua, yaitu alam dunia dan alam Makhluk halus dapat berupa roh baik, roh
gaib. Alam dunia atau alam nyata dihuni jahat, hantu, jin. Roh yang baik antara
oleh makhluk hidup, seperti halnya lain adalah roh nenek moyang/leluhur
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau karuhun. Pelaksanaan upacara adat
termasuk benda-benda nyata yang dapat selain dimaksudkan untuk memohon
dilihat. Adapun alam gaib adalah alam berkah kepada yang gaib, juga untuk
yang dihuni oleh makhluk-makhluk menjalin hubungan baik sehingga tidak
halus seperti ruh para karuhun, jin, setan, mengganggu mereka.
dan para hantu atau dedemit. Selain Sebagaimana masyarakat agraris
itu mereka pun mempercayai adanya pada umumnya, masyarakat Desa
ruh-ruh suci yang menguasai tempat- Cihideung pun memiliki upacara adat
tempat maupun benda-benda tertentu yang terkait dengan kesuburan tanah.
yang berkaitan erat dengan kehidupan Upacara tersebut merupakan sisa
manusia, seperti yang menghuni Sirah kepercayaan leluhur yang masih diyakini
Bangawan yaitu Ibu Inang Saketi, Ibu mereka, yaitu Ngaruat Solokan atau
Dayang Sumbi, Ibu Lametan, Eyang Hajat Cai. Ruatan Solokan adalah tradisi
Prabu Susuk Tunggal, Eyang Putih, dan ritual untuk memelihara mata air dan
lain-lain. selokan. Mereka memohon kepada Allah,
Menurut keyakinan mereka, karuhun, dan penunggu mata air agar air
manusia dapat melakukan kontak dan selalu dalam keadaan lancar.
menjalin komunikasi dengan makhluk- Upacara tradisional lainnya yang
makhluk halus di atas. Seperti halnya kerap dilaksanakan warga adalah upacara-
ruh para leluhur yang bisa diundang upacara yang berkaitan dengan daur
untuk dimintai bantuannya. Sebaliknya, hidup, seperti Upacara Tujuh Bulanan,
ruh para leluhur dapat mendatangkan Marhabaan (syukuran ketika bayi berusia
musibah berupa bencana dan malapetaka 40 hari), Gusaran, Saparan, Nyepitan
bagi mereka, bila larangannya dilanggar.

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


303 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

(khitanan), pernikahan, dan kematian; acapkali warga gunakan untuk betbicara


Upacara 14 Maulud, Upacara Syawalan. dengan tamu yang datang, yang tidak
Masyarakat Cihideung pun mengerti bahasa Sunda.
memiliki upacara adat yang berkaitan Masyarakat Cihideung termasuk
dengan peristiwa alam atau bencana alam, masyarakat yang begitu menghargai
yaitu Ngabungbang (malam 14) dan kesenian tradisional Sunda. Hal itu
Ruwat Kampung. Upacara Ngabungbang terbukti dengan masih setianya mereka
dilakukan pada malam tanggal 14 ketika memelihara kesenian tradisional Sunda.
bulan purnama. Warga berduyun- Para orang tua sebagai generasi tua telah
duyun menyusuri pancuran, mulai dari mampu membina dan memberi motivasi
Cisitu, Cijompo, Panggaladahan, hingga kepada generasi muda untuk mencintai
Cisiruan. Mereka mandi malam hingga dan memelihara berbagai jenis kesenian
tujuh kali di pancuran nu mayun ngaler yang ada atau yang sering tampil di desa
sareng mayun ngetan ‘yang menghadap mereka.
utara dan menghadap barat’ dengan Keakraban mereka akan
harapan badan ingin sehat, dipanjangkan keberadaan kesenian tersebut tak lepas
usia, dan diselamatkan dari mara bahaya. dari peranan sejumlah upacara adat
Ruwat Kampung adalah upacara yang tradisional yang hidup di sana, yang
dilaksanakan pada bulam Muharam, senantiasa menyertakan kesenian sebagai
merupakan upacara tolak bala, yang bagian dari rangkaian acara pada satu
bertujuan untuk mencegah lingkungan upacara. Beberapa kesenian ada yang
serta warga masyarakat dari datangnya dipertunjukkan khusus untuk menghibur
gangguan dan penyakit, yang setiap saat masyarakat - biasanya disebut sebagai
dapat saja mengincar kehidupan mereka. seni pertunjukan, yaitu Kuda Lumping,
Selain mengenal berbagai upacara Barongsay, Singa Depok, Pencak Silat,
adat di atas, dalam kehidupan sehari- Sasapian, Babagongan. Selain dalam
harinya masyarakat Desa Cihideung pun upacara-upacara adat, kesenian tersebut
akrab dengan berbagai larangan atau tabu pun sering dipergelarkan dalam acara-
yang ditetapkan leluhur mereka. Mereka acara hajatan dan syukuran, seperti
patuh pada aturan-aturan tersebut, yang perkawinan, khitanan, peringatan hari-
diyakini semua itu untuk kelancaran dan hari besar Nasional.
keharmonisan kehidupan mereka juga.
Bahasa Sunda adalah bahasa
pengantar sehari-hari warga Cihideung Sejarah Upacara
dalam berkomunkasi dengan sesama Air adalah sumber kehidupan
warganya. Struktur bahasa yang mereka yang paling vital bagi manusia. Bagi
kenal adalah bahasa lemes ‘halus’ dan masyarakat agraris, selain untuk
bahasa wanoh ‘kasar’. Bahasa lemes kebutuhan hidup sehari-hari, air pun
digunakan seseorang ketika berbicara digunakan untuk kebutuhan pertaniannya.
dengan orang yang usianya lebih tua dan Dekat wilayah Desa Cihideung terdapat
dengan tamu yang datang dari luar desa. mata air yang dikenal masyarakat dengan
Akan halnya bahasa wanoh digunakan nama Mata Air Talaga Warna. Untuk
seseorang ketika berbicara dengan orang- melindungi keberadaan mata air ini, oleh
orang sebayanya. Bahasa Indonesia pun orang Belanda dulu di sekeliling mata

