Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH COVID-19 (Coronavirus/nCov)

DARI SUDUT PANDANG ILMU KIMIA

Nama : DINDA NOVA NABILA


Kelas : X. IPA 2

SMA NEGERI 1 SEMBAWA


TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Virus Corona adalah bagian dari keluarga virus yang menyebabkan penyakit pada hewan ataupun pada
manusia. Jumlah kasus virus Corona terus bertambah dengan beberapa melaporkan kesembuhan, tapi tak
sedikit yang meninggal. Usaha penanganan dan pencegahan terus dilakukan demi melawan COVID-19
dengan gejala mirip flu.
Latar belakang virus Corona atau COVID-19, kasusnya dimulai dengan pneumonia atau radang paru-paru
misterius pada Desember 2019. Kasus ini diduga berkaitan dengan pasar hewan Huanan di Wuhan yang
menjual berbagai jenis daging binatang, termasuk yang tidak biasa dikonsumsi, misal ular, kelelawar, dan
berbagai jenis tikus.
Kasus infeksi pneumonia misterius ini memang banyak ditemukan di pasar hewan tersebut. Virus Corona
atau COVID-19 diduga dibawa kelelawar dan hewan lain yang dimakan manusia hingga terjadi penularan.
Coronavirus sebetulnya tidak asing dalam dunia kesehatan hewan, tapi hanya beberapa jenis yang mampu
menginfeksi manusia hingga menjadi penyakit radang paru.
Sebelum COVID-19 mewabah, dunia sempat heboh dengan SARS dan MERS, yang juga berkaitan dengan
virus Corona. Dengan latar belakang tersebut, virus Corona bukan kali ini saja membuat warga dunia panik.
Memiliki gejala yang sama-sama mirip flu, virus Corona berkembang cepat hingga mengakibatkan infeksi
lebih parah dan gagal organ.

B. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas :
a. Menjelaskan pengertian virus COVID-19
b. Menjelaskan penyebaran virus COVID-19

C. Manfaat
 Diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu kimia khususnya permodelan epidemik penyakit
 Memberi wawasan tentang virus COVID-19
BAB II
PEMBAHASAN

