Anda di halaman 1dari 8

PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

A. PENDAHULUAN

Bank for International Settlements (BIS) dalam makalah yang berjudul


”Central Bank Oversight of Payment and Settlement Systems” merumuskan
pengawasan sistem pembayaran sebagai salah satu fungsi Bank Sentral yang
bertujuan mewujudkan keamanan dan efisiensi dalam sistem pembayaran yang
dilakukan melalui monitoring terhadap sistem yang ada dan dalam tahap
perencanaan, melakukan penilaian (assessment) terhadap penyelenggara berdasarkan
kesesuaian dengan tujuan keamanan dan efisiensi serta mendorong terjadinya
perubahan - perubahan yang diperlukan dalam sistem pembayaran.

Pengawasan sistem pembayaran diperlukan untuk menghindari kemungkinan


kegagalan keberlangsungan sistem pembayaran yang dapat ditimbulkan dari pihak
eksternal, pengaruh jaringan atau praktek monopoli.

Mekanisme pengawasan sistem pembayaran dilakukan sebagai berikut:


1. Monitoring terhadap sumber-sumber informasi
2. Penilaian/Assessment
- Secara umum dan khusus
- Regular dan tambahan
3. Mendorong terjadinya perubahan-perubahan
- Himbauan
- Pernyataan publik
- Kerjasama dengan otoritas lain
- Pengenaan sanksi

Menurut BIS, dalam melaksanakan pengawasan terhadap sistem pembayaran Bank


Sentral perlu mengacu pada prinsip-prinsip umum sebagai berikut:
1. Transparansi
2. Menggunakan Standar Internasional
3. Memiliki kekuatan dan kapasitas yang efektif
4. Konsistensi
5. Bekerjasama dengan pihak berwenang lainnya

Berdasarkan penjelasan pasal 8 Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang


Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 tahun
2004, Bank Indonesia bertanggung jawab dan memiliki wewenang di dalam
mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal. Salah satu
upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk mewujudkan sistem pembayaran yang
efisien, cepat, aman dan handal tersebut adalah melalui pengawasan sistem
pembayaran.
B. PENGERTIAN

Berdasarkan Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No.7/31/PDG/2005


tanggal 30 Desember 2005 Tentang Pengawasan Sistem Pembayaran, yang
dimaksud dengan pengawasan sistem pembayaran adalah pengawasan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran, yang
pada prinsipnya dimaksudkan untuk menjaga efisiensi, kecepatan, keamanan dan
kehandalan fungsi sistem pembayaran, yang dilakukan secara independen,
profesional dan obyektif.

Bundesbank dalam makalah yang berjudul “Payment Systems in the


European System of Central Banks” merumuskan perbedaan antara pengawasan
perbankan dengan pengawasan sistem pembayaran sebagai berikut :

Perbedaan Pengawasan Perbankan dengan Pengawasan Sistem Pembayaran :


Pengawasan Perbankan :
- Obyek : individu bank dan lembaga keuangan
- Kesehatan lembaga keuangan, solvabilitas, likuiditas.
- Meliputi analisa yang mendalam terhadap masing-masing institusi/on site
inspection
- Kombinasi pada Ketentuan / peraturan
- Dilaksanakan oleh bank sentral atau otoritas lain yang berwenang

Pengawasan Sistem Pembayaran :


- Obyek : sistem pembayaran dan instrument pembayaran
- Pengendalian risiko sistematik
- Kelancaran Sistem Pembayaran
- Meliputi analisa atas desain, pengaturan operasional dan pelaksanaan sistem
pembayaran.
- Kombinasi antara ketentuan dan himbauan
- Dilaksanakan oleh bank sentral

C. TUJUAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Bank Indonesia, pengawasan sistem


pembayaran dilakukan untuk memastikan bahwa sistem pembayaran berjalan dengan
efisien, cepat, aman, dan handal. Disamping itu, pengawasan sistem pembayaran
dimaksudkan untuk mendukung penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen.
Dalam memastikan bahwa sistem pembayaran berjalan dengan efisien,
cepat, aman dan handal, Bank Indonesia menyusun peraturan yang mewajibkan
penyelenggara dan peserta sistem pembayaran untuk menerapkan praktek
manajemen risiko. Peraturan Bank Indonesia tersebut antara lain berpedoman pada
the Core Principles for Systemically Important Payment Systems (CP-SIPS), yakni
sepuluh prinsip yang dapat menjadi pedoman untuk sistem pembayaran yang bersifat
systemically important :
I. The system should have a well founded legal basis under all relevan
jurisdictions. (Sistem harus memiliki dasar hukum yang kuat pada semua
yurisdiksi yang terkait).
II. The system’s rules and procedures should enable participants to have a clear
understanding of the system’s impact on each of the financial risks they incur
through participation in it. (Ketentuan dan prosedur sistem harus
memungkinkan bagi setiap peserta untuk memperoleh pemahaman yang jelas
mengenai dampak dari setiap risiko keuangan yang harus ditanggung oleh
setiap peserta sehubungan dengan keikutsertaan mereka pada sistem BI-
RTGS).

III. The system should have clearly defined procedures for the management of
credit risks and liquidity risks,which specify the respective responsibilities of
the system operator and the participants and which provide appropriate
incentives to manage and contain those risks. (Sistem BI-RTGS harus
memiliki prosedur yang jelas untuk meminimalkan risiko kredit dan risiko
likuiditas, yang mengatur tanggung jawab penyelenggara maupun peserta serta
menyediakan sarana yang mendorong terlaksananya prosedur Sistem BI-
RTGS).

IV. The system should provide prompt final settlement on the day of value,
preferably during the day and at a minimum at the end of the day.
(Sistem wajib menjamin terlaksananya settlement pada waktu yang telah
ditentukan pada tanggal valuta, selambat-lambatnya pada akhir hari).

V. A system in which multilateral netting takes place should, at a minimum,be


capable of ensuring the timely completion of daily settlements in the event of
an inability to settle by the participant with the largest single settlement
obligation. (Suatu sistem yang menjalankan multilateral netting system
sekurang-kurangnya harus mampu menjamin penyelesaian settlement harian
secara tepat waktu dalam hal terjadi ketidaksanggupan peserta yang
mempunyai satu kewajiban settlement terbesar untuk melakukan settlement).

VI. Assets used for settlement should preferably be a claim on the central bank;
where other assets are used, they should carry little or no credit risk and little
or no liquidity risk. (Asset yang digunakan untuk penyelesaian akhir transaksi
sebaiknya merupakan tagihan Peserta kepada Bank Sentral; apabila digunakan
asset yang lain bukan tagihan pada Bank Sentral harus diyakini bahwa hal
tersebut mengandung risiko kredit dan risiko likuiditas yang minimal).

VII. The system should ensure a high degree of security and operational reliability
and should have contingency arrangements for timely completion of daily
processing. (Sistem harus menjamin tingkat keamanan dan kehandalan
operasional dan harus mempunyai contingency arrangement untuk
menyelesaikan proses harian tepat waktu).

VIII. The system should provide a means of making payments which is practical for
its users and efficient for the economy.(Sistem BI-RTGS harus dapat
menyediakan sarana pembayaran yang praktis bagi pengguna dan efisien bagi
perekonomian).

IX. The system should have objective and publicly disclosed criteria for
participation, which permit fair and open access. (Sistem harus mempunyai
tujuan dan kriteria yang jelas dan transparan sehingga memungkinkan Peserta
mendapatkan akses dan perlakuan yang sama).

X. The system’s governance arrangements should be effective, accountable and


transparent (Tata kelola dalam Sistem BI-RTGS harus efektif, dapat
dipertanggungjawabkan dan transparan).

* System should seek to exceed the minima included in these two Core
Principles. Dalam kaitan dengan CP-SIPS, menurut BIS terdapat 4
(empat) kewajiban Bank Sentral yaitu:
I. The central bank should define clearly its payment system objectives
and should disclose publicly its role and major policies with respect to
systemically important payment systems. (Bank sentral harus
mendefinisikan dengan jelas tujuan / sasaran sistem pembayaran dan
menyatakan kepada publik peranan dan kebijakan utamanya).
II. The central bank should ensure that the systems it operates comply
with the Core Principles. (Bank sentral harus menjamin bahwa
sistem pembayaran mengacu pada core principles).
III. The central bank should oversee compliance with the Core Principles
by systems it does not operate and it should have the ability to carry
out this oversight.(Bank sentral harus mengawasi kesesuaian /
kepatuhan terhadap CP-SIPS pada sistem pembayaran yang
dioperasikan oleh pihak lain dan mengawasi sistem pembayaran
tersebut).
IV. The central bank,in promoting payment system safety and efficiency
through the Core Principles, should cooperate with other central
banks and with any other relevant domestic or foreign authorities.
(Bank sentra dalam mengembangkan sistem pembayaran yang aman
dan efisien perlu melakukan kerjasama dengan bank sentral negara lain
dan otoritas terkait lainnya baik domestik maupun luar negeri).

D. CAKUPAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA

Agar tujuan pengawasan sistem pembayaran dapat lebih efektif dan efisien
maka cakupan pengawasan meliputi:
1. Sistem pembayaran yang apabila terjadi gangguan pada sistem tersebut dan
sistem tersebut tidak disertai dengan perlindungan yang memadai dapat
menimbulkan gangguan secara sistemik yang berdampak kepada sistem
keuangan secara luas (Systemically Important Payment Systems - SIPS), seperti
sistem BI-RTGS.

2. Sistem pembayaran yang tidak termasuk kategori SIPS, namun digunakan oleh
masyarakat luas dan apabila terganggu dapat mengurangi kepercayaan dan
kenyamanan masyarakat pengguna sistem pembayaran (System Wide Important
Payment Systems SWIPS) seperti sistem kliring cek/bilyet giro, sistem
penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK).
3. Sistem Penyelesaian transaksi surat berharga, baik yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia maupun pihak lain. Sistem Penyelesaian transaksi surat berharga
merupakan sistem yang sangat berpengaruh pada stabilitas sistem keuangan
karena transaksinya melibatkan banyak pihak dan nilai transaksi secara total
signifikan.

Saat ini yang menjadi obyek pengawasan sistem pembayaran adalah:


1. Penyelenggara sistem pembayaran, yang meliputi Bank Indonesia dan non Bank
Indonesia;
2. Peserta sistem pembayaran,yang meliputi Bank dan non Bank.

E. PELAKSANA PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

PDG Pengawasan menjelaskan bahwa pelaksanaan pengawasan sistem


pembayaran dilakukan oleh Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP)
c.q. Bagian PwSP. Pengawasan dapat dilakukan oleh Bagian PwSP secara sendiri,
dilakukan secara bersama-sama dengan satuan kerja terkait lainnya atau dilakukan
secara berkoordinasi dengan satuan kerja terkait lainnya.
Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran (PwSP) dibentuk berdasarkan
Surat Edaran Bank Indonesia No.4/18/INTERN tanggal 30 Mei 2002 sebagaimana
telah diubah dengan Surat Edaran No.4/27/INTERN tanggal 18 Juli 2002 dan Surat
Edaran No.6/59/INTERN tanggal 2 November 2004 serta berada di bawah
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran.
Pemeriksaan secara bersama-sama maksudnya adalah tim pemeriksa sistem
pembayaran melakukan pemeriksaan bersama dengan tim pemeriksa satuan kerja
terkait, misalnya Satuan Kerja Pemeriksaan Bank terkait. Sedangkan pemeriksaan
dengan berkoordinasi dilakukan dengan terlebih dahulu memberitahukan rencana
pemeriksaan kepada satuan kerja terkait, misalnya dengan Kantor Bank Indonesia.

F. PELAKSANAAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

Pengawasan sistem pembayaran difokuskan pada sistem dan bukan pada


individu pelaku sistem pembayaran. Metode pengawasan sistem pembayaran yang
digunakan dapat dibedakan atas:
1. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan Tidak Langsung merupakan pengawasan terhadap penyelenggaraan
sistem pembayaran yang dilakukan dalam bentuk penelitian, analisis dan
evaluasi atas informasi yang diperoleh Bank Indonesia dari laporan
penyelenggara dan peserta sistem pembayaran atau sumber lainnya. Fokus
pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pengawasan tidak langsung.