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 304

air dibuatkan tembok beton. Mata air kesulitan air. Tidak hanya kesulitan air
pun kemudian digunakan mereka untuk untuk lahan pertanian mereka, warga
kebutuhan perkebunan tehnya, yang pun kesulitan air untuk kebutuhan hidup
dikenal Kebun Teh Pangheotan. sehari-hari. Melalui musyawarah dengan
K e b u n Te h P a n g h e o t a n d i para sesepuh masyarakat, mereka pun
Sukawana terletak di Kampung meminta izin kepada pemilik wilayah
Kancah Desa Karyawangi, Kecamatan mata air guna memanfaatkan mata air
Parongpong, Bandung Barat. Jaraknya tersebut untuk memenuhi kebutuhan
34 kilometer dari Kota Bandung, ke arah pertanian dan hidup sehari-hari mereka.
barat laut. Kebun Pangheotan didirikan Keluarga keturunan pemilik lahan
pada tahun 1908 oleh Perusahaan Hindia mempersilakan, jika memang mata air
Belanda. Sampai dengan periode 1957, tersebut tidak digunakan oleh pengelola
kebun ini berada di bawah penguasaan perkebunan.
HIL Tiedeman & Van Kerchem yang Akhirnya, dengan biaya seadanya
berkedudukan di Bandung. Tercatat dua hasil pinjaman dari penyandang dana,
administratur Belanda yang bertugas di mata air disalurkan ke warga-warga
kebun itu, yakni Jan Willem Ruyssenaers dengan menggunakan paralon (yang
(1927 – 1941) dan Albert Johan paling murah) sepanjang 3 km. Setelah
Ruyssenaers (1941 – 1957). Pada 1958, tuntas membuat saluran, dana yang
Kebun Teh Pangheotan dinasionalisasi digunakan dari hasil pinjaman tersebut
menjadi milik Pemerintah RI dengan harus ditanggung oleh warga. Ditetapkan
nama Perusahaan Perkebunan Negara pada saat itu, beban per bulan setiap
(PPN) Lama. Berganti nama menjadi KK adalah Rp. 500,-. Dana yang telah
PPN Baru, PNP, dan pada 31 Juli 1971 digunakan adalah untuk pembelian
dengan akta notaris HGS Loemban paralon dan honor para tukang. Menurut
Tobing SH, berubah lagi menjadi sesepuh, pinjaman tersebut dapat
perusahaan perseroan PT Perkebunan terlunasi sekitar 2 tahun lamanya. Hingga
XII yang berkedudukan di Bandung. kini warga yang memanfaatkan mata
Sejak 11 Maret 1996, PTP XII dilebur air untuk memenuhi kebutuhan hidup
bersama PTP XI dan PTP XIII menjadi sehari-hari tersebut sebanyak 600 KK
PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN yang terbagi dalam 6 RT.
VIII). Kebun Teh Pangheotan dikenal Wa r g a b e n a r - b e n a r s a n g a t
sebagai penghasil teh hitam (www.potlot- bersyukur dengan limpahan air yang
adventure/2009/11/21/pilihan-baru- mereka terima sehingga bisa bercocok
kebun-teh-pangheotan). tanam palawija, sayuran, serta memenuhi
Pada tahun 1950-an, mata air kebutuhan lainnya. Sebagai ungkapan
diminta dari Belanda (Perkebunan Teh rasa syukur kepada Maha Pencipta serta
Sukawana) oleh para petani, terutama untuk mengenang dan menghormati
petani Cina untuk mengairi lahan para leluhur mereka yang telah berjasa
pertanian mereka. Kemudian pada mengelola mata air, warga mengadakan
tahun 1970-an, manakala para petani Syukuran Cai atau dikenal dengan sebutan
Cina sudah tak ada karena telah beralih Hajat Cai atau Ngaruwat Solokan setiap
profesi, tidak lagi menjadi seorang petani, tahun.
warga sekitar banyak yang mengeluh

