Anda di halaman 1dari 14

1

PEMBAHASAN

1.    Pengertian Bisnis dalam Islam

Etika dipahami sebagai seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia (a code or

set of principles which people live). Berbeda dengan moral, etika merupakan refleksi kritis dan

penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini

berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk dan

apa alasan pikirnya, merupakan lapangan etika. Perbedaan antara moral dan etika sering kabur

dan cendrung disamakan. Intinya, moral dan etika diperlukan manusia supaya hidupnya teratur

dan bermartabat. Orang yang menyalahi etika akan berhadapan dengan sanksi masyarakat

berupa pengucilan dan bahkan pidana.Bisnis merupakan bagian yang tak bisa dilepaskan dari

kegiatan manusia. Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi manusia, bisnis juga dihadapkan

pada pilihan-pilihan penggunaan factor produksi. Efisiensi dan efektifitas menjadi dasar prilaku

kalangan pebisnis. Sejak zaman klasik sampai era modern, masalah etika bisnis dalam dunia

ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Ekonom klasik banyak berkeyakinan bahwa sebuah

bisnis tidak terkait dengan etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan

hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Atas nama efisiensi dan efektifitas, tak jarang,

masyarakat dikorbankan, lingkungan rusak dan karakter budaya dan agama tercampakkan.

Perbedaan etika bisnis islam dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian

ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini

dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan.

Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang

memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak

diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi,

1
Ahman, Dr. Mustaq 2001. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Al- Kautsar
akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk

memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.

Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap

perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan

agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an

terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari

kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang

riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah

kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah

SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya didunia perdagangan itu ada

sembilan dari sepuluh pintu rezeki”.

Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi

diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak.

Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami

yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan

membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut,

akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan

moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran

(QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha

senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena

sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan

mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan

seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan

memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang

melampaui batas2 atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya,

2
Ibid
sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi

orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang

tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para

nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada” (Hadits).

Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka

kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan,

mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal. ”Allah mengasihi orang

yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” (Hadits).Konsekuen

terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun

sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman, penuhilah akad-

akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta

pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan orang dari kemunafikan

sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu tiga

perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia khianat”

(Hadits).

2.    Etika Bisnis Islam

Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara

menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika

bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor

produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa,

kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan

hubungan sosial. Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem

ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, seperti

kapitalisme dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu

tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua sistem itu dari
wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi dari kepentingan

(interest). Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu sedangkan sosialisme berangkat dari

kepentingan kolektif.

Bisnis syariah merupakan implementasi/perwujudan dari aturan syari’at Allah.

Sebenarnya bentuk bisnis syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya

memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen. Namun

aspek syariah inilah yang membedakannya de3ngan bisnis pada umumnya. Sehingga bisnis

syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya, juga menjalankan syariat dan perintah

Allah dalam hal bermuamalah. Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan,

maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki

keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:

1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran

merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan

kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang

muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-

Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).

Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang

meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.

2. Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah. Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan

eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam

wujud ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini

harus terwujud , yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku

(personil).

3
Ibid
3. Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram. Seorang pelaku bisnis syariah

dituntut mengetahui benar fakta-fakta (ta4hqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih

dan yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya

(tahqiqul hukmi).

4. Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi. Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian

antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga

pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material.

5. Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat. Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan

sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di lakukannya bisnis

memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam konteks ini hasil

yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta.

6. Namun, seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya.

Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya. Untuk

mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah

dan menjadi pahala di hadapan Allah . Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita

lakukan selalu mendasarkan pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.

7. Etika bisnis dapat ditinjau dari sisi etika pendirian perusahaan, etika manajemen, etika produksi,

etika pemasaran atau marketing, etika menejer, etika karyawan, dan etika konsumsi.

Diasumsikan karena entitas, lembaga, institusi dan mukalaf (orang yang bertanggung jawab)

dalam islam tidak dapat dipisahkan, etika pribadi sebagai seorang muslim yang mukalaf yang

memiliki kewajiban selaku muslim berlaku juga pada perusahaan, lembaga dan organisasi.

a.    Etika pendirian perusahaan

Umumnya dalam mendirikan perusahaan dalam islam yaitu dilandaskan beberapa etika, yaitu

hanya mendirikan bisnis dengan niat karena Allah dan menjalankannya sesuai dengan syariat

4
Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta : salemba Empat.
islam, menjadikan perusahaan sebagian dari fungsi amar makruf nahi munkar demi

kemashlahatan umat dan menjadikan perusahaan dengan fungsi sosial sesuai ketentuan

syariat islam.