2. Pengawasan Langsung
Apabila diperlukan, antara lain untuk memastikan kebenaran informasi yang
diterima Bank Indonesia dari laporan yang disampaikan penyelenggara/peserta
sistem pembayaran,Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung
terhadap penyelenggara dan peserta sistem pembayaran. Pengawasan langsung
merupakan pengawasan yang dilakukan dalam bentuk pemeriksaan diikuti
dengan tindakan perbaikan.
Untuk kemudahan melakukan pemeriksaan maka diperlukan suatu pedoman
pemeriksaan. Sesuai dengan pengelompokan bidang kerja di Bagian PwSP,
pemeriksaan yang dilakukan dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu
Sistem BI-RTGS, Sistem Kliring Nasional dan APMK. Pedoman pemeriksaan
secara umum sama untuk ketiga kelompok tersebut, yaitu meliputi :
a. Persiapan Pemeriksaan
Sebelum dilakukan pemeriksaan, tim pemeriksa mengumpulkan
informasi-informasi terkait obyek pemeriksaan termasuk data dan hasil
pemeriksaan sebelumnya (apabila sebelumnya pernah dilakukan
pemeriksaan). Selain itu, disiapkan pula kertas kerja pemeriksaan, surat
introduksi pemeriksaan dan ketentuan-ketentuan terkait.

b. Pelaksanaan Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan beberapa cara diantaranya melalui
wawancara dengan manajemen maupun petugas operasional, observasi,
dan pengujian/tes. Pemeriksaan secara garis besar meliputi aspek-aspek
berikut:
1) Aspek Hukum
Pemeriksaan dititikberatkan terhadap aspek legalitas yang meliputi
perizinan dan atau persetujuan untuk melakukan kegiatan di bidang SP.

2) Organisasi Penyelenggara/Pesert
Pada aspek organisasi, tim pemeriksa melakukan penelitian terhadap
struktur organisasi (meliputi penanggung jawab kegiatan), penjabaran
dan pembagian tugas dalam kegiatan operasional.

3) Kebijakan dan Prosedur Tertulis


Pemeriksaan dilakukan dengan meneliti kebijakan manajemen terkait SP
yang diperiksa dan prosedur tertulis dalam melaksanakan kegiatan
operasional. Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan dengan
membandingkan kegiatan operasional dengan prosedur yang dimiliki.

4) Sarana dan Prasaran


Pemeriksaan terhadap sarana dan prasarana meliputi perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software/aplikasi), sarana back up dan
sarana pendukung lainnya (antara lain jaringan, pengamanan fisik
dan pengamanan logic).

5) Operasional Transaksi dan Dokumentasi


Pemeriksaan dilakukan dengan melihat kegiatan operasional dalam
pemrosesan transaksi dan memastikan bahwa operasional transaksi
berjalan aman, lancar dan memperhatikan perlindungan nasabah. Selain
itu tim pemeriksa juga melakukan penelitian terhadap dokumen bukti
transaksi dan kelengkapannya serta back up data transaksi.
6) Pemeriksaan Oleh Auditor Independen
Tim pemeriksa sistem pembayaran akan melakukan review terhadap
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor (baik auditor internal
penyelenggara/peserta sistem pembayaran maupun auditor eksternal)
untuk mengetahui dan meneliti temuan pemeriksaan yang dapat
mengganggu keamanan dan kelancaran operasional sistem pembayaran
serta tindak lanjut perbaikan terhadap temuan pemeriksaan. Pada saat
pemeriksaan dilakukan, masing-masing anggota tim pemeriksa mengisi
kertas kerja pemeriksaan. Selain itu pengisian kertas kerja diikuti
dengan pemberian penilaian baik untuk masing-masing pertanyaan
maupun secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan yang memerlukan
perhatian dan tindak lanjut penyelenggara / peserta sistem pembayaran
akan dituangkan dalam risalah pemeriksaan.

c. Laporan Hasil Pemeriksaan


Hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) yang antara lain memuat kesimpulan pemeriksaan
dan temuan hasil pemeriksaan yang ditanda tangani baik oleh anggota
tim pemeriksa maupun pihak manajemen yang diperiksa (audittee).
d. Tindak Lanjut Pemeriksaan
Setelah pemeriksaan dilakukan, pemeriksa akan menyampaikan surat
pembinaan disertai dengan LHP kepada audittee. Pemeriksa akan
memantau laporan dari audittee mengenai hasil-hasil temuan
pemeriksaan yang telah ditindak lanjuti.

Anda mungkin juga menyukai