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


305 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

Nama Upacara dan Tahap- Cai berarti mengucapkan terima kasih


tahapannya kepada Allah SWT atas pemberian
Ngaruwat Solokan atau masyarakat nikmat berupa air kepada mereka.
lebih sering menyebutnya sebagai Hajat Upacara Ngaruwat Solokan atau
Cai atau Syukuran Cai adalah upacara Hajat Cai yang dilaksanakan masyarakat
tradisional yang diselenggarakan secara Cihideung melalui tahapan-tahapan
turun – temurun dilakukan setiap tahun sebagai berikut: persiapan, pembuatan/
oleh masyarakat petani di Desa Cihideung, pengolahan sesajen, Ijab Kabul
Kecamatan Parongpong. Mereka percaya (pengesahan), dan doa.
bahwa air, salah satu unsur alam yang
diciptakan Tuhan, berfungsi sebagai
sumber kehidupan juga dapat membawa Maksud Penyelenggaraan Upacara
berkah bila warga masyarakatnya pandai Orang Sunda, seperti orang
memelihara dan melestarikannya. Indonesia pada umumnya berpandangan
Terkait dengan hal tersebut di bahwa kehidupan manusia bukan
atas, sumber mata air yang oleh warga hanya berlangsung di dunia ini saja,
setempat dipandang sebagai sumber tapi juga di dunia sana setelah manusia
kehidupan sekaligus membawa berkah meninggal. Pandangan tersebut telah
bagi warganya, sangat dikeramatkan. mempengaruhi tingkah laku orang Sunda
Sumber mata air dimaksud adalah dengan kuat, terutama karena sebagian
Ta l a g a Wa r n a . S u m b e r m a t a a i r besar dari mereka beragama Islam
Talaga Warna yang berlokasi di atas yang mengajarkan bahwa setiap orang
perbukitan dari pemukiman penduduk bertanggungjawab atas segala tingkah
ini telah dimanfaatkan oleh 600 KK yang lakunya masing-masing. Perbuatan yang
terangkum dalam 2 RW. baik akan mendapatkan pahala di dunia
Ngaruwat Solokan memiliki ataupun di akhirat, sedangkan perbuatan
makna ngaruwat yang berarti memelihara yang kurang baik merupakan dosa yang
atau merawat; dan solokan berarti jalan harus ditanggung sendiri di dunia dan di
air. Dapatlah dikatakan bahwa istilah akhirat.
ngaruwat solokan memiliki arti ngarawat Sehubungan dengan hal tersebut
(memelihara) jalan air atau selokan agar di atas, dalam kebudayaan orang Sunda,
terhindar dari kerusakan, sekaligus banyak petunjuk yang harus dilakukan
sebagai ucapan syukur atas limpahan air dan yang tidak boleh dilakukan. Sebagai
yang mereka nikmati selama ini. Adapun contoh, terdapat sebuah pepatah ’cageur
Hajat Cai memiliki makna hajat yang bageur bener pinter ’, yang artinya
berarti mengadakan selamatan, dan cai sehat, baik hati, benar, pandai. Hal-hal
(bahasa Sunda) berarti air. Jadi, Hajat yang dilarang banyak ditunjukkan oleh
Cai berarti mengadakan selamatan atas pepatah, salah satunya ‘pamali’. Bagi
limpahan air yang Allah S.W.T berikan mereka yang melanggar pamali akan
kepada mereka. Syukuran Cai sendiri mengalami kemalangan, yang sebenarnya
memiliki makna syukuran yang berarti didatangkan padanya agar ia sadar dan
mengucapkan terima kasih kepada Allah tidak akan berbuat demikian lagi.
S.W.T dan cai berarti air. Jadi, Syukuran Selain melakukan kewajiban-
kewajiban yang berdasarkan agama,

