Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Pengertian Etika

Etik atau ethics berasal dari kata yunani, yaitu etos yang artinya adat, kebiasaan, perilak,
atau karakter. Sedangkan menurut kamus Webster, etik adalah ilmu yang mempelajari
tentang apa yang baik dan buruk secara moral.

Etika adalah kebiasaan , model perilaku, atau standar yang diharapkan, dan kriteria
tertentu untuk sutau tindakan.

Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik maupun buruk yang dilakukan
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. (Nila Ismani, 2001).

Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya menusia
hidup dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsp-prinsip yang
menentukan tingkah laku yang benar, yaitu baik dan buruk juga kewajiban dan tanggung
jawab. (Ismani, 2001).

Etika atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, di ulang, serta menjadi suatu
kebiasaan di dalam masyarakat, baik berupa kata-kata atau suatu bentuk perbuatan yang
nyata.

2.2 Tipe – tipe etik


a. Bioetik

Bioetik adalah cabang etik yang mengkaji masalah etika dalam dunia kesehatan atau
medis (pelayanan kesehatan, penelitian kesehatan, dll) yang sering disebut etika medis .
bioetik mulai berkembang pada awal tahun 1960-an, karena pada saat itu banyak
bermunculan teknologi medis sebagai upaya untuk memperpanjang atau meningkatkan
kualitas hidup manusia. Bioetik berfokus pada dilemma yang menyangkut perawatan
kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah
pelayanan kesehatan.

b. Clinical ethics/ etik klinik


Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperlihatkan pada masalah etik
selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau
penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang
bermanfaat.

c. Nursing ethics/ etik perawatan

Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang issue etik dan dikembangkan
dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapat keputusan etik.

2.3 Euthanasia

Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani euthanathos. Eu artinya baik atau
tanpa penderitaan, sedangkan thanathos artinya mati atau kematian. Dengan demikian
secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian yang baik atau mati dengan baik
tanpa penderitaan.

Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak


menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk
meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri hidupnya.

Euthanasia berdasarkan penatalaksanaanya :

1. Eutanasia agresif (aktif), disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara
sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat
atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan
pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan.
Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.

2. Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia)


digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak
secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui
bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut
diajukan secara resmi dengan membuat sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan).
Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan
pasien yang bersangkutan.

3. Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang
tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan
medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya
adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan
dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat,
meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup
pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru
akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara
terselubung oleh kebanyakan rumah sakit. Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan
oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang,
misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban
biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar
biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat
“pernyataan pulang paksa”. Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal
secara alamiah sebagai upaya defensif medis.

Euthanasia berdasarkan pemberian izin :

1. Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang


bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan euthanasia
semanacam ini dapat disamakan dengan pebunuhan.
2. Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali
menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh
siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak
berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali
dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat
kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil
keputusan bagi si pasien.
3. Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal
ini juga masih merupakan hal kontroversial.

Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan

Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :


 Pembunuhan berdasarkan belas kasihan
 Eutahansia hewan
 Euthanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk dari pada
euthanasia agresif secara sukarela.
2.4Aborsi
Cara menggugurkan kandungan atau di dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah
abortus yang berarti mengeluarkan hasil konsepsi ( pertemuan sel telur dan sel sperma)
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa abortus
adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan bertumbuh.

Tiga pandangan tentang abortus :

1. Pandangan konservatif berpendapat bahwa abortus secara moral salah dan dalam situasi
apapun tidak boleh dilakukan, termasuk dengan alas an penyelamatan.
2. Pandangan moderat berpendapat bahwa abortus tidak mutlak kesalahan moral dan
hambatan penentang abortus dapat diabaikan dengan suatu pertimbangan yang kuat.
3. Pandangan liberal berpendapat bahwa abortus secara moral diperbolehkan atas dasar
permintaan. Pandangan ini menggangap bahwa fetus belum menjadi manusia. Secara
genetic fetus sebagai bakal manusia, tetapi secara moral bukan manusia.

Tatanan hokum conscience clauses, memperbolehkan dokter, perawat atau rumah sakit
untuk menolak membantu pelaksanaan abortus. Di Indonesia dilarang sejak tahun 1918
dalam KUHP Pasal 346 sampai dengan 349, dinyatakan bahwa barang siapa yang
melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya
kandungan dapat dikenai penjara.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 jenis aborsi :
1. Aborsi spontan atau alamiah
Berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karna kurang baiknya
kualitas sel telur dan sel sperma.
2. Aborsi buatan atau sengaja
Merupakan pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu
akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun sipelaksana
aborsi. Misalnya dengan bantuan obat aborsi.
3. Aborsi terapeutik atau medis
Merupakan pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medis.
Sebagai contoh calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi
menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu
maupun janin yang didalamnya. Terapi ini semua atas pertimbangan yang matang dan
tidak tergesa – gesa.

2.5 Transplantasi organ

Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari
suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan
dan kondisi tertentu. Banyak sekali kasus dimana tim kesehatan berhasil mencangkokkan
organ terhadap klien yang membutuhkan. Dalam kasus tumor ginjal, gagal ginjal, ginjal dari
donor ditransplantasikan kepada ginjal penerima. Tidak semua perawat terlibat dalam
tindakan tranplantasi, perawat hanya berperan seperti merawat dan meningkatkan kesehatan
pemberi donor, membantu di kamar operasi dan merawat klien setelah operasi (Megan,
1991).

Pelaksaan transplantasi di Indonesia diatur dalam PP No. 18 tahun 1981, tentang


bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis/transplantasi alat atau jaringan tubuh,
merupakan pemindahan alat/jaringan tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat.
Tindakan transplantasi tidak menyalahi aturan semua agama dan kepercayaan sepanjang
penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan
(Est. Tanxil. 1991)
2.6 Contoh Kasus

1. Kasus Hasan Kusuma – Indonesia

Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 Oktober 2004


telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega
menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2
bulan dan di samping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan
merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia
yang di luar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7
Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.

2. Kasus seorang wanita New Jersey – Amerika Serikat

Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada
tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu pernapasan
karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan zat psikotropika secara
berlebihan.Oleh karena tidak tega melihat penderitaan sang anak, maka orangtuanya
meminta agar dokter menghentikan pemakaian alat bantu pernapasan tersebut. Kasus
permohonan ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama
permohonan orangtua pasien ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan
dikabulkan sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca
penghentian penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun
masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12
Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).

Anda mungkin juga menyukai