b.    Etika manajemen

Dalam perusahaan, pihak yang bertanggung jawab pada kegiatan bisnis adalah manajemen

sehingga sukar untuk memisahkan manajemen dan perusahaan. Perusahaan harus memiliki

etika yang dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan oleh manjemen, pemilik, dan mereka

yang terlibat didalamnya seperti yang disyariatkan dalam islam. Etika yang harus diperhatikan

majemen yaitu, memberikan informasi yang lengkap dan benar, mendengarkan keluhan

pelanggan, tidak menjual barang yang rusak atau kadaluwarsa, tidak menjual barang haram,

memberikan hak konsumen berupa keamanan, menciptakan lingkungan atau budaya budaya

bisnis berdasarkan syariat, menerapkan manjemen yang jujur dan amanah sesuai syariat,

membayar kewajiban (pajak, zakat, infak dan sedekah) serta mematuhi semua perintah Allah

dan pemerintah.

c.    Etika produksi

Memproduksi adalah usaha perusahaan yang menggunakan manusia dan mesin untuk

menukarkan bahan – bahan dan bagian kepada produk yang boleh dijual. Bermula dari proses

produksi lagi para pengusaha harus berpegang pada nilai – nilai dan etika yang luhur untuk

mengelakkan kesalahan seperti penyedian produk yang tidak berkualitas, produk atau

prosesnya yang mencemarkan alam sekitar dan juga penjualan produk yang membahayakan

kon5sumen.

d.   Etika pemasaran atau marketing

5
Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta : salemba Empat.
Pemasaran adalah suatu kegiatan yang terus menerus berlaku didalam masyarakat dan

diharuskan untuk memenuhi kebutuhan tiap individu. Kegiatan pemasaran perlu dikelola

dengan metode 4P (produk, price, promosi dan place.

e.    Etika menejer

Etika menejer merupakan standar perilaku yang memandu menejer dalam melakukan aktivitas

mereka. Dalam pandangan islam, sseorang menejer harus menjadi penerima manajemen yang

amanah, memperlakun bawahan sesuai dengan nilai islam, mengharagai keyakinan karyawan

lain, membentuk iklim tim yana islami dan tidak melakukan manipulasi dalam bentuk apapun.

f.     Etika karyawan

Dalam hubungan kerja, banyak nilai – nilai norma yang harus titanam dan dijaga. Dalam

pandangan islam seorang karyawan harus bekerja secara ikhlas dan dianggap ibadah, jujur dan

amanah, mematuhi pemimpin, dan rela bekerja sama dengan tim lain.

g.    Etika konsumsi

Pola konsumsi dalam islam harus menjamin agar konsumsi itu akan melahirkan serta dapat

menciptakna jiwa yang sehat dan tentram, menciptakan akhlak yang mulia. Islam menganjurkan

untuk membelanjakan uang agar dapat berputar untuk kemajuan perekonomian. Islam

menganjurkan sifat filantropik berupa kegiatan infak, wakaf dan sedekah.

3.    Aktivitas Bisnis yang Terlarang dalam Syariat Islam

a.    Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam. Seorang muslim haruskomitmen

dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha muslim

tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yangdiharamkan oleh syariah. Dan

seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang mendatangkan

kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak halal atau mengandung bahan tak halal,

minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan dengan dunia gemerlap

seperti night club discotic cafe tempat bercampurnya laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang
menghentak, suguhan minuman dan makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al

Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.

b.  Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal.Praktik riba yang

menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al

Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak

transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan akan

merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh orang lain serta

mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah perbuatan tercela dan mendapat

ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 –35). Berlebihan dan menghamburkan uang

untuk6 tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya kesemuanya merupakan perbuatan yang

melampaui batas. Kesemua sifat tersebut dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana

dalam penggunaan harta dan bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).

c.    Persaingan yang tidak fair sangat dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan dalamAl-Qur’an

surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara

yang batil”. Monopoli juga termasuk persaingan yang tidak fair Rasulullah mencela perbuatan

tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah”, ”Seorang

tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli itu dilaknat”.

Monopoli dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk

menyainginya dengan berbagai cara, seringkali dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya

adalah untuk memahalkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat

besar. Rasulullah bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan

harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di

hari kiamat”.

d.   Pemalsuan dan penipuan, Islam sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat

6
Ibid
menyebabkan kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan

percekcokan. Allah berfirman dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu

menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar”. Nabi bersabda ”Apabila kamu menjual

maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis”.

Dalam bisnis modern paling tidak kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang dilakukan

sebagian pebisnis dalam melakukan penawaran produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam.

Berbagai bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

1.    Penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukanoleh penjual

seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan

testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.

2.    Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media

televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat

radio seringkali memberikan keterangan palsu.