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 306

diwajibkan pula untuk melakukan ‘tatali Rumah sesepuh sekitar sebulan


paranti’ atau ‘adat karuhun’, kebiasaan- sebelum pelaksanaan upacara terlihat
kebiasaan sakral yang diwariskan oleh mulai dikunjungi para sesepuh dan tokoh
nenek moyang kita, antara lain upacara- masyarakat lainnya untuk membahas
upacara tradisional. Hal demikian berbagai langkah dalam persiapan
dilakukan agar hidup kita selamat lahir melaksanakan Upacara Hajat Cai. Sekitar
batin, dunia dan akhirat. dua hari sebelum acara, di rumah sesepuh
Penyelenggaraan Upacara pun mulai disibukkan dengan persiapan
Ngaruwat Solokan atau Hajat Cai yang dilakukan oleh para ibu yang akan
ini bertujuan sebagai ungkapan rasa mengolah makanan untuk perlengkapan
syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa sesaji dan menjamu para tamu.
atas limpahan karunia yang selama Pada hari pelaksanaan upacara,
ini mereka terima dan nikmati serta sejak pagi di rumah sesepuh telah ramai
sebagai permohonan berkah agar warga dikunjungi orang-orang yang akan
masyarakatnya dijauhkan dari segala turut meramaikan acara. Mulai dari tim
cobaan dan marabahaya. kesenian yang akan mengiringi arak-
arakan hingga para ibu, bapak, kaum
muda, yang turut ambil bagian dalam
Waktu Penyelenggaraan Upacara arak-arakan dengan membawa nasi
Upacara Ngaruwat Solokan atau tumpeng dan makanan lainnya. Oleh
Hajat Cai ini diselenggarakan setahun karena jaraknya cukup jauh, arak-arakan
sekali dan dilaksanakan pada bulan menggunakan kendaraan bermotor
Maulud atau Muharam dengan waktu hingga ke kaki bukit. Dari sana, mereka
yang tidak jatuh pada larangan bulan berjalan kaki menuju lokasi upacara.
serta pada waktu kosongnya pun pada Adapun puncak upacaranya
hari baik. Secara teknis upacara ini diselenggarakan di mata air Talaga Warna,
dimulai pukul 07.00 dan berakhir sekitar yang berada di perbukitan Perkebunan
pukul 13.00 WIB. Teh Sukawana. Jaraknya sekitar 2 km
dari pusat kegiatan. Lingkungan alam
Tempat Penyelenggaraan Upacara mata air Talaga Warna dibuat apa adanya,
Pelaksanaan Upacara Ngaruwat dalam artian alam lingkungannya tidak
Solokan atau Hajat Cai dilakukan di dirombak. Sebaliknya, beberapa puluh
rumah sesepuh dan di lokasi mata air meter jalan kecil menuju ke sana sengaja
Talaga Warna. Sebagai sesepuh dalam dibuat rimbun dengan ditanami tanaman
kegiatan upacara sekaligus sesepuh yang dedaunannya nyaris menutupi
masyarakat juga, Pak R. setiap tahun jalan. Hal itu sengaja dibuat agar mata
mempersiapkan rumahnya dijadikan air terjaga dari “tangan-tangan jahil”.
pusat pelaksanaan kegiatan Upacara Jalanan tersebut terkesan alami karena
Hajat Cai atau Syukuran Cai. Rumahnya di sekitarnya banyak tumbuhan tanaman
yang besar dengan halaman yang luas liar. Ruas jalannya sempit dan menyisiri
dapat memfasilitasi berbagai kegiatan, perbukitan yang curam dengan aliran
baik persiapan maupun pelaksanaan sungai jauh di bawahnya.
kegiatan tersebut. Mata airnya sendiri sejak zaman
Belanda sudah dilindungi dengan diberi

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


307 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

tembok beton. Bangunan tembok kini langkah dalam persiapan melaksanakan


ada lubangnya, yang sengaja pada upacara tersebut. Rapat yang dipimpin
tahun 1950-an dibobol oleh warga. Dari sesepuh itu, dihadiri antara lain oleh
lubang, dapat terlihat genangan mata para tokoh adat, tokoh masyarakat, ketua
air yang jernih, bersih. Genangan air RT, dan masyarakat petani pendukung
tampak tenang, tidak meluap-luap, nyaris upacara. Mereka membicarakan masalah
air terlihat dangkal. Menurut sesepuh, kegiatan yang akan dilaksanakan, dimulai
merupakan kebesaran Allah bahwa dari dari pembentukan panitia.
sumber mata air yang airnya keluar kecil, Setelah susunan kepanitian
kemudian mengalir ke daerah yang lebih terbentuk, maka bendahara mulai
rendah dan dapat dimanfaatkan serta melaksanakan tugasnya, yaitu merinci
memenuhi kebutuhan hidup hampir 600 biaya pelaksanaan upacara serta
KK warga di sekitarnya. mengumpulkan dana dari para donatur.
Biaya yang dirinci antara lain untuk
pembelian kelengkapan berupa sesajen,
hiburan yang akan dipergelarkan, serta
konsumsi panitia dan para undangan
selama kegiatan tersebut berlangsung.
Dua hari sebelum pelaksanaan
upacara, di rumah sesepuh yang dijadikan
sebagai pusat pelaksanaan kegiatan telah
Sumber Mata ramai didatangi para ibu yang akan
Air Talaga membantu mempersiapkan kelengkapan
Warna sesajen dan mengolah konsumsi untuk
panitia dan para undangan nanti.
Sementara itu kaum pria (para bapak dan
pemuda) mempersiapkan lokasi mata air
Talaga Warna dengan membersihkannya
Tembok dari alang-alang dan tanaman merambat
beton yang lainnya.
melindungi Sehari sebelum pelaksanaan
mata air upacara, kesibukan semakin terlihat di
rumah sesepuh. Panitia dan orang-orang
Sumber: yang terkait dalam kegiatan ini mulai
Penelitian melakukan pengecekan akan tugasnya
2010 masing-masing. Pemasangan tenda,
kursi, serta memeriksa kelengkapan alat-
Penyelenggaraan Teknis Upacara alat kesenian yang akan ditampilkan
Sekitar sebulan sebelum Upacara pada keesokan harinya.
Ngaruwat Solokan atau Hajat Cai atau Ta k h a n y a i t u , p a n i t i a p u n
Syukuran Cai dilaksanakan, pihak memeriksa kesiapan para petugas
penyelenggara atau yang berkompeten Upacara Ngaruwat Solokan atau
dalam kegiatan tersebut berkumpul di Hajat Cai, yaitu sesepuh (yang akan
rumah sesepuh untuk membahas berbagai memberikan sambutan), petugas yang