Virus Corona (Coronavirus/nCov) tiba-tiba membuat publik dunia tersentak. Virus penyebab
pneumonia misterius ini pertama kali ditemukan di Wuhan, China, sejak akhir 2019.
Mengutip data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan sumber lain yang diolah,
cirus corona berasal dari hewan lalu menjangkit hewan lainnya seperti kelelawar, burung,
monyet, ayam, sapi, hingga ular.
Wabah virus ini hampir mirip dengan Sindrom Pernapasan Timur Tengah atau MERS dan
Sindrom Pernapasan Akut Parah atau SARS. Ketika Virus Corona menginfeksi hewan maka
yang terjadi adalah gangguan pernapasan.
Cara kerja corona tergolong serupa dengan virus sebelumnya, yakni masuk melalui alur
pernapasan dan berkembangbiak di dalam sel manusia. Para peneliti yang dipimpin oleh
Qiang Zhou, seorang peneliti di Universitas Westlake di Hangzhou, China, mengungkapkan
bagaimana virus baru ini menempel pada reseptor di sel pernapasan yang disebut
angiotensin-converting enzyme 2 atau ACE2.
Reseptor yang berperan [SARS-CoV-2] adalah angiotensin converting enzyme 2 [ACE2].
ACE2 dapat berada dalam bentuk fixed [menempel di sel] dan soluble [tidak menempel pada
sel]. Penelitian terhadap senyawa kurkumin [sebagai senyawa tunggal atau murni] dilaporkan
meningkatkan ACE2 pada hewan uji tikus, namun belum ada studi hubungan langsung
terhadap infeksi virus corona.
Coronavirus tidak stabil ketika berada di udara, hanya mampu hidup selama 3 jam sehingga
kecil kemungkinan penularan lewat udara. Adapun penyebaran virus lebih dimungkinkan lewat
bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kepada orang yang ada di dekatnya.
Gejala orang yang terkena Virus Corona antara lain demam, sulit bernapas, dan batuk kering.
Tak ayal, Virus Corona telah menjadi sosok yang mengerikan.
Covid 19 juga menyebabkan fibrosis paru (gangguan pernapasan), biasanya itu terjadi pada
pernafasan inflamasi, lalu tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan zat penolak, terdapat
antibody disana. Antibody akan keluar terus menerus supaya bisa menghambat virus tadi,
sehingga memicu keluarnya sitokin.
Sitokin adalah kategori luas dari protein kecil yang penting dalam pensinyalan sel. Pelepasan
sitokin memengaruhi perilaku sel di sekitar mereka, itu pula yang bisa mempercepat antibody
keluar.
Menurut laporan Sydney Morning Herald, bahan kimia peraksi khusus yang dipakai untuk
mendeteksi corona belum ada di Indonesia hingga makalah ini dimuat.
Laboratorium di Indonesia, masih dari The Sydney Morning Herald, hanya memiliki pereaksi
kimia yang hanya sanggup mendeteksi MERS dan SARS, penyakit yang sama-sama
disebabkan keluarga virus corona.
Bagaimana virus ini dapat membunuh sebagian kecil pasien? Juga mengapa mayoritas pasien
bisa mengalahkan virus dan sembuh dari penyakit COVID-19? Inilah penjelasannya dari sudut
biologi molekuler.
Cara kerja Coronavirus
Bayangkanlah virus itu seperti teroris yang bergerak secara diam-diam mencari titik lemah
sasaran.
Dia menyusup pada sistem pemerintahan sebuah negara, menabrak titik lemahnya, dan pada
saat yang tepat kemudian melumpuhkan negara tersebut. Lalu mereka membangun jejaring
teroris yang lebih kuat untuk menyerang negara lain.
Tubuh juga seperti negara. Tubuh manusia rata-rata terbuat dari 30 triliun sel dan berisi 40
triliun bakteri. Sel-sel itu memperbarui diri sendiri secara terus menerus saat ada yang rusak.
Sel punya sistem dan kekuatan untuk menghadapi musuh-musuhnya, salah satunya virus.
Saat tidak sedang berada di dalam inangnya, virus sebenarnya hanya sebuah bahan genetik
(DNA atau RNA) yang diselubungi oleh protein. Begitu virus ini berhasil menyusup di sel
makhluk hidup, baik hewan, tumbuhan maupun manusia yang kemudian menjadi inangnya,
virus dapat hidup dan berkembang dan kemudian menjadi agen infeksi penyebab penyakit.
SARS-CoV-2 kemungkinan besar ditularkan dari kelelawar ke manusia. Penyakit akibat virus
ini hampir sama dalam kasus SARS 2002 dan MERS 2012. Ketiga jenis virus dapat menyebar
dari manusia ke manusia.
Para ilmuwan saat ini masih meneliti mengenai cara kerja SARS-CoV-2. Namun, berdasarkan
genomnya, para peneliti melihat bahwa virus ini tampaknya bekerja dengan cara yang tidak
jauh berbeda dengan SARS-CoV, yang menyebabkan wabah SARS pada 2002 atau golongan
Coronavirus (CoV) lainnya.
Komite Taksonomi Virus Internasional (ICTV) mengidentifikasi SARS-CoV-2 sebagai galur dari
SARS-CoV. Virus penyebab COVID-19 merupakan virus ketujuh dari golongan CoV yang
menyerang manusia setelah 229E, NL63, OC43, HKU1, MERS-CoV, dan SARS-CoV.
SARS-CoV-2 tidak dapat memperbanyak diri tanpa menginfeksi sel mamalia sebagai
inangnya atau rumahnya. Virus ini bisa menginfeksi sel pada manusia melalui kecocokan
reseptor (molekul protein yang menerima sinyal kimia dari luar sel) pada sel tersebut.
Virus ini memiliki protein reseptor permukaan yang dapat berikatan dengan enzim (ACE2) di
permukaan sel paru-paru (sistem pernapasan) dan usus halus (sistem pencernaan) dengan
dipicu oleh enzim tertentu pada sel inang. Ini seperti gembok dan kunci yang cocok, sehingga
dapat menyebabkan terbukanya suatu akses.
Sebuah penelitian terkini menunjukkan enzim pada sel inang, yang disebut furin, memiliki
peranan yang penting pada proses ikatan antara virus SARS-CoV-2 dan inangnya. Furin
ditemukan pada banyak jaringan tubuh manusia, termasuk paru-paru, hati, dan usus halus.
Dengan demikian, virus itu berpotensi menyerang banyak organ.

Ikatan molekuler antara reseptor ACE2 pada manusia (warna abu-abu) dan protein reseptor
permukaan dari SARS-CoV-2 (warna hijau).
Setelah berikatan dengan reseptor sel inang, SARS-CoV-2 mengambil alih mesin kendali yang
dimiliki oleh sel. Dia lalu membajaknya untuk menghasilkan lebih banyak materi genetik virus
serta individu baru dari virus tersebut. Kemudian, sel inang kelamaan akan mati secara
perlahan dan hancur.
Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan pada tingkat jaringan hingga kegagalan
kerja organ.