3.    Eksploitasi wanita, produk-produk seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun produk

lainnya seringkali melakukan eksploitasi tubuh wanita agar iklannya dianggap menarik. Atau

dalam suatu pameran banyak perusahaan yang menggunakan wanita berpakaian minim

menjadi penjaga stand pameran produk mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu

pembeli agar melakukan pembelian terhada7p produk mereka.Model promosi tersebut dapat

kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam sebagai agama yang menyeluruh

mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang

lain.

4.   Demikian pula pada proses jual beli harus dikaitkan dengan ’etika Islam’ sebagai bagian

utama. Jika penguasa ingin mendapatkan rezeki yang barokah, dan dengan profesi sebagai

7
Ricky, W Griffin and Ronald, J Ebert. 2007. Bisnis_edisi kedelapan. Jakarta : Penerbit

Erlangga
pedagang tentu ingin dinaikkan derajatnya setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti

syari’ah Islam secara menyeluruh, termasuk ’etika jual beli’.

4. Konsep Bisnis Dalam Al-Qur’an

Konsep Al-Qura’n tentang bisnis yang sebenarnya serta disebut beruntung dan rugi

hendaknya dilihat dari seluruh perjalanan hidup manusia. Tak ada satu bisnis pun yang di

anggap berhasil, jika membawa keuntungan, sebanyak apapun keuntungan mereka dalam

waktu tertentu, namun pada ujungnya akan mengalami kebangkrutan yang di capai.

A. Bisnis yang Menguntungkan

Dalam pandangan Al-Qur’an bisnis yang menguntungkan itu mengandung tiga elemen

dasar:

1. Mengetahui investasi yang paling baik

2. Membuat keputusan yang logis, sehat , dan masuk akal

3. Mengikuti perilaku yang baik

B. Bisnis yang Merugi

Seluruh tindakan dan dealing serta transaksi yang memungkinkan untuk mendatangkan

keuntungan yang sedikit secara sementara, namun akhirnya akan membawa kerugian yang

demikian banyak dan tidak bisa diperbaiki dianggap oleh Al-Qur’an sebagai bisnis yang

sungguh-sungguh merugikan.

Dalam pandangan Al-Qur’an bisnis yang merugi itu sebagai berikut:

1. Investasi Modal yang Jelek

2. Keputusan yang Tak sehat

3. Perilaku Jahat

C. Pemeliharaan Prestasi, Hadiah dan Hukuman

1. Pemeliharaan Prestasi
Al-Qur’an memperingatkan dengan jelas dalam peringatan dan ancamannya

bahwasannya seluruh aksi dan transaksi, bahkan niat dan delibrasi(pemikiran yang

mendalam) dari setiap manusia, selalu saja disorot dan dimonitor dengan cara akurat

dan selalu direkam dan dicatat. Dalam hubungan ini, patut kiranya dicatat bahwasannya

Allah itu Maha Melihat, Maha Mende8ngar, Maha Tahu terhadap semua apa yang

dilakukan dan ditransaksikan manusia.

2. Pahala dan Siksa

Al-Qur’an secara eksplisit menyatakan tentang pahala dan siksa yang akan diterima

oleh setiap manusia di akhirat, berdasarkan perilaku mereka di dunia. Sebagaimana

telah disinggung sebelumnya, Al-Qur’an tidak sekedar mendeskripkan tentang masalah

baik dan buruk dan menjanjikan pahala bagi perilaku yang baik dan siksa bagi perilaku

jahat.

PENUTUP

8
Sukirno, Sadono dkk.2004. Pengantar Bisnis. Jakarta : Prenada Media
Kesimpulan

Islam tidak memandang aktivitas bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia sebab

semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah

disyariatkan Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia terjadi,

yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang tidak

terpisahkan.Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam

menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja pengambilan keuntungan berlipat-lipat

adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi, bukankah hal ini menjadikan supply-demand tidak

seimbang, pasar bisa terdistorsi dan seterusnya. Betapa indahnya jika sistem bisnis yang kita

lakukan dibingkai dengan nilai etika yang tinggi.Etika itu akan membuang jauh kerugian dan

ketidaknyamanan antara pelaku bisnis dan masyarakat. Lebih dari itu, bisnis yang berdasarkan

etika akan menjadikan sistem perekonomian akan berjalan secara seimbang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ahman, Dr. Mustaq 2001. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Al- Kautsar

2. Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta : salemba Empat.

3. Ricky, W Griffin and Ronald, J Ebert. 2007. Bisnis_edisi kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga

4. Sukirno, Sadono dkk.2004. Pengantar Bisnis. Jakarta : Prenada Media

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM


D
I

OLEH:

NAMA :

1. Muhammad Dwi Rachman (1206200129)


2. Rian Ogi Sapri (1206200124)
3. Bela Putra Fawica (1206200132)
4. Hari Anugrah Munthe (1206200135)
5. Doan Rifky Pratama (1206200134)
6. Khairil Akhbar Sigalingging (1206200109)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

T.A 2014/2015

Anda mungkin juga menyukai