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 308

akan membacakan ayat suci Al-Quran, Dua hari sebelum acara


Lebe (petugas yang memimpin doa), dilaksanakan, kaum ibu umumnya
dan Pawang (yang bertugas memimpin berbelanja membeli bahan-bahan
upacara). makanan, buah-buahan, serta
perlengkapan untuk sesajen. Sehari
sebelum acara, mereka mengolah
Pihak-pihak yang Terlibat dalam makanan, membuat tumpeng, makanan
Upacara kecil untuk para undangan dan peserta
Setiap tahun pihak-pihak yang upacara.
terlibat dalam kegiatan Upacara Kelengkapan sesajen berupa
Ngaruwat Solokan atau Hajat Cai pada surutu ‘cerutu’, roko bodas ‘rokok
dasarnya sama, yaitu pihak-pihak yang putih’, bako tampang, bako molen,
terlibat dalam upacara sebagai tamu atau madat (bako hideung), daun kawung
undangan yaitu Kepala Desa beserta dilinting ‘digulung’ dan diikat (jangan
beberapa aparatnya dan Lebe; serta pihak- sampai dilipat ujungnya karena dianggap
pihak yang terlibat langsung sebagai pamali), lemareun sakumplitna ‘bahan
pelaku atau pendukung upacara yaitu untuk menginang selengkapnya’, telur
warga masyarakat setempat, khususnya ayam, dawegan, hahampangan (ada
para petani baik sebagai tokoh adat, tangkue), pisang kapas bakar, beras dan
tokoh masyarakat, dan kaum laki – laki telur di sekelilingnya diletakkan uang
serta perempuan. logam Rp.100,00 sebanyak 10 buah,
Kedua unsur tersebut di atas kembang ros merah, putih, campaka
baik langsung maupun tidak langsung mulia, minyak air mata duyung, buah-
berperan dalam proses pelaksanaan buahan seperti apel, anggur, belimbing,
penyelenggaraan upacara. Mereka saling pir; serta makanan olahan berupa bakakak
membantu dan melengkapi satu sama hayam hideung, rurujakan tujuh macam,
lain demi suksesnya penyelenggaraan kopi pahit, kopi manis, air teh, air putih,
Upacara Ngaruwat Solokan atau Hajat bajigur, susu, gula merah kawung asli, 6
Cai yang diadakan di tempat mereka. puncak manik nasi kuning, nasi tumpeng
yang diolah oleh kaum ibu. Selain itu
Persiapan dan Perlengkapan Upacara kelengkapan pedupaan pun disediakan,
Beberapa kegiatan sebagai seperti arang dan kemenyan.
persiapan dalam menghadapi pelaksanaan
Upacara Ngaruwat Solokan atau Hajat
Cai, terutama yang berkaitan dengan
perlengkapan, tempat, pelaksana, dan
pendukung upacara lainnya dilakukan
oleh kaum perempuan (para ibu dan
pemudi) serta kaum pria (para bapak
dan pemuda). Mereka bekerja bersama,
bergotong royong guna lancarnya acara Sesajen di
yang mereka nanti-nantikan. atas tampah

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


309 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

kegiatan upacara, yaitu rumah sesepuh.


Beberapa para ibu membawa makanan,
Sesajen baik berupa tumpeng maupun buah-
yang penuh buahan seperti pisang. Sementara itu tim
makna kesenian telah bersiap-siap pula ntuk
Sumber: turut serta dalam iringan rombongan
Penelitian menuju ke lokasi mata air Talaga Warna.
2010 Sebelum berangkat ke lokasi mata
air, acara dibuka dengan pembacaan
Pada malam hari menjelang ayat suci Al-Quran terlebih dahulu.
Upacara Ngaruwat Solokan atau Hajat Dilanjutkan kemudian dengan acara
Cai dilaksanakan, yakni sekitar pukul sambutan dari sesepuh sebagai tuan
20.00 WIB, sesajen tersebut di atas diijab rumah, tokoh masyarakat, dan Ketua
kabul oleh pawang, sebagai tanda bahwa RW.
sesajen itu telah memenuhi persyaratan Selesai acara pembukaan
(lengkap) dan sah untuk dipersembahkan dilanjutkan kemudian dengan persiapan
dalam Upacara Ngaruwat Solokan atau iring-iringan rombongan yang akan
Hajat Cai. Sesaji tersebut ditujukan untuk menuju lokasi mata air. Iringan terdepan
para karuhun (leluhur) yang dianggap adalah enam orang penari yang membawa
sebagai media atau penghubung kepada enam pucuk manik. Diikuti kemudian di
Tuhan Yang Mahaesa. belakangnya beberapa orang laki-laki
Sementara itu kaum pria yang membawa sesajen dengan cara
mempersiapkan tenda, kursi, serta dipikul, para sesepuh, tokoh masyarakat,
membersihkan lokasi di sekitar Mata para undangan, dan para ibu/bapa yang
Air Talaga Warna. Tak hanya itu, kaum membawa makanan.
pria yang terlibat sebagai panitia pun Tiba di tempat tujuan (Mata Air
mengecek kesiapan para tokoh pelaksana Talaga Warna), enam pucuk manik
upacara serta tim kesenian yang akan diterima oleh lengser beserta sesajen
mengiringi sekaligus menghibur para dan makanan. Sesajen ditata dan
peserta upacara dan warga sekitar. ditempatkan pada suatu tempat yang
Pada pagi hari pelaksanaan telah ditentukan. Kemudian dupa yang
upacara, bahan-bahan sesajen tersebut berisi arang dinyalakan, dan kemenyan
di atas telah dipersiapkan. Beberapa ditaburkan di atas dupa.
jenis sesajen diberi wadah berupa Para peserta pendukung upacara
piring kecil dan beberapa dialasi daun semua duduk berkumpul dengan formasi
pisang, kemudian ditata pada sebuah melingkar secara sentral ke arah sesajen.
nyiru ‘sejenis tampah yang terbuat dari Pawang duduk bersila dengan sesajen
anyaman bambu’. di depannya. Ia pun membuka cerutu
dan rokok. Dilanjutkan kemudian
membacakan ijab kabul sambil
Jalannya Upacara Selengkapnya menyalakan cerutu dan rokok tersebut.
Pada hari pelaksanaan upacara, Pawang melakukan ijab kabul dengan
mulai pukul 07.00 orang-orang berduyun- para karuhun, yaitu Dayang Sumbi,
duyun berdatangan menuju tempat pusat Eyang Prabu Susuk Tunggal, Eyang

