PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia, dikarenakan jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk (Kemenkes RI, 2010). Demam berdarah ditemukan hampir
di seluruh belahan dunia terutama negara tropik dan subtropik (Ariani, 2016),
yang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus dan daerah terjangkit terus
meningkat dan menyebar luas serta sering menimbulkan Kejadian Luar
Biasa/KLB (Depkes RI, 2008). Kejadian demam berdarah dapat berpotensi
menimbulkan dampak sosial yang berupa keresahan masyarakat karena
perjalanan penyakitnya yang cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam
waktu singkat, serta dampak ekonomi yaitu meningkatnya anggaran belanja
negara untuk pengobatan penyakit demam berdarah (Afrian, dkk, 2016).
Data WHO (2015) memperkirakan 2,5 miliar atau 40% populasi di dunia
berisiko terhadap penyakit DBD terutama yang tinggal di daerah perkotaan di
negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 390 juta infeksi dengue
yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Terhitung sejak tahun 1986 hingga
2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi nomor dua di dunia setelah Thailand
(Dewi, 2015). Angka kesakitan (IR/Incidence Rate) DBD di Indonesia pada tahun
2012 hingga 2016 mengalami fluktuasi, antara lain tahun 2012 dengan IR 37,27
per 100.000 penduduk (90.245 kasus), tahun 2013 IR 45,85% (112.511 kasus),
tahun 2014 IR 39,80% ( 100.347 kasus), tahun 2015 IR 50,75% (129.650 kasus),
dan tahun 2016 IR 78,85% (204.171 kasus). Angka kematian (CFR/Case Fatality
Rate) DBD di Indonesia tahun 2012 0,90% ( 816 jiwa), tahun 2013 CFR 0,77%
(871 jiwa), tahun 2014 CFR 0,9% (907 jiwa), tahun 2015 CFR 0,83% (1071
jiwa), tahun 2016 CFR 0,78% (1598 jiwa) (Kemenkes RI, 2012-2016). Sesuai
dengan Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019,
untuk target IR DBD Nasional yaitu < 20 per 100.000 penduduk dan target CFR
Nasional <1%, sedangkan Indonesia masih jauh dari target nasional tersebut
(RPJMN, 2015-2019).
Di babel sendiri, kasus DBD untuk tahun 2019 kita memang meningkat
tetapi belum KLB, dan masih ditahap waspada. Sedangkan jumlah kasus DBD di
Babel di awal tahun 2019 berjumlaah 121 kasus. Yang tertinggi di Kabupaten
Bangka yaitu 45 kasus. Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Jami' al-Kabir tentang
kebersihan : Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Jagalah kebersihan sampai batas tertinggi dari kemampuan kalian. Hal itu karena
sesungguhnya Allah SWT. membangun agama Islam dengan pilar kebersihan dan
orang yang bisa masuk surga hanyalah orang yang menjaga kebersihan." (HR
Suyuthi). Hadist tersebut menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan diri
maupun lingkungan yang merupakan langkah dalam pencegahan penyakit demam
berdarah dan menjauhkan dari penyakit yang lain (Nimda, 2016).
a. Tujuan Umum
Menggambarkan pengelolaan kasus atau asuhan keperawatan pada klien An. R
dengan DHF Grade II di Ruang Anak Rumah Sakit Umun Depati Hamzah
Pangkalpinang tahun 2019.
b. Tujuan Khusus
1) Mampu mengkaji klien dengan DHF Grade II di Ruang Anak Rumah Sakit
Umun Depati Hamzah.
2) Mampu merumuskan rencana tindakan selama memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan DHF Grade II di Ruang Anak Rumah Sakit
Umun Depati Hamzah.
3) Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien DHF Grade II di
Ruang Anak Rumah Sakit Umun Depati Hamzah.
4) Mampu melakukan evaluasi pada klien DHF Grade II di Ruang Anak
Rumah Sakit Umun Depati Hamzah.
C. Ruang Lingkup
D. Metode Penulisan
E. Sistematis Penulisan
B. Etiologi
1) Virus dengue
Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue. Keempat
serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip
terbanyak (Suhendro, 2009).
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip
(DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh
nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi,
sehingga mengganggu sintesis protein sel pejamu.Kapasitas virus untuk
mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus
berperan melalui kemampuan virus untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel,
b. Membentuk virus progenik,
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor
2) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita, 2012).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 2006 ; 37).
3) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau
lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue
huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue
dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2006; 38).