Fase serangan paru-paru


Secara medis, gejala COVID-19 terlihat dari timbulnya infeksi seperti demam, batuk, sesak
napas, dan kesulitan bernapas. Namun, ada pula yang sebenarnya terinfeksi tetapi tidak
menunjukkan gejala apa pun.
Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan COVID-19 biasanya menyerang paru-paru dalam
tiga fase: (1) replikasi virus, (2) reaksi berlebih dari sistem kekebalan tubuh, dan (3) rusaknya
paru-paru.
Namun, tidak semua pasien penyakit ini mengalami ketiga fase ini.
Pada kondisi awal infeksi, SARS-CoV-2 menyerang sel paru-paru manusia secara cepat. Ada
dua tipe sel yang diserang, yaitu sel yang menghasilkan mukus (lendir) dan sel dengan silia
(memiliki struktur seperti rambut).
SARS-CoV-2 menginfeksi dan membunuh sel silia, yang kemudian mengelupas dan mengisi
saluran udara pasien dengan puing-puing sisa sel atau jaringan dan cairan sehingga membuat
tidak optimalnya kerja organ.
Pada fase berikutnya, sel-sel sistem kekebalan tubuh mulai masuk. Tubuh kita melawan
penyakit dengan membanjiri paru-paru dengan sel-sel sistem kekebalan tubuh untuk
membersihkan kerusakan dan memperbaiki jaringan paru-paru.
Tapi kadang-kadang sistem kekebalan tubuh bermasalah dan sel-sel itu membunuh apa pun,
termasuk jaringan tubuh yang sehat. Bahkan lebih banyak puing yang menyumbat paru-paru
yang menyebabkan radang paru-paru (pneumonia) semakin memburuk.
Akhirnya kerusakan paru-paru terus meningkat pada fase ketiga. Hal ini yang dapat
menyebabkan kegagalan bernapas yang dapat menyebabkan kematian.
Bahkan, jika kematian tidak terjadi, beberapa pasien bertahan dengan kerusakan paru-paru
yang sangat parah. Ketika hal itu terjadi, pasien harus memakai ventilator untuk membantu
sistem pernapasannya hingga kondisi pasien perlahan membaik dan pulih kembali.
Sementara itu, peradangan di paru-paru juga membuat membran antara kantong udara dan
pembuluh darah lebih mudah ditembus oleh sebuah partikel yang dapat mengisi paru-paru
dengan cairan dan mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi suplai oksigen dalam
darah.
Data dari 44.000 pasien COVID-19, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 81% mengalami
gejala ringan, 14% gejala parah, 5% sakit parah, antara 1% dan 2% meninggal karena
penyakit ini. Selain itu, masa inkubasi pasien awalnya ditetapkan 1-14 hari. Kini, masa
inkubasi ditingkatkan hingga 28 hari.

Perbedaan susunan kimia pada virus corona & virus influenza


Virus Corona memiliki RNA positive sebagai genomnya dan biasanya sering disebut virus
RNA.
 Mutasi virus RNA pada RNA lebih cepat, sekitar 1 juta kali daripada virus DNA. Virus DNA
mempunyai kecepatan mutasi 10-8 sampai 10-11 nukleotida setiap kali proses replikasi,
virus RNA berkecapatan 10-3 sampai 10-4. Oleh karena itu, virus penyebab SARS adalah
Coronavirus yang sudah bermutasi.
 Panjang genom Coronavirus berkisar antara 27 sampai 32 kilobasa. Genom ini
membentuk protein-protein pembentuk tubuh virus seperti fosfoprotein N, glikoprotein M,
protein E, protein S, dan glikoprotein HE, dan prtotein-protein atau enzim-enzim yang perlu
untuk replikasi virus itu sendiri.
 Bentuk Coronavirus itu sendiri kalau dilihat dengan mikroskop nampak seperti mahkota.
Bentuk mahkota ini ditandai oleh adanya "Protein S " yang berupa sepatu, sehingga
dinamakan spike protein, yang tersebar disekeliling permukaan virus. "Protein S " inilah
yang berperan penting dalam proses infeksi virus terhadap manusia.