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 310
Putih, dan Eyang Ngameta. Pawang pun Maha Kuasa serta memohon izin kepada
memanjatkan doa kepada Yang Maha para leluhur untuk melaksanakan acara.
Kuasa. Inti dari doa tersebut adalah
mengucapkan syukur kepada Tuhan KIDUNG :
Yang Mahaesa dan memohon berkah Bulkukus mancur kamanggung / Ka dewa
serta keselamatan bagi warga desa agar para pohaci / Ka batara sang dewata
kehidupan di masa mendatang berjalan / Sanghiang Dewi Pertiwi / Ka buana
lebih baik tanpa ada gangguan apa pun. panca tengah / Jembarna ka maha suci //
Neda agung sampurasun / Kasa eui ning
dedemit / Bara hala duru wiksa / Mugi
ulah hiri dengki / Sing sami-sami ngajadi
/ Ngajaring hiang pertiwi / Nu ti kulon nu
ti wetan / Nu tetepis wiring basisir / Nu ti
kaler nu ti kidul / Suku gunung lamping
asih / Nu ngageugeuh panca tengah /
Putra-putri mugi dijaring.

Acara dilanjutkan dengan sambutan dari


aparat pemerintahan. Setelah itu Pawang
Pawang sedang mengucapkan ijab kabul menguraikan makna dari setiap jenis
Sumber: Penelitian 2010 sesajen kepada para peserta upacara, dan
diakhiri dengan doa bersama. Prosesi
Usai melakukan ijab kabul, upacara di sumber mata air Telaga Warna
Pawang menyampaikan sambutan. Ia di atas dimulai sekitar pukul 09.00 sampai
mengucapkan syukur dan ucapan terima 11.00 WIB. Acara diakhiri dengan acara
kasih kepada penyelenggara Upacara ramah tamah dan makan bersama. Acara
Ngaruwat Solokan atau Hajat Cai. Ia pun hiburan pun dipergelarkan, mengiringi
menyampaikan maksud dan tujuan dari acara makan bersama.
upacara tersebut, yaitu sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Allah SWT atas
rezeki yang diberikan berupa air. Air Pantangan yang Terkandung dalam
yang dilimpahkan ke daerah ini, mudah- Upacara
mudahan bermanfaat bagi warga semua. Pantangan yang harus ditaati
Dan diadakan upacara ini adalah untuk oleh para pelaksana Upacara Ngaruwat
menyelamatkan semuanya, manjangkeun Solokan atau Hajat Cai, antara lain :
‘memanjangkan’ nikmat dari Allah. Sesajen khusus yang terbuat dari masakan
Setelah ijab kabul, dilanjutkan olahan, tidak boleh dibuat oleh ibu-ibu
kemudian Pawang menyalakan obor yang sedang datang bulan; sesajen yang
dengan diiringi kidung, yaitu Kidung, sudah disahkan (ijab kabul) tidak boleh
Kembang Gadung, dan Buah Kawung. dicicipi; sesajen tidak ada yang boleh
Tujuh pucuk manik pun dan pedupaan kurang (tidak lengkap); dan tidak boleh
diletakkan di bawah obor. Berikut Kidung, bersuara sewaktu upacara berlangsung.
yang intinya memohon doa kepada Yang Apabila pantangan-pantangan yang
telah digariskan secara turun temurun

