A. PENDAHULUAN
III. The system should have clearly defined procedures for the management of
credit risks and liquidity risks,which specify the respective responsibilities of
the system operator and the participants and which provide appropriate
incentives to manage and contain those risks. (Sistem BI-RTGS harus
memiliki prosedur yang jelas untuk meminimalkan risiko kredit dan risiko
likuiditas, yang mengatur tanggung jawab penyelenggara maupun peserta serta
menyediakan sarana yang mendorong terlaksananya prosedur Sistem BI-
RTGS).
IV. The system should provide prompt final settlement on the day of value,
preferably during the day and at a minimum at the end of the day.
(Sistem wajib menjamin terlaksananya settlement pada waktu yang telah
ditentukan pada tanggal valuta, selambat-lambatnya pada akhir hari).
VI. Assets used for settlement should preferably be a claim on the central bank;
where other assets are used, they should carry little or no credit risk and little
or no liquidity risk. (Asset yang digunakan untuk penyelesaian akhir transaksi
sebaiknya merupakan tagihan Peserta kepada Bank Sentral; apabila digunakan
asset yang lain bukan tagihan pada Bank Sentral harus diyakini bahwa hal
tersebut mengandung risiko kredit dan risiko likuiditas yang minimal).
VII. The system should ensure a high degree of security and operational reliability
and should have contingency arrangements for timely completion of daily
processing. (Sistem harus menjamin tingkat keamanan dan kehandalan
operasional dan harus mempunyai contingency arrangement untuk
menyelesaikan proses harian tepat waktu).
VIII. The system should provide a means of making payments which is practical for
its users and efficient for the economy.(Sistem BI-RTGS harus dapat
menyediakan sarana pembayaran yang praktis bagi pengguna dan efisien bagi
perekonomian).
IX. The system should have objective and publicly disclosed criteria for
participation, which permit fair and open access. (Sistem harus mempunyai
tujuan dan kriteria yang jelas dan transparan sehingga memungkinkan Peserta
mendapatkan akses dan perlakuan yang sama).
* System should seek to exceed the minima included in these two Core
Principles. Dalam kaitan dengan CP-SIPS, menurut BIS terdapat 4
(empat) kewajiban Bank Sentral yaitu:
I. The central bank should define clearly its payment system objectives
and should disclose publicly its role and major policies with respect to
systemically important payment systems. (Bank sentral harus
mendefinisikan dengan jelas tujuan / sasaran sistem pembayaran dan
menyatakan kepada publik peranan dan kebijakan utamanya).
II. The central bank should ensure that the systems it operates comply
with the Core Principles. (Bank sentral harus menjamin bahwa
sistem pembayaran mengacu pada core principles).
III. The central bank should oversee compliance with the Core Principles
by systems it does not operate and it should have the ability to carry
out this oversight.(Bank sentral harus mengawasi kesesuaian /
kepatuhan terhadap CP-SIPS pada sistem pembayaran yang
dioperasikan oleh pihak lain dan mengawasi sistem pembayaran
tersebut).
IV. The central bank,in promoting payment system safety and efficiency
through the Core Principles, should cooperate with other central
banks and with any other relevant domestic or foreign authorities.
(Bank sentra dalam mengembangkan sistem pembayaran yang aman
dan efisien perlu melakukan kerjasama dengan bank sentral negara lain
dan otoritas terkait lainnya baik domestik maupun luar negeri).
Agar tujuan pengawasan sistem pembayaran dapat lebih efektif dan efisien
maka cakupan pengawasan meliputi:
1. Sistem pembayaran yang apabila terjadi gangguan pada sistem tersebut dan
sistem tersebut tidak disertai dengan perlindungan yang memadai dapat
menimbulkan gangguan secara sistemik yang berdampak kepada sistem
keuangan secara luas (Systemically Important Payment Systems - SIPS), seperti
sistem BI-RTGS.
2. Sistem pembayaran yang tidak termasuk kategori SIPS, namun digunakan oleh
masyarakat luas dan apabila terganggu dapat mengurangi kepercayaan dan
kenyamanan masyarakat pengguna sistem pembayaran (System Wide Important
Payment Systems SWIPS) seperti sistem kliring cek/bilyet giro, sistem
penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK).
3. Sistem Penyelesaian transaksi surat berharga, baik yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia maupun pihak lain. Sistem Penyelesaian transaksi surat berharga
merupakan sistem yang sangat berpengaruh pada stabilitas sistem keuangan
karena transaksinya melibatkan banyak pihak dan nilai transaksi secara total
signifikan.
2. Pengawasan Langsung
Apabila diperlukan, antara lain untuk memastikan kebenaran informasi yang
diterima Bank Indonesia dari laporan yang disampaikan penyelenggara/peserta
sistem pembayaran,Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung
terhadap penyelenggara dan peserta sistem pembayaran. Pengawasan langsung
merupakan pengawasan yang dilakukan dalam bentuk pemeriksaan diikuti
dengan tindakan perbaikan.
Untuk kemudahan melakukan pemeriksaan maka diperlukan suatu pedoman
pemeriksaan. Sesuai dengan pengelompokan bidang kerja di Bagian PwSP,
pemeriksaan yang dilakukan dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu
Sistem BI-RTGS, Sistem Kliring Nasional dan APMK. Pedoman pemeriksaan
secara umum sama untuk ketiga kelompok tersebut, yaitu meliputi :
a. Persiapan Pemeriksaan
Sebelum dilakukan pemeriksaan, tim pemeriksa mengumpulkan
informasi-informasi terkait obyek pemeriksaan termasuk data dan hasil
pemeriksaan sebelumnya (apabila sebelumnya pernah dilakukan
pemeriksaan). Selain itu, disiapkan pula kertas kerja pemeriksaan, surat
introduksi pemeriksaan dan ketentuan-ketentuan terkait.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan beberapa cara diantaranya melalui
wawancara dengan manajemen maupun petugas operasional, observasi,
dan pengujian/tes. Pemeriksaan secara garis besar meliputi aspek-aspek
berikut:
1) Aspek Hukum
Pemeriksaan dititikberatkan terhadap aspek legalitas yang meliputi
perizinan dan atau persetujuan untuk melakukan kegiatan di bidang SP.
2) Organisasi Penyelenggara/Pesert
Pada aspek organisasi, tim pemeriksa melakukan penelitian terhadap
struktur organisasi (meliputi penanggung jawab kegiatan), penjabaran
dan pembagian tugas dalam kegiatan operasional.