Uji coba obat


Walau sampai kini belum ada obat untuk COVID-19, sejumlah peneliti telah dan sedang
menguji coba obat yang sebelumnya dipakai melumpuhkan virus lain. Sejumlah obat
menunjukkan hasil yang positif.
Misalnya, sekelompok peneliti dari Imperial College London berkesimpulan baricitinib (obat
radang sendi) efektif mengurangi kemampuan virus SARS-CoV-2 untuk menginfeksi sel paru-
paru. Ini riset secara pemodelan dengan komputer (in silico), yaitu menggunakan perangkat
lunak tertentu kita dapat memprediksi interaksi antara kandidat obat dan virus yang telah
dipetakan genomnya.
Baricitinib dapat mengganggu mekanisme masuknya virus pada sel inang. Obat ini juga
mampu menghambat jalan protein pada jalur persinyalan sel yang berpotensi untuk
meningkatkan inflamasi atau radang pada jaringan atau organ.
Sebuah tim di Chinese Academy of Sciences dan Beijing Institute of Pharmacology and
Toxicology yang menguji coba pada skala laboratorium (in vitro) mendapatkan bahwa
remdesivir dan choloroquine (obat antimalaria dan penyakit autoimun) cukup efektif untuk
melemahkan infeksi SARS-CoV-2.
Remdesivir telah dikenal sebagai obat yang menjanjikan untuk melawan infeksi SARS/MERS-
CoV dan virus Ebola. Uji pada sel kultur, beberapa hewan coba, dan primata non-manusia
terhadap virus yang sebelumnya muncul sudah dilakukan. Remdesivir diketahui bekerja
dengan cara menghentikan pematangan virus pada sel inang yang telah terinfeksi virus.
Adapun chloroquine diketahui menghambat infeksi virus dengan meningkatkan derajat
keasaman pada sel yang dibutuhkan untuk fusi virus atau sel, serta mengganggu reseptor
virus. Chloroquine juga menstimulasi peningkatan kekebalan tubuh yang secara sinergis
meningkatkan efek antivirusnya. Obat ini didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh setelah
pemberian oral, termasuk pada paru-paru.
Hingga saat ini, chloroquine adalah obat yang murah dan aman yang telah digunakan selama
lebih dari 70 tahun dan berpotensi secara klinis untuk melawan SARS-CoV-2.
Sebenarnya, pasien COVID-19 bisa sembuh tanpa obat sepanjang kekebalan tubuh pasien
kuat dan meningkat. Adapun kebanyakan yang meninggal, menurut sebuah riset berbasis
data pasien di Cina , adalah pasien berusia lanjut yang sistem kekebalan tubuhnya lemah dan
mengidap beberapa komplikasi penyakit sebelum terinfeksi virus ini seperti diabetes,
hipertensi, dan penyakit jantung.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
• Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh coronavirus, yaitu kelompok virus yang
menginfeksi sistem pernapasan. Pada sebagian besar kasus, coronavirus hanya menyebabkan
infeksi pernapasan ringan sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini juga bisa menyebabkan
infeksi pernapasan berat, seperti pneumonia, Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), dan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
• Wuhan, China, menjadi lokasi awal ditemukannya kasus virus Corona 2019-nCoV dan terus
menyebar di antara penduduknya. Dikutip dari CNN, virus Corona menyebabkan 300 kematian dan
14.300 kasus telah terkonfirmasi di seluruh China.
• Menurut World Health Organization (WHO), COVID-19 menular melalui orang yang telah terinfeksi
virus corona. Penyakit dapat menyebar melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut ketika
seseorang yang terinfeksi virus ini bersin atau batuk.
• Tetesan itu kemudian mendarat di sebuah benda atau permukaan yang lalu disentuh dan orang
sehat tersebut menyentuh mata, hidung atau mulut mereka. Virus corona juga bisa menyebar
ketika tetesan kecil itu dihirup oleh seseorang ketika berdekatan dengan yang terinfeksi corona.
• Otoritas dan pakar di China berselisih tentang asal mula wabah virus corona yang sedang
berlangsung. Lebih khusus lagi, tentang siapa "pasien nol" wabah ini.
• Disebut juga sebagai kasus indeks, pasien nol adalah istilah yang digunakan untuk merujuk manusia
pertama yang terinfeksi oleh virus atau penyakit bakteri dalam suatu wabah.
B. Saran
Hindari kontak dekat dalam acara reuni keluarga, pesta ulang tahun, atau perayaan lainnya.
Saat mengendarai angkutan umum, jaga jarak dari orang yang bersin.
Menjaga pola hidup dengan berolahraga dan makan makanan yang sehat
Lebih baik diam dirumah saja
Jangan cepat percaya terhadap berita yang berkembang dan belum tahu kebenarannya
DAFTAR PUSTAKA

https://almi.or.id/2020/03/15/covid-19-jadi-pandemi-bagaimana-virus-ini-bekerja-melumpuhkan-
penderita/
https://www.wartaekonomi.co.id/read268758/benarkah-virus-corona-senjata-biologi-milik-china
https://tirto.id/melihat-konektivitas-global-indonesia-dari-wabah-virus-corona-exjD

Anda mungkin juga menyukai