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


311 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

itu dilanggar, maka hajatnya tidak akan menimbulkan kepulan asap


akan diterima, bahkan petaka akan yang membumbung ke atas dan
menimpanya. menimbulkan aroma yang khas.
Menurut kepercayaan mereka bahwa
penguasa alam adanya di atas.
Makna yang Terkandung dalam Unsur Oleh karena itu kepulan asap yang
Upacara membumbung ke atas itu berfungsi
Unsur-unsur yang ada pada sebagai lambang komunikasi antara
Upacara Ngaruwat Solokan atau Hajat manusia yang ada di bawah dengan
Cai merupakan simbol untuk dikaji penguasa alam yang berada di atas.
agar hidup tidak salah langkah. Intinya Sedangkan aroma harum, wangi
adalah di dalam unsur-unsur upacara yang berasal dari kemenyan itu
terdapat nilai luhur kearifan lokal yang menandakan penghormatan kepada
dijadikan pedoman pandangan hidup penguasa alam.
agar kita tidak salah dalam melangkah. c. Kembang tujuh rupa nu seungit
Berikut unsur-unsur dalam upacara yang ‘tujuh jenis bunga yang wangi’,
memiliki makna, yaitu : yang dijadikan sesajen merupakan
a. Warna merah dari bara api, simbol bilangan. Bilangan tujuh,
melambangkan keberanian, melambangkan jumlah hari. Hal
maksudnya warga masyarakat ini yang dimaksudkan agar warga
setempat berani berkorban baik materi masyarakat dalam kesehariannya
maupun nonmateri yang dimilikinya harus berbuat baik, sehingga
demi menjalankan perintah adat namanya sampai kapan pun tetap
leluhurnya. dikenang (harum). Apabila manusia
b. Parukuyan ‘pedupaan’ dan menyan menginginkan penghasilan yang
‘kemenyan’. Parukuyan atau pedupaan lebih baik lagi, maka ia harus banyak
adalah tempat arang/bara api yang bersedekah setiap harinya. Selain itu
terbuat dari tanah, yang diibaratkan tujuh juga menunjukkan tujuh kuasa
sebagai tempat sari pati dari sekujur yang ada dalam diri : Kawasa, Kersa,
tubuh. Merah, melambangkan api; Uninga, Hirup, Tingali, Ngarungu,
kuning, melambangkan angin ; dan Ngandika, yang merupakan Guru
putih melambangkan air; dan hitam Hyang Tujuh yaitu tujuh kuasa yang
melambangkan tanah. Maknanya ada pada diri yang berasal dari Tuhan.
bahwa saripati dari api, angin, air, Kemudian bunga wangi memiliki
dan tanah adalah asal dari sekujur makna : Geura kembangkeun/
tubuh/penopang hidup. Menyan atau mekarkeun/daya upayakeun eta
kemenyan: temen tur nyaan/nu enyana/ pangawasa nu tujuh ku jalan silih
sa enya-enyana ‘bukan main-main, seungitan ka sasama hirup ‘Segera
sungguh-sungguh’. Maknanya, dalam kembangkan tujuh kuasa tadi
penelusuran/kajian/penghayatannya dengan jalan belas kasih ke sesama
harus secara sungguh-sungguh dan makhluk’.
sebenar- benarnya. d. Rujak tujuh rupa ‘tujuh macam
Kemenyan dibakar dalam rujak’. Rujak memiliki rasa manis,
parukuyan ‘pedupaan’. Proses ini pahit, asam, keset, dan lain-lain.

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 312
Tujuh macam menunjukkan tujuh i. Puncak manik. Maknanya adalah
hari. Makna tujuh macam rujak puncak tina kahirupan nya eta silih
adalah bahwa dalam tujuh hari kita ajenan ka sasama ‘puncak dari
mengalami berbagai rasa kehidupan. kehidupan adalah saling menghargai
e. Amparan/samak ‘tikar’. Amparan/ antarsesama’.
samak, maknanya kudu saamparan, j. Lemareun/seupaheun ‘bahan untuk
samaksud, satujuan ‘harus satu alas menginang selengkapnya’. Maknanya
dasar, satu maksud, satu tujuan’. adalah mun urang rek ngucap,
Jadi, semua maksud dan tujuan lumaku jeung lumampah ulah rek
harus didasari nilai-nilai Ka- gurung gusuh tapi kudu di beuweung
Tuhanan, Kamanusaan, Kabangsaan, di utahkeun, persis nu nyeupah
Karahyatan, Kaadilan ‘Ketuhanan, ‘dalam berkata dan bertingkah laku
Kemanusiaan, Kebangsaan, jangan terburu-buru, tetapi harus
Kerakyatan, Keadilan’. dipertimbangkan dahulu seperti orang
f. Kopi pait, kopi amis, cai teh, susu, yang menginang’.
jeung cai asak herang ’kopi pahit, k. Mantra (rajah). Mantra atau rajah yang
kopi manis, air teh, susu, dan air diucapkan oleh Pawang merupakan
matang bening’. Maknanya dari alat untuk menyampaikan maksud dan
aneka minuman tersebut adalah tujuan upacara adat. Sedangkan doa
: Sajeroning lampah hirup pinasti yang diucapkan merupakan alat untuk
ngaliwatan papait jeung mamanis bersyukur kepada penguasa alam.
nu sakuduna digodog, diasakan dina
wening ati herang manah ’Dalam
perjalanan hidup tentu melewati pahit C. PENUTUP
manisnya kehidupan, yang sebaiknya Upacara Ngaruwat Solokan atau
direnungkan dalam kebersihan hati Hajat Cai di Desa Cihideung, Kecamatan
dan pikiran’. Parongpong dilaksanakan dengan maksud
g. Sangu tumpeng ’nasi tumpeng’. sebagai ucapan rasa syukur atas limpahan
Maknanya adalah tumpuk tumpang rezeki dan pengharapan kehidupan
ngajadi hiji sahingga mangpaat keur yang lebih baik di masa mendatang.
kahirupan urang, ulah rek pakia- Ucapan rasa syukur tersebut ditujukan
kia pagirang-girang tampian kawas pada Sang Maha Pencipta, Tuhan Yang
remeh sumawur teu pararuguh Mahaesa, serta kepada leluhur yang
‘menumpuk, menumpang menjadi telah mewariskan lahan pertanian bagi
satu sehingga bermanfaat untuk kelanjutan kehidupan keturunannya.
kehidupan kita, jangan hidup sendiri- Dari pelaksanaan Upacara
sendiri seperti butiran nasi yang jatuh Ngaruwat Solokan atau Hajat Cai
bertaburan dan sia-sia’. yang hingga kini masih dilaksanakan
h. Bakakak hayam hideung ‘ayam oleh masyarakat para pendukungnya
bakakak hitam’. Maknanya adalah terkandung berbagai macam nilai budaya
pasrah sumerah ka Gusti (tumamprak yang telah berlaku secara turun temurun
lir bakakak) ‘pasrah kepada Allah dan berguna untuk mengukuhkan rasa
SWT, layaknya seperti posisi ayam solidaritas atau kebersamaan antarsesama
bakakak’.