C. Anatomi Fisiologi Darah
1. Anatomi Darah
Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair
yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce
Evelyn, 2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5
juta dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari
jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat
dalam sumsum tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar
keseluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit
berwarna kuning kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat
yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika
didalamnya banyak mengandung O2.
2. Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2007) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun
yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit,
antibodi/zat-zat anti racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
D. Manifestasi Klinis
1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia / artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)
- Leucopenia
- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue
a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti :
- Hipoproteinemia
- Asites
- Efusi pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
E. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen
(Suriadi & Yuliani, 2016).
Penyakit DBD ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus
dengue. Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit,
yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue.Jika orang
digigit nyamuk Aedes Aegypti maka virus dengue masuk bersama darah yang
dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk.
Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk.Sebagian besar
virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu
jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap
untuk dituarkan/dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu
nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (probosis)
menemukan kapiler darah, sebelum darah itu dihisap, terlebih dahulu
dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang dihisap tidak
membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan
kepada orang lain (Irawan, 2017).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali menyebabkan demam dengue.Reaksi tubuh merupakan reaksi
yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan
tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue
yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini
akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty, pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali). Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah
dibawah kulit.
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator
kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh
darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra
seluler.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi
system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler.Hal ini
berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting
untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin
dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat ,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi
cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung
lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila
tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF
menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan
gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma,
bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat.
Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati
yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi.Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat.
Pathway
F. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai
berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet
(+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain
ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari
(tanda-tanda dini renjatan).
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
2) Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih sederhana
dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus dengue dan virus
dari kelompok flavirus dapat memberikan hasil positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi
titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen
dengue dalam spesimen serta berpandangan. Dibuktikan adanya virus
dengue dari jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan
cara immuno-flouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji
ELISA.
d. Pemeriksaan Radiologi dan USG
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa
kelainan yang dapat dideteksi, yaitu : dilatasi pembuluh paru, efusi pleura,
kardiomegali, efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga
peritoneum.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak
<1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi
luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th diberikan 5 mg/
kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
b DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander
( 20 - 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1
½ liter - 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan
Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2
pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi
productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
b Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
c Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres
I. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan yang luas.
2. Mengalami shock atau renjatan.
3. Mengalami effuse pleura
4. Mengalami penurunan tingkat kesadaran.
J. Pencegahan
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF:
a Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF / DSS
b Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia.
c Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu
sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi
Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang
paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan
ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu:
a) Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur sekurang –
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya.
b) Menutup rapat – rapat tempat penampung air .
c) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat
menampung air hujan.
K. Prognosis
Secara umum demam dengue dan demam berdarah dengue memiliki
prognosis baik bila ditangani dengan baik. Permasalahan terjadi ketika terjadi
kelalaian dalam mengontrol terjadinya syok yang dapat segera menyebabkan
kematian
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas
terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-
kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian,
nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV), melena atau
hematemesis.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain
sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa
ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
3. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
4. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor
predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah dan tidak nafsu makan.Apabila kondisi berlanjut dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.
5. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang
dibersihkan.
6. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat
penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air
bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang
jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada
pasien DHF mengalami perubahan penatalaksanaan kesehatan yang
dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan
nafsu makan selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi.
c. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat
adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak
akibat penyakitnya.
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu
dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa
gelisah pada waktu tidur. Anak dengan DHF sering mengalami kurang
tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga
kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
e. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi
karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan. kadang-kadang anak dengan DHF mengalami diare atau
konstipasi, sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
f. Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi
dan seksual klien, mengkaji adanya perdarahan pervagina pada anak
perempuan.
g. Pola kognitif dan perseptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan
dan gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan
dalam merawat diri. Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba
dan penghidu tidak mengalami gangguan. Nyeri dapat menjadi keluhan
pada pola sensori.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul rasa cemas, gelisah dan
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
i. Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak
efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.Anak dengan DHF
biasanya merasakan cemas dan takut terhadap penyakitnya, anak
cenderung ingin ditemani orang tua dan orang terdekat
j. Pola Hubungan dan Peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit,karena klien harus menjalani perawatan di
rumah sakit maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien
baik dalam keluarga, lingkungan bermain dan sekolah.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien DHF biasanya didapatkan terjadinya peningkatan suhu tubuh.
Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :
3 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pain Management:
dengan agens cedera …x… diharapkan nyeri pasien terkontrol
1. Lakukan Pengkajian Nyeri Secara Komprehensif
biologis. dengan kriteria hasil:
1) Klien mampu mengontrol nyeri (tahu
Termasuk Lokasi, Karakteristik, Durasi,
penyebab nyeri, mampu menggunakan
Frekuensi,Kualitas Dan Faktor Presipitasi
teknik non farmakologi untuk mengurangi
2. Observasi Reaksi Non Verbal Dari Ketidaknyamanan
nyeri, mencari bantuan).
3. Gunakan Teknik Komunikasi Terapeutik Untuk
2) Pasien mampu melaporkan bahwa nyeri
Mengetahui Pengalaman Nyeri Pasien
berkurang dengan menggunakan
4. Kaji Kultur Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
menegement nyeri
5. Evaluasi Pengalaman Nyeri Masa Lampau
3) Pasien mampu mengenali nyeri (skala,
6. Evaluasi Bersama Pasien Dan Tim Kesehatan Lain
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
Tentang Ketidakefektifan Kontrol Nyeri Masa
4) Pasien mampu menyatakan rasa nyaman
Lampau
setelah nyeri berkurang
7. Bantu Pasien Dan Keluarga Untuk Mencari Dan
Menemukan Dukungan
8. Kontrol Lingkungan Yang Dapat Mempengaruhi
Nyeri Seperti Suhu Ruangan, Pencahayaan Dan
Kebisingan
9. Kurangi Faktor Presipitasi Nyeri
10. Pilih Dan Lakukan Penanganan Nyeri (Farmakilogi,
Non Farmakologi Dan Interpersonal)
11. Kaji Type Dan Sumber Nyeri Untuk Menentukan
Intervensi
12. Ajarkan Tentang Teknik Non Farmakologi
13. Berikan Analgetik Untuk Mengurangi Nyeri
14. Evaluasi Keefektifan Kontrol Nyeri
15. Tingkatkan Istirahat
16. Kolaborasikan Dengan Dokter Jika Ada Keluhan Dan
Tindakan Nyeri Tidak Berhasil
17. Monitor Penerimaan Pasien Tentang Menagement
Nyeri
Analgesic Administration:
5. Resiko tinggi terjadinya Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang
perdarahan lebih lanjut …x… diharapkan perdarahan tidak ada lagi disertai dengan tanda klinis.
berhubungan dengan kriteria hasil: 2. Jelaskan tentang pengaruh trombositopenia pada
dengan Trombositopenia 1. Pendarahan berhenti atau tidak ada klien.
. 2. Hasil trombosit normal (150.000/uL). 3. Monitor jumlah trombosit
4. Berikan penjelasan pada keluarga klien untuk
melaporkan jika ada perdarahan lebih lanjut seperti
hematemesis, epistaksis.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai
indikasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. R UMUR 11 TAHUN DENGAN
KASUS GASTROENTIRITIS AKUTDIRUANG RAWAT INAP
ANAK RSUD DEPATI HAMZAH PANGKALPINANG
TAHUN 2019
3. RIWAYAT KEHAMILAN
a. Prenatal
Ibu An.R mengatakan selama kehamilan An.R ibu selalu memeriksa kehamilan ke
puskesmas terdekat.Dan selama hamil tidak ada keluhan yang berat hanya mual biasa.
b. Intranatal
Ibu An.R mengatakan anaknya lahir spontan pada usia kehamilan 38 minggu dibantu
oleh bidan, anak lahir tidak ada kelainan apapun dan berat badan saat lahir 3200 gram,
Tinggi badan 49cm
c. Postnatal
Menurut ibu An.R lahir normal, sehat, dan pergerakan An.R aktif.
6. GENOGRAM
Keterangan :
: Laki –laki : Meninggal
: Perempuan : Pasien
7. RIWAYAT SOSIAL
Orang tua An.R mengatakan anaknya selalu aktif dirumah maupun dilingkungan
sosialnya.Seperti selalu bermain dengan teman sebaya di sekitar rumah
8. KEBUTUHAN DASAR
a. Makan : Orang tua An.R mengatakan An.R mampu menghabiskan makanan yang
disediakan
b. Minum : Orang tua An.R mengatakan anaknya kurang minum, An.R mengatakan 5-6
gelas/ hari
c. Tidur : Orangtua An.R mengatakan tidak ada masalah dengan tidur, klien dapat
istirahat tidur dengan nyenyak
d. Eliminasi : Orangtua An.R mengatakan An.R BAB 1 kali sehari, dan BAK sedikit,
warna BAK kuning
e. Personal Hygiene : An.R mandi 2 kali sehari dengan cara di seka/ di lap.
9. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaanumum : keadaan umum An.R baik tapi agak lemas, kesadaran
Compos Mentis dengan GCS :15 E:4 M:6 V:5
b. LingkarKepala : 53 cm
c. Tanda – Tanda Vital
TD : 100/70 Mmhg
T : 36.8 C
N : 136 x/m
RR : 22 x/m
c. Sistem Pernapasan
Inspeksi : dada An.R tampak simetris, pergerakan dinding dada baik, tidak
adakelainan, tidak tampak kemerahan, luka atau lebab didaerah
dada.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada, tidak ada kelinan pada
tulang dada.
Perkusi : Pemeriksaan perkusi didapatkan sonor kiri dan kanan.
Auskultasi : Pemeriksaan auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler
(Normal)
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
d. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Tidak tampak kemerahan, lebam, atau luka di daerah dada.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada.
Perkusi : Pemeriksaan perkusi Redup (Normal)
Auskultasi : Suara asukultasi LUP-DUP
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan.
f. Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : Perut anak tampak simetris, tidak ada kemerahan, lebab atau luka
didaerah perut.
Auskultasi : terdapat bising usus.
Palpasi : Ada Nyeri saat tekan perut kiri skala nyeri 3 (ringan) , nyeri perut di
daerah pusar dan ulu hati
Perkusi : Nyeri seperti kembung dan penuh, terdengar suara redup.
Masalah Keperawatan :Nyeri Akut
g. Sistem Muskuloskletal
Inspeksi : Tidak tampak kelainan pada ektremitas anak, tidak tampak jejas,
kemerahan dan juga lebam
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada ektremitas atas dan bawah.
Perkusi : Tidak ada pemeriksaan perkusi pada system musculoskeletal.
Auskultasi : Tidak ada pemeriksaan auskultasi pada sitem musculoskeletal.
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan
h. Sistem Integumen
Inspeksi :Tidak tampak kemerahan, luka maupun lebab pada kulit pasien.
Membrane mukosa bibir tampak kering, mata tampak sedikit cekung,
anak banyak berkeringat, tampak lemas.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tugor kulit tidak elastis.
Perkusi : Tidak ada pemeriksaan perkusi pada system integumen
Auskultasi : Tidak ada pemeriksaan auskultasi pada system integument
Masalah Keperawatan : Resiko Kekurangan volume cairan
i. Sistem Reproduksi
Inspeksi : Organ genitalia tampak normal tidak ada kelainan, tidak tampak
kemerahan, bengkak maupun lebam di daerah genitalia.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada organ genitalia.
Perkusi : Tidak ada pemeriksaan perkusi pada system reproduksi
Auskultasi : Tidak ada pemeriksaan auskutasi pada system reproduksi.
Masalah Keperawatan :Tidak Ada Masalah Keperawatan
j. Sistem Perkemihan
Inspeksi :Tidak tampak kemerahan, jedas dan lebam.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, kandung kemih terasa kosong.
Perkusi : Tidak ada pemeriksaa perkusi pada sitem perkemihan
Auskultasi : Tidak ada pemeriksaan auskultasi pada sitem perkemihan
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan
BB 28
IMT = = = 14, 28 (Berat Badan Kurang)
(TBX TB) (1,40 X 1,40)
12. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Tanggalpemeriksaan: 03-12-2019
4. SPIRITUAL
Aktifitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari adalah An. R sering ikut sholat.
Kegiatan keagamaan yang biasanya dilakukan adalah mengaji, Aktifitas ibadah yang
sekarang tidak dapat dilaksanakan adalah mengaji, Perasaan klien akibat tidak dapat
melaksanakan hal tersebut biasa saja, Upaya klien mengatasi perasaan tersebut biasa
saja. Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang
dialami orang tua anak mengatakan ini cobaan
14. ANALISA DATA
3. Resiko kekurangn 09.15 1. Mengkaji keadaan umum klien dan 10.15 wib
volume cairan wib tanda-tanda vital. S:
berhubungan dengan 2. Mengkaji input dan output cairan. - Klien mengatakan kurang minum
pindahnya cairan 3. Mengobservasi adanya tanda-tanda - Klien mengatakan BAK 3-4 x/hari
warna kuning jernih
intravasukuler ke syok.