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


313 Ngaruwat Solokan di Desa Cihideung ... (Lina Herlinawati)

warga masyarakat. Nilai-nilai budaya ini tampak dari sikap mereka yang
dimaksud antara lain: sangat antusias dalam menikmati
a. Nilai religius, tampak dalam ritual- hiburan rakyat bersama para petani
ritual yang senantiasa ditujukan atau warga lainnya.
untuk mengagungkan Tuhan Yang Mengingat saratnya nilai-nilai yang
Mahaesa dan menghormati para terkandung dalam upacara tersebut, maka
leluhurnya. sudah selayaknya upacara tersebut terus
b. Nilai sosial, tampak dalam dilestarikan, dibina, dan dikembangkan
keseluruhan upacara yang senantiasa demi terwujudnya kebudayaan nasional
dilakukan dengan cara gotong yang utuh. Selain itu juga, dengan adanya
royong, saling membantu, saling kegiatan upacara tradisional pada suatu
berbagi, serta mengokohkan ikatan daerah tertentu akan menjadi daya tarik
persaudaraan dan kekerabatan. tersendiri bagi daerah tersebut sebagai
c. Nilai ekonomi. Dengan adanya salah satu tujuan wisata. Sudah tentu
upacara ini berarti selalu terlebih dahulu harus ada pembinaan dan
mengingatkan warga untuk menjaga pembenahan, sehingga pada akhirnya
dan memelihara lingkungan alam, layak untuk dijadikan kalender kegiatan
terutama yang berhubungan dengan kepariwisataan.
keberadaan mata air. Air yang
melimpah dapat dikelola secara
baik sehingga masyarakat dapat
memperoleh nilai ekonomisnya.
d. N i l a i p e n d i d i k a n . D a l a m
prosesi upacara, Pawang selalu DAFTAR PUSTAKA
menerangkan maksud dan tujuan
serta makna dari sesajen yang ada
kepada peserta upacara. Makna dari Andayani S., Ria, dkk. 2005.
unsur-unsur upacara merupakan Budaya Spiritual Masyarakat
pedoman perilaku bagi warga dalam Sunda. Bandung: Depbudpar
kehidupan sehari-hari. Selain itu, BPSNT Bandung.
secara tidak langsung pelaksanaan
BPSNT Bandung. 2007.
upacara pun memberi pembelajaran
Jurnal Penelitian Edisi 38/
kepada generasi muda agar mereka
Setember 2007. Bandung:
senantiasa melestarikan budaya
Depbudpar.
warisan leluhurnya;
e. Nilai rekreatif, dalam rangkaian Kunto, Haryoto. 1985.
upacara tradisional tersebut, unsur Wajah Bandoeng Tempo Dulu.
hiburan merupakan salah satu nilai Bandung: PT Granesia.
yang bermanfaat bagi para petani
setelah kesehariannya mereka Lembaga Basa & Sastra Sunda. 1981
bergelut dengan kegiatan rutin yang K amus Umum Basa Sunda.
cukup keras dan melelahkan. Hal Bandung: Penerbit Tarate.

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011


Patanjala Vol. 3, No. 2, Juni 2011: 296-314 314

Laporan Penelitian
Intani, Ria. 2002.
Upacara Mapag Sri di
Kabupaten Majalengka.
Bandung: Disbudpar.
Rusnanto, dkk. 2010.
Upacara Tradisional Rahengan
di Desa Citatah Kecamatan
Cipatat dan Upacara Hajat Cai
di Desa Cihideung Kecamatan
Parongpong Kabupaten
Bandung Barat. Disbudpar
Kabupaten Bandung Barat.

Sumber Elektronik

Ngaruwat Garut Selatan. Muhammad


Zia Ulhaq.
id-id.facebook.com/topic.php?ui
d=270577024309&topic=46066
Ruwatan dalam Budaya Sunda. Eko
Risanto.
ekorisanto.blogspot.
com/2009/08//ruwatan-dalam-
budaya-Sunda-1.html
www.ratupelet.com/makna.ruwatan
www.potlot-adventure/2009/11/21/
pilihan-baru-kebun-teh-
pengheotan

2011 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

Anda mungkin juga menyukai