- Klien mengatakan minum 5-6
ekstravaskuler 4. Menganjurkan klien untuk banyak
gelas/ hari
minum. O:
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam - Turgor kulit elastis
pemberian cairan I.V : RL gtt 25 tpm - Capilarry refill < 2 detik
- Warna urin kuning jernih
- Terpasang Cairan Infus RL gtt 25
tpm
- TD : 100/70 Mmhg
- T : 36.8 C
- N : 136 x/m
- RR : 22 x/m
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
1. Mengkaji keadaan umum klien dan
tanda-tanda vital.
2. Mengkaji input dan output cairan.
3. Mengobservasi adanya tanda-tanda
syok.
4. Menganjurkan klien untuk banyak
minum 1500-2000 liter/hari.
IMPLEMENTASI
3. Resiko kekurangn 16.45 1. Mengkaji keadaan umum klien dan 18.45 wib
volume cairan tanda-tanda vital. S:
berhubungan dengan 2. Mengkaji input dan output cairan. - Klien mengatakan kurang minum
pindahnya cairan 3. Mengobservasi adanya tanda-tanda - Klien mengatakan BAK 3-5 x/hari
warna kuning jernih
intravasukuler ke syok.
- Klien mengatakan minum 5-6
ekstravaskuler 4. Menganjurkan klien untuk banyak
gelas/ hari
minum. O:
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam - Turgor kulit elastis
pemberian cairan I.V. - Capilarry refill < 2 detik
- Warna urin kuning jernih
- Terpasang Cairan infus RL gtt 25
Tpm
- TD : 100/55 Mmhg
- T : 37 C
- N : 117 x/m
- RR : 21 x/m
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
1. Mengkaji keadaan umum klien dan
tanda-tanda vital.
2. Mengkaji input dan output cairan.
3. Mengobservasi adanya tanda-tanda
syok.
4. Menganjurkan klien untuk banyak
minum 1500-2000 liter/hari.
IMPLEMENTASI
3. Resiko kekurangan 21.50 1. Mengkaji keadaan umum klien dan 22. 50 wib
volume cairan wib tanda-tanda vital. S:
berhubungan dengan 2. Mengkaji input dan output cairan. - Klien mengatakan kurang minum
pindahnya cairan 3. Mengobservasi adanya tanda-tanda - Klien mengatakan BAK 3-5 x/hari
warna kuning jernih
intravasukuler ke syok.
- Klien mengatakan minum 5-6
ekstravaskuler 4. Menganjurkan klien untuk banyak
gelas/ hari
minum. O:
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam - Turgor kulit elastis
pemberian cairan I.V.
- Capilarry refill < 2 detik
- Warna urin kuning jernih
- Terpasang Cairan infus RL gtt 25
Tpm
- TD : 105/69 Mmhg
- T : 35.9 C
- N : 90 x/m
- RR : 21 x/m
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
1. Mengkaji keadaan umum klien dan
tanda-tanda vital.
2. Mengkaji input dan output cairan.
3. Mengobservasi adanya tanda-tanda
syok.
4. Menganjurkan klien untuk banyak
minum 1500-2000 liter/hari.
IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI
3. Resiko kekurangan 16.15 1. Mengkaji keadaan umum klien dan 17.15 wib
volume cairan wib tanda-tanda vital. S:
berhubungan dengan 2. Mengkaji input dan output cairan. - Klien mengatakan kurang minum
pindahnya cairan 3. Mengobservasi adanya tanda-tanda - Klien mengatakan BAK 3-5 x/hari
warna kuning jernih
intravasukuler ke syok.
- Klien mengatakan minum 5-6
ekstravaskuler 4. Menganjurkan klien untuk banyak
gelas/ hari
minum. O:
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam - Turgor kulit elastis
pemberian cairan I.V.
- Capilarry refill < 2 detik
- Warna urin kuning jernih
- Terpasang Cairan infus RL gtt 25
Tpm
- TD : 100/70 Mmhg
- T : 364 C
- N : 85 x/m
- RR : 21 x/m
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
1. Mengkaji keadaan umum klien dan
tanda-tanda vital.
2. Mengkaji input dan output cairan.
3. Mengobservasi adanya tanda-tanda
syok.
4. Menganjurkan klien untuk banyak
minum 1500-2000 liter/hari.
IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI
A. KESIMPULAN
Pada klien yang dilakukan asuhan keperawatan yaitu An.R dengan
akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya
intervensi yaitu teknik nonfarmakologi dengan cara tarik nafas dalam serta
B. SARAN
Diharapkan perawat memberikan edukasi pada kepada keluarga
tentang patofisiologi penyakit DHF agar tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA